Anda di halaman 1dari 35

PEDOMAN TEKNIS

PEMBEBASAN PASIEN PASUNG

DINAS KESEHATAN

PROVINSI JAWA TIMUR

2014
DAFTAR ISI

Kata Pen gantar ii


Tim Pen yusun iii
Daftar Isi v
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Sasaran 3
D. Landasan Hukum 3
Bab II Pengertian 4
A. Kesehatan Jiwa 4
B. Kesehatan Jiwa Komunitas 4
C. Gangguan Jiwa 4
D. Pemasungan 4
E. Penelantaran 5
F. Stigmatisasi 5
G. Diskriminasi 5
H. Penanganan Salah 5
Bab III Pelaksanaan Pembebasan Pasien Pasung 7
I. Persiapan 7
II. Pelaksanaan 10
III. Penanganan Pasca Perawatan di RS 16
Bab Bimbingan d an E valuasi 20
IV Penutup 21
Bab V
Lampiran-lampiran 22

v
DAFTAR ISI

Kata Pen gantar ii


Tim Pen yusun iii
Daftar Isi v
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Sasaran 3
D. Landasan Hukum 3
Bab II Pengertian 4
A. Kesehatan Jiwa 4
B. Kesehatan Jiwa Komunitas 4
C. Gangguan Jiwa 4
D. Pemasungan 4
E. Penelantaran 5
F. Stigmatisasi 5
G. Diskriminasi 5
H. Penanganan Salah 5
Bab III Pelaksanaan Pembebasan Pasien Pasung 7
I. Persiapan 7
II. Pelaksanaan 10
III. Penanganan Pasca Perawatan di RS 16
Bab Bimbingan d an E valuasi 20
IV Penutup 21
Bab V
Lampiran-lampiran 22

v
KATA PENGANTAR

Dewasa ini terdapat berbagai macam alasan yang


menjadi latar belakang mengapa masalah kesehatan jiwa
masih sering termarginalkan. Kurangnya pemahaman
tentang masalah kesehatan jiwa, pandangan yang salah,
sikap
negatif seperti stigma dan diskriminasi dianggap menjadi alasan terjadinya
kondisi tersebut.
Di tingkat kebijakan misalnya, orang dengan gangguan jiwa sering
menjadi korban penanganan salah dengan alasan penertiban kota. Bukti
nyata lainnya tentang kasus penanganan salah adalah pemasungan hingga
tindak kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa. Masalah ini tidak
hanya terjadi di tingkat keluarga dan masyarakat namun juga di institusi-
institusi penyedia layanan kesehatan baik yang berasal dari sektor formal
maupun informal.
Di Indonesia umumnya dan Jawa Timur khususnya pemasungan
menjadi sebuah fenomena gunung es. Hal ini disebabkan karena di
masyarakat masalah pemasungan masih menjadi aib sehingga
tidak dilaporkan ke petugas kesehatan. Adanya kebijakan Gubernur
untuk menjadikan Jawa Timur Bebas Pasung merupakan momentum
memberikan penyadaran pada masyarakat tentang penanganan
pemasungan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
Pedoman teknis pembebasan pasien pasung ini dibuat agar tenaga
kesehatan terutama di Puskesmas dan jajarannya memiliki pegangan
dalam melaksanakan pembebasan pasung di masyarakat. Diharapkan
dengan pedoman ini penanganan pasien yang dipasung dapat lebih
optimal dan kebijakan Gubernur menjadikan Jawa Timur Bebas Pasung
bisa tercapai lebih cepat.

Surabaya, Juni 2014


Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur

Dr. Harsono

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan jiwa dewasa ini masih kurang
mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Adanya kemajuan
tehnologi, kerasnya persaingan ekonomi, kondisi politik dan
keamanan serta perubahan budaya di era sekarang ini membuat
potensi munculnya masalah kesehatan jiwa menjadi semakin besar.
Disisi lain Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap
bencana, sering munculnya kasus perilaku kekerasan dalam
hubungan interpersonal dan maraknya penyalahgunaan zat psikoaktif di
masyarakat. Berbagai hal ini menyebabkan kesehatan jiwa perlu
menjadi perhatian dalam pembangunan di Indonesia.
Banyak penyebab yang membuat masalah kesehatan jiwa
belum menjadi perhatian oleh semua pihak. Adanya pemahaman
yang salah, masih banyaknya sikap negatif atau stigma dan
diskriminasi termasuk beberapa penyebab terpinggirkannya masalah
kesehatan jiwa. Yang menjadi persoalan ternyata pemahaman yang
salah ini ternyata tidak hanya ditemukan pada masyarakat saja tetapi
 juga pada pengambil kebijakan dan para penyedia layanan kesehatan.
Hal inilah yang mengakibatkan masih maraknya ditemukan
perlakuan salah bagi penderita masalah kejiwaan.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah adanya
penanganan yang salah terhadap orang dengan masalah kejiwaan
dengan alasan penertiban kota. Masih ditemukannya kasus
penelantaran, pemasungan dan tindak kekerasan terhadap orang
dengan masalah kejiwaan juga merupakan bukti masyarakat kita
memiliki persepsi yang salah terhadap masalah kesehatan jiwa. Yang
patut disayangkan masalah ini terjadi tidak hanya pada keluarga dan
masyarakat saja tetapi juga ditemukan pada penyedia layanan
kesehatan baik di sektor formal maupun informal. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Divisi Psikiatri Komunitas Departemen Psikiatri
FKUI/RSCM, Dharmono, dkk (2006) menunjukkan bahwa 61,7%
orang dengan gangguan jiwa yang dirawat di 4 unit perawatan di
Bogor dan Jakarta pernah mengalami berbagai jenis penanganan
salah seperti kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan
seksual, kekerasan ekonomi, dan penelantaran. Tindakan kekerasan

1
tersebut terutama dilakukan oleh keluarga (50,6%), selebihnya oleh
tetangga, perawat RS, teman, orang lain, polisi, petugas sosial dan
oleh dokter RS.
Perkiraan kasus pemasungan di Indonesia berada pada
angka 1% dari sekitar 77.280 orang dengan gangguan jiwa berat di
Indonesia. Prediksi ini sebenarnya diperkirakan masih belum
mencerminkan jumlah sebenarnya terutama apabila dikaitkan dengan
 jumlah kasus skizofrenia. Yang dimaksudkan pemasungan disini
adalah segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan
kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan
fisik. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota di
Jawa Timur sampai bulan Mei 2014 diperoleh data 764 kasus pasung
yang berada di 35 Kabupaten/Kota.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan dukungan
penuh terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan Republik 
Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pasung.
Gubernur Jawa Timur pada peringatan Hari Kesehatan Nasional
Tahun 2013 telah mencanangkan dimulainya Program Jawa Timur
Bebas Pasung Tahun 2014. Pelaksanaan Program Jawa Timur Bebas
Pasung Tahun 2014 ternyata tidak mudah. Selain dibutuhkan kerja
sama lintas sektor dalam penanganan penderita
pemasungan, peningkatan ketrampilan petugas
kesehatan terutama di Puskesmas perlu juga menjadi perhatian.
Pedoman Teknis Pembebasan Pemasungan ini disusun
untuk memudahkan petugas kesehatan terutama di Puskesmas
melaksanakan Program Jawa Timur Bebas Pasung 2014. Diharapkan
dengan adanya pedoman teknis ini tenaga kesehatan terutama di
Puskesmas tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pembebasan pasung
terhadap orang dengan masalah kejiwaan. Selain itu diharapkan juga
peran keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, perangkat desa dan
lintas sektor lainnya menjadi lebih optimal.

B. Tujuan
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang teknis
pelaksanaan pembebasan orang dengan masalah kejiwaan yang
dipasung.

2
2. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang proses
pembebasan, penanganan dan perawatan orang dengan masalah
kejiwaan yang dipasung.
3. Meningkatkan pengetahuan tokoh agama/tokoh
masyarakat/perangkat desa tentang proses pembebasan,
penanganan dan perawatan orang dengan masalah kejiwaan
yang dipasung.
4. Meningkatkan pengetahuan sektor terkait tentang dukungan
terhadap proses pembebasan, penanganan dan perawatan orang
dengan masalah kejiwaan yang dipasung.

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua pemangku kepentingan terkait
masalah kesehatan jiwa baik dari sektor kesehatan maupun non
kesehatan. Pemangku kepentingan tersebut yaitu:
1. Orang dengan gangguan jiwa dan keluarga
2. Tenaga kesehatan baik di tingkat layanan primer, sekunder,
maupun tersier
3. Tokoh agama
4. Tokoh masyarakat
5. Perangkat Desa
6. Lintas sektor terkait

D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 28;
2. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang
Cacat;
3. Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia;
4. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4235). berurutan setelah UU No.39 ttg HAM;
5. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

3
6. Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
7. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah;
8. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi
Konvensi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
9. Undang-Undang RI No.12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi
Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik;
10. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Repubilk Indonesia Tahun 2009
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
11. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
12. Undang-Undang RI No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
13. Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 Tentang Sistem
Kesehatan Nasional;
14. Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2011 Tentang RANHAM
2011- 2014;
15. Permenkes RI No. 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
16. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

4
BAB II
PENGERTIAN

A. Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah keadaan sehat sejahtera mampu menghadapi
tantangan hidup dan mampu menerima keadaan diri sendiri dan
orang lain.
Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan manusia
seutuhnya kedudukannya sangat menentukan kemampuan manusia
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Upaya kesehatan
jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

B. Kesehatan Jiwa Komunitas


Adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan jiwa berbasis
masyarakat, dimana seluruh potensi yang ada di masyarakat
dilibatkan secara aktif. Paradigma baru dalam kesehatan jiwa
komunitas adalah konsep penanganan masalah kesehatan jiwa di
bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dalam penanganan gangguan jiwa, terutama terhadap penderita
gangguan jiwa berat, dilakukan secara manusiawi tanpa
mengabaikan hak-hak asasi mereka. Pendekatan yang dilakukan
beralih dari klinis- individual ke produktif-sosial sesuai dengan
berkembangnya konsep kesehatan jiwa komunitas.

C. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah kelompok gejala atau perilaku yang
ditemukan secara klinis yang disertai dengan penderitaan ( distress)
dan terganggunya fungsi sosial dan aktivitas sehari-hari (disabilitas).
Individu yang mengalami gangguan jiwa disebut sebagai orang dengan
gangguan jiwa.

D. Pemasungan
Pemasungan adalah suatu tindakan yang menggunakan cara
pengikatan atau pengisolasian. Pengikatan merupakan semua metode
manual yang menggunakan materi atau alat mekanik yang dipasang
atau
4
ditempelkan pada tubuh dan membuat tidak dapat bergerak dengan
mudah atau yan membatasi kebebasan dalam menggerakan tangan,
kaki atau kepala. Pengisolasian merupakan tindakan mengurung
sendirian tanpa persetujuan atau dengan paksa, dalam suatu ruangan
atau area yang secara fisik membatasi untuk keluar atau meninggalkan
ruangan/area tersebut.

E. Penelantaran
Adalah bentuk pengabaian secara fisik dan emosional yang
mengakibatkan gangguan nyata dan potensial terhadap perkembangan,
kesehatan dan kelangsungan hidup atau martabatnya.
Bentuk penelantaran dan dampak penelantaran pada orang dengan
gangguan jiwa misalnya tidak diberikan pengobatan yang layak,
tidak dipenuhi kebutuhan dasar hidupnya seperti kebutuhan sandang,
pangan dan papan.

F. Stigmatisasi
Mendeskriditkan (memberi tanda negatif) seseorang secara sosial
berdasarkan karakteristik personalnya yang mengakibatkan
dampak sosial yang negatif.
Tanda yang diberikan dan melekat pada diri seseorang yang mengalami
gangguan jiwa, misalnya kata “orang gila”.

G. Diskriminasi
Setiap pembedaan yang dibuat berdasarkan tingkatan kesehatan jiwa
seseorang, khususnya pada penderita gangguan jiwa berat.

H. Penanganan salah
Segala bentuk perlakuan yang tidak sesuai dengan etika, norma, hukum
yang berlaku yang diberikan pada orang dengan gangguan jiwa.

5
BAB III

PELAKSANAAN PEMBEBASAN PASIEN PASUNG

I. PERSIAPAN

A. Masyarakat
1. Keluarga
i. Memahami dan menerima anjuran petugas
kesehatan untuk mendukung proses pembebasan
pasung.
ii. Bersedia memberikan perawatan pada ang ota
keluarga pasca pembebasan pasung sesuai anjuran
petugas kesehatan.
iii. Mendampingi pasien pasung bila harus dirujuk.
2. Tokoh Agama/Tokoh Masyarakat (TOGA/TOMA)
i. Membantu menurunkan kecemasan keluarga
dan lingkungan selama proses dan pasca
pembebasan pasung.
ii. Membantu menghapus stigma dan dukungan
sosial terhadap keluarga dan lingkungan
iii. Memberikan informasi yang proporsional
tentang pasung.
iv. Melaporkan kepada kader kesehatan jiwa
maupun tenaga kesehatan terdekat bila
menemukan orang dengan gangguan jiwa di

7
wilayahnya yang mengalami hal-hal di bawah
ini:
1) Diikat atau dibatasi pergerakannya dengan
benda apapun pada bagian-bagian tubuh
tertentu (misalnya dengan tali, rantai,
kayu pasung)
2) Dikurung pada ruangan atau tempat
tertentu.
v. Membantu mempersiapkan dan melengkapi
persyaratan administratif yang berkaitan
dengan sistem rujukan kesehatan.
vi. Mendampingi keluarga bila dibutuhkan.
3. Kader kesehatan jiwa
i. Melakukan deteksi dan melaporkan kasus pasung
di wilayahnya ke Puskesmas.
ii. Melakukan kunjungan rumah untuk menurunkan
kecemasan keluarga dan memberikan motivasi agar
keluarga bersedia untuk dilakukan pembebasan
pasung.
iii. Melakukan penggerakan masyarakat untuk 
mendukung proses dan pasca pembebasan pasung.
iv. Menghapus stigma keluarga dan dukungan sosial
terhadap keluarga dan lingkungan
v. Melakukan dokumentasi kasus pasung di
wilayahnya.
8
vi. Mendampingi pasien bila dibutuhkan.
B. Tenaga Kesehatan di Puskesmas (Dokter dan atau perawat)
a. Melakukan deteksi, pemetaan dan identifikasi kasus pasung
di wilayah kerja puskesmas (dengan mencantumkan nama,
 jenis kelamin, umur, alamat dan foto waktu di pasung).
b. Melaporkan temuan kasus kepada Kepala Puskesmas
setempat.
c. Melakukan pendekatan dan memberikan edukasi kesehatan
 jiwa kepada keluarga dan lingkungan sekitar pasien
pasung.
d. Memotivasi keluarga untuk bersedia dilakukan
pembebasan pasung.
e. Memberikan tindakan perawatan sesuai dengan kondisi
kesehatan pasien pasung sebelum dilakukan pembebasan
pasung.
f. Melatih keluarga untuk dapat merawat pasien di rumah
pasca pembebasan pasung.
g. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait (keluarga,
kader, TOGA, TOMA, perangkat desa dan
kepolisian/babinsa) untuk mendukung proses pembebasan
pasung.

9
II. PELAKSANAAN

No. Dokter Perawat


1 Melakukan pendekatan ke perangkat desa dan atau tokoh
masyarakat setempat sehingga mereka ikut membantu
meyakinkan keluarga untuk melepas pasien pasung.
2 Menjelaskan proses pembebasan pasung kepada keluarga dan
lingkungan.
3 Identifikasi jenis pemasungan (tali, rantai, balok kayu, isolasi).
4 Melakukan pemeriksaan keadaan Melakukan pengkajian
klinis pasien pasung dengan keperawatan (jiwa dan
menggunakan panduan fisik) pada pasien pasung.
pemeriksaan pasien gangguan
 jiwa di puskesmas (Buku
Pedoman Umum Pelayanan
Kesehatan Jiwa di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dasar).
5 Menegakkan diagnosis utama Menegakkan diagnosa
gangguan jiwa beserta komorbid keperawatan (jiwa dan
dan komplikasi yang terjadi. fisik) menggunakan
Menggunakan Pedoman panduan diagnose
Penanganan dan Diagnosa Keperawatan.
Gangguan Jiwa (PPDGJ) III
atau
 International Classification
 Disease (ICD) X.
10
6 Menyusun langkah-langkah Menyusun intervensi
prioritas yang akan dilakukan dari keperawatan berdasarkan
aspek fisik dan jiwanya lalu masalah yang ditemukan.
menginformasikan hal tersebut
kepada keluarga terkait langkah-
langkah yang akan dilakukan.
7 Meminta persetujuan tertulis (information for consent ) kepada
keluarga untuk melakukan tindakan medis dan keperawatan.
Jika setuju masuk langkah 8 Jika menolak masuk langkah 9.
8 Melakukan proses pembebasan pasung. Jika pasien kooperatif (tidak
agresif, dapat berkomunikasi) maka lanjut ke langkah
8.a. Jika pasien tidak kooperatif dan agresif maka lanjut ke
langkah 8.b.1-8.b.5.
8.a. Pasien dibebaskan dari alat pemasungan (tali, kayu, rantai,
kurungan, isolasi) dengan disaksikan keluarga, perangkat desa
dan instansi terkait.
8.a.1 Memberikan terapi psikofarmaka. Memberikan asuhan
Bila pasien keadaan fisiknya keperawatan fisik (mandi,
lemah maka kondisi fisiknya makan, berhias, kebutuhan
diperbaiki terlebih dahulu. dasar) dan jiwa.
Penanganan selanjutnya
dikonsultasikan ke RS Rujukan.
8.a.2 Koordinasi dengan keluarga untuk melakukan pengobatan dan
perawatan lanjutan di rumah.

11
8.b.1 Mendelegasikan perawat agar Melakukan observasi.
memberikan suntikan haloperidol Tanda-tanda vital,
5 mg/ml im, 1-2x / hari selama 3- kemajuan terapi dan
5 hari berturut-turut (atau obat efek samping obat
lain yang tersedia dan sesuai untuk dilaporkan kepada
indikasi medis). dokter.
8.b.2 Jika pasien masih tetap
tidak kooperatif dan agresif, Perawat melatih keluarga
lanjutkan pemberian suntikan dalam pemenuhan
haloperidol 5 mg/ml 1-2x / hari im kebutuhan personal pasien
ditambah suntikan diazepam 5 (kebutuhan nutrisi,
mg/ml 1-2x / hari im selama 3 hari perawatan diri dan
berurutan (atau obat lain yang kebersihan lingkungan)
tersedia dan sesuai dan melatih keluarga
indikasi medis) dengan meminumkan obat sesuai
melakukan konsultasi ke dengan resep dokter
psikiater. (menciptakan suasana
terapeutik).
8.b.3 Jika pasien masih tetap agresif dan tidak kooperatif, ada
kegawatdaruratan psikiatri dan atau terdapat penyakit penyerta
maka dilakukan rujukan ke sarana pelayanan rujukan. (Sesuai
dengan pedoman merujuk masuk langkah 9).
8.b.4 Jika kondisi pasien sudah memungkinkan (tidak agresif, dapat
berkomunikasi) maka dilakukan pembebasan pasung.

12
8.b.5 Pasien dibebaskan dari alat pemasungan (tali, kayu, rantai,
kurungan, isolasi) dengan disaksikan keluarga, perangkat desa
dan instansi terkait.

8.b.6 Melanjutkan terapi psikofarmaka. Melanjutkan asuhan


keperawatan fisik (mandi,
makan, berhias, kebutuhan
dasar) dan jiwa.
8.b.7 Koordinasi dengan keluarga untuk melakukan pengobatan dan
perawatan lanjutan di rumah.
9.a. Meminta persetujuan tertulis ( information for consent ) kepada
keluarga pasien.
9.b. Mengajak keluarga menghubungi perangkat desa
untuk melengkapi persyaratan administratif rujukan (foto kopi
KTP, KK, SKTM).
9.c. Bila sudah ada persetujuan dan
kelengkapan administrasi, dokter
puskesmas menghubungi kembali
psikiater untuk siap menerima
rujukan pasien pasung.
9.d. Mempersiapkan keluarga ikut serta saat merujuk pasien ke
Rumah Sakit Jiwa.
9.e. Mengisi cek list kelengkapan form pelepasan pasien pasung
(terlampir).
9.f. 30 menit –  60 menit sebelum di rujuk pasien diberikan suntikan

13
haloperidol 5mg im dan diazepam 10mg im.
9.g. Selama dalam perjalanan rujukan dokter/perawat dapat
mempertimbangkan untuk melakukan fiksasi kepada pasien.
9.h. Bila dalam perjalanan pasien menjadi gelisah dan agresif maka
dokter/perawat dapat memberikan suntikan ulang diazepam
10mg im.
9.i. Setiba di Rumah Sakit Rujukan dokter/perawat melakukan
serah terima pasien dan menyerahkan Surat Pengantar Rujukan
dan kelengkapan administrasi yang lain.
9.j. Dokter/Perawat dan pendamping pasien diijinkan pulang
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Rumah Sakit
Rujukan.
10 Apabila keluarga tidak memberikan persetujuan maka keluarga
diminta menandatangani surat penolakan. (Format terlampir)
10.a. Dokter/perawat tetap melakukan psiko edukasi kepada
keluarga agar pasien diijinkan untuk dirujuk.
10.b. Bila tetap tidak diijinkan oleh keluarga, maka dokter/perawat
meminta ijin kepada keluarga untuk memberikan injeksi haldol
decanoas 50mg/ml im / 30 hari (atau obat lain yang tersedia
sesuai indikasi medis).
10.c. Dokter/Perawat melakukan kunjungan rutin untuk 
mengevaluasi kondisi pasien dan asuhan keperawatan
minimal 2 minggu sekali.
10.d. Dokter/Perawat melaporkan dan mendiskusikan hasil

14
kunjungan kepada Kepala Puskesmas.
10.e. Bila dipandang perlu maka dokter
puskesmas dapat mengkonsulkan ulang kepada psikiater melalui IGD-RS Rujukan

dilakukan pertelepon dengan


terlebih dahulu menginformasikan
lewat sms (short messaging system) tentang identitas dokter puskesmas dan masala

III. Keluarga :
- Keluarga diwajibkan menemani pasien selama dirawat di RS.
- Keluarga yang menemani pasien adalah anggota keluarga yang
bersedia merawat pasien pasca keluar dari RS.
- Selama keluarga menemani pasien di RS maka keluarga wajib
dilatih dan diedukasi tentang perawatan pasien.
Konsul pertelepon ke rumah sakit rujukan (RSJ) tentang kondisi medis
pasien :
RS Jiwa Menur : 031 - 5023952 (IGD)
RS J iwa awang : 0341 – 423444 (IGD)
L
RSUD dr. Soetomo : 031-34819112 (HP dokter jaga
psikiatri) RSUD Saiful Anwar : 0341 – 362101 (IGD) ext
1051-1053

15
III. PENANGANAN PASCA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Yang terlibat dalam penanganan pasca perawatan di Rumah Sakit adalah :


III.1 Rumah Sakit
III.2 Puskesmas
III.3 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
III.4 Dinas Sosial Kabupaten/Kota
III.5 Keluarga
III.6 Kader Kesehatan Jiwa
III.7 Pihak Perangkat
Desa Penjelasan :
III.1 Rumah Sakit :
a. Dokter yang merawat berkoordinasi dengan manajemen RS
untuk persiapan pemulangan pasien pasca pasung.
b. Dokter yang merawat melengkapi form rujukan balik dan saran
 – saran terapi untuk pasien yang telah diijinkan rawat jalan.
c. Manajemen RS (diwakili oleh kepala ruang rawat inap)
menghubungi pihak puskesmas untuk menyiapkan
penjemputan pasien yang telah diijinkan rawat jalan dan
rehabilitasi.
III.2 Puskesmas :
a. Pihak puskesmas menghubungi keluarga untuk ikut
menjemput pasien di rumah sakit rujukan.
b. Puskesmas menunjuk kader yang ditugaskan mendampingi
pasien pasca perawatan.

16
c. Puskesmas berkoordinasi dengan perangkat Desa, Dinas
Kesehatan / Dinas Sosial Kab/Kota untuk tindak lanjut pasca
perawatan di rumah sakit rujukan.
d. Semua pasien yang telah diijinkan rawat jalan, diperiksa ulang
oleh dokter puskesmas sebelum dipulangkan ke rumah atau
panti sosial.
e. Dokter puskesmas mengecek saran terapi dan obat  –  obat
yang digunakan pasien.
f. Dokter puskesmas dapat melakukan konsul ulang pertelepon
ke rumah sakit rujukan bila dipandang perlu.
g. Perawat penanggung jawab melakukan kunjungan rumah
secara rutin minimal 2 minggu sekali khususnya dalam 3 bulan
pertama setelah pasien kembali.
h. Perawat melakukan asuhan keperawatan.
i. Perawat mengevaluasi kondisi pasien dan keluarga.
 j. Perawat mengevaluasi obat yang diminum oleh pasien.
k. Perawat mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah
diberikan di RS.
l. Perawat melanjutkan asuhan keperawatan fisik dan jiwa yang
dibutuhkan oleh pasien : terapi individu, terapi kelompok dan
okupasi.
m. Perawat mengindentifikasi tanda-tanda kambuh.
n. Perawat mengingatkan jadwal kontrol selanjutnya.
o. Perawat mendiskusikan hasil kunjungan rumah dengan dokter
puskesmas.
17
III.3 Dinas Kesehatan Kab/Kota
a. Meminta laporan Puskesmas tentang perkembangan penanganan
pasung.
b. Membantu Puskesmas dalam berkoordinasi dengan RS dan lintas
sektor lainnya tentang penanganan pasung.
III.4 Dinas Sosial Kab/Kota
a. Membantu Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam rehabilitasi
penanganan pasien pasung.
III. 5 Keluarga

a. Merawat pasien sesuai dengan informasi yang diberikan oleh


dokter dan perawat puskesmas.
b. Memberikan obat kepada pasien secara teratur dan benar.
c. Membawa pasien untuk kontrol secara teratur dan mencegah
terjadinya putus obat.
d. Memberikan perhatian, dukungan dan kasih sayang kepada
pasien.
e. Melatih dan memotivasi pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari secara teratur.
f. Melaporkan kepada kader atau tenaga kesehatan terdekat bila
terjadi gejala kekambuhan.
g. Membawa pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
bila terjadi kekambuhan.

18
III. 6 Kader Kesehatan Jiwa
a. Melakukan kunjungan rumah secara rutin minimal 1 kali per
minggu, setelah pasien kembali dari perawatan di rumah sakit
rujukan atau selama menjalani rawat jalan.
b. Melakukan hal-hal berikut saat melakukan kunjungan rumah:
1. Memantau obat yang diminum oleh pasien (nama obat,
dosis, obat yang tersisa).
2. Memantau aktivitas sehari-hari yang harus dilakukan oleh
pasien.
3. Memantau kemampuan keluarga dalam merawat pasien.
4. Mengidentifikasi tanda-tanda kambuh.
5. Mengingatkan keluarga tentang jadwal kontrol selanjutnya.
c. Melaporkan hasil kunjungan rumah ke dokter atau perawat
puskesmas.
III. 7 Perangkat desa

a. Membantu memotivasi keluarga agar tetap melakukan


perawatan pasien sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan.
b. Membantu mengedukasi lingkungan sekitar pasien agar
mendukung perawatan dan rehabilitasi pasien.

19
BAB IV
BIMBINGAN DAN EVALUASI

Pelaksanaan bimbingan dan evaluasi pedoman teknis ini dilakukan oleh


pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota berdasarkan kewenangan, tugas dan
fungsi masing-masing.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan bimbingan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
program Jawa Timur Bebas Pasung dengan melibatkan sektor terkait
lainnya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pelaksanaan bimbingan dan evaluasi pedoman teknis ini dapat dilakukan
melalui:
a. sosialisasi dan
koordinasi b. konsultasi
c. monitoring dan evaluasi dan
d. reward dan punishment 

20
BAB V
PENUTUP

Buku Pedoman Teknis Pembebasan Pemasungan ini disusun


secara praktis dengan harapan dapat langsung digunakan oleh tenaga
kesehatan terutama di Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan
pembebasan pasung yang ada diwilayahnya.
Buku Pedoman ini tentu jauh dari sempurna sehingga diharapkan
masukan dan saran untuk penyempurnaannya. Sehingga nantinya materi
pedoman benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Tim penyusun berharap pedoman ini dapat bermanfaat dalam
memudahkan semua pihak unutk menjalankan fungsi dan tugasnya
masing- masing.

21
LAMPIRAN I
SISTEM REGIONALISASI RUJUKAN JIWA PROVINSI JAWAIMUR

Wilayah Regional RSUD dr. Soetomo


Wilayah Regional RSJ Menur
Wilayah Regional RSUD dr. Saiful Anwar Wilayah Regional RSJ Radjiman Wedyodiningrat

22

LAMPIRAN II
PANDUAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA

DATA S UBJEKTIF DATA O BJEKTIF DIAGNOSIS


KEPERAWATAN

Pasien mengatakan : 1) Bicara atau tertawa sendiri GANGGUAN SENSORI


1) Mendengar suara-suara atau 2) Marah-marah tanpa sebab PERSEPSI HALUSINASI
kegaduhan. 3) Mengarahkan telinga ke
2) Mendengar suara yang arah tertentu
mengajak bercakap-cakap. 4) Menutup telinga
3) Mendengar suara menyuruh 5) Menunjuk-nunjuk ke arah
melakukan sesuatu yang tertentu
berbahaya. 6) Ketakutan pada sesuatu
4) Melihat bayangan, sinar, yang tidak jelas.
bentuk geometris, bentuk kartun, 7) Mencium sesuatu
melihat hantu atau monster seperti sedang membaui
5) Mencium bau-bauan seperti bau bau- bauan tertentu.
darah, urin, feses, kadang-kadang 8) Menutup hidung.
bau itu menyenangkan. 9) Sering meludah
6) Merasakan rasa seperti darah, 10) Muntah
urin atau feses 11) Menggaruk-garuk 
7) Merasa takut atau senang dengan permukaan kulit
halusinasinya
2
LAMPIRAN II
PANDUAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA

DATA S UBJEKTIF DATA O DIAGNOSIS


BJEKTIF KEPERAWATAN

Pasien mengatakan : 1) Bicara atau tertawa sendiri GANGGUAN SENSORI


1) Mendengar suara-suara atau 2) Marah-marah tanpa sebab PERSEPSI HALUSINASI
kegaduhan. 3) Mengarahkan telinga ke
2) Mendengar suara yang arah tertentu
mengajak bercakap-cakap. 4) Menutup telinga
3) Mendengar suara menyuruh 5) Menunjuk-nunjuk ke arah
melakukan sesuatu yang tertentu
berbahaya. 6) Ketakutan pada sesuatu
4) Melihat bayangan, sinar, yang tidak jelas.
bentuk geometris, bentuk kartun, 7) Mencium sesuatu
melihat hantu atau monster seperti sedang membaui
5) Mencium bau-bauan seperti bau bau- bauan tertentu.
darah, urin, feses, kadang-kadang 8) Menutup hidung.
bau itu menyenangkan. 9) Sering meludah
6) Merasakan rasa seperti darah, 10) Muntah
urin atau feses 11) Menggaruk-garuk 
7) Merasa takut atau senang dengan permukaan kulit
halusinasinya
23

Pasien mengatakan 1) Wajah memerah dan tegang RISIKO PERILAKU


1) Ungkapan berupa ancaman 2) Pandangan tajam KEKERASAN
2) Ungkapan kata-kata kasar 3) Mengatupkan rahang dengan
3) Ungkapan ingin memukul/  kuat
melukai 4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau
berteriak 
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul
benda/orang lain
Pasien mengungkapkan tentang: 1) Penurunan produktivitas HARGA DIRI RENDAH
1) Hal negatif diri sendiri atau orang 2) Tidak berani menatap lawan
lain bicara
2) Perasaan tidak mampu 3) Lebih banyak menundukkan
3) Pandangan hidup yang pesimis kepala saat berinteraksi
4) Penolakan terhadap kemampuan 4) Bicara lambat dengan nada
diri suara lemah

Pasien mengungkapkan tentang 1) Banyak diam ISOLASI SOSIAL


1) Perasaan sepi 2) Tidak mau bicara
2) Perasaan tidak aman 3) Menyendiri

2
Pasien mengatakan 1) Wajah memerah dan tegang RISIKO PERILAKU
1) Ungkapan berupa ancaman 2) Pandangan tajam KEKERASAN
2) Ungkapan kata-kata kasar 3) Mengatupkan rahang dengan
3) Ungkapan ingin memukul/  kuat
melukai 4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau
berteriak 
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul
benda/orang lain
Pasien mengungkapkan tentang: 1) Penurunan produktivitas HARGA DIRI RENDAH
1) Hal negatif diri sendiri atau orang 2) Tidak berani menatap lawan
lain bicara
2) Perasaan tidak mampu 3) Lebih banyak menundukkan
3) Pandangan hidup yang pesimis kepala saat berinteraksi
4) Penolakan terhadap kemampuan 4) Bicara lambat dengan nada
diri suara lemah

Pasien mengungkapkan tentang 1) Banyak diam ISOLASI SOSIAL


1) Perasaan sepi 2) Tidak mau bicara
2) Perasaan tidak aman 3) Menyendiri

24

3) Perasan bosan dan waktu terasa 4) Tidak mau berinteraksi


lambat 5) Tampak sedih
4) Ketidakmampun berkonsentrasi 6) Ekspresi datar dan dangkal
5) Perasaan ditolak  7) Kontak mata kurang

Pasien mengungkapkan tentang: 1) Ekspresi murung RISIKO BUNUH DIRI


1) Merasa hidupnya tak berguna 2) Tak bergairah
lagi 3) Banyak diam
2) Ingin mati 4) Ada bekas percobaan bunuh
3) Pernah mencoba bunuh diri diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah / sedih / marah
/ putus asa / tidak berdaya

Pasien mengatakan tentang : dan minum saat makan dan 1) Badan bau, kotor, berdaki,
1) Malas mandi rambut kotor, gigi kotor,
2) Tidak mau menyisir rambut kuku panjang,
3) Tidak mau menggosok gigi tidak menggunakan alat-
4) Tidak mau memotong kuku alat mandi,tidak mandi
5) Tidak mau berhias/ berdandan dengan benar
6) Tidak bisa / tidak mau 2) Rambut kusut,
menggunakan alat mandi berantakan, kumis dan
/ kebersihan diri jenggot tidak 
7) Tidak menggunakan alat makan
2
rapi,pakaian tidak rapi, tidak mampu DEFISIT PERAWATAN DIRI:
berdandan, memilih, mengambil, MANDI, BERHIAS, MAKAN,
dan memakai TOILETING

2
3) Perasan bosan dan waktu terasa 4) Tidak mau berinteraksi
lambat 5) Tampak sedih
4) Ketidakmampun berkonsentrasi 6) Ekspresi datar dan dangkal
5) Perasaan ditolak  7) Kontak mata kurang

Pasien mengungkapkan tentang: 1) Ekspresi murung RISIKO BUNUH DIRI


1) Merasa hidupnya tak berguna 2) Tak bergairah
lagi 3) Banyak diam
2) Ingin mati 4) Ada bekas percobaan bunuh
3) Pernah mencoba bunuh diri diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah / sedih / marah
/ putus asa / tidak berdaya

Pasien mengatakan tentang : 1) Badan bau, kotor, berdaki, DEFISIT PERAWATAN


1) Malas mandi rambut kotor, gigi kotor, DIRI: MANDI, BERHIAS,
2) Tidak mau menyisir rambut kuku panjang, MAKAN, TOILETING
3) Tidak mau menggosok gigi tidak menggunakan alat-alat
4) Tidak mau memotong kuku mandi,tidak mandi dengan
5) Tidak mau berhias/ berdandan benar
6) Tidak bisa / tidak mau 2) Rambut kusut, berantakan,
menggunakan alat mandi kumis dan jenggot tidak 
/ kebersihan diri rapi,pakaian tidak rapi,
7) Tidak menggunakan alat makan tidak mampu berdandan,
dan minum saat makan dan memilih, mengambil, dan
memakai 25

minum pakaian, memakai sandal,


8) BAB dan BAK sembarangan sepatu, memakai resleting,
9) Tidak membersihkan diri dan memakai barang-barang
tempat BAB dan BAK setelah yang perlu dalam berpakaian,
BAB dan BAK melepas barang-barang yang
10) Tidak mengetahui cara perawatan perlu dalam berpakaian.
diri yang benar 3) Makan dan minum
sembarangan, berceceran ,
tidak menggunakan alat
makan, tidak mampu
( menyiapkan makanan ,
memindahkan makanan ke
alat makan, memegang alat
makan, membawa makanan
dari piring ke mulut,
mengunyah, menelan
makanan secara aman ,
menyelesaikan makan).
4) BAB dan BAK tidak pada
tempatnya, tidak 
membersihkan diri setelah
BAB dan

2
minum pakaian, memakai sandal,
8) BAB dan BAK sembarangan sepatu, memakai resleting,
9) Tidak membersihkan diri dan memakai barang-barang
tempat BAB dan BAK setelah yang perlu dalam berpakaian,
BAB dan BAK melepas barang-barang yang
10) Tidak mengetahui cara perawatan perlu dalam berpakaian.
diri yang benar 3) Makan dan minum
sembarangan, berceceran ,
tidak menggunakan alat
makan, tidak mampu
( menyiapkan makanan ,
memindahkan makanan ke
alat makan, memegang alat
makan, membawa makanan
dari piring ke mulut,
mengunyah, menelan
makanan secara aman ,
menyelesaikan makan).
4) BAB dan BAK tidak pada
tempatnya, tidak 
membersihkan diri setelah
BAB dan

26

LAMPIRAN III Persetujuan Tindakan Medik

FORMULIR ISIAN
 INFORMED CONSENT 
(SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN TINDAKAN/RAWAT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini ;

Nama : Tn/Ny/Nn *……………………….……...


Umur.....................................................tahun
Status : enikah/tidak enikah *
m m
Pendidikan : …………………………..………………..
Pekerjaan : …………………………..………………..
Alamat : …………………………..………………..
Setelah mendengar penjelasan perihal penyakit yang diderita, pengobatan dan
tindakan medik yang harus dijalani yang telah disampaikan oleh
dokter/bidan/perawat, menyatakan setuju/tidak setuju* untuk mendapat tindakan
medik penyuntikan obat antipsikotik/pemberian obat oral/tindakan keperawatan.
Demikian surat ini dibuat tanpa paksaan.

............................, / / Saksi:
LAMPIRAN III Persetujuan Tindakan Medik

FORMULIR ISIAN
 INFORMED CONSENT 
(SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN TINDAKAN/RAWAT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini ;

Nama : Tn/Ny/Nn *……………………….……...


Umur.....................................................tahun
Status : enikah/tidak enikah *
m m
Pendidikan : …………………………..………………..
Pekerjaan : …………………………..………………..
Alamat : …………………………..………………..
Setelah mendengar penjelasan perihal penyakit yang diderita, pengobatan dan
tindakan medik yang harus dijalani yang telah disampaikan oleh
dokter/bidan/perawat, menyatakan setuju/tidak setuju* untuk mendapat tindakan
medik penyuntikan obat antipsikotik/pemberian obat oral/tindakan keperawatan.
Demikian surat ini dibuat tanpa paksaan.

............................, / / Saksi:
1. Nama dan tanda tangan
keluarga/ Kader/TOGA/TOMA

2. Nama dan tanda tangan Tenaga Kes

(………………………... )
Nama ODGJ/Wali

* Coret yang tidak perlu

27
LAMPIRAN IV FORMULIR RUJUKAN PASIEN
Nama Saryankes FORM RUJUKAN Asli / copy

Dirujuk o leh Nama : Jabatan :

Tanggal merujuk :
EMERGENCY / rawat jalan

Komunikasi t elepon No. T elp. : No. F ax :

Fasilitas Kesehatan
yang dituju :
Nama & alamat

Nama Pasien

No. Id entitas Usia : Jenis K elamin :

Alamat Pasien

Anamnesis

Pemeriksaan Fisisk 

Terapi diberikan

Alasan merujuk 

Dokumen yang
disertakan

Tanda tangan :

Catatan untuk receiving facility : setelah memberi pelayanan kepada pasien mohon
mengisi form rujukan balik dan kirimkan kembali bersama pasien atau dikirim
melalui surat / fax

Formulir surat rujukan di atas dapat berubah sesuai dengan ketentuan / kebijakan
yang berlaku
28
LAMPIRAN V

CONTACT PERSON

1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur


- Dr. Herlin Ferliana, M.Kes : 08123041210
- Dr. N unik D hamayanti : 081216384625
- Evie Effendi T.C., SKM, M.Kes : 08123115922
2. Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
- Yusmanu : 081333205300
3. RS Jiwa Menur Surabaya
- Dr. Rr. Ika Indiyah Prasetyawati, M.Kes : 081231036555

Konsul pertelepon ke rumah sakit rujukan (RSJ) tentang kondisi medis pasien :
- RS J iwa enur : 031 – 5023952 (IGD)
M
- RS J iwa L awang : 0341 – 423444 (IGD)
- RSUD Dr. Soetomo : 031-34819112 (HP dokter jaga
psikiatri)
- RSUD Dr. Saiful Anwar : 0341 – 362101 (IGD) ext 1051-1053

29
TIM PENYUSUN

1. Dr. Herlin Ferliana, M.Kes Dinas Kesehatan Provinsi


Jawa Timur
2. Dr. Nunik Dhamayanti Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur
3. Evie Effendi Tri C, SKM, Dinas Kesehatan Provinsi
M.Kes Jawa Timur
4. Faiza Indradewa, SKM Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur
5. Dr. Utami Krisnawati Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur
6. Dr. Wisnu Wahjuni, Sp.KJ RSUD dr. Saiful Anwar
7 Dr. Rr. Ika Indiyah, M.Kes RSJ Menur
8. Dr. Yulius Effendi, Sp.KJ RSJ Menur
9. Adi Suwito, S.Kep, S.Psi RSJ Menur
10. Dr. Benediktus Elie Lie, RSJ Menur
Sp.KJ
11. Dr. Tiwik Koesdiningsih, RSJ Radjiman W
Sp.KJ
12. Sugianto RSJ R adjiman W
13. Edy Wiyono, S.Kep, Ns Dinas Kesehatan Kabupaten
Kediri
14. Sutrisno, S.Sos, M.Si Dinas Kesehatan Kabupaten
Bojonegoro
15. Dr. Wahyu Widarti Puskesmas Kalitidu
Bojonegoro
16. Jaenuri Puskesmas K alitidu

iii

Anda mungkin juga menyukai