Disusun Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
2017 / 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya
saya selaku penulis akhirnya dapat menyelesaikan ASKEP Keperawatan
Medikal Bedah dengan tema “Asuhan Kperawatan dengan Ca Nasofaring”
sebagai tugas keleompok dalam semester ini.
ASKEP ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik
buku-buku diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan
internasional dari internet dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri khususnya maupun bagi para pembaca
pada umumnya.
Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan.
Dan penulis menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu
penulis merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer
Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring
termasuk jarang ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang
terdiagnosa setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah
mengalami penurunan. Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan
dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara, misalnya saja China bagian Selatan
banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini.
Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas
yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah
Karsinoma nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima
besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan
leher menduduki tempat pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan
dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Efiaty, 2001).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Ca Nasofaring?
2. Bagaimana anatomi fisiologi Nasofaring?
3. Apa etiologi dari Ca Nasofaring?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ca Nasofaring?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Ca Nasofaring?
6. Bagaimana penentuan stadium dari Ca Nasofaring?
7. Apa komplikasi dari Ca Nasofaring?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Ca Nasofaring?
9. Bagaimana penatalaksanaan Ca Nasofaring?
10. Bagaimana pencegahan dari Ca Nasofaring?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi Ca Nasofaring.
2. Menyebutkan etiologi dari Ca Nasofaring.
3. Menjelaskan patofisiologi dari Ca Nasofaring.
4. Menyebutkan manifestasi klinis dari Ca Nasofaring.
5. Menjelaskan stadium dari Ca Nasofaring.
6. Menyebutkan komplikasi dari Ca Nasofaring.
7. Menyebutkan pemeriksaan penunjang dari Ca Nasofaring.
8. Menjelaskan penatalaksanaan dari Ca Nasofaring.
9. Menjelaskan pencegahan dari Ca Nasofaring.
D. MANFAAT
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Efiaty, 2001).
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
B. ETIOLOGI
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab
utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap
tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca
Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
C. PATOFISIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu
2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan
yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet
nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan
makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain
itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat
dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup
tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Infeksi virus Epstein Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada
penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV
akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai pertanda delam mendiagnosa karsinoma nasofaring.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada
pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-
1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan
keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Riway
Konsu
D. WOC
Meng Kerusakan
Menstimula
Terbentu
Pola
Diferensi
Kromosom
Pertumbuhan
Sifat
Metastas
Penekanan
e sel-sel
Penyuba
Pertumbuha
Ganggu
Benjola
Iritasi
Menembu
Ran
N
Eritro R
Imu
Indika
Perangsangan Mer
Res
Keru Gan
ti Iritasi Mu
per
St Perub
Ker
ahan
An
Gang
Al
E. MANIFESTASI KLINIS
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap
hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.
1. Gejala hidung :
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam
rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental,
gangguan penciuman.
2. Gejala telinga :
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba
( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).
Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.
Gangguan mata dan saraf :
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga
dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik
dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila
sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
Metastasis ke kelenjar leher :
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid
yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah
yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang
disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3
bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada
orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring.
Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat kelenjar
limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening
leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar
limfe leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan
pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang
lebih jauh.
3. Gejala lanjut :
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh
dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher
bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan
berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
F. PENENTUAN STADIUM
Stadium I : T1 No dan Mo
Stadium II : T2 No dan Mo
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Nasofaringoskopi
b. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
c. Biopsi multiple
d. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone
scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
e. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
f. MRI
g. Sinar X
I. PENETALAKSANAAN
Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb :
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Kombinasi
4. Operasi
5. Imunoterapi
6. Terapi paliatif
J. PENCEGAHAN
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol,
ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup.
Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting
untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di
daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko
tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah
cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan
yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti
VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih
dini.
BAB III
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul
benjolan di leher kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah mengalami stroke atau tidak
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher
kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita klien saat ini.
f. Keadaan Kesehatan Lingkungan
Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup
bersih
g. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
Pola aktivitas sehari-hari
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Thorax PA
- Infus RL/D5%
- Inj Actrapid 16 UI ¼ jam sebelummakan.
- Copar 6 X 1 Tab/hari
- Inj Xylo Della 2 : 2 Im
- Inj Novoban 1 Amp
- Inj Carbocin 450 mg dalam Inf D5% 100 cc drip habis dalam 6 jam.
- Inj Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip habis dalam 30 menit.
- Inj Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip habis dalam 30 menit.
D. ANALISA DATA
F. INTERVENSI
NO Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Gangguan Tujuan : Gangguan pola tidur 1Ciptakan lingkungan 1. Lingkungan
pola tidur pasien akan teratasi. nyaman dan tenang yang
berhubungan Kriteria hasil : nyamandapat
dengan rasa 1. Pasien mudah tidur dalam 2.Kajitentang membantu
nyeri pada waktu 30 – 40 menit. kebiasaantidurpasien meningkatkan
kepala 2. Pasien tenang dan wajah di rumah. tidur/istirahat.
segar.
3. Pasien mengungkapkan 3.Kajiadanyafaktor 2. Mengetahui
dapat beristirahat dengan penyebab perubahandari
cukup. gangguapolatidur hal-halyang
yanglainseperti cemas, merupakan
efekobat-obatandan kebiasaan
suasana ramai. pasien ketika
tidur akan
4.Anjurkanpasien mempengaruh
untuk menggunakan i pola tidur
pengantartidur pasien.
danteknik relaksasi.
3. Mengetahui
5.Kaji tanda-tanda faktorpenyeba
kurangnya b
pemenuhan kebutuhan gangguanpola
tidur pasien tiduryanglain
dialamidan
dirasakan
pasien.
4. Pengantar
tidur
akan
memudahkan
pasien dalam
jatuh dalam
tidur
teknik
relaksasi
akan
mengurangi
ketegangan
dan
rasa nyeri.
5. Untuk
mengetahui
terpenuhi atau
tidaknya
kebutuhan
tidur
pasien akibat
gangguan
pola
tidur sehingga
dapat diambil
tindakan yang
tepat
6 Pasien akan
merasa lebih
tenang bila
ada
anggota
keluarga yang
menunggu.
7 Lingkung
yang
tenang dan
nyaman dapat
membantu
mengurangi
rasa
cemas pasien.
4. Dengan
penjelasdan
yang ada dan
ikut secra
langsung
dalam
tindakan yang
dilakukan,
pasien akan
lebih
kooperatif dan
cemasnya
berkurang.
5. Gambar-
gambar dapat
membantu
mengingat
penjelasan
yang
telah
diberikan.
H. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan
seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke
dokter atau perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang
berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan
yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang
kondisi penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 ha146).
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid
yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan
makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan
pengawet nitrosamin. (Efiaty &Nurbaiti, 2001 hal146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan
kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal
460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga
sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir
dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-
barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang
cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
B. SARAN
Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus Ca Nasofaring, diharapkan
memberi suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kasus
ini. Namun, dalam uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang
dirasa kurang dan oleh karenanya penulis mengharapkan suatu masukan dan
saran untuk kebaikan mendatang dalam segala bidang, terutama kasus Ca
Nasofaring ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi mengenai perkembangan
kasus Ca Nasofaring ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat informasi
yang lebih relevan disamping makalah ini. Semoga makalah yang kami buat
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA