Anda di halaman 1dari 12

HUKUM

PERCERAI
AN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Hukum
Perdata
Dosen pengampu : Dr. Rabith Madah Khulaili Harsya, SHI, SH, MHI, MH
Kelompok 10 :
1. Nabila 2008201052
2. Ahmad Muarif Qolbi 2008201056
3. Moch Qobus Lubaaba 2008201074

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2021
ISTILAH DAN PENGERTIAN
CERAI
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal bercerai antara suami dan
istri, yang kata “bercerai” itu sendiri artinya “menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan
sebagai suami isteri.”
Adapun penertian menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Subekti, perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu
2. Menurut R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, perceraian berlainan dengan
pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat tidur yang didalamnya tidak
terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami maupun dari istri untuk
pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada perselisihan antara suami dan
istri.
3. Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu perkawinan karena
sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak atau kedua
belah pihak dalam perkawinan.
SEBAB TERJADINYA
PERCERAIAN
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan tentang perceraian dalam Bab VIII
tentang Putusnya Perkawinan pada pasal 38 yaitu sebagai berikut

1 Kematian

2 Perceraian

3 Atas
Keputusan
Pengadilan
ASAS-ASAS HUKUM
PERCERAIAN
a. .Asas Mempersukar Proses Hukum Perceraian
Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mempersukar terjadnya perceraian dengan alasan:
A. Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan . B.
Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri. C. Untuk mengangkat derajat dan martabat istri
(wanita) sehingga setara dengan derajat dan martabat suami.

b. Asas Kepastian Pranata dan Kelembagaan Hukum Perceraian


Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian mengandung arti asas hukum dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang meletakkan peraturan perundang-undangan sebagai pranata hukum dan
pengadilan sebagai lembaga hukum yang dilibatkan dalam proses hukum perceraian.

c. Asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan setelah proses Hukum Perceraian.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
kekuasaan kepadanya secara terukur untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya, yang disebut dengan hak. Keperluan hukum adalah
mengurusi hak dan kewajiban manusia, sehingga hukum mempunyai
otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu
dilindungi dan diatur.
Sumber-sumber Hulum Perceraian
Urgensi legitimasi Undang-Undang tentang perceraian dianggap sebagai salah satu bukti
nyata dari kepedulian dan niat negara untuk menujukkan loyalitasnya demi realisasi
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat utamanya di bidang permasalahan keluarga.
Berangkat dari hal tersebut, kelahiran Undang-Undang 1974 tentang perkawinan,
belakangan ditenggarai sebagai dasar hukum perceraian di indonesia, yang disesuaikan
dengan kebutuhan konsumsi hukum masyarakat, dan kemudian diadopsi dalam praktek
perceraian di ranah pengadilan.
BENTUK-BENTUK
PERCERAIAN
1. Cerai Talak
2. Cerai Gugat

PROSES HUKUM
PERCERAIAN
Perceraian adalah salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan yang diatur oleh
undang-undang yaitu UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Pasal 39 UU Perkawinan
menyebutkan :
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
3. Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan
tersendiri.
PENCATATAN PERCERAIAN
Akta perceraian adalah suatu bukti outentik tentang putusnya suatu ikatan
perkawinan. Apabila Akta Perkawinan dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil, maka
perceraian harus melalui Pengadilan Negeri, yang telah menjadi kekuatan hukum
yang pasti, baru dicatatkan/didaftarkan dalam daftar perceraian yang berjalan dan
telah diperuntukan untuk itu. Mengapa perceraian perlu dicatatkan dan diurus akta
perceraiannya? Bukti sahnya perceraian yang diperlukan sebagai dasar:
1. Legalitas putusnya perkawinan dan perubahan status sebagai janda atau duda
cerai hidup
2. Pengurusan hak tunjangan anak dari suami istri, harta gono gini, dan
perkawinan setelah perceraian.
AKIBAT AKIBAT HUKUM
PERCERAIAN
Perceraian yang telah terjadi tidak mungkin tidak menimbulkan akibat bagi
yang bersangkutan. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menjelaskan akibat tersebut, yaitu terdapat dalam Pasal 41 yang berisikan
tiga poin, di antaranya: Mengenai kewajiban memelihara dan mendidik anak
yang harus dilaksanakan oleh kedua orang tua, dan apabila terdapat
perselisihan, pengadilan lah yang berhak memutuskan; Semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan dibebankan kepada bapak (suami), apabila
kenyataannya bapak tidak dapat menanggung, maka pengadilan
memutuskan ibu (istri) juga ikut serta menanggung biaya tersebut; dan bagi
suami wajib member biaya untuk istri yang sudah diceraikannya/yang
menceraikannya.
PENGATURAN HUKUM
KHUSUS PERCERAIAN BAGI
PNS
PNS yang akan melakukan perceraian
wajib memperoleh ijin secara tertulis
atau surat keterangan terlebih dahulu
dari pejabat. PNS yang berkedudukan
sebagai penggugat harus memperoleh
ijin dari Pejabat, sedangkan bagi PNS
yang berkedudukan sebagai tergugat
cukup mendapat surat keterangan
dari Pejabat.
PEMBAGIAN HARTA GONO GINI
SAAT TERJADI PERCERAIAN
1. Menurut Anshary ketentuan tentang Harta Gonogini jelas sudah diatur
dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia bahwa harta yang
boleh dibagi secara bersama bagi pasangan suami istri yang bercerai
hanya terbatas pada harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan.
Adapun harta bawaan tetap dibawah kekuasaaan masing-masing, (M.
Anshary; 114; 2016).
2. Dalam UU perkawinan yang termaktub dalam pasal 37 mengatur
sebagai berikut: “bila perkawinan putus karena perceraian, Harta
Gonogini diatur menurut hukumnya masing-masing”. Yang dimaksud
dari istilah “hukumnya masing-masing” haruslah terlebih dahulu melihat
penjelasan pasal tersebut. Dalam penjelasan pasal tersebut, “yang
dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama,
hukum adat dan hukum-hukum lainnya”.
SEKIAN &
TERIMAKS
IH
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai