Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

OLEH:

Nama: Muhaimin Ghany Hussein


NIM: PO.71.20.3.20.022
Kelas: Tk.2 A
Mata Kuliah: KMB 2
Dosen Pembimbing: Ns.Sapondra Wijaya, M.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


PALEMBANG
PRODI DIII KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
TAHUN AJARAN: 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala
rahmat dan HidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“KATARAK” yang disusun dan untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Lubuklinggau, 24 Maret 2022

Mahasiswa
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan
lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya
sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Penderita katarak memang terus meningkat jumlahnya.  Menurut Badan
Kesehatan Dunia PBB/WHO), saat ini sekitar 161 juta penduduk dunia
mengalami gangguan penglihatan, meliputi 37 juta orang buta total dan sisanya
124 juta rabun atau mengalami gangguan penglihatan. Di Indonesia, katarak
merupakan penyakit penyebab utama kebutaan. Berdasarkan survei kesehatan
menunjukkan, 1,5 persen penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Penyebab
tertinggi karena katarak 52 persen, glaukoma 13,4 persen, kelainan refraksi 9,5
persen, gangguan retina 8,5 persen, dan kelainan kornea 8,4 persen. Kebutaan di
Indonesia saat ini merupakan yang tertinggi di Asia, karena negara Asia lainnya
kurang dari 1 persen.
Pada katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan seperti melihat
di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa yang keruh. Hal ini
diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan penglihatan.
Penglihatan akan berkurang perlahan-lahan. Pada pupil terdapat bercak putih atau
apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila proses berjalan progresif, maka makin
nyata terlihat kekeruhan pupil ini.
Adapun dua macam teknik pembedahan yaitu ekstrasi intraskapular dan
ekstraskapular. Dimana pengambilan keputusan untuk menjalani pembedahan
sangat individual sifatnya.Dukungan finansial dan psikososial dan konsekwensi
pembedahan sangatlah penting untuk penatalaksanaanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian katarak?
2. Apakah etiologi katarak?
3. Apakah patofisiologi katarak?
4. Apakah web of caution katarak?
5. Apakah manifestasi klinik katarak?
6. Apakah klasifikasi katarak?
7. Apakah pengobatan katarak?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan katarak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien katarak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian katarak.
2. Menjelaskan etiologi katarak.
3. Menjelaskan patofisiologi katarak.
4. Menjelaskan web of caution katarak.
5. Menjelaskan manifestasi klinik katarak.
6. Menjelaskan klasifikasi katarak.
7. Menjelaskan pengobatan katarak.
8. Menjelaskan asuhan keperawatan katarak.

1.4 Manfaat
Menjelaskan dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien katarak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).

2.2 Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur
60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu
terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
- Faktor keturunan.
- Cacat bawaan sejak lahir.
- Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
- Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
- Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
- Gangguan pertumbuhan,
- Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup
lama.
- Rokok dan Alkohol
- Operasi mata sebelumnya.
- Trauma (kecelakaan) pada mata.
- Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
-

2.3 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
2.3.1 Katarak Kongenital:
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,
dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan
ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada
saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi
sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai berusia 1
tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan
lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen.
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil
yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan
leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma,
endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi
di samping katarak sendiri.
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau
serat lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah
dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya
dilakukan pada usia 2 bulan untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah
pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia.

2.3.2 Katarak Juvenil :


Katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir. Katarak ini termasuk ke
dalam development cataract, yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih
terjadi perkembangan serat – serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek
seperti bubur dan disebut soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan
bagian dari suatu kejadian penyakit keturunan lain.
2.3.3 Katarak Senil:
- Paling sering dijumpai
- Biasanya umur lebih dari 50 tahun, tapi kadang-kadang mulai
umur 40 tahun
- Hampir selalu mengenai kedua mata dengan stadium yang
berbeda. Kekeruhan dapat dimulai dari perifer kortek atau sekitar
nucleus.
- Gejala utama adalah penglihatan makin lama makin kabur. Sejak
mulainya terjadi kekeruhan sampai matur dibutuhkan waktu
beberapa tahun.
- Reaksi pupil terhadap cahaya normal.
Katarak senile ada hubungannya dengan pertambahan umur dan berkaitan
dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Perubahan yang tampak adalah
bertambah tebalnya nucleus dengan berkembangnya lapisan kortek lensa.
Secara klinik / proses ketuaan lensa sudah tampak pada pengurangan kekuatan
akomodasi lensa akibat terjadinya skelerosa lensa yang timbul pada decade 4 yang
dimanifestasi dalam bentuk presbiopia.
a) Katarak insipien
Katarak yang tidak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan
dasar perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di
korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini pada permulaan hanya tampak bila
pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan polidiopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan tes bayangan iris (shadow
test) akan negatif.

b) Katarak imatur
Pada stadium yang lebih lanjut maka akan terjadi kekeruhan yang lebih tebal.
Tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hydras korteks yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi myopia.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik
mata depan dan sudut bilik mata depan akan lebih sempit.
Pada stadium ini akan mudah terjadi glaucoma sebagai penyulit. Stadium
imatur dimana terjadi kecembungan lensa akibat menyerap air disebut stadium
intumesen. Shadow test pada keadaan ini positif.
c) Katarak matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Lensa kehilangan cairan sehingga
mengkerut lagi dan kamera okuli anterior menjadi normal kembali. Kekeruhan
lensa sudah menyeluruh warna putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan iris shadow
negatif dan fundus refleks negatif.
Pada stadium ini saat yang baik untuk operasi dengan tehnik intra kapsuler
(Tehnik Lama).
d) Katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa.
Dapat terjadi 2 kemungkinan :
a. Lensa menjadi kehilangan cairannya terus sehingga mengkerut dan
menipis disebut Shrunken katarak
b. Korteks lensa melunak dan mencair, sedangkan nucleus tidak mengalami
perubahan, akibatnya nucleus jatuh disebut Morganian katarak. Operasi
pada saat ini kurang menguntungkan karena lebih mudah terjadi
komplikasi.
Tabel Perbedaan stadium katarak senil
Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Besar Iensa Normal Lebih besar Normal Kecil


Cairan lensa Normal 8ertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air + masa
Lensa ke luar)
Iris Normal Terdarong Normal Trcmulans
Bilik mata depan depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit -- Glaukoma - ' Uveitis
' Glaukoma

2.3.4 Katarak Trauma:


Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang
menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan
setelah mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan
gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.

2.4 Manifestasi Klinik Katarak

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara


progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya
apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-).
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
- Peka terhadap sinar atau cahaya.
- Dapat melihat dobel pada satu mata.
- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

2.5 Patofisiologi Katarak


Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan
yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

2.6 WOC

Trauma Infeksi Virus Degeneratif


Kompresi sentral (serat) Perubahan warna nucleus
Perubahan serabut
mnjd cokelat
lensa
kekuningan
Densitas
Keruh
Perubahan fisik & kimia
dalam protein lensa
Keruh

koagulasi
Katarak
Pembedahan

Gangguan rasa
Luka Post OP nyaman nyeri
Kurang Informasi
Perawatan Kurang
Optimal
MK : Defisit
Pengetahuan
MK : Gangguan
Proses Inflamasi Persepsi Sensori
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Katarak
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,  glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 - 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
2.8 Pengobatan Katarak
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang
terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang
mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior
sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf
optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan :
2.8.1       Ekstraksi katarak intrakapsuler
Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Dengan tekhnik
ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa
bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah
rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak
imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
2.8.2 Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan
katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Tekhnik
yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks
dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini
dapat timbul penyulit katarak sekunder.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu
fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi
kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien
meningkat.

2.9 Komplikasi pembedahan katarak


(James, Bruce et al, 2003)
1) Hilangnya Vitreous.
Jika kopsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous
dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi).
2) Prolaps Iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pascaoperasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi.
3) Endoftalmitis
Komplikasi inefektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang
dari 0,3%). Pasien datang dengan :
- Mata merah terasa nyeri
- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan
- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion)
4) Astigmatisme pasca operasi
Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka
insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan.
5) Edema macular sistoid
Macula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya
Vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan
tajam penglihatan yang berat.
6) Ablatio retina
Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7) Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa
bulan setelah pembedahan ketika sel epitel bermigrasi melalui permukaannya.
Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8) Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat
lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan
iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.

2.10 Evaluasi sesudah operasi katarak :


1) Perdarahan dibilik mata depan (hifema).
2) Kamera okuli anterior jernih/keruh :
Bila mata depan keruh (flare/sel positif)
- Bilik mata depan keruh (flare /sel positif)
- Mungkin sampai terjadi pengendapan pus di bilik mata depan (hipopion).
- Iris miossi disertai sinekia postrior
3) Perhatikan pupil miosis/midriasis/normal :
- Miosis : biasanya dipergunakan miotikum pada waktu operasi sehingga
hari berikutnya pupil menjadi miosis. Miosis ini dapat terjadi bila terjadi
uveitis anterior, dan biasanya disertai adanya sinekia posterior.
- Midirasis : dapat terjadi bila ada peningkatan tekanan intra okuler
(glaucoma)
- Pupil tidak bulat : terjadi bila pada waktu operasi terjadi korpukasi
(korpus viterius keluar).

2.11 PENGOBATAN SESUDAH OPERASI KATARAK :


Setelah operasi dapat diberi :
- Kacamata, diberikan bila tanda-tanda iritasi sudah hilang (kurang lebih
sesudah 1,5 bulan post op), sudah tidak ada perubahan refraksi (3 x refraksi
tiap minggu).
- Lensa Kontak :
Penglihatan lebih baik daripada kacamata, dan dipakai pada operasi katarak
unilateral (satu mata).
- Inolan Lensa Intra Okuli (IOL) :
- Implan ini memasukkan ke dalam mata pada saat operasi, menggantikan
lensa yang diambil (ECCE).
- Letaknya permanen
- Tidak memerlukan perawatan.
- Visus lebih baik daripada kacamata / lensa kontak.

Kerugian :
- Merupakan benda asing, kemungkinan bereaksi/ditolak oleh tubuh.
- Tehnik operasi lebih sukar/canggih.

Asuhan Keperawatan Katarak


1. Pengkajian
 Identitas
Usia, pada pasien dengan katarak kongenital biasanya sudah terlihat pada usia di
bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40
tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan
pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
 Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan terjadi penurunan ketajaman penglihatan.
 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya.
 Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau
hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
 Neurosensori
Penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau
merasa di runag gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai
dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak).
 Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat
menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

2. Pemeriksaan Diagnostik
 Snellen chart: mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus
humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
 Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
 Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
 Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
 Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
 EKG, kolesterol serum, lipid
 Tes toleransi glukosa : kontrol DM
 Keratometri.

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan Tingkat
Pengetahuan Meningkat
Kriteria hasil :
-Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi Meningkat.
-Persepsi Keliru Terhadap Masalah Meningkat
Intervensi :
-Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
-Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

2.Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Persepsi
sensori meningkat
Kriteria Hasil :
-Verbalisasi melihat bayangan meningkat.
Intervensi :
-Periksa status mental status sensori dan tingkat kenyamanan
-Batasi stimulus lingkungan
-Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC:
Jakarta.

Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta

James, Bruce et al, 2003. Oftalmologi. Erlangga.2003

Artikel. Gejala Klinis Dan Penatalaksanaan Katarak Senilis Matur Pada Usia
Lanjut.www.gogle.com

Artikel. Katarak dengan retinopati hipertensi.www.gogle.com

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Ilya, Prof. Dr. H. Sidarta, (2004), Ilmu Perawatan Mata,Sagung Seto : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai