Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM HUKUM INDONESIA, HAKEKAT DAN MAKNA ETIKA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Etika Profesi Hukum

Dosen pengampu: Dr. H. Didi Sukardi, MH

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Gia Renita 2008201046


2. Arief Rahman Hakim 2008201067
3. Moch Qobus Lubaaba 2008201074

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Hukum Perceraian
dengan baik. Shalawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu trugas terstruktur mata kuliah Etika
Profesi Hukum, tujuan lain dari penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang hal yang berkaitan dengan Etika Profesi Hukum.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Didi Sukardi, MH. Dan kepada
rekan-rekan yang telah membimbing dan mendukung saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, saya berharap
rekan-rekan untuk memberikan kritik dan saran agar saya dapat mengevaluasi untuk kedepannya.

Saya selaku penulis makalah mohon maaf apabila di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................
BAB: I PENDAHULUAN......................................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................................
BAB: II PEMBAHASAN
A. Sistem Hukm Indonesia...............................................................................................................
B. Peristilahan Hakikat Dan Makna etika.........................................................................................
C. Keperluan dan Fungsi Etika..............................................................................................
D. Persamaan dan Perbedaan Etika dengan Etiket................................................................
KESIMPULAN.......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di era modernisasi dengan segala kecanggihan yang membawa perubahan dan pengaruh
terhadap nilai-nilai moral, adanya berbagai pandangan ideologi yang menawarkan untuk menjadi
penuntun hidup tentang bagaimana harus hidup dan tentunya kita hidup dalam masyarakat yang
semakin pluralistik, juga dalam bidang moral sehingga bingung harus mengikuti moralitas yang
mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika, sebagaimana disebutkan Magnis
Suseno (1991 : 15), yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan
dengan moralitas yang membingungkan.

B. Rumusan Masalah
1. Sistem Hukum Indonesia
2. Peristilahan Hakikat dan Makna Etika
3. Keperluan dan Fungsi Etika
4. Persamaan dan Perbedaan Etika dengan Etiket
C. Tujuan Penulisan
1. Sistem Hukum Indonesia
2. Peristilahan Hakikat dan Makna Etika
3. Keperluan dan Fungsi Etika
4. Persamaan dan Perbedaan Etika dengan Etiket
BAB II
PEMBAHASAN

A. SISTEM HUKUM INDONESIA


B. PERISTILAHAN HAKIKAT DAN MAKNA ETIKA
Secara umum kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ethos”; bahasa Arab
yakni “Akhlaq”, yang berarti watak, perilaku, adat kebiasaan dalam bertingkah laku.
Bentuk jamaknya ta etha yang berarti adat istiadat. 1 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak).2
Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika adalah filsafat
tentang nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan dalam kamus istilah pendidikan
dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran
budi.3 Dalam bahasa “agama Islam” istilah etika ini adalah merupakan bagian dari
Akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari Akhlak karena Akhlak bukanlah sekedar
menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi
mencakup hal-hal yang lebih luas yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syari’ah.
Dalam arti yang lebih khusus, etika adalah tingkah laku filosofi. Dalam hal ini,
etika lebih berkaitan dengan sumber atau pendorong yang menyebabkan terjadinya
tingkah laku atau perbuatan ketimbang dengan tingkah laku itu sendiri. Dengan begitu,
etika dapat merujuk pada perihal yang paling abstrak sampai yang paling konkret dari
serangkaian proses terciptanya tingkah laku manusia.
Sebagai subjek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki seseorang individu atau
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah
atau benar, buruk atau baik.
Etika juga bisa dimaknai sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan terutama tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Etika juga bisa berarti prinsip-prinsip moral.
Menurut Solomon, etika mempunyai dua basic concern, yakni watak individual,
termasuk apa artinynya menjadi “person yang baik”; dan peraturan atau norma-norma
sosial yang mengatur dan membatasi perilaku kita, khususnya peraturan-peraturan ultimo
berkaitan dengan “yang baik” dan “yang buruk” atau “yang salah” dan “yang benar”
secara moral. Etika memberi orientasi normatif (yakni tentang apa yang seharusnya) bagi

1 K. Bertens, Op. Cit, hal. 4

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, Ed. III, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hal. 309.

3 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, Jakarta 1999, hal.6.
keputusan dan tindakan seseorang supaya keputusan dan tindakan orang itu disebut baik
secara moral.4
Eika dan moral acapkali dipersamakan. Jika moral dipakai kata sifat maka artinya
sama dengan “etis” yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Jika dipakai
sebagai kata benda artinya sama dengan “etika”.5
Sementara itu menurut Surahwardi K. Lubis, dalam istilah latin, ethos atauethikos
selalu disebut dengan mos, sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang
sering diistilahkan dengan perkataan moral. Namun demikian, apabila dibandingkan
dalam pemakaian yang luas, perkataan etika dipandang sebagai lebih luas dari perkataan
moral, sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan
sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatan nyata.6
Etika lalu dirumuskan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang dibutuhkan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense)
dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok suatu profesi, yang kemudian disebut Kode Etik Profesi. Maka menurut
A.Sony Keraf Etika dipahami dalam pengertian moralitas sehingga mempunyai
pengertian yang jauh lebih luas. Etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam sistem situasi konkret, situasi
khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengkaji
secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus berpindah
kedalam situasi konkret.7
Adapun sumber muculnya etika sebagai pedoman perilaku dapat bersumber dari
internal dan eksternal. Internal bersumber dari dalam diri seseorang hasil dari proses
pendidikan orang tua semenjak dalam kandungan hingga contoh-contoh berkata dan
berperilaku yang baik selama seseorang berada dalam lingkungan keluarga.
Sumber eksternal, yaitu dari ajaran agama yang dianut seseorang, bisa juga
bersumber dari lingkungan masyarakat yang telah memiliki kaidah-kaidah perilaku baik
yang diharuskan untuk dilakukan serta perilaku tidak baik yang harus dihindari; dari
lingkungan sekolah yang diajarkan dan dicontohkan oleh para guru, dan bisa juga

4 Andre Ata Ujan, Op.Cit, hal. 140.

5 K. Bertens, Op.Cit, hal. 7.

6 Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) hlm. 7.

7 Supriadi, Op.Cit, hlm 8.


diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara kolektif, misalnya sumpah
jabatan, disiplin, hidup bersih, tertib dan sebagainya.
Etika pribadi yang bersumber dari pendidikan keluarga, lingkungan dan sekolah
merupakan sumber dasar etika yang sangat penting dan menentukan kualitas integritas
personal seseorang. Pribadi demikian ini akan tetap berperilaku baik meskipun tidak ada
orang lain atau berada dalam sistem yang buruk.
Oleh sebab itu menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika semenjak dini
(semenjak dalam kandungan), dalam keluarga, dalam masyarakat dan lembaga
pendidikan melalui pengajaran dan contoh-contoh ucapan dan perilaku yang
baik,merupakan landasan dasar bagi bangunan peribadi beretika atau berintegritas.

C. KEPERLUAN DAN FUNGSI ETIKA


Fungsi utama etika adalah membimbing manusia dalammencari orientasi secara
kritis dalam menghadapi berbagai macam moralitas. Orientasi ini muncul terutama pada
waktu terjadi konflik moralitas dan manusia harus menentukan pilihan keputusan
berdasarkan moralitas yang dipilihnya.8
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa etika menjadi penting:
 Tidak ada kesatuan tatanan normatif sehingga kita berhadapan dengan banyak
pandangan moral yang sering saling bertentangan. Dalam situasi demikian kita sering
bingung, tatanan norma dan pandangan moral mana yang harus diikuti. Untuk
mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan-pandangan moral tersebut
diperlukannya etika;
 Etika diperlukan untuk membantu kita agar tidak kehilangan orientasi dalam situasi
transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya tradisional ke modern dan dapat
menangkap makna
 hakiki dari perubahan nilai-nilai serta mampu mengambil sikap yang dapat
dipertanggungjawabkan;
 Etika dapat menghadapi ideologi baru secara kritis dan objektif serta untuk
membentuk penilaian sendiri agar kita tidak mudah menerima atau menolak nilai-
nilai baru;
 Etika diperlukan oleh kaum agama untuk menyelaraskan kepercayaan yang dianut
dengan keinginan turut berpartisipasi dalam dimensi kehidupan masyarakat9

Sedangkan tujuan dari mempelajari etika tersebut adalah untuk mendapatkan


konsep mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Pengertian baik yaitu segala perbuatan yang baik, sedangkan pengertian buruk
yaitu segala perbuatan yang tercela. Tolak ukur yang menjadikan norma-norma yang
8 Suparman Usman, Filsafat Hukum..., h. 113.

9 Hunainah, Etika Profesi..., h. 4.


berlaku sebagai pedoman tidak terlepas dari hakikat dari keberadaan norma-norma itu
sendiri, yakni untuk mencipatakan suatu ketertiban dan keteraturan dalam berpolah
tindak laku seseorang dalam bermasyarakat.
Masyarakat dengan tingkat ketertiban dan keteraturan yang tinggi dapat tercipta
apabila tiap individu yang merupakan bagian dari masyarakat dapat melaksaknakan etika
sebagaimana telah disepakati dalam kelompok tersebut mengenenai etika atau perbuatan
baik mapun buruk yang seharusnya dilakukan dan yang tidak dilakukan. Hal ini dapat
dicontohkan dengan etika umum yang secara universal diakui sebagai suatu hal yang
buruk, yakni perbuatan mencuri. Mencuri merupakan suatu perbuatan buruk dan tidak
sesuai dengan etika. Apabila seseorang melakukan perbuatan mencuri maka akan
merusak ketertiban dan keteraturan yang ada dalam suatu masyarakat, di mana hak
seseorang (korban) yang seharusnya dapat dinikmati oleh dirinya namun direnggut oleh
orang lain (pelaku). Dalam hal ini tujuan dari adanya etika tersebut telah diabaikan oleh
si pelaku sehingga menimbulkan ketidakteraturan.
Selain suatu etika yang dianut secara umum pada seluruh umat manusia di dunia,
terdapat pula etika yang hanya berlaku pada suatu kelompok tertentu. Yang artinya nilai
baik dan buruk tersebut terbatas pada kelompok yang mengakui dan menyepakatinya.
Dapat dicontohkan misalnya bagi orang Jawa dikatakan beretika (memiliki etika) apabila
makan dilakukan dengan duduk, apabila dilanggar maka akan dianggap tidak memiliki
etika dan dianggap buruk. Namun hal ini tidak belum tentu berlaku bagi kelompok
masyarakat di luar masyarakat Jawa. Contoh lain terkait etika yang dipadankan dengan
moralitas misalnya adalah bagi masyarakat Indonesia apabila seorang laki-laki dan
wanita yang tidak memiliki hubungan keluarga bahkan pernikahan tinggal dalam satu
rumah yang samamaka akan dikatakan melakukan perbuatan tidak beretika atau tidak
bermoral (di Indonesia dikenal dengan istilah kumpul kebo). Yang menjadi alasan adanya
label demikian adalah budaya yang telah disepakati baik secara langsung atau
berkembang sebagai kebiasaan sejak nenek moyang masyarakat Indonesia menyatakan
bahwa perbuatan yang demikian itu dilarang adat dan dianggap tidak beretika. Namun hal
ini dianggap perbuatan biasa bagi budaya barat dengan era modernisasinya. Laki-laki dan
wanita bisa tinggal dalam rumah yang sama meskipun tidaka ada hubungan pernikahan
yang sah, bahkan terdapat Negara terterntu yang mengijinkan warga negaranya memiliki
anak tanpa adanya pernikahan yang sah dibawah hukum yang berlaku. Hal yang
demikian berpegang pada pedoman bahwa tiap-tiap individu ada merdeka dan bebas
melakukan hal apapun untuk dirinya selama tidak menyinggung hak orang lain.10

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ETIKA DENGAN ETIKET


1. Persamaan antara etika dengan etiket yaitu:
 Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia.

10 Serlika Aprita Etika profesi hukum 2019 hal 10


 Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi
norma bagi perilaku manusia. Dengan demikian menyatakan apa yag harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
2. Perbedaan antara etika dengan etiket yaitu :
 Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia, artinya cara yang
ditentukan dan diharapkan dalam sebuah kalangan tertentu. Sedangkan etika tidak
terbatas pada cara melakukan suatu perbuatan, melainkan etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri, serta membahas tentang masalah apakah perbuatan
tersebut boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
 Etiket hanya berlaku untuk pergaulan, maksudnya adalah etiket hanya berlaku
apabila ada orang lain atau saksi mata. Sedangkan Etika selalu berlaku walaupun
tidak ada orang lain.
 Etiket bersifat relatif, artinya adalah seseorang yang dianggap melanggar etiket
pada salah satu kebudayaan belum tentu dianggap melanggar etika pada
kebudayaan yang lain. Sedangkan Etika bersifat tetap dan tidak dapat ditawar.
 Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja atau dari segi luar saja.
Sedangkan Etika memandang manusia dari segi dalam. maksudnya adalah, orang
yang memegang teguh etiket masih bisa bersikap munafik, sebaliknya orang yang
berpegang teguh pada etika tidak akan bersikap munafik, karna apabila orang
tersebut munafik, maka orang tersebut tidak bersikap etis (orang yang benar-benar
baik)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, Jakarta 1999,
K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakareta, 2005
Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010)
Serlika Aprita Etika profesi hukum (Palembang: PDF, 2019)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, Ed. III, Balai Pustaka,
Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai