ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of forgiveness therapy with dzikir to increase self-
acceptance in people with HIV/AIDS. The design of this research is pre-experimental research with
one group pretest-posttest design model. The subjects of this study were 6 people with HIV/AIDS
who have characteristics have been diagnosed HIV/AIDS positive and moslem. Self-acceptance is
measured using a self-acceptance scale of 28 items. Quantitative analysis test is done by using
computer program SPSS for window 16.0, observation and interview technique is used to get
additional information. Quantitative data were analyzed using paired sample t-test. The results
showed that there was a very significant difference in the level of self-acceptance before and after
being given forgiveness therapy with dzikir (t score = -5.017; p = 0.004; p <0.01). The results of
quantitative data analysis indicate that self-acceptance level of people with HIV/AIDS has increased
after being given forgiveness therapy with dzikir.The conclution is forgiveness therapy with dzikir
can increase self-acceptance of people with HIV/AIDS.
Keywords: Self Acceptance, Forgiveness Therapy with Dzikir, People With HIV/AIDS (ODHA)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi pemaafan (forgiveness therapy) dengan
dzikir untuk meningkatkan penerimaan dii pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Rancangan
penelitian ini adalah pre ekpserimen dengan model rancangan one group pretest-posttest design.
Partisipan penelitian ini adalah enam ODHA yang memiliki karakteristik telah didiagnosa
HIV/AIDS positif, memiliki skor penerimaan diri yang rendah atau sedang dan beragama islam.
Penerimaan diri diukur dengan menggunakan skala penerimaan diri sejumlah 28 aitem. Uji analisis
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program computer SPSS for Window 16.0, sedangkan
teknik observasi dan wawancara digunakan untuk mendapatkan data kualitatif tambahan. Data
kuantitatif dianalisis dengan menggunakan paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan pada tingkat penerimaan diri sebelum dan sesudah
diberikan terapi pemaafan dengan dzikir dengan nilai t = -5.017 (p= 0.004; p < 0.01). Hasil analisis
data kuantitatif menunjukkan bahwa tingkat penerimaan diri Orang Dengan HIV/AIDS mengalami
peningkatan setelah diberikan terapi pemaafan dengan dzikir sehingga dapat disimpulkan bahwa
terapi pemaafan dengan dzikir dapat meningkatkan penerimaan diri pada Orang Dengan
HIV/AIDS.
Kata Kunci: Penerimaan Diri, Terapi Pemaafan dengan Dzikir, Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA)
merupakan orang dengan HIV/AIDS di LSM baik dan merupakan salah satu kriteria mental
kebaya, lembaga yang bekerja sama dengan yang sehat (Handayani, Ratnawati, & Helmi,
dinas sosial dalam melakukan pendampingan 1998). Pengetahuan tentang diri ini akan
dan memberikan perawatan terhadap orang mengarah pada self objectivity dan
dengan HIV/AIDS, ditemukan indikasi bahwa penerimaan diri.Men urut Chaplin (2000)
mereka cenderung tidak bisa menerima diri penerimaan diri merupakan sikap merasa puas
mereka yang telah didiagnosa HIV positif. dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan
Penderita cenderung menyangkal perbuatan bakat-bakat sendiri, serta pengakuan akan
atau perilaku berisiko mereka, menyalahkan keterbatasan-keterbatasan sendiri. Snyder dan
orang lain (pasangan) sebagai orang yang Lopez (2007) menjelaskan bahwa penerimaan
menularkan virus HIV kepada mereka, serta diri merupakan sikap positif terhadap diri
menyalahkan pola asuh orang tua yang sendiri, mengakui dan menerima berbagai
cenderung otoriter sehingga menyebabkan aspek diri, dan merasa positif terhadap masa
dirinya melakukan perilaku menyimpang. lalunya. Penerimaan diri memegang peranan
ODHA lain yang kami wawancarai di awal penting dalam menemukan dan mengarahkan
juga tampak belum bisa menerima keadaan seluruh perilaku, maka sedapat mungkin
dirinya dengan menyimpan dendam dan rasa individu harus mempunyai penerimaan diri
marah kepada pasangannya yang diyakini yang positif (Rakhmat, 2001).
telah menularkan virus HIV kepadanya. Ia Philips dan Berger mengemukakan
bertambah kesal dan marah kepada aspek-aspek penerimaan diri diantaranya
pasangannya itu karena saat kesehatannya adalah (1) adanya keyakinan akan
semakin menurun, pasangannya tersebut jutru kemampuan diri dalam menghadapi
mennggalkan dirinya dengan laki-laki lain. persoalan; (2) adanya anggapan berharga
Salah satu pernyataan yang menunjukkan terhadap diri sendiri sebagai manusia dan
kekecewaan ODHA akan penyakitnya adalah sederajat dengan orang lain; (3) tidak ada
“kenapa aku yang harus mengidap penyakit anggapan aneh atau abnormal terhadap diri
HIV/AIDS?”.Ia juga merasa iri ketika sendiri dan tidak ada harapan untuk ditolak
melihat teman-teman sesama pengidap orang lain; (4) tidak ada rasa malu atau tidak
HIV/AIDS yang memiliki kondisi fisik yang memperhatikan diri sendiri; (5) ada
lebih baik dari dirinya. Kondisi tersebut keberanian memikul tanggung jawab atas
menyebabkan mereka cenderung tidak bisa perilaku sendiri; (6) adanya objektivitas
memaafkan orang-orang yang dirasa memiliki dalam menerima pujian atau celaan; dan (7)
peran terhadap kondisi mereka saat ini karena tidak ada penyalahan atas keterbatasan yang
merasa dicampakan dan tidak diperdulikan ada, ataupun pengingkaran atas kelebihan
bahkan ditinggalkan tanpa kabar oleh yang dimiliki (dalam Robinson & Shaver,
pasangan mereka. 1991).
Kilici mengatakan dengan mengenal Terkait dengan HIV/AIDS, pemaafan
dan menerima diri sendiri, baik kelebihan merupakan salah satu upaya yang perlu
maupun kekurangan yang ada di dalam dipertimbangkan untuk mengatasi emosi
dirinya, seorang individu dapat negatif dan meningkatkan penerimaan diri,
mengembangkan dirinya (dalam Ceyhan & sebab menyalahkan diri sendiri ataupun orang
Ceyhan, 2011). Mengenal diri merupakan lain atas penyakit tersebut justru akan
salah cara membantu individu memperoleh menurunkan kualitas si penderita. Pemaafan
self knowledge dan self insight yang sangat dapat membawa seseorang pada berbagai
berguna bagi proses penyesuaian diri yang pengertian baru, penerimaan, kreativitas, dan
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
16| Psikis : Jurnal Psikologi Islami Vol. 5 No. 1 Juni
pertumbuhan, sehingga rasa sakit akibat reaksi ketika manusia dihadapkan pada
peristiwa yang dialami berkurang atau tidak berbagai persoalan kehidupan, salah satunya
lagi dirasakan (Enright, 2001). ketika individu dinyatakan positif HIV/AIDS.
Thompson dkk, menemukan bahwa Upaya positif yang dianjurkan dalam ajaran
pemaafan dihubungkan secara signifikan dan Islam untuk mengatasi emosi negatif dalam
positif dengan strategi koping penerimaan, menjalani kehidupan adalah dengan dzikir.
penginterpretasian kembali secara positif, dan Dzikir merupakan bentuk ibadah
koping aktif, dan hal ini dihubungkan secara mengingat Allah sang pencipta, yang sangat
signifikan dan negative dengan strategi dianjurkan dalam agama Islam. Menurut
koping penyangkalan dan disengagement Sangkan (2002)dzikir yang merupakan
perilaku. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktifitas mengingat kepada Allah, mengingat
pemaafan dapat menjadi metode koping yang dzat Allah, sifatdan perbuatan Allah, akan
memungkinkan orang mengalihkan mengantarkan manusia untuk memasrahkan
perhatiannya dari pengalaman hidup yang hidupnya kepada Allah sehingga tidak takut
merugikan dan kepada aspek dalam atau khwatir dalam menghadapi tantangan
kehidupan mereka yang lebih dalam hidup. Penelitian Subandi (2009)yang
memuaskan(Thompson et al., 2005). menunjukkan bahwa mengamalkan dzikir
Pemaafan merupakan sikap seseorang akan mengantarkan individu untuk dapat
yang telah disakiti untuk tidak melakukan memahami dan mengerti makna dari berbagai
perbuatan balas dendam terhadap pelaku, pengalaman hidup yang kemudian
tidak adanya keinginan untuk menjauhi memberikan makna apa sesungguhnya di
pelaku, sebaliknya adanya keinginan untuk balik semua kejadian pada kehidupan mereka.
berdamai dan berbuat baik terhadap pelaku, Dzikir membantu individu membentuk
walaupun pelaku telah melakukan perilaku persepsi yang lain selain ketakutannya yaitu
yang menyakitkan (McCullough, Fincham, & keyakinan bahwa stressor apapun akan dapat
Tsang, 2003). Enright (dalam Munthe, dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah,
2013)mengatakan pemaafan sebagai suatu dan dapat menyembuhkan jiwa dan
bentuk kesiapan melepas hak yang dimiliki menyembuhkan berbagai penyakit (Subandi,
seseorang untuk meremehkan, menyalahkan, 2009),membangkitkan rasa percaya diri,
dan membalas dendam terhadap pelaku yang kekuatan, perasaan aman, tentram, dan
telah bertindak tidak benar terhadapnya, dan bahagia (Najati, 2005).
diwaktu yang bersamaan mengembangkan Penelitian ini menggunakan dzikir
kasih sayang dan kemurahan hati. Enright dengan bacaan tahmid (Alhamdulillah) yang
(2001)menjelaskan bahwa proses pemaafan dimaknai sebagai rasa syukur atas segala
melalui beberapa tahap atau fase, antara lain: nikmat dalam hidup yang telah diberika oleh
fase 1, mengungkap kemarahan (uncovering Allah swt. Menurut Ash-Shiddieqy (2001)
the anger); fase 2, memutuskan untuk bacaan tahmid yaitu mengucapkan
memaafkan (deciding to forgive); fase 3, alhamdulillah yang artinya “segala puji hanya
melakukan pemaafan (working on bagi Allah”. Bacaan tahmid dapat dimaknai
forgiveness); fase 4, penemuan dan sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah
pembebasan dari penjara emosional atas segala nikmat dan anugerah yang
(discovery and release from emotional diberikan kepada hambaNya. Nabi SAW juga
prison). menganjurkan umat Islam untuk bersyukur
Emosi negatif seperti marah, kecewa, atas segala hal yang diterimanya.
dsb. sangat mudah untuk muncul sebagai
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
Oktandhy Bhayatri Mochammad Firmansyah, Khoiruddin Bashori, Elli Nur Hayati Pengaruh…|
pemaafan (working on forgiveness); dan fase pemaafan terhadap objek pemaafan dengan
penemuan dan pembebasan dari penjara meningkatkan pikiran dan perasaan yang
emosional (discovery and release from lebih positif dengan mensyukuri kesempatan
emotional prison). Berikut adalah gambaran dan kebaikan yang telah diberikan oleh yang
singkat fase terapi pemaafan yang tertuang Allah swt.
dalam sembilan sesi: Sesi 7 berupa evaluasi terhadap perasaan dan
Sesi1berupa psikoedukasi mengenai pikiran baru setelah melakukan pemaafan
HIV/AIDS dan kaitannya dengan penerimaan dengan dzikir.
diri. Psikoedukasi dilakukan melalui teknik Sesi 8 berupa penentuan tujuan hidup baru
ceramah, diskusi dan tanya jawab. Tujuannya dan terbebas dari kungkungan emosi negatif,
agar peserta memahami serta memperoleh memikirkan kemungkinan hambatan yang
pengetahuan terkait HIV/AIDS serta akan dihadapi, serta menentukan strategi
kaitannya dengan gejala psikososial yang coping yang positif untuk mengatasi
menyertainya. hambatan tersebut.
Sesi 2berupa pengenalan emosi yang diikuti
dengan bagaimana mengekspresikannya Analisis Data
secara memadai dan adaptif. Metode yang akan digunakan dalam
Sesi 3 berupa penugasan mengisi lembar kerja analisis kuantitatif adalah statistik parametrik.
dengan mengidentifikasi pengalaman tidak Menurut (Azwar, 2003), sebelum melakukan
menyenangkan yang dialami serta perasaan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji
yang menyertainya, serta keefektifan dari asumsi yaitu uji normalitas dan uji
alternatif yang telah dilakukan. homogenitas pada data pre-test dan post-test
Sesi 4 berupa psikoedukasia mengenai coping yang diperoleh. Jika data terdistribusi secara
positif sebagai alternatif yang lebih positif normal dan memiliki varian yang sama atau
yang dapat dilakukan, dimana salah satunya homogen, maka analisis data untuk menguji
dilakukan melalui pemaafan dengan dzikir. hipotesis akan menggunakan uji paired
Peserta kemudian dibimbing untuk sample t-test. Uji ini bertujuan untuk
melakukan terapi pemaafan dengan teknik mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah
imagery. diberikan prlakuan. Pengujian hipotesis dalam
Sesi 5 bertema “Memperoleh Perspektif penelitian ini dibantu dengan menggunakan
Baru”. Para peserta dipandu untuk memahami komputer program SPSS (Statistical Product
diri sendiri/ orang lain/ maupun situasi dari & Service Solution) 16.0 for
sudut pandang baru yang lebih positif windows.Sementara itu, data kualitatif dalam
sehingga dapat memberikan pandangan yang penelitian dianalisis secara deskriptif
lebih positif terhadap permasalahan yang sederhana untuk menguatkan temuan hasil
dialami hingga akhirnya mengurangi rasa analisis kuantitatifnya saja.
dendamnya dan mampu menemukan dan
merasakan dukungan sosial dari lingkungan HASIL DAN PEMBAHASAN
sekitar. Hasil Penelitian
Sesi 6 ditekankan kepada membangun emosi Hasil pengukuran skor dan kategori
dan perspektif positif. Peserta dibimbing pre-test, post-test dan follow up dari subjek
untuk melakukan pemaafan melalui teknik penelitian dapat dilihat pada tabel 1 di bawah
imagery dengan memasukan kalimat dzikir ini.
tahmid. Tujuannya adalah agar para peserta Tabel. 1. Hasil Pengukuran Skor dan Kategori Pre-test
mampu memutuskan untuk melakukan dan Post-test
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
Oktandhy Bhayatri Mochammad Firmansyah, Khoiruddin Bashori, Elli Nur Hayati Pengaruh…|
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
20| Psikis : Jurnal Psikologi Islami Vol. 5 No. 1 Juni
evaluasi terhadap setiap individu selama saat post-test meskipun masih tetap pada
mengikuti pelatihan. Perubahan yang kategori yang sama. Selanjutnya, subjek SW
dirasakan diantaranya adalah merasa lebih didampingi secara individual untuk
nyaman, lega, damai, mampu mengikhlaskan meningkatkan penerimaan dirinya.
peristiwa negatif yang pernah dialami, Terapi pemaafan dengan dzikir adalah
mampu lebih bersyukur, dan dapat gabungan antara terapi pemaafan dan
mengambil hikmah dari peristiwa tidak memasukan dzikir Alhamdulillah dengan
menyenangkan yang dialami. Hal tersebut mensyukuri setiap nikmat yang telah
ditandai dengan keinginan seluruh subjek diberikan oleh Allah. Pencapaian atas
untuk menjaga kondisi kesehatannya dengan keberhasilan terapi pemaafan dengan dzikir
disiplin dalam mengkonsumsi obat. dalam meningkatkan penerimaan diri pada
Skor penerimaan diri pada tahap pre- ODHA telah mendukung beberapa teori dan
test dan post-test meningkat secara bervariasi. penelitian sebelumnya yang berhubungan.
Ada 3 orang partisipan yang memiliki skor Harris (2006) mengemukakan bahwa
penerimaan diri yang masuk ke dalam intervensi pemaafan telah terbukti efektif bagi
kategori tinggi, 2 orang partisipan masuk ke orang dewasa dengan berbagai pengalaman
dalam kategori sedang. Ada 1 partisipan (SW) menyakitkan akibat perbuatan orang lain. bagi
yang masih tetap berada pada kategori sangat para peserta, pengalaman tersebut diantaranya
rendah, yang disebabkan karena ia belum seperti mendapatkan penolakan dari keluarga,
sepenuhnya dapat menerima perubahan teman, diusur dari rumah, stigma,
fisiknya yang dipersepsikan tidak sempurna diskriminasi dari lingkungan, serta penilaian
seperti sebelumnya. Subjek selalu negatif dari orang lain terkait perubahan fisik
menyalahkan penyakitnya yang menyebabkan mereka setelah mengidap HIV/AIDS.
munculnya candidiasis di matanya meskipun Walton (2005) mengemukakan bahwa
kenyataannya bahwa kondisi mata subjek pemaafan merupakan salah satu cara
disebabkan karena penggunaan obat tetes seseorang untuk dapat menerima dan
mata yang sudah kadaluarasa. Hal tersebut membebaskan emosi negatif seperti depresi,
sejajalan dengan pendapat Bastaman(Burhan rasa marah, bersalah, malu akibat
et al., 2014)yang menyatakan bahwa ketidakadilan, dan perbaikan hubungan
perubahan kondisi fisik yang dialami ODHA interpersonal dengan berbagai situasi
memberikan dampak negatif terhadap masalah. Selain itu, pemaafan juga dpat
perkembangan psikologisnya seperti merasa membawa seseorang pada berbagai
malu, hilangnya kepercayaan dan harga diri. pengertian baru, penerimaan sehingga rasa
Hal berbeda didapatkan dari hasil observasi sakit akibat peristiwa yang dialami berkurang
terhadap subjek SW yang bersangkutan atau tidak lagi dirasakan (Enright, 2001).
selama pelatihan berlangsung dimana subjek Menurut Philips dan Berger (dalam Sunardi
mengalami perubahan suasana hati yang & Hastjarjo, 2004), individu yang menerima
sebelumnya tampak lebih banyak diam namun dirinya ditandai dengan adanya keyakinan
pada pertemuan ke dua dan ke tiga subjek akan kemampuan diri dalam menghadap
menjadi lebih ceria dari sebelumnya. Subjek persoalan, adanya anggapan berharga
SW juga tampak menangis tersedu-sedu terhadap diri sendiri sebagai manusia dan
ketika diberikan terapi pemaafan dengan sederajat dengan orang lain, tidak ada
dzikir bila dibandingkan dengan peserta lain. anggapan aneh terhadap diri sendiri dan tidak
Hal tersebut didukung dengan skor ada keinginan untuk ditolak orang lain, tidak
penerimaan diri subjek yang meningkat pada ada rasa malu terhadap diri sendiri, berani
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
Oktandhy Bhayatri Mochammad Firmansyah, Khoiruddin Bashori, Elli Nur Hayati Pengaruh…|
memikul tanggung jawab atas perilaku lebih bersyukur atas nikat yang telah
sendiri, objektif dalam menerima pujian atau diberikan oleh Allah.
celaan, tidak menyalahkan diri sendiri atas
kekurangan atau mengingkari kelebihan yang DAFTAR PUSTAKA
dimiliki. Antry, A. R. (2017). Pengaruh Terapi Dzikir
Pelatihan terapi pemaafan dalam Terhadap Penerimaan Diri (Self
penelitian ini dilakukan dengan memasukkan Acceptance)Lansia di UPT Pelayanan
unsur dzikir Alhamdulillah di dalamnya. Hal Sosial Lanjut Usia Blitar di
tersebut agar peserta mampu melihat Tulungagung (Institusi Agama Islam
permasalahannya dari sisi yang lebih positif Negeri Tulungagung).
dan mampu mensyukuri segala nikmat yang Ash-Shiddieqy, T. M. H. (2001). Pedoman
telah diberikan oleh Allah kepadanya selama Dzikir dan Doa. Jakarta: Bulan Bintang.
ini termasuk kesempatan untuk bernafas. Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala
Menurut (Bastaman. Hanna Djumhana, 2011), Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dzikir yang dilakukan secara terus-menerus Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala
dengan penuh kehidmatan akan membuat hati Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
senantiasa dekat dengan Allah dan membawa Bastaman. Hanna Djumhana. (2011).
dampak tenang dan penuh ketentraman. Integrasi Psikologi Dengan Islam :
Penelitian yang dilakukan oleh Antry Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta:
(2017)memaparkan bahwa lansia yang Yayasan Insan Kamil.
diberikan terapi dzikir lebih mampu untuk Burhan, R. F., Fourianalistyawati, E., &
menerima dirinya sendiri apa adanya, tidak Zuhroni. (2014). Gambaran
menolak dirinya apabila memiliki kekurangan Kebermaknaan Hidup Orang Dengan
atau kelemahan, memiliki keyakinan bahwa HIV/AIDS (ODHA) Serta Tinjauannya
untuk mencintai diri sendiri tidak harus Menurut Islam. Psikogenesis, 2(2), 110–
dicintai dan dihargai oleh orang lain, merasa 122.
berharga sehingga seseorang tidak perlu Ceyhan, A. A., & Ceyhan, E. (2011).
merasa benar-benar sempurna. Investigation of University Students’
Self-Acceptance and Learned
SIMPULAN Resourcefulness: A Longitudinal Study.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Higher Education, 61(6), 649–661.
terapi pemaafan dengan dzikir dapat Chaplin, J. P. (2000). Kamus Lengkap
meningkatkan penerimaan diri pada Orang Psikologi. Alih Bahasa oleh Kartini
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Data yang Kartono. Jakarta: PT. RajaGrafindo
diperoleh menunjukkan bahwa ada Persada.
peningkatan skor penerimaan diri yang sangat Dinas Kesehatan. (2016). Modul Pelatihan
signifikan setelah diberikan terapi pemaafan Konseling Tes HIV Untuk Konselor.
dengan dzikir dibandingkan dengan sebelum Modul Pelatihan (Tidak Diterbitkan).
diberikan terapi pemaafan dengan dzikir. Yogyakarta: Seksi P2 Dinas Kesehatan
Setiap peserta merasakan manfaat dari terapi Daerah Istimewa Yogyakarta.
pemaafan dengan dzikir, yaitu merasa lebih Enright, R. D. (2001). Forgiveness is a
tenang, damai, lega, senang, lebih menerima Choice : A Step-By-Step Process for
diri dengan kondisinya saat ini, ingin Resolving Anger and Restoring Hope.
membantu orang lain agar lebih semangat, Washington DC: American
Psychological Association.
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN:
22| Psikis : Jurnal Psikologi Islami Vol. 5 No. 1 Juni
1543832222856410375
Walton, E. (2005). Therapeutic Forgiveness :
Developing a Model for Empowering
Victims of Sexual Abuse. Clinical Social
Work Journal, 33(2), 193–207.
P-ISSN: 2502-
728X E-ISSN: