Anda di halaman 1dari 9

Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan ISSN :

Vol.

ANALISA DUKUNGAN KELUARGA DAN


REINFORCEMENT TERHADAP STRES KERJA
PETUGAS KESEHATAN DI PUSKESMAS KECAMATAN
BATANG-BATANG KABUPATEN SUMENEP

ABSTRACT
Ceria Antika, Ratna Stres merupakan masalah yang umum terjadi pada
Wardani kehidupan modern, termasuk stres yang berhubungan dengan
Puskesmas Batang-Batang pekerjaan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh
Sumenep dukungan keluarga dan reinforcement terhadap stres kerja
Institut Ilmu Kesehatan
petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang
Strada Indonesia
Email : Kabupaten Sumenep. Desain penelitian ini adalah penelitian
ceriaantika@gmail.com1 kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional
@gmail.com2 dengan fokus penelitiannya diarahkan untuk akan menganalisis
pengaruh dukungan keluarga dan reinforcement terhadap stres
kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-
Batang Kabupaten Sumenep. Jumlah populasi sejumlah 137
responden dan sampel sebanyak 102 responden yang diambil
dengan teknik Simple Random Sampling. Dalam penelitian ini
didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan
keluarga kategori baik sebanyak 53 responden (52%). Hampir
separuh responden memiliki reinforcement kategori baik
sebanyak 41 responden (40%). Sebagian besar responden
memiliki stres kerja dalam kategori rendah sebanyak 46
responden (45%). Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear
Berganda menunjukkan bahwa dengan nilai p-value 0,000 <
0,05 maka H1 diterima jadi disimpulkan bahwa secara simultan
ada pengaruh dukungan keluarga dan reinforcement terhadap
stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-
Batang Kabupaten Sumenep dengan besaran pengaruh 79,5%.
Diharapkan kepada responden bisa mempertahankan penilaian
diri yang positif dan menenangkan pikiran dengan berbagai cara
seperti meditasi dan relaksasi. Serta melakukan aktivitas di luar
pekerjaan seperti rekreasi maupun dalam bentuk hiburan lainnya
guna meringankan akibat dari pembangkit stres di tempat kerja.
Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Reinforcement &
Stres Kerja

PENDAHULUAN
Stres merupakan masalah yang umum terjadi pada kehidupan modern, termasuk stres
yang berhubungan dengan pekerjaan (ILO, 2016). Stres kerja adalah respon fisik dan emosional
yang berbahaya dan dapat terjadi ketika tuntutan pekerjaan yang ada melebihi kemampuan atau
kontrol kerja yang dimiliki oleh pekerja (Alberta, 2014). Stres kerja menjadi hal yang berisiko
bagi kesehatan dan keselamatan pekerja ketika pekerjaan yang dilakukan melebihi kapasitas,
sumber daya, dan kemampuan pekerja dilakukan secara berkepanjangan (ILO, 2016).
Di Amerika, stres kerja merupakan masalah yang umum terjadi dan merugikan bagi
pekerja. Stres kerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti rasa letih/lelah, kehabisan
tenaga, pusing, dan gangguan pencernaan (Munandar, 2016). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 775 tenaga profesional pada dua rumah sakit di Taiwan terdapat 64,4% pekerja
mengalami kegelisahan, 33,7% mengalami mimpi buruk, 44,1 % mengalami gangguan
iritabilitas, 40,8% mengalami sakit kepala, 35% insomnia, dan 41,4% mengalami gangguan
gastrointestinal (Tsai & Lu, 2017).
Stres kerja menjadi perhatian penting salah satunya pada pekerja sektor pelayanan
kesehatan (ILO, 2016). Seluruh tenaga profesional di rumah sakit memiliki risiko stres, namun
petugas kesehatan memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Hasil penelitian Health and Safety
Executive (2019) menunjukkan bahwa tenaga buruh, guru dan petugas kesehatan memiliki
tingkat stres tertinggi dengan angka prevalensi sebesar 3.570 kasus per 100.000 orang pekerja
pada periode 2018/2019.
Sebuah studi cross sectional yang dilakukan pada 3 rumah sakit di wilayah Yangon,
Myanmar, menunjukkan bahwa 55,9% petugas kesehatan memiliki tingkat stress kerja tinggi
(Wiyong, 2019). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan pada petugas kesehatan di RSUD Dr.
Mohammad Hosein Palembang Sumatra Selatan menunjukkan bahwa terdapat 57,4% petugas
kesehatan dengan tingkat stres berat (Sasmito, 2019). Hasil penelitian pada petugas kesehatan
ruang rawat inap RS Martha Friska Medan menunjukkan bahwa 73,9% petugas kesehatan
memiliki tingkat stres kerja yang tinggi (Santi, 2019).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 5 November
2020 kepada 10 petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten
Sumenep didapatkan bahwa sejumlah 7 responden (70%) mengatakan bahwa cukup tertekan
dengan apa yang di kerjakan selama ini dimana hal tersebut disebabkan karena kurang
seimbangnya imbalan yang didapat dan pekerjaan yang dilakukan, dimana petugas kesehatan
cenderung bekerja hampir setiap hari dan dengan giat akan tetapi tidak ada peningkatan reward
atau imbalan yang diperoleh olah responden. Dan juga disebabkan karena minimnya dukungn
dari keluarga petugass kesehatan yang mana keluarga sering menuntut untuk mendapatkan
banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari sehingga rata-rata petugas kesehatan harus melakukan
kerja sampingan sebagai peternak, pedagang online dan sebagainya sebagai bentuk pemenuhan
kebutuhan yang di tuntutkan oleh anggota keluarga.
Stres yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pada setiap orang.
Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa perubahan perilaku dan mempengaruhi
kesehatan mental dan fisik (Gibson, 2012). Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan
masalah psikologis yang mengarah ke psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan
kemudian tidak datang untuk bekerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang infeksi (Depkes RI, 2016)
Tingkat stres kerja yang tinggi juga berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan,
produktivitas, dan perilaku caring petugas kesehatan. Semakin tinggi stres kerja maka kinerja,
kepuasan, produktivitas, dan perilaku caring petugas kesehatan akan semakin rendah
(Riza, 2015). Penurunan kinerja petugas kesehatan dan adanya kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan karena lelah, dapat menyebabkan bertambahnya beban kerja pada
petugas kesehatan yang menetap (Lwin, 2015).
Selain itu, stres kerja pada petugas kesehatan juga berpengaruh pada kualitas pelayanan
rumah sakit. Apabila petugas kesehatan mengalami stres kerja dan tidak dikelola dengan baik
maka dapat menghilangkan rasa peduli terhadap pasien, meningkatkan terjadinya kesalahan
dalam petugas kesehatanan pasien dan membahayakan keselamatan pasien (Sharma, 2014).
Hasil penelitian Park (2013) menunjukkan bahwa 27,9% petugas kesehatan pernah melakukan
kesalahan yang dapat membahayakan keselamatan pasien dengan stres kerja sebagai salah satu
faktor penyebabnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan stres kerja pada petugas kesehatan diantaranya
shift kerja malam, konflik peran ganda, kurangnya dukungan sosial, konflik antara pekerjaan
dengan keluarga, tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan kompetensi, beban kerja
berlebih, kondisi kerja tidak nyaman, ketidakpastian pekerjaan, tidak adanya pengahargaan,
promosi yang berlebih atau promosi yang kurang, dan tidak seimbangnya jumlah rasio tenaga
petugas kesehatan dengan jumlah pasien (Lumingkewas, 2015). Selain itu, petugas kesehatan
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia,
dipacu untuk selalu maksimal dalam melayani pasien, melakukan pencatatan kondisi pasien
secara rutin dan kontinyu, mempertahankan kondisi pasien agar tidak memburuk, serta
menyampaikan segala kondisi pasien dengan jujur kepada pihak keluarga (Astuti, 2016).
Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang analisa dukungan
keluarga dan reinforcement terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan
Batang-Batang Kabupaten Sumenep

BAHAN DAN METODE


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain kuantitatif observasional dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya, tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek
pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu
yang sama (Soekidjo, 2012). Penelitian ini akan menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan
reinforcement terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang
Kabupaten Sumenep. Jumlah populasi sejumlah 137 responden dan sampel sebanyak 102
responden yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling. Analisa data menggunakan
uji Regresi Linear. Penelitian ini telah melalui tahap uji etik dengan nomor SK:
2317/KEPK/III/2021.

HASIL
Tabel 1 Hasil Analisis regresi linear analisa dukungan keluarga dan reinforcement terhadap
stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten
Sumenep yang dilaksanakan pada tanggal 2-27 Agustus 2021 dengan jumlah
responden sebanyak 102 responden.

No Variabel Sig B Sig


1 (Constant) 0,001 1,231
2 Dukungan Keluarga 0,001 1,416 0.795 0.000
3 Reinforcement 0,000 1,235

1. Parsial
a. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Stres Kerja
Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear menunjukkan bahwa nilai p-
value 0,001 < 0,05 maka H1 diterima jadi disimpulkan bahwa secara parsial ada
pengaruh dukungan keluarga terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep.
b. Pengaruh Reinforcement Terhadap Stres Kerja
Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear menunjukkan bahwa nilai p-
value 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima jadi disimpulkan bahwa
secara parsial ada pengaruh reinforcement terhadap stres kerja petugas kesehatan
di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep.
2. Simultan
Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear Berganda menunjukkan bahwa
dengan nilai p-value 0,000 < 0,05 maka H1 diterima jadi disimpulkan bahwa secara
simultan ada pengaruh dukungan keluarga dan reinforcement terhadap stres kerja
petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep
dengan besaran pengaruh 79,5%.

PEMBAHASAN
A. Dukungan Keluarga Petugas Kesehatan Di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang
Kabupaten Sumenep
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan
keluarga kategori baik sebanyak 53 responden (52%). Selain itu sejumlah 34 responden
(33%) memiliki dukungan keluarga kategori cukup. Sedangkan sejumlah 15 responden
(15%) memiliki dukungan keluarga kategori kurang.
Menurut Friedman (2014) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.
Kane dalam Friedman (2012) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu
proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Menurut Kuncoro (2012)
dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata
atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam
lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya, dalam hal ini
orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karna
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan
kepatuhan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada seseorang.
Keuntungan dukungan keluarga adalah tempat tinggalnya yang serumah atau dekat dengan
rumah dengan ibu dan balita sehingga pemantauannya lebih optimal dan langsung tidak
perlu biaya transportasi (Becher, 2014). Keluarga menyadari akan pentingnya suatu
kepatuhan dalam melakukan sebuah kegiatan terutama tentang kunjungan ibu dan balita je
posyandu, hal tersebut sangat diperlukan untuk memantau tumbuh kembang balita agar
menjadi dewasa yang sehat..
Wills (2013) menyimpulkan bahwa efek-efek penyangga (dukungan sosial
melindungi individu terhadap efek negatif dari stress) dan efek- efek utama (dukungan
sosial secara langsung mempengaruhi akkibat-akibat dari kesehatan) ditemukan.
Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan
dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan
dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih
mudah sembuh dari sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan
emosi.
Kuncoro (2012) berpendapat bahwa dukungan keluarga mencakup 2 hal yaitu
jumlah sumber dukungan yang tersedia dan tingkat kepuasan akan dukungan yang
diterima. Jumlah dukungan yang tersedis merupakan persepsi individu terhadap sejumlah
orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan. Tingkat kepuasan akan
dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan
terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).
Keluarga merupakan orang terdekat dalam kehidupan seseorang begitupun pada
petugas kesehatan. Dukungan keluarga akan sangat berarti apabila seseorang sedang
mengalami kesulitan. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi
anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,
selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga yang
baik, akan tetapi masih ada beberapa responden yang dukungan keluarganya masih kurang
dimana hal tersebut disebabkan karena keluarga yang terlalu sibuk dengan pekerjaanya dan
juga dikarenakan anggota keluarga lain lebih menonjol dari pada dirinya sehingga,
responden merasa ia diabaikan oleh anggota keluarga yang lain.
B. Reinforcement Petugas Kesehatan Di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang
Kabupaten Sumenep
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh responden memiliki
reinforcement kategori baik sebanyak 41 responden (40%). Selain itu sejumlah 32
responden (31%) memiliki reinforcement kategori cukup. Sedangkan sejumlah 29
responden (28%) memiliki reinforcement kategori kurang.
Penghargaan atau reinforcement umumnya memberi pengaruh positif terhadap
kehidupan manusia, karena mendorong dan memperbaiki tingkah laku seseorang serta
meningkatkan usahanya. Bukan hal yang aneh pula apabila seseorang ingin menjadi yang
terbaik dan mendapat pujian, tentu saja dalam batas-batas yang wajar. Bisa dibayangkan
apa yang terjadi dengan para atlet olahraga jika tidak bertanding dan mendapat
penghargaan (Rahayu, 2015).
Penguatan (reinfocement) yaitu menambahkan kekuatan pada sesuatu yang
dianggap belum begitu kuat. Makna tersebut ditujukan kepada tingkah laku individu yang
perlu diperkuat. “diperkuat” artinya dimantapkan, diperseling kemunculannya, tidak
hilang-hilang timbul, tidak sekali muncul sekian banyak yang tenggelam. Pada proses
pendidikan yang beorientasi pengubahan tingkah laku, tujuan utama yang hendak dicapai
dalam proses pembelajaran adalah terjadinya tingkah laku yang baik, tingkah laku yang
diterima sesering mungkin sesuai dengan kegunaan kemunculannya. Penguatan adalah
respon terhadap suatu tingkah laku positif yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulangnya kembali tingkah laku tersebut (Berta, 2012).
Penghargaan dapat efektif penerapannya apabila mempertimbangkan syarat-syarat
antara lain memberikan penghargaan seketika setelah tindakan atau perilaku berlangsung
tanpa menunda, memilih sesuatu yang paling tepat dengan perilaku yang dilakukan,
memilih waktu yang paling tepat, menentukan jumlah hal yang akan diberikan sesuai
porsinya, memilih hal yang paling bagus, dan mengatur jadwal pemberian penghargaan
dengan baik. Apabila pimpinan melakukan hal tersebut maka karyawan akan lebih kecil
berisiko mengalami stres kerja atau tekanan dalam bekerja, karena karyawan merasa apa
yang dikerjakan sepantasnya mendapatkan penghargaan yang stimpal. Sehingga dengan
begitu karyawan akan lebih giat bekerja.
C. Stres Kerja Petugas Kesehatan Di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten
Sumenep
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki stres
kerja dalam kategori rendah sebanyak 46 responden (45%). Selain itu sejumlah 35
responden (34%) memiliki stres kerja dalam kategori sedang. Sedangkan sejumlah 21
responden (21%) memiliki stres kerja dalam kategori tinggi.
Stres kerja adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi
peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demans), yang terkait dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting (Robbins
& Judge, 2008). Sedangkan menurut Siagian (dalam Astianto, dkk, 2014) stres merupakan
kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik
seseorang. Stres yang tidak dapat diatasi dengan baik biasanya berakibat pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan pekerjaan
maupun di luar pekerjaaan.
Selain itu Cartwright dan Cooper (dalam Mauladi, 2015) mengemukakan stres
kerja sebagai suatu ketegangan atau tekanan yang dialami ketika tuntutan yang dihadapkan
melebihi kekuatan yang ada pada diri kita. Berdasarkan pengertian tentang stres kerja yang
telah dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi
dinamik individu dalam menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan, yang terkait dengan
apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti
tetapi penting.
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, menimbulkan sakit
kepala, menyebabkan ketidakpuasaan dalam bekerja, perubahan dalam kebiaaan hidup,
merokok, gangguan tidur, kondisi pekerjaan, ketidakjelasan peran, kurangnya perhatian
manajemen terhadap karyawan, pengembangan karier, ketidakterlibatan dalam membuat
keputusan, dan stres karena memiliki dua pekerjaan. Dari hal tersebut stres dapat
menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung, pernapasan,
menimbulkan sakit kepala, dan serangan jantung. Gejala psikologis, bahwa stres yang
berkaitan dengan pekerjaan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam bekerja. Gejala
perilaku, mencangkup perubahan dalam kebiasaan hidup, gelisah, merokok, nafsu makan
berlebihan, dan gangguan tidur, serta dapat menurunkan kualitas kinerja dari seorang
karyawan yang dapat berimbas pada penurunan kualitas pelayanan yang diberikan ke
pasien.
D. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Stres Kerja Petugas Kesehatan Di
Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep
Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear menunjukkan bahwa nilai p-value 0,001
< 0,05 maka H1 diterima jadi disimpulkan bahwa secara parsial ada pengaruh dukungan
keluarga terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang
Kabupaten Sumenep.
Stres merupakan masalah yang umum terjadi pada kehidupan modern, termasuk
stres yang berhubungan dengan pekerjaan (ILO, 2016). Stres kerja adalah respon fisik dan
emosional yang berbahaya dan dapat terjadi ketika tuntutan pekerjaan yang ada melebihi
kemampuan atau kontrol kerja yang dimiliki oleh pekerja (Alberta, 2014). Stres kerja
menjadi hal yang berisiko bagi kesehatan dan keselamatan pekerja ketika pekerjaan yang
dilakukan melebihi kapasitas, sumber daya, dan kemampuan pekerja dilakukan secara
berkepanjangan (ILO, 2016).
Stres kerja menjadi perhatian penting salah satunya pada pekerja sektor pelayanan
kesehatan (ILO, 2016). Seluruh tenaga profesional di rumah sakit memiliki risiko stres,
namun petugas kesehatan memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Hasil penelitian Health
and Safety Executive (2019) menunjukkan bahwa tenaga buruh, guru dan petugas
kesehatan memiliki tingkat stres tertinggi dengan angka prevalensi sebesar 3.570 kasus per
100.000 orang pekerja pada periode 2018/2019.
Sebuah studi cross sectional yang dilakukan pada 3 rumah sakit di wilayah
Yangon, Myanmar, menunjukkan bahwa 55,9% petugas kesehatan memiliki tingkat stress
kerja tinggi (Wiyong, 2019). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan pada petugas
kesehatan di RSUD Dr. Mohammad Hosein Palembang Sumatra Selatan menunjukkan
bahwa terdapat 57,4% petugas kesehatan dengan tingkat stres berat (Sasmito, 2019). Hasil
penelitian pada petugas kesehatan ruang rawat inap RS Martha Friska Medan menunjukkan
bahwa 73,9% petugas kesehatan memiliki tingkat stres kerja yang tinggi (Santi, 2019).
Stres yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pada setiap orang.
Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa perubahan perilaku dan mempengaruhi
kesehatan mental dan fisik (Gibson, 2012). Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan
masalah psikologis yang mengarah ke psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan
kemudian tidak datang untuk bekerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah terserang infeksi (Depkes RI, 2016)
Seorang petugas kesehatan yang bekerja setiap hari mempunyai potensi mengalami
stres kerja. Keluarga yang menjadi orang terdekat dalam kehidupan seorang petugas
kesehatan sangat berperan penting dalam menjaga stres kerja dari seorang petugas
kesehatan. Timbulnya stres kerja pada petugas kesehatan disebabkan karena minimnya
dukungn dari keluarga petugass kesehatan yang mana keluarga sering menuntut untuk
mendapatkan banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari sehingga rata-rata petugas
kesehatan harus melakukan kerja sampingan sebagai peternak, pedagang online dan
sebagainya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan yang di tuntutkan oleh anggota keluarga.
E. Pengaruh Reinforcement Terhadap Stres Kerja Petugas Kesehatan Di Puskesmas
Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep
Berdasarkan hasil analisis Regresi Linear menunjukkan bahwa nilai p-value 0,000
< 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima jadi disimpulkan bahwa secara parsial ada
pengaruh reinforcement terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan
Batang-Batang Kabupaten Sumenep.
Tingkat stres kerja yang tinggi juga berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan,
produktivitas, dan perilaku caring petugas kesehatan. Semakin tinggi stres kerja maka
kinerja, kepuasan, produktivitas, dan perilaku caring petugas kesehatan akan
semakin rendah (Riza, 2015). Penurunan kinerja petugas kesehatan dan adanya
kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan karena lelah, dapat menyebabkan
bertambahnya beban kerja pada petugas kesehatan yang menetap (Lwin, 2015).
Selain itu, stres kerja pada petugas kesehatan juga berpengaruh pada kualitas
pelayanan rumah sakit. Apabila petugas kesehatan mengalami stres kerja dan tidak dikelola
dengan baik maka dapat menghilangkan rasa peduli terhadap pasien, meningkatkan
terjadinya kesalahan dalam petugas kesehatanan pasien dan membahayakan keselamatan
pasien (Sharma, 2014). Hasil penelitian Park (2013) menunjukkan bahwa 27,9% petugas
kesehatan pernah melakukan kesalahan yang dapat membahayakan keselamatan pasien
dengan stres kerja sebagai salah satu faktor penyebabnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan stres kerja pada petugas kesehatan
diantaranya shift kerja malam, konflik peran ganda, kurangnya dukungan sosial, konflik
antara pekerjaan dengan keluarga, tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan
kompetensi, beban kerja berlebih, kondisi kerja tidak nyaman, ketidakpastian pekerjaan,
tidak adanya pengahargaan, promosi yang berlebih atau promosi yang kurang, dan tidak
seimbangnya jumlah rasio tenaga petugas kesehatan dengan jumlah pasien (Lumingkewas,
2015). Selain itu, petugas kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi
terhadap keselamatan nyawa manusia, dipacu untuk selalu maksimal dalam melayani
pasien, melakukan pencatatan kondisi pasien secara rutin dan kontinyu, mempertahankan
kondisi pasien agar tidak memburuk, serta menyampaikan segala kondisi pasien dengan
jujur kepada pihak keluarga (Astuti, 2016).
Seorang karyawan yang berada pada tuntutan kerja akan rentan sekali mengalami
stres kerja, dimana faktor upah atai bayaran dalam bekerja menjadi sangat penting untuk
dapat membuat seorang karyawan menjadi lebih puas dalam bekerja dan dapat menurunkan
stres dalam bekerja. Timbulnya stres kerja disebabkan karena kurang seimbangnya
imbalan yang didapat dan pekerjaan yang dilakukan, dimana petugas kesehatan cenderung
bekerja hampir setiap hari dan dengan giat akan tetapi tidak ada peningkatan reward atau
imbalan yang diperoleh olah responden.

KESIMPULAN
1. Sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga kategori baik sebanyak 53
responden (52%).
2. Hampir separuh responden memiliki reinforcement kategori baik sebanyak 41 responden
(40%).
3. Sebagian besar responden memiliki stres kerja dalam kategori rendah sebanyak 46
responden (45%).
4. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep.
5. Ada pengaruh reinforcement terhadap stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep.
SARAN
1. Bagi Responden
Diharapkan kepada responden bisa mempertahankan penilaian diri yang positif dan
menenangkan pikiran dengan berbagai cara seperti meditasi dan relaksasi. Serta melakukan
aktivitas di luar pekerjaan seperti rekreasi maupun dalam bentuk hiburan lainnya guna
meringankan akibat dari pembangkit stres di tempat kerja.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
masukan pembelajaran dalam pengaruh dukungan keluarga dan reinforcement terhadap
stres kerja petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten
Sumenep dan dapat dikembangkan kembali untuk penelitian selanjutnya agar lebih berguna
bagi pembaca dan bagi peneliti.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya perlu diperdalam dan di tambah penelitian
lagi yang lebih sepesifik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja petugas
kesehatan di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep

ACKNOWLEDGMENT
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di
dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah di ajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah di tulis atau ditertibkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

CONFLICT OF INTEREST
Dalam penelitian ini tidak terdapat kepentingan apapun yang menyangkut dengan saya
sendiri maupun dengan institusi lain selain dengan Institut Ilmu Kesehatan Strada Indonesia
Kota Kediri.

REFERENSI
Arats, Miqdad. (2014). Hubungan antara Beban Kerja dan Self-Efficiacy dengan Stres Kerja
pada Dosen Universitas X. Jurnal Ilmiah MahasiswaUniversitas Surabaya, 3 (1).
Astuti, Lisa Yuni. (2016). Hubungan Shift Kerja dan Lama Jam Kerja dengan Beban Kerja
Perawat di Ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUD Ambarawa.
http://stikesyahoedsmg.ac.id/jurnal/wp- content/uploads/2016/01/JURNAL-
8.compressed.pdf.
Dewi, I Gusti Ayu Agung Desy Aristantya. (2016). Pengaruh Konflik Interpersonal dan Beban
Kerja terhadap Stres Kerja pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Denpasar. E-Jurnal
Manajemen Unud, 5 (8) : 4865 – 4891.
Dhania, Dhini Rahma. (2010). Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja terhadap Kepuasan Kerja
(Studi Pada Medical Representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas Muria
Kudus 1 (1).
Dihan, Fereshti Nurdiana. (2012). Mereduksi Konflik Peran dan Beban Peran pada
Burnout. http://eprints.unisbank.ac.id/426/1/ARTIKEL-51.pdf
Ernawati, Pita. (2014). Analisis Faktorr-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Karyawan (Studi pada Karyawan Bagian Non Marketing PT. Ford Motor Indonesia).
http://eprints.dinus.ac.id/8774/
Gibson, James. (2012). Organisasi : perilaku, struktur, proses, jil 1. Jakarta : Binarupa Aksara.
Gobel, Ryo S. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Perawat di
Ruang ICU dan UGD RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow. Manado
: FKM Universitas Sam Ratulangi.
Haryanti., Aini, Faridah., & Purwaningsih, Puji. (2013). Hubungan Antara Beban Kerja
dengan Stres Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUDKabupaten Semarang.
Jurnal Managemen Keperawatan, 1 (1).
Hasibuan, Masnun Dewani. (2016). Stres dan Koping Mahasiswa Kepribadian tipe A dan B
dalam Menyusun Skripsi di Fakultas Keperawatan USU. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
ILO. (2012). Stress Prevention at Work Checkpoints.
ILO. (2016). Psychosicoal Risk and Work-related Stress.
http://www.ilo.org/safework/areasofwork/workplace-health-promotion- and-well-
being/WCMS_108557/lang--en/index.htm
ILO. (2016). Workplace stress : a collective challenge.
Lumingkewa, Mega. (2015). Hubungan Kondisi Kerja dengan Stres Kerja Perawat Dirungan
Intasalasi Gawat Darurat Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal
Keperawatan (e-Kp) Vol. 3 No.3.
Lwin, Pyone Mjinzu. (2015). Job Stress And Burnout Among Hospital Nurses In A City
Ofmyanmar.
Munandar, Ashar Sunyoto. (2016). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UIPress.
Park, Young-Mi., & Kim, Souk Young. (2013). Impact of Job Stress and Cognitive Failure on
Patient Safety Incidents among Hospital Nurse. Safety ang Health at Work 4 : 210-215.
Sharma, Parul. (2014). Occupational stress among staff nurses: Controlling therisk to health.
Indian J Occup Environ Med, 18 (2): 52–56.
Tsai, Y.-C., & Lu, C.-H. (2012). Factors and Symptoms Associated with Work Stress and
Health-Promoting Lifestyles Among Hospital Staff: A PilotProject in Taiwan. BMC Health
Servicas Research, 12:199.

Anda mungkin juga menyukai