BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
diantaranya gesekan, tekanan, suhu, infeksi dan lain-lain (Arisanty, 2012). Angka
kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka
kronis. Sebuah survey di Australia menunjukkan pada tahun 2011, populasi pasien
dengan luka penuh infeksi sebanyak 3194 orang meningkat dibandingkan tahun
2009 yang hanya 3110 orang. Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan
peningkatan substansial dalam luka tekan yang didapat di rumah sakit antara 2009
dan 2011, dari 6,3% pada tahun 2009 menjadi 7,4% pada tahun 2011. Pasien
dengan satu atau lebih luka tekan antara 2009 dan 2011, dari 9,5% pada tahun
2009 menjadi 11% pada tahun 2011. Luka tekan yang didapat di rumah sakit yang
seharusnya berpotensi dicegah dari 21,0% menjadi 22,6% antara 2009 dan 2011
(WoundWest, 2011).
diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronis. Luka akut merupakan luka trauma
yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan
baik bila tidak terjadi komplikasi sedangkan luka kronis merupakan luka yang
berlangsung lama dan sering timbul kembali (rekuren). Dikatakan kronis karena
proses inflamasi luka yang memanjang tidak sesuai dengan fisiologi waktu
laserasi terjadi pada tingkat 50 juta bahkan lebih dan 20 juta laserasi tiap tahunnya
di seluruh dunia. Luka akut yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat
berubah menjadi luka kronik. Luka kronis umumnya membutuhkan waktu lebih
lama untuk sembuh, dan perawatan yang lebih kompleks. Ada sekitar 4,5 juta
ulkus tekan di dunia yang memerlukan perawatan setiap tahunnya. Sekitar 9,7 juta
ulkus vena, dan sekitar 10,0 juta ulkus diabetikum di dunia membutuhkan
Luka akut maupun kronis membutuhkan penanganan yang tepat agar tidak
jatuh kepada kondisi komplikasi seperti infeksi dan akhirnya memperlama waktu
kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal melalui proses pemulihan
dengan biaya, waktu dan tenaga yang seminimal mungkin. Oleh karena itu, dalam
hal ini perawat harus melakukan perawatan luka yang tepat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Potter & Perry, 2009). Perawatan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
membersihkan luka. Cairan antiseptik ini akan menyebabkan luka mengering dan
menghitam dan jaringan parut. Padahal cairan tersebut bersifat korosif dan
luka. Anggapan bahwa luka yang telah mengering adalah kondisi luka yang telah
sembuh inilah yang harus diubah karena tidak sesuai dengan prinsip
di rumah sakit. Metode tersebut menggunakan kasa yang basah menutupi luka dan
kemudian membiarkannya kering pada luka tersebut, dan setelah kering bekas
luka atau jaringan matinya bisa dikupas. Masalah dengan pendekatan ini adalah
bahwa seiring dengan jaringan mati yang terkelupas, sel-sel pertumbuhan halus
dan jaringan granulasi juga berhenti. Hal ini mengakibatkan tidak hanya
pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu, tetapi juga menimbulkan rasa nyeri
menerapkan cara lama perawatan luka, bahan yang digunakan adalah sama untuk
luka akut maupun kronis, prinsip perawatan luka yang digunakan dengan teknik
basah dan kering, hal ini dapat menyebabkan hipogranulasi dan hipergranulasi,
dibandingkan lingkungan”open air” atau luka terbuka. Pada luka yang dibiarkan
terbuka, nekrosis meningkat sekitar 0,2-0,3 mm2 setiap 2-3 jam. Pembentukan
jaringan nekrosis tersebut akan menghalangi epitelisasi sel dari tepi luka
tahun 1962 yang direplikasi pada manusia tahun 1963 oleh Drs. Hinman dan
tertutup lebih cepat sembuh dan menghasilkan lebih sedikit jaringan parut
daripada luka yang dibiarkan terbuka. Sejumlah uji klinis yang dilakukan sejak
saat itu menunjukkan hasil yang sama. Jelas bahwa menutup luka dengan dressing
occlusive atau balutan tertutup rapat dan membiarkannya terus tertutup selama
(Khor, 2011).
menggunakan prinsip lembab dan tertutup, suasana lembab pada luka mendukung
Teknik perawatan luka lembab dan tertutup atau yang dikenal dengan “moist
wound healing” menjadi dasar munculnya pembalut luka modern (Mutiara, 2009
proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis,
metode ini dibandingkan dengan kondisi luka yang kering adalah meningkatkan
rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-6 kali lebih cepat dan epitelisasi terjadi 3
hari lebih awal dari pada luka yang dibiarkan terbuka dan mengering.
Provinsi Sumatera Utara Tipe A dan menampung rujukan untuk wilayah A yang
meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Oleh karena
itu tingkat kejadian pasien dengan berbagai kondisi di rumah sakit ini cukup
banyak termasuk pasien dengan kondisi luka akut maupun kronis, sehingga
penangannan yang tepat dari tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut sangat
2. Perumusan Masalah
tentang luka maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
tingkat pengetahuan perawat tentang perawatan luka metode moist wound healing
3. Pertanyaan Penelitian
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak Manajemen RSUP H.
perawatan luka di sebagian rumah sakit saat ini, dan dapat menjadi
healing”.