Anda di halaman 1dari 9

LEARNING OBJECTIVE

“Kejang Yang Pertama Kali”


“ Skenario 4 Blok 11 ”

DISUSUN OLEH :

Nama : Anggie Rebecca Silalahi


Stambuk : N 101 19 140
Kelompok : 16 (Sebelas)

Fakultas Kedokteran
Universitas Taduluako
Palu
2022
1. Bagaiamana kejang demam mempengaruhi kecerdasan ?
Jawab :

Kejang demam merupakan kelainan neurologik yang sering dijumpai pada anak,
insiden di Amerika Serikat antara 2-5%, di Asia lebih tinggi dengan umur serangan kejang
antara 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam terjadi sekali selama periode 24 jam pada
anak tanpa adanya infeksi intrakranial, gangguan metabolik atau riwayat kejang demam
sebelumnya. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan gangguan fungsi
kognitif, yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi memori. Akan tetapi kejang demam
tidak terlalu berpegaruh terhadap perkembangan kognitif pada anak usia 3-5tahun, hal ini
disebabkan karena perkembangan kognitif bukan hanya dipengaruhi oleh riwayat kejang
demam akan tetapi menurut NFSMI ada tiga factor utama yang mempengaruhi
perkembangan kognitif antara lain nutrisi , gen dan lingkungan (Lubis, 2017).
Prognosis kejang demam baik, namun bangkitan kejang demam membawa
kekhawatiran yang sangat bagi orangtuanya. Menurut The Columbia Study of First
Febrile Seizure, satu bulan setelah terjadi kejang demam pertama dan satu tahun kemudian
pada anak tersebut terlihat bahwa kejang demam memiliki dampak buruk jangka panjang
berupa penurunan perilaku kognitif, motorik, dan perilaku adaptif. Pada suatu studi
penelitian didapatkan beberapa frekuensi sekuele dari kejadian kejang demam atau
komplikasinya, yaitu epilepsi, penurunan tingkat kecerdasan serta prestasi akademik,
kematian, rekurensi kejang demam, retardasi mental, Todd’s paresis, dan gangguan
perkembangan motorik.

Sumber:
Lubis, E., Maryuni, Saragih, H. 2017. Pengaruh Riwayat Kejang Demam Terhadap
Perkembangan Kognitif Anak Usia 3-5 Tahun di Desa Rumpin
Kabupaten Bogor. Vol.2(2). Viewed on 7 Maret 2022. From
https://journal.binawan.ac.id
Zulfa, A., Hendryanny, E., Garna, H., Rathomi, H. 2017. Hubungan Riwayat Kejang
Demam Dengan Gangguan Perkembangan Anak di RSUD Al-Ihsan
Bandung. Jurnal Prosiding Pendidikan Dokter. Viewed on 7 Maret
2022. From https://www.semanticscholar.org
2. Differential diagnosis dan prognosis ?
Jawab :

Differential diagnosis
a. Meningitis dan ensefalitis : ada focus infeksi lain sebelumnya, tanda rangsang
meningeal, peningkatan tekanan intarkranial, perubahan cairan serebrospinal (CSS
pada punksi lumbal dan/atau ditemukan patogen
b. Epilepsi : kejang berulang atau sesuai dengan kriteria epilepsy, tidak ada kelainan CSS
c. Gangguan metabolic, seperti : gangguan elektrolit : abnormalitas pemeriksaan eletrolit
Prognosis
Prognosis kejang demam dengan penanganan tepat umumnya sangta baik. Perkembangan
anak umumnya baik pada anak dengan perkembangan normal sebelum kejang. Faktor
risiko anak akan mengalami kejang demam berulang di masa depan :
a. Riwayat kejang demam atau epilepsy dalam keluarga
b. Usia saat kejang >12 bulan
c. Suhu <390c saat kejang
d. Interval waktu singkat antara awitan demam dengan kejang demam
e. Kejang demam pertama adalah kejang demam kompleks

Jika anak memiliki kelima factor risiko di atas kemungkinan mengalami kejang
berulang adalah 80%. Jika anak tidak memiliki seluruh factor risiko di atas, kemungkinan
mengalami kejang demam 10-15%. Frekuensi tertinggi kejang demam berulang adalah
dalam satu tahun dari kejang demam pertama.

Prognosis kejang demam baik (bonam), namun bangkitan kejang demam


membawa kekhawatiran bagi orangtuanya. Menurut The Columbia Study of First Febrile
Seizure, satu bulan setelah terjadi kejang demam pertama dan satu tahun kemudian pada
anak tersebut terlihat bahwa kejang demam memiliki dampak buruk jangka panjang
berupa penurunan perilaku kognitif, motorik, dan perilaku adaptif. Pada suatu studi
penelitian didapatkan beberapa frekuensi sekuele dari kejadian kejang demam atau
komplikasinya, yaitu epilepsi, penurunan tingkat kecerdasan serta prestasi akademik,
kematian, rekurensi kejang demam, retardasi mental, Todd’s paresis, dan gangguan
perkembangan motorik.

Sumber :
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
Liwang, F., Yuswar, P., Wijaya, E., Sanjaya, N. 2020. Kapitas Selekta Kedokteran. Edisi
5. Depok : Media Aesculapius.
Zulfa, A., Hendryanny, E., Garna, H., Rathomi, H. 2017. Hubungan Riwayat Kejang
Demam Dengan Gangguan Perkembangan Anak di RSUD Al-Ihsan
Bandung. Jurnal Prosiding Pendidikan Dokter. Viewed on 7 Maret
2022. From https://www.semanticscholar.org
3. Tatalaksana dari skenario?
Jawab :

Farmakologi
a. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana kejang akut
dan tatalaksana profilaksis untuk mencagah kejang berulang.
b. Pemberina farmakoterapi untukm mengatasi kejang akut adalah dengan :
 Diazepam per rektal (0,5 mg /kgBB) atau BB <10 kg diazepam rektal 5 mg, BB>10
kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika
akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intarvena diperoleh
diazepam lebih baik diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV
0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum
berhenti diazepam rektal / IV dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit.
Lorazepam intravena, stera efektivitasnya dengan diazepam intarvena dengan efek
samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan
kejang akut.
 Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/IV masih terdapat diazepam dapat
diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9%
dengan kecepatan pemberian 10 mg fenitoin dalam 1ml NaCl 0,9%, dengan
kecepatan pemberian 1 mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial
maksimum adalah 1000 mg. Bisa juga diberika fenobarbital IV dengan dosis inisial
20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dan dalam kecepatan pemberian 20 mg/menit, jika
kejang berhenti lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dosis 5-7
mg/kgBB/hari dalma 2 dosis.
c. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis mencegah berulangnya kejang :
 Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8
jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam 24 jam
 Profilaksis kontinu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau
asam valproate dnegan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.
Profilaksisdiberikan pada kasusu tertentu seperti kejang demam dengan status
epilepticus, terdapat deficit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy (dibeirkan
selama 1 tahun).
Non-Farmakologi
a. Keluarga pasien dapat diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan
prognosisnya.
b. Jika anak kejang, baringkan di tempat aman, miringkan tubuh pada satu sisi,
longgarkan pakaian. Lindungi anak dari trauma saat kejang, tidak boleh mengekang
anak atau meletakkan sesuatu di mulut, mencatat suhu, durasi, dan bentuk kejang,
membebaskan jalan napas dan posisikan anak pada posisi mantap setelah kejang.
c. Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi
pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberikan informasi
mengenai :
 Prognosis dari kejangb demam
 Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual
akibat kejang demam.
 Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak.
 Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan
 Rendahnya risiko terkenan epilepsy dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi
obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu

Sumber :
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
IDAI. 2017. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IX : Update on Pediatric Diagnostic
and Management Practices. Medan : IDAI Cabang Sumatera Utara
Liwang, F., Yuswar, P., Wijaya, E., Sanjaya, N. 2020. Kapitas Selekta Kedokteran. Edisi
5. Depok : Media Aesculapius.
4. Tatalaksana epilepticus ?
Jawab :

Status epilepticus adalah bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau adanya
dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat
pemulihan kesadaran. Status epileprikus merupakan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan bangkitan (dalam waktu
30 menit).
Pasen dengan epilepticus, ahrus diberikan ke fasilitas pelayanan Kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf. Pengelolaan SE sebelum sampai fasilitas
pelayanan Kesehatan sekunder :
a. Stadium I (0-10 menit)
 Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
 Memperbaiki jalan nafas, pemebriaan oksigen, resusitasi bila perlu
 Pemberian benzodiazepine rektal 10 mg
b. Stadium II (1-60 menit)
 Pemeriksaan status neurologi
 Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu c. Pemeriksaan EKG (bila tersedia)
 Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9%

Sumber :
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
5. Faktor resiko epilepsy dan kejang demam ?
Jawab :

Kejang Demam :
a. Demam
Demam yang berperan, akibat :
 Infeksi saluran pencernaan
 Infeksi saluran pernapasan
 Infeksi THT
 Infeksi saluran kencing
 Roseola infaktum/infeksi virus akut lain.
Derajat demam :
 75% dari anak dnegan demam ≥ 390c
 25% dari anak dengan demam > 400c
b. Usia
 Umumnya terjadi pada usis 6 bulan-6 tahun
 Puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan
 Kejang demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP.
 Kejang demam diatas umur 6 tahun perlu dipertimbangkan febrile seizure plus
(FS+).
c. Gen
 Risiko meningkat 2-3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam
 Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam
Epilepsi :
Kejang demam mengalami epilepsy
a. Kejang demam sederhana (1%)
b. Kejang demam berulang (4%)
c. Kejang demam kompleks (6%)
d. Demam <1 jam sebelum kejang demam (11%)
e. Riwayat kejang demam di keluarga (18%)
f. Kejang demam kompleks fokal (29%)
g. Abnormalitas perkembangan neuron (33%)

Sumber :
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
Liwang, F., Yuswar, P., Wijaya, E., Sanjaya, N. 2020. Kapitas Selekta Kedokteran. Edisi
5. Depok : Media Aesculapius.
6. Jenis jenis demam ?
Jawab :

a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam
yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam
mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi
saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera
dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang
baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus
tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
Klasifikasi berdasarkan umur pasien dibagi menjadi kelompok umur kurang dari
bulan, 3-36 bulan dan lebih dari 36 bulan. Pasien berumur kurang dari 2 bulan, dengan
atau tanpa tanda SBI (serious bacterial infection). Infeksi seringkali terjadi tanpa disertai
demam. Pasien demam harus dinilai apakah juga menunjukkan gejala yang berat.
Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:
1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis
etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa
bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan
dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium,
misalnya demam tifoid.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

Sumber :
Ismoedijanto. 2016. Demam Pada Anak. Jurnal Sari Pediatri. Vol 2(2). Viewed on 7
April 2022. From https://saripediatri.org

Anda mungkin juga menyukai