Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011). BPH adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius
(Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671). Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 :
193).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare,
2002).Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada
berbagai masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan
peningkatan sesuai dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun.
Sebagian besar penyakit prostat menyebabkan pembesaran organ yang
mengakibatkan terjadinya penekanan/pendesakanuretra pars intraprostatik,
keadaan ini menyebabkan gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi
traktus urinarius memerlukan tindakan kateterlisasi segera. Radang prostat
yang mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak
sengaja pada jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat
atau karsinoma prostat (J.C.E Underwood, 1999).
B. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada
beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses
yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal
dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai
mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat
ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini
jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk
kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor
komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk
menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya
anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon
androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa
jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara
retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian
tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism,
bagian inilah yang mengalami hiperplasia
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut.
2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori. Teori Sel Stem, sel
baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor
usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel
stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar
periuretral.Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978)
menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa
tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat
dari jaringan sekitarnya.Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal
yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan
terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi
setrogen. (Kahardjo, 1995).

C. Manifestasi Klinis
Gejala iritatif meluputi Peningkaan frekuesnsi berkemih,Nocturia
(terbangun di malam hari untuk miksi),Perasaan untuk ingin miksi yang
sangat mendesak/tidak dapat di tunda (urgensi),Nyeri pada saat miksi
(disuria).
Gejala obstruktif meliputi Pancaran urin melemah,Rasa tidak puas
sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik,Jika ingin miksi
harus menunggulama,Volume urin menurundan harus mengedan saat
berkemih,Aliran urin tidak lancar/terputus-putus,Waktu miksi memanjang
yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena
pernumpukan berlebih,Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi
azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan
etensi urun kronis dan volume residu yang besar.
Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.Berdasarkan keluhan dapat menjadi
menjadi:
1. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing
tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.
2. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
3. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.

D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak
di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek


terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan.
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum
dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar,
detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher
vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih
tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli
balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel.

Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding


kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah
dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih,
sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan
sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia,
miksi sulit ditahan/urgency, disuria).Karena produksi urin terus terjadi,
maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin,
sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence).

Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.


ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah Seiring
dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran kemih,
karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan
gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesiko urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme.Yang
dapat menyebabkan pyelonefritis(sjamsuhidrajat, 2005).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH
adalah :
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh
terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar
prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

G. Penatalaksanaaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan
BPH adalah:
1. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa yaitu Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan
ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan
berasal dari : phitoterapi (misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens,
dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
a. Indikasi:
1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut
2) Dengan residual urin >100 ml
3) Klien dengan pengulit
4) Terapi medika mentosa tidak berhasil
5) Flowmetri menunjukan pola obstruktif
b. Pembedahan dapat dilakukan dengan:
1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).
2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.
3) Perianal prostatectomy.
4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.
Pathway BPH

Etiologi: belum diketahui dengan pasti


Tapi ada beberapa faktor predisposisi

Penuaan

Perubahan keseimbangan
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma,
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓

↑ stimulasi sel stroma yang BPH


dipengaruhi GH

Pre operasi Ansietas Post operasi

Terjadi kompresi uretra Nyeri Akut TURP. Prostatektomi

Trauma bekas Folley cateter


↑ resistensi leher V.U Kerusakan Penekanan
mukosa serabut-serabut insisi
dan daerah V.U
urogenital syaraf Obstruksi oleh
jendolan darah
↑ ketebalan otot Dekstrusor post OP
(fase kompensasi) aktivitas terganggu

Terbentuknya sakula/ MK : resiko


trabekula Sulit istirahat
intoleransi dan tidur injury :
aktivitas pendarahan
Kelemahan otot
Dekstrusor Gangguan
Gangguan Pola
pola
Istirahat/Tidur
tidur/istirahat
Penurunan
↓ kemampuan pertahanan
fungsi V.U tubuh

Refluk urin Residu urin


berlebihan

Hidronefrosis Media pertumbuhan MK : resiko


kuman terjadi infeksi

MK : gangguan eliminasi
urin : retensi urin
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan.
B. Diagnosa
1. Nyeri
2. Intoleransi Aktivitas
3. Gangguan eliminasi urin
4. Gangguan Pola Istirahat/Tidur
5. Resiko terjadi injuri
6. Resiko terjadi infeksi
7. Ansietas
8. Kurang pengetahuan.

C. Intervensi
1. Nyeri
Intervensinya yaitu
a. Kaji nyeri secara menyeluruh (PQRST)
b. Kaji TTV
c. Beri posisi yang nyaman
d. Ajar manajemen nyeri
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
f. Beri obat sesuai intruksi.

2. Intoleransi Aktivitas
Adapun intervensinya yaitu
a. Observasi adanya pembatasan dalam melakukan aktivitas
b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
c. Monitor nutrisi.
d. Monitor pola tidur dan istirahat pasien
e. Beritahu klien untuk melakukan aktivitas yang disukai.

3. Gangguan eliminasi urin


a. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia
b. Memantau penggunaan obat dengan sifat anti kolinergi atau
property alpha agonis
c. Monitor efek dari obat-obatan yang di resepkan , seperti kalsium
channe blockers dan antikolinergik
d. Gunakankekuatansugestidenganmenjalankan air ataudisiram toilet
e. Merangsang reflex dan Sediakan waktu yang cukup untuk
pengosongan kandungkemih (10 menit)
f. Gunakan spirit wintergreen di pispotatau urinal
g. Menyediakan maneuver crade, yang diperlukan
h. Gunakan double-void teknik
i. Masukkan kateter kemih.

4. Resiko terjadi injuri perdarahan


a Monitor ttv ortostatik
b Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
c Monitor pengiriman oksigen
d Oksigen ke jaringan (PaO2,SaO2 dan level Hb dan cardiac output)
e Monitor status cairan yang meliputi intake dan output
f Monitor ukuran dan karakteristik hematoma
g Monitor nadi distal dari area yang luka atau perdarahan
h Identifikasi penyebab perdarahan
i Pertahankan bedres selama pendarahan aktif
j Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K
k Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau
fresfrozenplasma).

5. Gangguan Pola Istirahat/Tidur


a. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
b. Beri ruangan yang nyaman dan tenang
c. Ajari pasien Teknik dikstraksi dan relaksasi
d. Anjurkan mandi /di lap dengan air hangat sebagai persiapan
sebelum tidur .
6. Resiko terjadi infeksi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan intake cairan yang cukup
c. Ganti perban dan ajar cara menjaga kebersihan bekas pembedahan
d. Kolaborasi.

7. Ansietas
a. Bina hubungan saling percaya
b. Kaji kebutuhan rasa aman
c. Beritahukan klien tentang penyakit yang dialami
d. Gunakan komunikasi terapeautik.

8. Kurang pengetahuan
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat.
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e. Identifikasikan kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
h. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin di perlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit.
i. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
j. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local
k. Intruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberian perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
D. Pendidikan Kesehatan
Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya pencegahan
yang bisa Anda lakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin
memburuk, yaitu
1. Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.
2. Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
3. Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan
antihistamin.
4. Tidak menahan atau menunda buang air kecil.
5. Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
6. Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
7. Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.
8. Mengelola stres dengan baik.
9. segera memeriksakan diri ke dokter begitu mengalami gejala
pembesaran prostat jinak
10. setelah proses operasi lebih banyak mengkonsumsi air putih untuk
menghindari infeksi.

Anda mungkin juga menyukai