Disusun oleh :
Elza Hafiza (10120002)
Dosen Pengampu :
Jane Arantika,M.Pd
b. Definisi Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin
sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.
Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga cara deklorrinasi
klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi.
Tetrasiklin mempunyai mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari
975 μg tetrasiklin hidroklorida,(C22H24N2O8.HCl),per mg di hitung terhadap zat
anhidrat .Tetracycline adalah spektrum luas Poliketida antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces genus dari Actinobacteria , diindikasikan untuk digunakan melawan
infeksi bakteri banyak. Ini adalah inhibitor sintesis protein. It is commonly used to
treat acne today, and, more recently, rosacea, and played a historical role in stamping
out cholera in the developed world. Hal ini umumnya digunakan untuk mengobati
jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea, dan memainkan peran historis dalam
memerangi kolera di negara maju. It is sold under the brand names Sumycin,
Terramycin, Tetracyn , and Panmycin , among others. Actisite is a thread-like fiber
form, used in dental applications. Itu dijual dengan merek Sumycin, Terramycin,
Tetracyn, dan Panmycin, antara lain. Actisite adalah seperti bentuk-serat benang,
digunakan dalam aplikasi gigi. It is also used to produce several semi-synthetic
derivatives, which together are known as the tetracycline antibiotics. Hal ini juga
digunakan untuk memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama
dikenal sebagai antibiotik tetrasiklin.
Menurut farmakope Indonesia Edisi 4, Tetrasiklin memiliki pemerian serbuk
hablur kuning, tidak berbau. Stabil di udara tetapi pada pemaparan dengan cahaya
matahari kuat, menjadi gelap. Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi
berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida.
Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50
bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P. Larut
dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian.
Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis
protein pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat
kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat
sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja
penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke
tempat aseptor A pada kompleks mRNA-ribosom, sehingga menghalangi
penggabungan asam amino ke rantai peptide.
Sumber: Anindita, Faradisa, dkk. 2013. Tetrasiklin dan Glikosida Sianogen. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Tadulako.
2. Indikasi
Amfoterisin B adalah obat antijamur berspektrum luas dan bermanfaat untuk
menghadapi sebagian besar mikosis sistemik utama, termasuk, koksidiodomikosis,
blastomikosis, histoplasmosis, sporotrikosis, kriptokokosis, mukormikosis dan
kandidiasis. Respon terhadap infeksi utama bergantung pada pemberian
amfoterisin B yang cepat, tempat infeksi, keadaan imun pasien dan sensitivitas
bawaan terhadap pathogen. Untuk meningitis jamur akibat Coccidioides
diperlukan pemberian secara intratekal. Terapi intraartikular berguna pada infeksi
sendi oleh jamur. Terapi kombinasi dengan flusitosin barangkali bermanfaat untuk
infeksi akibat Candida dan Cryptococcus. Infeksi jamur akibat Pseudallescheria
boydii tampaknya sukar disembuhkan oleh amfoterisin B.
3. Efek Samping
Reaksi akut yang biasanya menyertai pemberian amfoterisin B intravena antara
lain demam, menggigil, dispnea dan hipotensi. Efek samping ini biasanya dapat
dikurangi dengan pemberian hidrokortison atau asetaminofen secara bersamaan
atau sebelumnya. Toleransi terhadap efek samping akut timbul selama terapi. Efek
samping kronik biasanya mengakibatkan nefrotoksisitas. Azotemia hampir selalu
terlihat pada terapi amfoterisin B, dan kadar kreatinin serum serta kadar ion harus
dipantau secara ketat. Juga sering terlihat hipokalemia, anemia, asidosis tubuler
ginjal, sakit kepala, mual dan muntah. Walaupun beberapa kasus nefrotoksisitas
dapat pulih kembali, terjadi penurunan fungsi tubuler dan glomerulus yang
menetap. Kerusakan ini dapat dikorelasikan dengan dosis total amfoterisin B yang
diberikan.
Sumber: Dr. SRI AMELIA, M.Kes. 2011. Obat Anti Jamur (Fungal). Fakultas
Kedokteran. Universitas Sumatra Utara
PENDAHULUAN
Penelitian berkesinambungan terhadap senyawa bahan alam yang diikuti
dengan penentuan struktur menghasilkan bermacam-macam struktur dan memiliki arti
yang fundamental karena potensi farmakologinya, dan digunakan untuk
pengembangan obat-obat baru. Senyawa-senyawa bahan alam yang hampir tak
terbatas jumlahnya merupakan suatu tantangan bagi para ahli kimia yang bekerja baik
dalam bidang analitik maupun bidang sintesis. Sintesis senyawa bahan alam memiliki
keuntungan, yakni umumnya dengan biaya murah dan memberikan hasil yang dapat
direproduksi dengan baik. Selain itu, sintesis kimia menonjol karena derivatnya dapat
diperoleh dengan baik. Salah satu pengembangan baru dan paling penting pada
sintesis senyawa bahan alam dalam beberapa tahun terakhir ini adalah sintesis
senyawa bahan alam anti-tumor, misalnya Taksol, yang diperoleh melalui semi
sintesis, Tamoksifen dan Karboplatin sebagaimana juga epotilon yang baru-baru ini
ditemukan [1]. Epotilon merupakan tema yang baru, menghebohkan, dan menjanjikan
dalam bidang kimia, biologi, dan kedokteran.
PENUTUP
Epotilon merupakan kelompok senyawa bahan alam makrosiklik baru yang
dapat digunakan sebagai obat kanker yang lebih efektif dan tanpa menimbulkan efek
samping.
Analisis retrosintesis epotilon dari Danishefsky, dkk. memperlihatkan bahwa
ada tiga tahapan sintesis epotilon, yakni: makrolaktonisasi, olefin-metatesis, dan
reaksi-makroaldol. Nicolaou, dkk. mensintesis epotilon dari tiga fragmen utama
melalui reaksi aldol, esterifikasi dan reaksi Wittig atau metatesis-olefin menjadi
makrolida. Tampak bahwa strategi ini mirip dengan strategi Danishefsky yang lebih
singkat dan konvergen. Schinzer, dkk menguraikan strateginya yang lebih konvergen
dan tidak sama dengan strategi Danishefsky dan Nicolaou dalam sintesis epotilon,
yang juga dibangun dari tiga unit-unit struktur melalui reaksi aldol, esterifikasi atau
makrolaktonisasi, dan olefin metatesis-epoksidasi. Berbagai strategi Schinzer dapat
dibedakan satu sama lain, terutama urutan penyambungan ketiga fragmen, dan unit
strukturnya disintesis dengan metodenya sendiri.
Strategi yang diperlihatkan oleh ketiga kelompok dalam mensintesis epotilon
mempunyai perbedaan satu sama lain, terutama dalam hal urutan penyambungan
ketiga fragmen. Walaupun setiap kelompok mempunyai strategi yang berbeda, namun
ketiga kelompok tersebut menggunakan reaksi yang sama dalam proses silkisasi,
yakni metatesis olefin, makrolaktonisasi, dan reaksi aldol sebagai reaksi perangkai.
Tampak bahwa strategi Schinzer yang paling efektif dan efisien, karena menggunakan
bahan-bahan baku yang sederhana dan relatif lebih singkat. Disamping itu, strategi
Schinzer juga memberikan hasil yang lebih stereoselektif, terutama pada proses reaksi
aldol.
Sumber: Dicky Wahyu Arinto. 2018. Terapi Berbagai Penyakit Diusia Lanjut Pada
Lansia. Jurnal Publikasi.
PENDAHULUAN
Aktivitas kardiotonik merupakan kemampuan untuk meningkatkan efisiensi
dan kontraksi otot jantung, yang mengarah pada peningkatan aliran darah ke seluruh
jaringan di tubuh. Aktivitas tersebut dibutuhkan untuk penderita aritmia jantung dan
gagal jantung agar jantung tetap berdetak.
Glikosida jantung merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat
dalam tanaman yang telah digunakan sejak dahulu sebagai obat untuk aritmia dan
gagal jantung. Glikosida jantung sering disebut steroid jantung. Contoh senyawa
tersebut ialah digoxin merupakan cardenolides yang diisolasi dari tumbuhan dan
berperan dalam aktivitas kardiotonik (Kren & Martinkova, 2001).
Dalam dosis yang direkomendasikan, digoxin dapat menghasilkan efek
kardiotonik yang maksimal dan jika dosis dinaikkan dapat menyebabkan toksisitas.
Selain glikosida jantung, senyawa metabolit sekunder yang lain juga dapat
menghasilkan aktivitas kardiotonik.
Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam berbagai
tanaman dan terbukti memiliki aktivitas kardiotonik. Contoh senyawa yang memiliki
aktivitas kardiotonik ialah kuersetin yang merupakan flavonol dari golongan
flavonoid (Hayamizu, Morimoto, Nonaka, Hoka, & Sasaguri, 2017). Peran flavonoid
dan glikosida jantung dalam aktivitas kardiotonik perlu diperhatikan karena
perkembangan yang pesat terkait obat herbal sehingga dapat menjadi alternatif
pengobatan baru dalam penyakit aritmia dan gagal jantung (dengan mekanisme yang
telah diketahui).
SENYAWA GLIKOSIDA JANTUNG
Glikosida jantung merupakan senyawa metabolit alami yang memiliki efek
farmakologi pada otot jantung dalam dosis kecil. Efek kardiotonik sudah dikenal di
Mesir kuno dan telah digunakan dalam pengobatan penyakit jantung.
Digoxin dan digitoxin yang berasal dari Digitalis purpurea merupakan
senyawa glikosida jantung yang memiliki efek terapeutik. Digoxin dapat
meningkatkan laju kontraksi otot jantung dan menurunkan edema pada penderita
gagal jantung, sedangkan selama aritmia menurunkan konduksi nodus atrioventrikular
(AV) (menunjukkan efek parasimpatomimetik) dan menurunkan laju ventrikel.
Sumber: Suwanditya, Rahandianti Khofii, dkk. 2017. Peran Senyawa Flavonoid dan
Glikosida Jantung dalam Aktivitas Kardiotonik. Karya Ilmiah. Fakultas Farmasi.
Universitas Padjadjaran.
Sumber: Cheng, M. J., Wu, M. D., Chen, I. S., Tseng, M., and Yuan,G. F. 2011.
Chemical constituents from the fungus Monascus purpureus and their antifungal
activity. Phytochemistry Letters, 4: 372-376. Feng, Y., Shao, Y., and Chen, F. 201.
Sumber: Isawara, Filasavita Prasasti, dkk. 2014. Analisis Senyawa Berbahaya Dalam
Parfum Dengan Kromatografi Gas-Spektofotometri Massa Berdasarkan Material
Safety Data Sheet (MSDS). Indonesia Journal Of Chemical Research, Vol. 2 No. 1.