Anda di halaman 1dari 6

Nama : Siti Fathiyah

NIM : 1204040106

Kelas : PMI 4C

Psikologi Sosial : Resume tentang self esteem dan self regulation

SELF ESTEEM

Menurut Jhonson, self esteem adalah evaluasi seseorang dalam menilai dirinya sendiri, yakni
seberapa puas seseorang dengan dirinya sendiri. 1 sebagai sesuatu yang sifat nya alamiah, self
esteem merupakan sesuatu yang sangat penting dan berpengaruh pada proses berpikir, emosi,
keinginan, niali-nilai, dan tujuan kita. Brandon menyebutkan bahwa self esteem sebagai kunci
yang sangat penting untuk mengenal perilaku seseorang. Kecenderungan seseorang untuk merasa
mampu dalam mengatasi suatu masalah dan merasa berharga. Dan self esteem merupakan integrasi
dari kepercayaan pada diri sendiri (self confidence) dan penghargaan pada diri sendiri (self
respect)2. Menurut Wells dan Marwell, terdapat empat pengertian dalam self esteem. Pertama, self
esteem dipandang sebagai sikap seperti sikap-sikap yang lainnya, self esteem menunjuk pada suatu
objek tertentu yang melibatkan reaksi kognitif, emosi, dan perilaku, baik positif maupun negative.
Kedua, self esteem dipandang sebagai perbandingan antara ideal self dan real self. Kita akan
memiliki self esteem yang tinggi jika real self kita mendekati indeal self kita sendiri begitu juga
sebaliknya. Ketiga, self esteem dianggap sebagai respons psikologis seseorang terhadap dirinya
sendiri lebih dari sekedar sikap. Dan keempat, self esteem dipahami sebagai komponen dari
kepribadian atau self sistem seseorang.3

Menurut Frey dan Carlok, bahwa self esteem dipahami sebagai evaluasi terhadap konsep diri kita
sendiri.4 Konsep diri merupakan kumpulan keyakinan mengenai atribuit-atribut yang kita miliki.
Evaluasi kita terhadp konsep diri tidaklah sama, Sebagian dari kita merasa suka, bangga, dan puas
dengan konsep dirinya, Sebagian lagi justru sebaliknya. Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara
membandingkan antara konsep diri dinilai lebih baik dibanding ideal self. Jika konsep diri dinilai

1 Johnson, dalam Sveningson, 2012


2 Branden (1981)
3 Wells dan Marwell, Mruk, 2006
4 Frey dan Carlok, 1984.
lebih baik disbanding ideal self, maka harga diri kita akan cenderung tinggi sebaliknya jika konsep
diri dinilai lebih buruk disbanding ideal self maka harga diri kita akan cenderung rendah.

Konsep diri itu merupakan hasil persepsi yang cenderung subjektif dan personal. Ideal self pun
sama, merupakan hasil persepsi. Oleh karena itu, tinggi rendahnya harga diri tidak tergantung
realitas objektif seseorang seperti cantik, pintar, kaya, atau karakteristik lainnya. Tinggi rendahnya
harga diri lebih bamnyak dipengaruhi oleh persepsi. Maka, dua orang yang memiliki kecantikan
yang sama boleh jadi memiliki harga diri yang berbeda.

Perkembangan self-esteem (baik itu global self-esteem maupun selective self-esteem) pada
individu dimulai sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, hanya saja mengalami penurunan pada
masa remaja. 5 Pada tahap ini, remaja berusaha menjawab pertanyaan mengenai “Siapa dirinya?”
dan bagaimana menunjukkan diri sesuai dengan identitas dirinya. Hal ini karena pada tahap ini
remaja merasa bahwa menampilkan citra diri (self-image) merupakan hal yang penting, misalnya
dalam hal penampilan, kegiatan, atau melakukan perbandingan dengan orang dewasa yang sangat
dikagumi. 6Remaja dengan self-esteem rendah cenderung menunjukkan karakteristik seperti
pesimis, tidak puas akan dirinya, berkeinginan untuk menjadi orang lain atau berada di posisi orang
lain, lebih sensitif terhadap pengalaman yang akan merusak harga dirinya (terganggu oleh kritik
orang lain dan lebih emosional saat mengalami kegagalan), cenderung melihat peristiwa sebagai
hal yang negatif (membesar-besarkan peristiwa negatif yang dialami), cenderung mengalami
kecemasan sosial dan lebih sering mengalami emosi negative: canggung, pemalu, dan tidak
mampu mengekspresikan diri saat berinteraksi dengan orang lain (kurang spontan dan lebih pasif),
melindungi diri dan tidak berani melakukan kesalahan, menghindari pengambilan resiko, sinis dan
memiliki sikap negatif terhadap orang lain, kelompok, atau institusi, pemikiran cenderung tidak
konstruktif (kaku dan tidak fleksibel), serta cenderung ragu-ragu dan lebih lambat untuk merespon
saat mengambil keputusan.

Terdapat beberapa aspek dalam self esteem, diantaranya :

1. Power (kekuatan) Power menunjukan pada adanya kemampuan seseorang untuk dapat
mengatur dan mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi orang lain. Dalam

5 Bos, Muris, Mulkens, & Schaalma, 2006


6 Erikson, dalam Guindon, 2010
situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan dan penghargaan yang diterima
oleh seseorang dari orang lain dan melalui kualitas penilaian terhadap pendapat dan
haknya. Efek dari pengakuan tersebut adalah menumbuhkan sense of appreciation terhadap
pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk melakukan konformitas tanpa
mempertimbangkan kebutuhan dan pendapatnya sendiri. Masing-masing perlakuan
tersebut bisa mengembangkan kontrol sosial, kepemimpinan dan kemandirian yang
nantinya akan memunculkan sikap yang tegas, asertif, energik dan eksploratif.
2. Significance (keberartian) Significance ditujukkan pada penerimaan, perhatian dan kasih
sayang yang ditunjukkan oleh orang lain7. Ekspresi dari penghargaan dan minat terhadap
seseorang tersebut termasuk dalam penerimaan (acceptance) dan popularitas, yang
merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan kehangatan,
responsifitas, menyukai diri apa adanya. Dampak utama dari perlakuan dan kasih sayang
tersebut adalah menimbulkan perasaan berarti, penting (sense of importance) dalam
dirinya. Makin banyak orangmenunjukkan kasih sayang, maka makin besar kemungkinan
memiliki penilaian diri yang baik.
3. Virtue (kebajikan/kebaikan) Virtue ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap kode etik,
moral, etika dan agama. Orag yang mematuhi aturan, kode etik, moral, etika dan agama
kemudian menginternalisasikannya, memperlihatkan sikap diri yang positif dengan
keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuan-tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai
luhur. Perasaan berharga muncul diwarnai dengan sentimen tentang kebenaran, kejujuran
dan hal-hal yang bersifat spiritual.
4. Competence (kemampuan) Competence menunjukan suatu performansi yang tinggi,
dengan tingkatan dan tugas yang bervariasi untuk tiap kelompok usia. Bagi remaja laki-
laki diasumsikan bahwa kinerja akademis dan atletik adalah dua bidang utama yang
digunakan untuk menilai kompetensi. Erikson, dalam Guindon, menunjukkan bahwa
pengalaman-pengalaman seorang anak mulai dari masa bayi yang diberikan secara biologis
dan rasa mampu yang memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan
dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk
mencapai kompetensi yang lebih tinggi lagi. Dan menekankan pentingnya aktivitas

7
Diener & Ryan, 2009
spontan pada seseorang anak dalam menumbuhkan perasaan mampu dan pengalaman
dalam mencapai kemandirian dapat memberikan penguatan terhadap nilai-nilai
personalnya dan tidak tergantung pada kekuatan-kekuatan diluar dirinya. 8
Islam sudah mengajarkan dan memberi resep supaya harga diri kita tidak rendah, itu semua
sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Seperti dalam Q.S. As-Syura:36, ayat itu
menjelaskan bahwa islam mengajarkan segala sesuatu yang sifatnya fana dan duniawi tidak
pantas dijadikan sebagai sumber kebahagiaan. Dalam dalam Q.S. Ali-Imran:18
menjelaskan lagi bahwa kenikmatan yang ada didunia ini hanya bersifat sementara dan
tidak pelu dibanggkan. Karena kadang manusia menghormati seseorang hanya berdasarkan
jabatan, kekayaan, ataupun kesuksesannya dalam urusan dunia semata. Padahal bagi Allah
kebahagiaan yang ada didunia itu hanyalah fana. Dan jika memang didunia kita tidak bisa
menikmati jabatan, kekayaan maka sudah dijelaskan dalam Q.S. Ali-Imran:139, bahwa
janganlah kamu merasa hina dan bersedih hati. Sebab, jika kamu beriman maka derajatmu
akan menjadi paling tinggi.
SELF REGULATION
Self regulation merupakan pengaturan diri adalah dasar untuk sukses pencapaian
perkembangan adaptif tugas di semua tahap kehidupan9. Self regulation itu suatu upaya
untuk mengendalikan pikiran, perasaan dan perilaku dalam rangka mencapai suatu
tujuan.10 Setiap manusia pasti mempunyai tujuan dan untuk mencapai tujuan tersebuit
maka perlu adanya fokus dan melakukan regulasi diri supaya tujuan tersebut bisa tercapai.
Self Regulation pada dasarnya tidak hanya melibatkan diri sendiri untuk selalu aktif dan
mandiri atas perilaku belajarnya sendiri, melainkan melibatkan diri dalam lingkup sosial
dan penggunaan sumber daya informasi.
Self Regulation adalah proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dengan aksi
mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target Suatu pembelajaran yang
mengajarkan individu untuk dapat mengatur dirinya. Pembelajaran yang termasuk
didalamnya yaitu: Pengaturan yang meliputi proses berfikir dan akan dimunculkan menjadi

8 Erikson, dalam Guindon, 2010


9 Geldhof, McClelland. 2010
10 Hofmann, Friese, dan Strack. 2009
suatu prilaku yang terarah dan teratur.11 Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dengan
kemampuan tersebut manusia dapat memanipulasi lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Self Regulation yang dihasilkan mengacu
pada pikiran, perasaan dan tingkah laku yang ditujukan untuk pencapaian target dengan
melakukan perencanaan yang terarah.
Langkah-langkah dalam self regulation, diantaranya :
• 0bservasi diri ( monitor diri sendiri), ketika observasi akan menghasilkan persepsi tentang
kemajuan, hal itu dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kinerja dengan sadar
untuk mengubah tingkah lakunya , hal ini melibatkan kegiatan memantau atau memonitor
tingkah laku dirinya.
• Evalusi diri ( menilai diri sendiri) , menentukan tindakan yang dilakukan diri sendiri sudah
sesuai yang diinginkan yaitu sesuai standar pribadi tersebut. Standar tersebut berasal dari
informasi yang diperoleh dari orang lain dengan membandingkan kinerja seseorang dengan
suatu standar. Dengan melakukan penilaian diri, individu dapat menentukan apakah
tindakannya berada pada jalur yang benar.
• Reaksi diri ( mempertahankan motivasi diri sendiri), menciptakan dorongan untuk prilaku
diri sendiri, mengakui dan membuktikan kompetensi yang dimiliki, sehingga dapat
meningkatkan minat dalam mengerjakan sesuatu.
Menurut Zimnerman terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi Self Regulation,
diantaranya: pertama, faktor individu yang meliputi kreativitas dengan pengetahuan
tentang kognisi yang terdiri dari declarative knowledge, prosedural knowledge, condition
knowledge. Kedua, factor lingkungan dan ketiga, faktor prilaku meliputi kemampuan
metakognitif untuk membuat perencanaan, monitoring dan modifikasi cara berfikir.12
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang kurang mampu untuk
mengembangkan Self Regulation, diantaranya :
❖ Kurangnya pengalaman belajar dari lingkungan sosial adalah faktor yang pertama
yang menyebabkan kegagalan seorang siswa dalam mengembangkan Self
Regulation. Disebabkan mereka tumbuh di rumah atau di lingkungan yang tidak

11 Omrod 2009
12 Zimnerman ,1990
mengajarkan mereka untuk melakukan Self Regulation , tidak diberikan contoh,
atau reward.13
❖ Seseorang dalam mengembangkan kemampuan Self regulation bersumber dari
dalam dirinya yaitu adanya sikap apatis (disinterest). Hal ini disebabkan dalam
menggunakan teknik - teknik Self regulation yang efektif dibutuhkan antisipasi,
kosentrasi, usaha, self repleksi yang cermat, sebagai contohnya, kebanyakan guru
akan melaporkan bahwa siswa yang tidak aktif dikelas akan menunjukkan prestasi
yang kurang dan jarang mengumpulkan tugas - tugas yang diterimanya.14
❖ Gangguan suasana hati, seperti mania atau depresi, kurang gairah tidak dapat
memotivasi diri adalah batasan ketiga yang dapat menyebabkan disfungsi Self
Regulation. Sebagai contoh seseorang yang mengalami depresi cenderung
menunjukkan prilaku menyalahkan diri sendiri, salah dalam mempresepsikan hasil
prilaku mereka, bersikap negative.15
❖ Sering dihubungkan dengan disfungsi Self Regulation adalah adanya learning
disabilities, seperti masalah kurang mampu konsentrasi, mengingat, membaca dan
menulis. Sebagai contoh, seorang siswa dengan learning disabilities menetapkan
goal academic yang lebih rendah dibandingkan siswa yang normal, memiliki
masalah dalam mengontrol dorongannya, dan kurang akurat dalam menilai
kemampuan mereka miliki.16

13 Brody,Stoneman,Flor,1996 dalam Boekaerts, 2000


14 Steinberg,Brown, Dornbusch,1996 dalam boekaerts, 2000
15 Bandura,1991 dalam boekaerts,2000
16 Borkowski, thorpe,1994 dalam Boekaertsw,2000

Anda mungkin juga menyukai