Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PADA PNEUMONIA

DISUSUN OLEH:
NAMA : DESI MASNIA
NIM : 2021207209087

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER

FALKUTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMPUNG

2021
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000).
Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat.

B. Penyebab
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia Bakterial
Penyebab yang paling sering: streptoccocus pneumonia. jenis yan lain :
staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus, klebsiella
pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella, pseudomonas
aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas, haemophilus
influenzae menyebabkan haemophilus influenza.
b. Pneumonia Atipikal
Penyebab paling sering : Mycoplasma penumoniae menyebabkan
pneumonia mikoplasma, virus influenza tipe A, B, C menyebakan
pneumonia virus, Penumocyctis carini menyebakan pneumonia
pnemosistis carinii (PCP)
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan
selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena
mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi.
Karena aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan
nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar
akibat obat- obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan
selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan
lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi
tersembunyi.

C. Klasifikasi
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia Lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat
intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism
penyebab tersering.
b. Pneumonia Nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat
mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia Lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter
sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan
Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.
d. Pneumona Interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam
dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak
ada konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.

D. Manifestasi
Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit
kepala, iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu,
ekspektorasi sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas),
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
c. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction
rub, nyeri dada karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi
meningen tanpa inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi
mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

E. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang
dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri
pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan
yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon
imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi,
sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia
(Sipahutar, 2007).

Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai


alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan
serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang
kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah
yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat,
edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak
sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura
yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan
akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih
dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang
terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis
dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi,
dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya,
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

F. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk pneumonia yaitu:
a. Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphilokokus), penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia
mycoplasma foto toraks mungkin bersih.
b. Analisa Gas Darah dan Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin
timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah; didapatkan dengan
needle biopsy, aspirasi transtrakheal, fiberoptik bronchoscopy, atau biopsi
paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari
satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococus
pneumoniae, Staphylococus aureus, A. Hemolytic streptococus, dan
Hemophilus Influenzae.
d. Periksa Darah Lengkap : leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih (white blood count – WBC) rendah pada
infeksi virus.
e. Tes Serologi; membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
f. LED; meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar); tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah

G. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah:
a. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
b. Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
c. Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
d. Gagal nafas,
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
g. Pneumonia interstitial menahun,
h. Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
i. Rusaknya jalan nafas
H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup
(Roudelph, 2007).

I. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway :
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, secret dan adanya benda
asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas
bersih. Terdengar suara gurgling, snoring dan stridor.
b. Breathing :
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.
c. Circulation :
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
d. Disability:
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure
Periksa adanya perubahan bentuk, tumor (bengkak / memar / edema /
benjolan), luka sakit atau nyeri.

2. Pengkajian sekunder
a. Wawancara
1) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal
lahir, usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat
sosial klien
2) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan
sesak nafas.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping
hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala
lain adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara
nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus)
didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada,
bila berat dada menurun waktu inspirasi. Pemeriksaan berfokus pada
bagian thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1) Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk
semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat
menarik napas.
2) Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membeasar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit,
dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
3) Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
4) Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni,
kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.

J. Diagnosa
Diagnosa keperawatan kegawatdaruratan pada pneumonia diantaranya yaitu :
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan secret atau
benda asing
2. Pola nafas tdak efektif berhubungan dengan adanya kelainan suara,
penurunan volume paru, hepatomegali dan plenomegali.
3. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan cairan secara aktif
5. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan peristaltik

K. Intervensi Keperawatan
No Dx. Kep. NOC NIC
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
produksi mukus, Respiratory status : Airway patency bila perlu.
kekentalan sekresi dan Aspiration Control, 2. Posisikan pasien untuk
bronchospasme. Dengan criteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya
efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas
bersih, tidak ada sianosis dan buatan.
dyspneu (mampu mengeluarkan 4. Keluarkan sekret dengan batuk
sputum, mampu bernafas atau suction
dengan mudah, tidak ada pursed 5. Auskultasi suara nafas, catat
lips) adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Lakukan suction pada mayo
paten. 7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2

2 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
penyempitan bronkus pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
Respiratory status : Airway bila perlu
patency, Vital sign Status dengan 2. Posisikan pasien untuk
kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 4. Berikan bronkodilator bila perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 5. Berikan pelembab udara Kassa
dyspneu (mampu mengeluarkan basah NaCl Lembab
sputum, mampu bernafas 6. Atur intake untuk cairan
dengan mudah, tidak ada pursed mengoptimalkan
lips). keseimbangan.
2. Menunjukkan jalan nafas yang 7. Monitor respirasi dan status O2
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi TerapiOksigen
pernafasan dalam rentang 1. Bersihkan mulut, hidung dan
normal, tidak ada suara nafas secret trakea
abnormal). 2. Pertahankan jalan nafas yang
3. Tanda Tanda vital dalam paten
rentang normal (tekanan darah, 3. Atur peralatanoksigenasi
nadi, pernafasan) 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catata dan fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri

3 Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. timbang popok atau pembalut
kehilangan volume deficit volume cairan teratasi jika di perlukan,
cairan secara aktif dengan kriteria: 2. monitor status hidrasi,
1. Mempertahankan urine output
sesuai denganusia dan BB, BJ
3. monitor tanda-tanda vital,
urine normal, 4. berikan cairan intervena, atur
2. Tekanan darah, nadi, suhu kemungkinan transfusi,
tubuh dalam batas normal 5. dorong keluarga untuk
3. Tidak ada tanda tanda membantu pasien makan dan
dehidrasi, Elastisitas turgor minum
kulit baik, membran mukosa 6. kolaborasi jika tanda cairan
lembab, tidak ada rasa haus memburuk
yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan
tempat baik
5. Jumlah dan iramapernapasan
dalam batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan
intravena adekuat
4 Ketidakseimbangan Setalah diberikan asuhan 1. Tingkatkan intake makanan
nutrisi kurang dari keperawatan 3 x 24 jam diharapkan melalui:
kebutuhan tubuh terjadi peningkatan BB sesuai batas a. Mengurangi gangguan dari
berhubungan dengan waktu dengan KH : lingkungan seperti berisik,
kehilangan cairan 1. Adanya peningkatan berat dan lain-lain.
secara aktif badan sesuai dengan tujuan b. Jaga privasi pasien
2. Berat badan ideal sesuai dengan c. Jaga kebersihan ruangan
tinggi badan (barang-barang seperti
3. Mampu mengidentifikasi sputum pot, urinal tidak
kebutuhan nutrisi berada dekat dengan tempat
4. Tidak ada tanda-tanda tidur)
malnutrisi d. Berikan obat sebelum
5. Menunjukkan peningkatan makan jika ada indikasi
fungsi pengecapan dari menelan 2. Jaga kebersihan
6. Tidak terjadi penurunan berat 3. bantu pasien makan jika tidak
badan yang berarti mampu
4. sajikan makan yang mudah
dicerna, dalam keadaan hangat,
tertutup, dan berikan sedikit-
sedikit tapi sering
5. selingi makanan dengan
minuman
6. hindari makanan yang banyak
mengandung gas
7. ukur intake makanan dan
timbang BB
8. Lakukan latihan pasif dan aktif
9. kaji TTV, sensori
bising usus
10. Monitor hasil lab.
5 Nyeri akut Setelah dilakukan tinfakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam secara komprehensif termasuk
peradangan paru, Pasien tidak mengalami nyeri, lokasi, karakteristik, durasi,
trauma dada dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Bantu pasien dan keluarga
mengurangi nyeri, mencari untuk mencari dan
bantuan) menemukan dukungan
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
3. Mampu mengenali nyeri (skala, pencahayaan dan kebisingan
intensitas, frekuensi dan tanda 5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri) nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
setelah nyeri berkurang untuk menentukan intervensi
5. Tanda vital dalam rentang 7. Ajarkan tentang teknik non
normal farmakologi: napas dala,
6. Tidak mengalami gangguan relaksasi, distraksi, kompres
tidur hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007.
Jakarta: Depkes RI.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 1. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis. Jakarta : EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru:
Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai