Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Populasi adalah suatu kelompok individu sejenis yang hidup pada suatu dae rah tertentu.
Genetika populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi
dan menguraikannya secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Suatu
populasi dikatakan seimbang apabila frekuensi gen dan frekuensi genetik berada dalam keadaan
tetap dari setiap gene rasi.
Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persila ngan
buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah,
misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis sete lah kurun
waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada
manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewari san sifat pada
organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan
langsung pada populasi yang ada.
Seluk beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang gene tika yang
disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar oleh beberapa
penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu deduksi prinsip-prinsip Mendel pada tingkat
populasi, dan mekanis me pewarisan sifat kuantitatif.
Albino adalah suatu penyakit bawaan karena kelainan pigmentasi kulit. Albino murni
penyakit kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak
fisik ataupun melalui trans fusi darah. Penyakit albino biasanya terjadi pada anak yang
orangtuanya normal karena albino merupakan gen yang bersifat tetap dan dapat diturunkan dari
pendahulu yang ada diatasnya. Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen
melanin.
Sebagian besar bentuk albino adalah hasil dari kelainan biologi dari gen-gen resesif yang
diturunkan dari orang tua, walaupun dalam kasus-kasus yang jarang dapat diturunkan dari
ayah/ibu saja. Ada mutasi genetik lain yang dikaitkan dengan albino, tetapi semuanya menuju
pada perubahan dari produksi melanin dalam tubuh.
Albino dikategorikan dengan tirosina se positif atau negatif. Dalam kasus dari albino
tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk
memproduksi melanin karena alasan tertentu yang secara tidak langsung melibat kan enzim
tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif, enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi
nonfungsional diproduksi.
Seseorang dapat menjadi karier dari gen albino tanpa menunjukkan fenotif ter tentu,
sehingga seorang anak albino dapat muncul dari orang tua yang tidak albino. Albino tidak
terpengaruh gender, kecuali ocular albino (terkait dengan kromosom X), sehingga pria lebih
sering terkena ocular albino. Karena penderita albino tidak mempu nyai pigmen melanin
(berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet yang datang dari matahari), mereka menderita
karena sengatan sinar matahari, yang bukan merupakan masa lah bagi orang biasa.
 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Albino
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga hypomelanism atau
hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari hypopigmentary congenital disorder. Ciri khasnya
adalah hilangnya pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau lebih jarang hanya pada
mata). Albino timbul dari perpaduan gen resesif. Ciri-ciri seorang albino adalah mempunyai kulit
dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru
dengan pupil merah (tidak semua).
Penyakit Albino disebabkan karena defisiensi enzym tyrosinase yang diturunkan secara genetik
dan bisa juga disebabkan oleh perkawinan silang antara mahkluk hidup yang menghasilkan gen
homozygot resesif. Enzim tyrosinase yang dapat menyebabkan tidak terbentuknya pigmen pada
mahkluk hidup, khususnya pada manusia yang menyebabkan tidak terbentuknya pigmen kulit
dan rambut. Penyakit ini tidak bisa di sembuhkan karena penyakit albino merupakan penyakit
yang diturunkan oleh gen.
Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebab kan
karena kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat
genetik atau diwariskan. Albino ada lah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakitinfeksi
dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui transfusi darah. Sebenarnya
albino adalah panyakit perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan pada
anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada diri kita sedangkan gen
dominan adalah gen yang muncul pada diri kita dan menjadi sifat fisik dari kita. Jika seseorang
memiliki satu gen normal dan untuk pigmentasi satu gen untuk albinisme, ia akan memiliki
informasi yang cukup genetik untuk membuat pigmen normal dan tidak akan menderita penyakit
tersebut. Ketika kedua orang tua membawa gen dan tidak satu pun dari mereka memiliki
albinisme (opera tor), maka ada kemungkinan 25% bahwa bayi akan lahir dengan albinisme.
Jenis warisan disebut warisan resesif autosomal. Di sisi lain dua orang dengan albinisme tidak
akan secara otomatis menghasilkan seorang anak albino meskipun risiko beberapa kali lebih
tinggi.
Jumlah manusia penderita albino di seluruh dunia beragam. Albino di Tanzania, Afrika
Timur, adalah negara yang memiliki penderita Albino terbanyak di dunia, yakni sekitar 200.000
jiwa. Ini sama halnya lebih banyak dari penderita di negara lain. Disebagian besar negara,
penderita albino hanya sekitar 1 orang per 20.000 penduduk. Sedangkan di Denmark, sekitar 1
orang pen derita per 60.000 penduduk. Dan di Afrika, 1 orang penderita albino per 5000
penduduk.
 
B. Klasifikasi Albino
Secara umum, ada 2 tipe albinisme yaitu :
1. Oculocutaneous albinism (OCA)
Albino jenis ini adalah albino yang sering kita temui pada penderita albino. Yaitu kehilangan
pigmen pada mata, kulit, dan rambut.
a) OCA 1
OCA 1 adalah gangguan hasil dari mutasi pada gen tirosinase ditemukan pada kromosom 11.
Beberapa jenis mutasi pada gen tirosinase bertanggung jawab untuk memproduksi 2 jenis OCA 1
(OCA 1A dan OCA 1B). Mutasi dapat mengakibatkan tidak aktif/ tidak tirosin (mutasi nol) atau
dalam produksi enzim tirosin yang telah mengurangi aktivitas dari normal (mutasi bocor). Null
mutasi menghasilkan OCA 1A, sementara hasil mutasi bocor di OCA 1B. Karakteristik yang
membedakan penting dari OCA 1 adalah adanya hipopigmentasi ditandai pada saat lahir.
Kebanyakan individu dengan OCA 1 memiliki rambut putih, kulit putih susu, dan irides biru saat
lahir. Para irides bisa sangat ringan biru dan tembus, sehingga seluruh iris muncul merah muda
atau merah dalam cahaya ambient atau terang. Namun, dengan usia, irides biasanya menjadi biru
gelap dan mungkin tetap bening atau berpigmen ringan, dengan tembus berkurang. 
b) OCA 2
OCA 2 (tirosin-positif OCA) adalah jenis yang paling umum dari albinisme di semua ras.
Gangguan ini juga resesif autosomal, tapi dikodekan pada kromosom yang berbeda dari OCA 1
(pita 15q11-13). Dalam OCA 1, mutasi genetik mempengaruhi gen coding untuk tirosinase,
namun OCA 2 mutasi genetik mempengaruhi gen coding untuk protein P dan tirosinase adalah
normal. Hal ini mendalilkan bahwa gen ini mengkode P manusia untuk  protein membran mela
nosomal terlibat dalam transportasi dari tirosin. Spektrum fenotipik OCA 2 bervariasi, mulai dari
pigmentasi absen pigmentasi hampir normal. Meskipun gen tirosinase normal, kebanyakan orang
albino tipe 2 tidak memiliki pigmen hitam (eumelanin) di kulit, rambut, atau mata saat lahir.
Akibatnya, pigmen hampir tidak ada pada saat lahir, sehingga kadang-kadang dibedakan dari
OCA 1. Namun, pigmentasi cenderung ber kembang dengan usia. Mekanisme yang tepat dari
keterlambatan dalam albinisme tidak diketahui. Intensitas akumulasi pigmen tergan tung pada
latar belakang ras pasien.
c) OCA 3
OCA 3 (sebelumnya dikenal sebagai red / rufous OCA) disebabkan oleh mutasi pada gen
manusia coding untuk TRP-1. Sebuah mutasi pada posisi ini menyebabkan bulu menjadi coklat
daripada hitam. Pada manusia, pembentukan TRP-1 tidak sepenuh nya dipahami. Namun, ia
bertindak sebagai protein regulator dalam produksi melanin hitam (eumelanin). Dengan mutasi,
sebuah disregulasi berikutnya tirosinase terjadi, dan coklat pigmen disintesis bukan pigmen
hitam.
 
2. Oscular Albinism
Albino jenis ini hanya kehilangan pigmen pada mata, sedangkan pada rambut dan kulit mereka
normal. Tetapi ada juga yang memiliki penampilan warna mata normal biarpun mata mereka
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
C. Ciri-Ciri dan Gejala Penyakit Albino
Ciri-Ciri Albino yaitu sebagai berikut:
1) Hilangnya pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau lebih jarang hanya pada mata).
2) Kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda
atau biru dengan pupil merah.
Beberapa gejala dari penyakit albino adalah sebagai berikut:
1) Kulit  terlalu sensitif pada cahaya matahari, sehingga mudah terbakar.
2) Nystagmus, yaitu pergerakan bola mata yang irregular dan rapid dalam pola melingkar
3) Strabismus (crossed eyes or lazy eye).
4) Kesalahan dalam refraksi yaitu seperti miopi, hipertropi, dan astigmatisma.
5) Fotofobia, hipersensitivitas terhadap cahaya
6) Hipoplasi foveal, yaitu kurang berkembang nya fovea (bagian tengah dari retina)
7) Hipoplasi nervus optikus, yaitu kurang berkembangnya nervus optikus.
8) Abnormal decussation (crossing) dari fiber nervus optikus pada chiasma optikus.
9) Ambliopia, penurunan akuisitas dari satu atau kedua mata karena buruknya transmisi ke otak,
sering karena kondisi lain seperti strabismus.
 

D. Katagori Albino
a.  Albino tirosinase positif
Enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin
karena alasan tertentu yang secara tidak langsung melibat kan enzim tirosinase.
b.  Albino tirosinase negative
Enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi non fungsional diproduksi.
Albinisme merupakan cacat menurun dimana seseorang tidak mempunyai tirosin yang akan
diubah menjadi pigmen melanin. Akibatnya alis, rambut, dan kulit tampak putih (albino), dan
matanya peka terhadap cahaya. Gen yang menyebabkan albino bersifat resesif, sedangkan alel
dominannya mengendalikan sifat normal. Seorang anak albino lahir dari pasangan suami isteri
yang masing – masing membawa gen albino (carrier).
 
E. Penanganan Albino
a) Perlindungan sinar matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena cahaya matahari untuk
melindungi kulit prematur atau kanker kulit. Baju penahan atau pelindung kulit dari cahaya
matahari yang berlebihan.
b) Bantuan daya lihat
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan bifocals (dengan lensa yang kuat untuk
membaca), sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat
memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa
menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau belakang lensa
biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa
atau teleskop.
c) Pembedahan pada mata
Pembedahan mungkin untuk otot mata untuk menurunkan nystagmus, strabis mus, dan kesalahan
refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan strabismus mungkin mengubah penampilan mata.
Pembedahan nistagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola mata yang berlebihan.
Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi masing-masing individu. Namun harus diketahui,
pembedahan tidak akan mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya
lihat binocu lar. Dalam kasus esotropia (bentuk “crossed eyes” dari strabismus), pembedahan
mungkin membantu daya lihat dengan memperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh
mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).
 
F. Genetika Populasi Persilangan Albino
Gen albino dikendalikan oleh gen resesif a, sedangkan gen A menentukan sifat kulit normal.
Penderita Albino mempunyai genotip aa, sedangkan orang normal mempunyai fenotip AA atau
Aa.
Dimisalkan dalam persilangan berikut:
P1 :        (normal) AA         X           aa (albino)
Gamet :                  A                         a
F1 :        Aa (normal)
P2 :        (normal) Aa          X         Aa (normal)
Gamet :               A, a                   A, a
F2 :        AA, Aa, aA   = Normal      
              aa,                  = Albino
Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan wanita normal yang keduanya heterozigot
menghasilkan keturunan dengan rasio fenotip normal : albino = 3 : 1.
 
Contoh dalam populasi:
Dalam suatu populasi 1000 orang terdapat 50 orang menderita albino (aa). Tentukan
perbandingan antara homozigot dominan (AA), heterozigot (Aa), dan homozigot resesif (aa)
yang menunjukkan populasi seimbang menurut Hardy-Weinberg!
 
Frekuansi gen albino: p2 + 2pq + q2 = 1
Dimana, p2    : homozigot dominan
               2pq : heterozigot
               q2    : homozigot resesif
Diketahui q2 = 50, maka q = 50  = 0,05
            1000

Untuk mencari homozigot dominan:


P2           =1 – q
= 1 – 0,05
= 0,95
 
P2 + 2pq + q2  = 1
(0,95)2 + 2 (0,95 x 0,05) + (0,05)2 = 1
0,9025 + 0,095 + 0,0025 = 1
 
Populasi seimbang dapat dicari dengan menggunakan rumus Hardy-Weinberg berikut:
H2 = 4DR
dimana H2 = 2pq (heterozigot)
             D  = p2 (homozigot dominan)
             R  = q2 (homozigot resesif)
Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi gen albino di atas, maka dapat diperoleh keseimbangan
gennya adalah sebagai berikut:
Diketahui H2 = 2pq = 0,095
                 D  = p2 = 0,9025
                 R  = q2 = 0,0025
H2 = 4DR
(0,095)2 = 4 (0,9025) (0,0025)
0,009025 = 4 (0,0022563)
0,009025 = 0,009025 (frekuensi seimbang)
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus Hardy-Weinberg, dapat diimplikasikan dalam
populasi  penduduk untuk mengurangi jumlah angka penderita albino di Indonesia dengan
melalui frekuensi gen yang sudah di dapat. Dalam hal ini digunakan Hukum Hardy-Weinberg.
Dimana Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe
dalam suatu populasi adalah konstan. Arti konstan yakni berada dalam kesetimbangan dari satu
generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang
mengganggu kesetimbangan tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, ada mutasi, ada seleksi, ada migrasi,
ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Oleh karena itu, kesetimbangan
Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu
keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya
perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi, populasi yang
besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-sifat tertentu.
Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi karena manusia adalah ciptaan Allah yang
paling sempurna, karena manusia dilengkapi dengan akal yang membedakannya dengan
makhluk lainnya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam QS. At-Tiin ayat 4 :
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Allah memberikan berbagai macam penyakit kepada manusia sebagai bentuk ujian, salah satunya
adalah albino. Sebagai bentuk pengujian pada manusia, apakah manusia mampu bersabar dalam
menghadapi ujian tersebut. Islam itu indah, Allah berfirman bahwa tidak akan menguji
hambaNya di luar batas kemampuannya. Hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 286:            
Artinya :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya………”.
 
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1)
Genetika Populasi adalah cabang  genetika yang membahas transmisi bahan genetik pada ranah
populasi. Dari objek bahasannya, genetika populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang
genetika yang berfokus pada pewarisan sifat. 2) Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti
putih), disebut juga hypomelanism atau hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari
hypopigmentary congenital disorder. Ciri khasnya adalah hilangnya pigmen melanin pada mata,
kulit, dan rambut (atau lebih jarang hanya pada mata). Albino timbul dari perpaduan gen resesif.
3) Secara umum, ada 2 tipe albinisme   yaitu Oculocutaneous albinism (OCA) dan Oscular
Albinism. 4) Kajian genetika populasi tidak lepas dari hukum Hardy Weinberg, yaitu hokum
yang menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi adalah
konstan yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali jika
terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu dalam kesetimbangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/11/page/2/

Anda mungkin juga menyukai