Anda di halaman 1dari 2

3.

Sebagai anti jamur


Amfoterisin B merupakan poliena antibiotik kompleks yang disintesis oleh actinomycetes
aerobik, Streptomyces nodosus dan memiliki sifat antibakteri yang dapat diabaikan. Obat ini
menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogenik secara kuat dalam in vitro maupun in vivo.
Amfoterisin B berikatan dengan sterol pada selaput sel jamur dan mengganggu kerjanya.2,3
1. Mekanisme kerja
Amfoterisin B diberikan secara intravena dalam bentuk micelles dengan natrium deoksikolat
yang dicairkan dalam cairan dekstrosa. Walaupun obat tersebar secara luas dalam jaringan,
obat ini tidak begitu baik memasuki cairan serebrospinal. Ketika memasuki sel jamur,
amfoterisin B berikatan secara kuat dengan ergosterol pada selaput sel. Interaksi ini
memberikan perubahan pada kandungan cairan selaput dan barangkali pengenalan “kutub
amfoterisin”. Molekul kecil dan ion terlepas dari sel jamur, yang sesungguhnya
mengakibatkan kematian sel. Sel mamalia relatif resisten terhadap kerja obat ini karena
mereka tidak mempunyai ergosterol. Amfoterisin B berikatan secara lemah dengan kolesterol
pada selaput sel mamalia, barangkali interaksi ini yang menyebabkan efek toksiknya.

2. Indikasi
Amfoterisin B adalah obat antijamur berspektrum luas dan bermanfaat untuk menghadapi
sebagian besar mikosis sistemik utama, termasuk, koksidiodomikosis, blastomikosis,
histoplasmosis, sporotrikosis, kriptokokosis, mukormikosis dan kandidiasis. Respon terhadap
infeksi utama bergantung pada pemberian amfoterisin B yang cepat, tempat infeksi, keadaan
imun pasien dan sensitivitas bawaan terhadap pathogen. Untuk meningitis jamur akibat
Coccidioides diperlukan pemberian secara intratekal. Terapi intraartikular berguna pada
infeksi sendi oleh jamur. Terapi kombinasi dengan flusitosin barangkali bermanfaat untuk
infeksi akibat Candida dan Cryptococcus. Infeksi jamur akibat Pseudallescheria boydii
tampaknya sukar disembuhkan oleh amfoterisin B.

3. Efek Samping
Reaksi akut yang biasanya menyertai pemberian amfoterisin B intravena antara lain demam,
menggigil, dispnea dan hipotensi. Efek samping ini biasanya dapat dikurangi dengan
pemberian hidrokortison atau asetaminofen secara bersamaan atau sebelumnya. Toleransi
terhadap efek samping akut timbul selama terapi. Efek samping kronik biasanya
mengakibatkan nefrotoksisitas. Azotemia hampir selalu terlihat pada terapi amfoterisin B,
dan kadar kreatinin serum serta kadar ion harus dipantau secara ketat. Juga sering terlihat
hipokalemia, anemia, asidosis tubuler ginjal, sakit kepala, mual dan muntah. Walaupun
beberapa kasus nefrotoksisitas dapat pulih kembali, terjadi penurunan fungsi tubuler dan
glomerulus yang menetap. Kerusakan ini dapat dikorelasikan dengan dosis total amfoterisin
B yang diberikan.
Referensi : Dr. SRI AMELIA, M.Kes. 2011. Obat Anti Jamur (Fungal). Fakultas Kedokteran.
Universitas Sumatra Utara

Anda mungkin juga menyukai