Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak penyakit yang bersifat menular yang disebabkan oleh kuman,

salah satunya yakni Tuberkulosis (TBC). Kelompok kuman Mycobacterium

yaitu Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab penyakit Tuberkulosis

(TBC). Penyakit TBC ini sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang

tanggap karena sifatnya dapat menular. Tuberculosis (TBC atau TB) adalah

penyakit yang dipicu oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis sehingga

menimbulkan infeksi pada saluran pernafasan. Secara umum, TBC menyerang

organ utama pernapasan yakni paru-paru, meskipun dapat juga berpotensi

menyerang organ tubuh lainnya. Oleh karena sifatnya yang dapat menular,

diperlukan penanganan yang khusus dengan setidaknya pengobatan dilakukan

rutin selama 6 bulan (Rafflesia, 2016).

World Health Organization (WHO, 2018) menyatakan dari 10 juta

orang yang menderita TB pada tahun 2018, dan jumlah prevalensi tahunan

dari jumlah tersebut, 7 juta orang terdeteksi secara resmi dengan proporsi 44%

di kawasan Asia Tenggara, 24% di kawasan Afrika, 18% di kawasan Pasifik

Barat, 8% di kawasan Mediteranian Timur, 3% di kawasan Amerika, 3% di

kawasan Eropa.

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018 prevalensi penduduk

Indoneia yang terdiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan ada di angka 0,4%

1
tidak berbeda dengan tahun 2013 yaitu 0,4%. Provinsi dengan prevalensi TB

Paru tertinggi terdapat terdapat pada provinsi Banten (0,8%), Papua (0,8%),

Jawa Barat (0,6%) dan Aceh (0,5%) (Riskesdas, 2018).

Pada tahun 2018 di Indonesia terdapat peningkatan kasus tuberkulosis

semua tipe sebanyak 511.873 kasus, berdasarkan jenis kelamin laki-laki

294.757 kasus atau 57,58% dan perempuan 217.166 kasus atau 42,42%.

Jumlah kasus baru TB paru terkonfirmasi Bakteriologis sebanyak 203.348

kasus, berdasarkan jenis kelamin laki-laki 122.793 atau 60,39 dan perempuan

80.555 atau 39,61. Hasil cakupan penemuan kasus penyakit tuberkulosis dari

jumlah penduduk Indonesia 265.015.313 jumlah perkiraan kasus 843.000

kasus, hasil penemuan kasus 511.873 kasus. CaseDetiction Rate (CDR) 60.7%

dan Case Notifikation Rate (CNR) per 100.000 penduduk adalah 193. Kasus

TB Paru baru terkonfirmasi Bakteriologis sebesar 204.394 kasus, sembuh

145.283 kasus atau 71,08% dan pengobatan lengkap 22.083 kasus atau

10,80%, keberhasilan pengobatan 167,366 kasus atau 81,88% (Kemenkes,

2018).

Prevalensi TB Paru di DKI Jakarta sebesar 0,51% diatas nasional.

Wilayah Jakarta Barat memiliki kasus tuberkulosis terbanyak dibanding

wilayah lain yaitu sebanyak 2733 kasus, Jakarta Pusat sebanyak 1451 kasus,

Jakarta Timur sebanyak 1997 kasus, Jakarta selatan sebanyak 1194 kasus,

Jakarta Utara sebanyak 663 kasus, dari total kasus TB (8.052 kasus).

Sedangkan wilayah Kepulauan Seribu hanya memiliki 14 kasus penyakit

tuberkulosis dan kasus ini satu-satunya kasus penyakit menular yang ada di

wilayah Kepulauan Seribu (Dinkes DKI Jakarta, 2019).

2
Berdasarkan data rekam medis pasien di Rumah Sakit Tebet Jakarta

diperoleh jumlah kasus TB paru yang dirawat pada tahun 2018 berjumlah 30

pasien Tahun 2019 jumlah pasien TB paru yang dirawat berjumlah 40 pasien

sedangkan jumlah pasien TB paru yang dirawat dari bulan Januari sampai

dengan bulan Agustus 2020 berjumlah 20 pasien.

Meningkatnya jumlah penderita TB Paru di Indonesia disebabkan

oleh perilaku yang tidak sehat. Hasil survei di Indonesia oleh Ditjen

Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2MPL,

2016), tingginya angka kejadian TB Paru salah satunya disebabkan oleh

kurangnya tingkat pengetahuan. Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang

TB Paru masih rendah, hanya 8% responden yang menjawab dengan benar

cara penularan TB paru, 60% yang mengetahui tanda dan gejala , dan hanya

32 % yang mengetahui cara pengobatan TB paru.

Sejak tahun 1995 WHO telah mengembangkan strategi

penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment

Shortcourse (DOTS) dan terbukti sebagai strategi penanggulangan yang

secara ekonomis paling efektif. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan

penyembuhan klien. Menemukan dan menyembuhkan klien merupakan cara

terbaik dalam upaya pencegahan TB paru. Upaya yang dilakukan untuk

pencegahan TB paru yaitu menemukan atau mendiagnosis TB paru secara

tepat salah satu diantaranya adalah dengan pemeriksaan sputum (dahak).

Pentingnya untuk mendapatkan sputum yang benar, bukan ludah ataupun

sekret hidung agar dapat ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) yang positif

(Kemenkes RI, 2017).

3
Risiko tuberkulosis paru tersebut dapat dicegah dengan peran

perawat secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Peran perawat

yang pertama adalah peran secara promotif yaitu perawat memberikan

pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang penyebab TB Paru,

tanda dan gejala serta faktor risikonya (Rizana, 2016). Peran perawat yang

kedua adalah secara preventif yaitu perawat menjelaskan pencegahan tentang

penularan kepada pasien dan keluarga seperti tutup mulut saat bersin dan

batuk, tida membuang daha dan ludah sembarangan, pastikan rumah memliki

sirkulasi udara yang cukup baik (Sari, 2020). Peran perawat yang ketiga

adalah secara kuratif yaitu perawat berkolaborasi dengan tim medis lain dalam

memberikan obat-obatan, asupan nutrisi yang banyak mengandung vitamin

dan banyak konsumsi air putih (Rizana, 2016). Peran perawat yang keempat

adalah secara rehabilitatif yaitu perawat dapat membantu dalam pemulihan

pasien serta mengajarkan pasien dan keluarga untuk menjaga agar penyakit

tidak terulang kembali salah satunya dengan patuh minum obat (Herdiman,

2020)

Berdasarkan latar belakang diatas, Tuberculosis paru masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Melihat dari permasalahan tersebut peneliti

tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan kasus mengenai “Asuhan

Keperawatan pada Ny.N dengan Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS

Tebet Jakarta”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Ny.N dengan Tuberculosis Paru di

4
ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah mampu

menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberculosis

Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta.

2) Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta

3) Mampu menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada Ny.N

dengan Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta.

4) Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada Ny.N

dengan Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta.

5) Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Ny.N

denganTuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta.

6) Melakukan identifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan

kasus.

1.4 Manfaat

5
1.4.1 Bagi Perawat

Perawat diharapkan mengetahui atau memahami dan menguasai tentang

asuhan keperawatan pada Ny.N dengan kasus Tuberculosis Paru.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rekomendasi atau

masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang berada di

rumah sakit dalam melakukan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru.

1.4.3 Bagi Klien dan Keluarga

Sebagai informasi dan menambah pengetahuan bagi klien dan keluarga

dalam melakukan perawatan pada pasien Tuberculosis Paru dan

mengetahui bagaimana cara perawatannya.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk bahan ajar sebagai salah

satu sumber referensi asuhan keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). sebagian besar

kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman

TB terbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam

pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA) (Saktya Yudha, 2018).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang bagian paru-paru, yang

kemudian dapat menyerang ke semua bagian tubuh. Infeksi biasanya terjadi

pada 2-10 minggu. Pasca 10 minggu, akan muncul manifestasi penyakit pada

pasien karena gangguan dan ketidakefektian respon imun. Namun demikian,

proses aktivasi TBC ini juga dapat berlangsung secara berkepanjangan

(Kardiydiani, dkk , 2019)

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius kronik dan berulang yang

biasanya mengenai paru, meskipun semua organ dapat terkena dan penyakit

ini dapat ditularkan melalui droplet nuclei (Priscilla LeMone, dkk, 2019 ).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit

infeksi tuberculosis yang menyerang parenkim paru disebabkan oleh bakteri

yang dinamakan Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang seluruh

organ tubuh manusia melalui droplet atau udara.

7
2.2 Etiologi

Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut

Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB batuk

atau bersin dan orang lain menghirup droplet yang dikeluarkan, yang

mengandung bakteri TB. Meskipun TB menyebar dengan cara yang sama

dengan flu, penyakit ini tidak menular dengan mudah, dibutuhkan kontak

dalam waktu beberapa jam dengan orang yang terinfeksi. Misalnya, infeksi

TBC biasanya menyebar antaranggota keluarga yang tinggal di rumah yang

sama. Akan sangat tidak mungkin bagi seseorang untuk terinfeksi dengan

duduk di samping orang yang terinfeksi di bus atau kereta api. Selain itu, tidak

semua orang dengan TB dapat menularkan TB. Anak dengan TB atau orang

dengan infeksi TB yang terjadi di luar paru-paru (TB ekstrapulmoner) tidak

menyebarkan infeksi (Kardiydiani, 2019).

Kuman penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis.

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria penyebab

tuberkulosis, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam

susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum dapat

menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah

(droplet) di udara yang berasal dari penderita tuberkulosis terbuka. Orang

yang rentan dapat terinfeksi tuberkulosis bila menghirup bercak ini.

Perjalanan tuberkulosis setelah infeksi melalui udara (Jong, 2017).

8
2.3 Patofisiologi

Menghirup Mycobacterium Tuberculosis menyebabkan salah satu dari

empat kemungkian terkena Tuberculosis Paru dan sumber utama yaitu pasien

dengan Tuberculosis Paru BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Orang dapat

terinfeksi bila droplet tersebut terhirup dalam saluran pernafasan. Umumnya

penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu

yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Kemenkes RI, 2016).

Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan menular menetap di seluruh

saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak dibagian atas saluran nafas

dimana sel epitel mengeluarkan lendir. Yang dihasilkan menangkap zat asing

dan silia di permukaan sel terus-menerus menggerakkan lendir dan

partikelnya yang terperangkap untuk dibuang. Sistem ini memberi tubuh

pertahanan fisik awal yang mencegah infeksi Tuberculosis (Jong, 2017).

9
2.3.1 Pathway

Basil Droplet infection Masuk melalui Menempel pada


Microbacterium jalan nafas paru
tuberkulosa

Sembuh tanpa Keluar dari Dibersikan oleh Menetap di jaringan


pengobatan trakheabronkhial makrofag paru
bersama sekret (sel darah putih)

HIPERTERMI Terjadi proses


Demam inflamasi

KETIDAKEFEKTIFAN Produksi sekret Tumbuh dan


BERSIHAN JALAN meningkat berkembang di
NAFAS sitoplasma
makrofag
POLA NAPAS Batuk
Sesak
TIDAK
Pembentukan
EFEKTIF
tuberkel

GANGGUAN Menurunnya Kerusakan Mengalami


PERTUKARAN permukaan efek membaran klasifikasi dan
GAS paru alveolar eksudasi

Nekrosi/perkejuan
Sembuh dengan
bekas fibrosis

Kavitasi kuman
Sembuh sendiri
tanpa pengobatan
Infeksi primer
(fokus ghon)

Batuk berat Sekret keluar saat Berkembang Menyebar ke organ


batuk menghancurkan lain (paru
jaringan ikat sekitar lain,saluran
pencernaan, tulang)
Distensi abdomen
Melalui hematogen
Batuk produktif dan limfogen
terus menerus
Mual, muntah

Droplet infection Terhirup orang RISKO INFEKSI


sehat
KETIDAKSEIMBA
NGAN NUTRISI
KURANG DARI Sumber:Jong, 2016, Alsagaff dan Mukty (2017),
KEBUTUHAN Priscilla LeMone, dkk, 2019
TUBUH
10
2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Alsagaff dan Mukty (2017) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi atas

2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik:

1) Gejala Sistemik adalah:

a) Panas Badan

Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering

kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.

Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses

berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan

badannya hangat atau muka terasa panas.

b) Menggigil

Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi

tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau

dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.

c) Keringat Malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit

tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses

telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil,

keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit

kepala timbul bila ada panas.

d) Malaise

Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa

tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin

kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat

11
terjadi gangguan menstruasi.

2) Gejala Respiratorik

a) Batuk

Suatu kondisi yang terjadi karena adanya iritasi pada bronchus dan

berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Batuk

baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk

mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat

adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif.

Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi

peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.

b) Sekret

Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam

jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau

kuning hujau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental

bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan

c) Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura

terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

d) Ronchi

suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama

ekspirasi disertai adanya sekret.

2.5 Komplikasi

Komplikasi menurut (Fina, 2019) tanpa pengobatan tubekulosis bias berakibat

fatal. Penyakit aktif yang tidak diobati biasanya menyerang paru-paru, namun

12
bias menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi

tuberculosis meliputi :

2.5.1 Nyeri tulang belakang Nyeri punggung dan kekuan adalah komplikasi

tuberculosis yang umum

2.5.2 Kerusakan sendi. Atritis tuberculosis biasanya menyerang pinggul dan

lutut

2.5.3 Infeksi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit

kepala yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama

berminggu-minggu

2.5.4 Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah

dan kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati

atau ginjal terkena tuberculosis

2.5.5 Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberculosis dapat

menginfeksi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan

pembengkakan dan tumpukan cairan yang dapat mengganggu

kemampuan jantung untuk mempompa secara efektif.

2.5.6 Efusi Pleura

Pasien TBC bisa menyebabkan terjadinyanya komplikasi efusi pleura,

hal ini dikarenakan adanya peradangan pada rongga pleura.

2.6 Klasifikasi

Menurut Kardiyudianti, 2019 klasifikasi Tuberkulosis paru terbagi menjadi :

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :

13
a. Tuberkulosis paru.

TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap

sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis

TB di rongga dada (hilis dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa

terdapat gambaran radiologi yang mendukung TB pada paru,

dinyatakan sebagai TB ekstra paru.

b. Tuberkulosis ekstra paru.

TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar

limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.

Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologi atau klinis.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :

a. Pasien TB paru : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT tetapi

kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).

b. Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).

c. Pasien ini selanjutnya di klasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan

TB terakhir, yaitu

1) Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh

setalah menjalani pengobatan lengkap dan saat ini diagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis (baik karena

benar-benar kambuh atau karena infeksi).

2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terahir.

14
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus obat (lost to follow-up)

adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost follow up

(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah

putus berobat/default).

4) Lain-lain : adalah pasien TB yang pernah diobati tetapi hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidakdiketahui.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat: Pengelompokan

pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium

tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah sat obat OAT lini pertama

saja.

b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain Isoniazid (H) dan Rimfapisin (R) secara bersamaan.

c. Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rimfapisin (R) secara bersamaan.

d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalh TB MDR yang sekaligus juga

resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal

salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan

amikasin).

e. Resistance Rimfapisin (TB RR): resistan terhadap rimfapisin dengan atau

tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode

genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV :

a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): pasien TB

dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART

15
atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

b. Pasien TB dengan HIV negatif : pasien TB dengan hasil tes HIV negatif

sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.

c. Pasien TB dengan status HIV tidak di ketahui : pasien TB tanpa bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Alsagaff dan Mukty (2015) pemeriksaan penunjang pada

pemeriksaan tuberkulosis sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dahak

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang,

dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Diagnosis

tuberkulosis paru pada remaja dan dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman tuberkulosis (BTA). Pada program tuberkulosis

nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis

merupakan diagnosis utama.

b. Pemeriksaan Darah

Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap

darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis

aktif. Jumlah lekosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses

yang aktif. Dan pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan

anemia derajat sedang, bersifat normositik dan sering disebabkan

16
defisiensi besi.

c. Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi

imunitas seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami

infeksi pertama dengan basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai,

tapi yang paling sering adalah cara dari Mantoux. Lokasi penyuntikan

uji mantoux umumnya pada 1/2 bagian atas lengan bawah kiri bagian

depan, disuntikkan intracutan (di dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin

dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari

pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

1) Pembengkakan (indurasi): diameter > 5 mm, uji mantoux negatif.

2) Pembengkakan (indurasi): diameter 5-10 mm, uji mantoux

meragukan.

3) Pembengkakan (indurasi): diameter > 10 mm, uji mantoux positif.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai

berikut:

a. Hanya 1 dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis

tuberkulosis paru BTA positif.

b. Ketiga spasimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).

c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

17
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis

eksudativa, efusi pericarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemaptisis berat.

3. TB Ekstrapulmoner

a. CT-Scan

b. Endoskopi

c. Tes urin

d. Biopsi

e. Tes fungsi lumbal

2.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Scholastica (2019) mengatakan bahwa penatalaksaan medis pada pasien

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Jenis dan Sifat serta Dosis OAT

Dosis yang direkomendasikan


Jenis OAT Sifat (mg/kg)
Harian 3xseminggu
5 10
Isoniazid (II) Bakterisid
(4-6) (8-12)
10 10
Rifampicin (R) Bakterisid
(8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamide (Z) Bakterisid
(20-30) (30-40)
15
Streptomycin (S) Bakterisid
(12-18)
15 30
Ethambutol (E) Bakteriostatik
(15-20) (20-35)

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Anies (2018) pemeriksaan penunjang diantaranta, yaitu :

18
a. Mengobservasi tanda-tanda vital

b. Pemberian zat gizi TKTP

c. Pemberian obat dan pengontrakan minum obat secara teratur

d. Membuang sputum pada tempat yang khusus

e. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan

daya tahan imunologis

f. Menganjurkan pasien jika bersin atau batuk untuk menutup mulut.

2.9 Asuhan Keperawatan

2.9.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,

2011). Asuhan keperawatan Tuberculosis paru menurut Soemantri

(2015), Suprapto (2015), NANDA (2015) dan SDKI (2018) yaitu :

1) Identitas pasien

Penyakit TB dapet menyerang manusia mulai dari usia anak

sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara

laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan

pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan

tinggi, sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah

sangat minim (Soemantri, 2015).

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

19
Tuberculosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang

mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga

memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada

sejumlah pasien yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan

bahkan kadang –kadang asimptomatik (Suprapto, 2015).

b) Keluhan respiratori, meliputi :

Menurut Soemantri (2015) keluhan respiratori yang sering

dialami pada pasien Tuberkulosis paru adalah:

1) Batuk , keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan

gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus

menanyakan apakah keluhan batuk bersifat

nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah

2) Batuk berdarah, keluhan batuk darah pada pasien TB paru

selalu menjadi alas an utama pasien untuk memnita

pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut

pasien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat

harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar

atau hanya blood streak, berupa garis atau bercak-bercak

darah.

3) Sesak napas, keluhan ini ditemukan bila kerusakan

parenkim paru sudah luas atau karena hal-hal yang

menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia,

dan lain-lain.

4) Nyeri dada, pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala

20
ini timbul apabila system pernafasan di pleura terkena TB.

c) Keluhan sistematis, meliputi :

Demam, keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip dengan demam influenza,

hilang timbul dan semakin lama semakin panjang

serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek

(Suprapto, 2015).

d) Keluhan sistematis lain, meliputi :

Keluhan yang biasa timbul adalah keringat malam, anorexia,

penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan

biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu

bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas dan

sesak nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai

gejala pneumonia (Suprapto, 2015).

3) Riwayat penyakit saat ini

Dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian yang

ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk

melengkapi data pengkajian.

4) Riwayat penyakit dahulu

Menurut (Soemantri, 2015) pengkajian yang mendukung adalah

dengan mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah menderita TB

paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberculosis dari organ

lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang

memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.

21
5) Riwayat penyakit keluarga

Menurut (Suprapto, 2015) secara patologi TB paru tidak

diturunkan, tetapi perawat menanyakan apakah penyakit ini

pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai factor

prediposisi penularan didalam rumah.

6) Riwayat psiko-sosio-spiritual

Data ini berisi tentang psikologis pasien dengan TB paru yang

meliputi emosi, kognitif, dan perilaku pasien.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum

alcohol dan penggunaan obat-obatan steroid bias menjadi

factor resiko timbulnya penyakit (Jong, 2016). Menurut

(Kemenkes RI, 2017) tujuan pemberian pengobatan adalah :

menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan

produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TBC,

menurunkan tingkat penularan TBC kepada orang lain.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Pada pola nutrisi yang akan dinyatakan adalah bagaimana

nafsu makan klien, jumlah makan atau minum serta cairan

yang masuk, ada tidaknya mual dan muntah dan kerusakan

pada saat menelan.

c) Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi yang perlu ditanyakan adalah jumlah

22
kebiasaan defekasi perhari, ada atau tidaknya konstipasi,

diare, kebisaan berkemih, ada tidaknya dysuria, hematuria,

retensi, dan inkontinensia

d) Pola aktivitas dan latihan

Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah

klien mampu melakukannya sendiri secara mandiri atau

dibantu oleh keluarga maupun perawat.

e) Pola sensori dan kognitif

Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah

apakah pasien mengalami gangguan pada sistem indera dan

gangguan daya ingat

f) Pola tidur dan istirahat

Pada pola ini ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada malam

hari, pagi dan siang hari. Apakah klien merasa tenang

sebelum tidur, masalah selama tidur, adanya insomnia.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya.

Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif

pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan

menjadi stressor dalam kehidupan pasien (Suprapto, 2015).

h) Pola hubungan dan peran

Menurut (DiGiulio, 2014) menjelaskan bahwa pasien dengan

TB paru akan mengalami perasan isolasi karena menderita

23
penyakit menular.

i) Pola seksual

Menurut (Soemantri, 2015) menjelaskan bahwa pada

penderita TB paru akan mengalami perubahan pola reproduksi

dan seksual karena kelemahan dan nyeri dada.

j) Pola penanggulangan stress

Menurut (Suprapto, 2015) menjelaskan bahwa dengan adanya

proses pengobatan yang lama makan akan mengakibatkan

stress pada penderita penyakit TB paru.

k) Pola nilai dan kepercayaan

Perlu dikaji nilai dan kepercayaan klien yang bertentangan

dengan pengobatan.

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum dan TTV

b) Pemeriksaan head to toe

- Kepala, kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak,

simetrsi/tidak.

- Rambut, kaji pertumbuhan rata.tidak, rontok, warna

rambut.

- Wajah, kaji warna kult, struktur wajah simetris/tidak

- System penglihatan, kaji kesimetrisan mata, konjungtiva

anemin/tidak, sklera ikterik/tidak.

- Wicara dan THT, kaji fungsi wicara, perubahan suara.

- Sistem pencernaan B5 (Bowel)

24
- Sistem pernafasan B1 (Breathing), palpasi trakea adanya

pergeseran atau tidak. Perkusi biasanya akan didaptkan

bunyi sonor pada seluruh lapang paru pada pasien tanpa

komplikasi. Auskultasi, pada pasien TB paru didapatkan

bunyi napas tambahan (ronchi) pada sisi yang sakit.

- Sistem kardiovaskuler B2 (Blood)

- Sistem persyarafan B3 (Brain), kesadaran biasanya

composmentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila

gangguan perifer jaringan berat.

- Sistem endokrin, kaji pembesaran kelenjar tiroid,

palpitasi, exopthalamus, neuropato, retinopati (Mutaqqin,

2008).

- Sistem genotourinaria B4 (Bladder)

- Sistem muskuloskeletal B6 (Bone), inspeksi kaji warna

kulit, edema/tidak, eritmea. Palpasi kaji CRT

normal/tidak, perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan,

clubbing finger.

9) Pemeriksaan diagnostik

a) Pemeriksaan dahak

Menurut (Kemenkes RI, 2017) pemeriksaan dahak dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan dahak

mikroskopi dan pemeriksaan biakkan.

b) Pemeriksaan rontgen thorax

Pemeriksaan rontgen thorax sangat berguna untuk

25
mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe

keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat anti

tuberculosis, apakah sama baiknya dengan respon dari pasien.

c) Pemeriksaan CT Scan

d) Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

resistensi Mycobacterium Tuberculosis terhadap OAT. Untuk

menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat

tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah

tersertifikasi atau lulus uji pemantapan

mutu/QualityAssurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk

memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi

OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasie

dengan resistan obat (Kemenkes RI, 2017).

10) Data Subyektif

a) Pasien mengeluh panas

b) Batuk/batuk berdarah

c) Sesak nafas

d) Nyeri dada

e) Malaise dan kelelahan

11) Data Obyektif

a) Ronchi basah, kasar, dan nyaring

b) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada

26
auskultasi memberi suara limforik

c) Atropi dan retraksi intercostal pada keadaan lanjut dan

fibrosis

d) Pembesaran kelenjar biasanya multiple

e) Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (sevikal),

axilla,ingunal dan sub mandibular

f) Kadang menjadi abses

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tuberkulosis Paru

menurut beberapa sumber diantaranya yaitu dari (SDKI, 2017) dan

(NANDA NICNOC, 2015).

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

pembentukan sputum berlebihan.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,

penurunan curah jantung yang mengakibatkan asidosis laktat.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun,

peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan, kurang

pengetahuan tentang infeksi kuman.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi,dyspnea.

5) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit : infeksi.

6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas (misalnya nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan).

27
2.9.3 Rencana Keperawatan

Rencana tindakan yang muncul berdasarkan (SDKI, 2017) dan

(NANDA NICNOC, 2015).

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan

dengan pembentukan sputum berlebihan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24jam diharapkan masalah bersihan jalan napas kembali efektif

dengan kriteria :

a) Pasien mampu batuk efektif

b) Suara napas normal (vesikuler)

c) Frekuensi pernpasan normal (16-20xmenit)

d) Pasien mengatakan batuknya berkurang/hilang

Rencana tindakan :

a) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal

Rasional : Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan

berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.

b) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan

keteraturan

Rasional : Untuk menentukan intervensi yang tepat dan

mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan.

c) Pantau TTV terutama frekuensi pernafasan

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien

d) Berikan posisi semifowler

28
Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru secara optimal.

e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Rasional : Untuk dapat membantu dalam pengeluaran secret

pasien sehingga jalan nafas pasien kembali efektif.

f) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika

diperlukan (bukan secara berkala/rutin).

Rasional : Mencegah obstruksi dan aspirasi, penghisapan

diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret.

g) Ajarkan pasien untuk batuk efektif

Rasional : Batuk efektif mempermudah ekspektorasi muskus

(Zainita dkk, 2019).

Souza & Bammann (2007) melakukan penelitian tentang

efektivitas chest fisioterapi dan batuk efektif untuk

mendapatkan sampel sputum pada pasien HIV dengan saspek

TB paru di Rumah Sakit Sao Paulo Brazil menunjukan bahwa

teknik batuk efektif dan chest fisioterapi sangat efektif

dilakukan untuk mendapatkan sampel sputum pada pasien

HIV dengan saspek TB paru

h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian mukolitik, jika

perlu.

Rasional : Menentukan terapi yang tepat untuk menurunkan

kekentalan dahak dan memudahkan pengeluaran atau

pembersihan.

i) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam pemberian terapi inhalasi

29
nebulizer

Rasional : Bertujuan untuk mengencerkan dahak

Penelitian lain yang dilakukan oleh Maharaj & Dunpath

(2014) tentang pengaruh chest physiotherapy terhadap

pengeluaran sputum pada pasien TB HIV di rumah sakit

Afrika menunjukan bahwa ada peningkatan jumlah

pengeluaran sputum pada pasien TB HIV setelah diberikan

chest physiotherapy di rumah sakit Afrika.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,

penurunan curah jantung yang mengakibatkan asidosis laktat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24jam diharapkan masalah gangguan pertukaran gas dapat

teratasi dengan kriteria hasil :

a) Pasien tidak gelisah

b) Pasien mengatakan tidak sesak

c) Pasien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Rencana tindakan :

a) Monitor pola napas (seperti dyspnea, takipneu, menururn/

tidak normalnya bunyi napas. Peningkatan upaya pernapasan,

terbatasnya ekspansi dinding dada.

Rasional : Untuk mengetahui suara pernapasan apakah dispneu

berat atau sampai distress pernapasan pada pasien TB paru.

30
b) Monitor nilai AGD.

Rasional : Penurunan kadar O2 (PO2) atau saturasi dan

peningkatan (PO2) menunjukan kebutuhan untuk intervensi

lebih lanjut.

c) Atur posisi untuk mengurangi sesak (semi fowler).

Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru secara optimal

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2.

Rasional : Terapi oksigen dapat memenuhi hipoksemia terjadi

akibat penurunan ventilasi/menurunnya alveoli paru.

3) Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan daya

tahan tubuh menurun, peningkatan paparan organisme patogen

lingkungan, dan kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24jam masalah resiko infeksi dan penyebaran infeksi teratasi

dengan kriteria :

a) Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut

ketika batuk atau bersin).

b) Tidak ada tanda-tanda infeksi lanjutan.

c) Tidak ada anggota keluarga, orang terdekat yang tertular

penyakit seperti penderita.

Rencana tindakan :

a) Batasi jumlah pengunjung.

Rasional : Untuk mengurangi resiko agar anggota keluarga

tidak tertular.

31
b) Observasi TTV (suhu tubuh)

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien karena

reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

c) Ajarkan etika batuk.

Rasional : Agar bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak

menular ke orang lain.

d) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien.

Rasional : Untuk meminimalisirkan penyebaran patogen

melalui media tangan.

e) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan dahak

pada tisu

Rasional : Untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi

lebih luas.

f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik

sesuai dosis.

Rasional : Untuk mempercepat pemyembuhan infeksi

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, mual,

muntah, adanya produksi sputum.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

masalah defisit nutrisi terpenuhi dengan kriteria :

a) Pasien tidak merasakan mual dan muntah

32
b) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat

c) Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makanan yang

disediakan.

d) Berat badan pasien bertambah

Rencana tindakan :

a) Kaji adanya alergi makanan

Rasional : untuk mengetahui makanan yang tidak disukai

pasien dan membuat alergi pasien.

b) Identifikasi status nutrisi pasien

Rasional : Untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga

dapat melakukan intervensi yang tepat.

c) Monitor hasil pemeriksaan lab khususnya BUN, protein

serum, dan albumin.

Rasional : Untuk mengetahui kemajuan terapi diet dan

membantu intervensi selanjutnya

d) Identifikasi makanan yang disukai

Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat

dimasukkan dalam perencanaan makan.

e) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

Rasional : makanan yang menarik dan hangat diharapkan

pasien akan termotivasi untuk menghabiskan makanannya.

f) Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi

protein dan karbohidrat.

g) Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan

33
iritasi gaster.

h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik

jika perlu.

Rasional : Untuk mengurangi rasa mual/muntah.

i) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional : Agar memberikan bantuan dalam perencanaan

rencana diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic

dan diet.

5) Hipertermi berhubungan dengan dengan proses penyakit : infeksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24 jam masalah hipertermi diharapkan dapat teratasi dengan

kriteria :

a) Menunjukan penurunan suhu tubuh

b) Akral pasien tidak teraba hangat/panas

c) Pasien tampak tidak lemas

d) Mukosa bibir lembab

e) Suhu tubuh normal ( 36-37⁰C)

Rencana tindakan :

a) Monitor suhu tubuh

Rasional : peningkatan suhu tubuh menandakan terjadinya

infeksi sekunder

b) Berikan cairan oral

Rasional : mencegah timbulnya dehidrasi

34
c) Lakukan pendinginan eksternal (misalnya kompres dingin

pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila

Rasional : kompres dapat menurunkan suhu tubuh

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan dan

elektrolit intravena, jika perlu

Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan

suhu tubuh yang tinggi.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.

Rasional : Untuk menurunkan suhu tubuh.

6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas (misalnya nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

3x24 jam masalah pola nafas diharapkan dapat teratasi dengan

kriteria:

a) Menunjukan jalan nafas yang paten

b) Tidak terdapat penggunaan otot bantu napas

c) Tidak terdapat retraksi dinding dada

d) Tidak terdapat pernapasan cuping hidung

e) Tidak terdengar suara napas tambahan

Rencana tindakan :

a) Monitor nadi, suhu, dan respirasi

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan pasien dan

mencegah komplikasi lanjutan

b) Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi

35
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan

nafas dan menjadi manifestasi adanya bunyi nafas tambahan.

c) Monitor saturasi oksigen

Rasional : Untuk mengoptimalkan kebutuhan O2 pasien

d) Berikan oksigen tambahan jika diperlukan

Rasional : Jika tingkat oksigen kurang maka dilakukan

pemberian oksigen berdasarkan kebutuhan pasien

e) Berikan posisi nyaman semifowler

Rasional : Untuk mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

f) Edukasi keluarga dalam pemberian minum air hangat

Rasional : Agar keluarga mampu melakukan perawatan

pemberian minum hangat dirumah

g) Kolaborasi dengan fisioterapi jika diperlukan

Rasional : Untuk pemberian tindakan yang lebih lanjut jika

diperlukan

2.9.4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana

keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab

terhadap asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan

diseleseikan sebagaimana digambarkan dalam rencana yang sudah

dibuat (Wibowo, 2016).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

36
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Ukuran

intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien terkait dengan

dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi

(Ashriady, 2016).

2.9.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara

membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)

dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan

(Rohma, 2015).

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian

proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.

Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan pasien (Dinarti & Yuli Mulyanti, 2017).

Sedangkan menurut Setiadi (2015) tahap evaluasi ada 2 tipe

yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah

evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan

evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.

Pernyataan evaluasi formatif. Hasil observasi dan analisa

perawat terhadap respon pasien segera pada saat atau setelah

37
dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan perawatan.

Pernyataan evaluasi sumatif. Rekapitulasi dan kesimpulan dari

observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan

ditulis pada catatan perkembangan.

38
BAB 3

METODE PENULISAN

3.1 Desain Penulisan

Desain yang digunakan oleh penulis dalam pembuatan Karya Tulis

Ilmiah ini adalah studi kasus. Menurut Rahardjo dan Gudnanto (2011)

menyebutkan bahwa studi kasus merupakan metode yang diterapkan untuk

memahami sesuatu lebih mendalam secara integrative dan komprehensif.

Pengumpulan data diperoleh dari studi dokumentasi asuhan

keperawatan yang terdapat pada status pasien rawat inap. Studi kasus ini

bertujuan untuk menggambarkan “Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta”.

3.1 Batasan Istilah

Batasan dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah asuhan keperawatan pada Ny.N

dengan Tuberculosis Paru di ruang 4B (424) RS Tebet Jakarta. Penulis akan

menjabarkan tentang konsep Tuberculosis Paru dan Asuhan Keperawatannya.

3.2 Lokasi dan Waktu

Lokasi pengambilan data untuk studi kasus karya tulis ilmiah ini adalah di

ruang

4B (424) RS Tebet Jakarta, pengambilan data dilakukan pada tanggal 1 Juli

2020 sampai dengan 3 Juli 2020

3.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menurut (Alfiyanti, 2014), diantaranya :

39
3.3.1 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan

mewawancarai secara langsung dari responden yang diteliti, keluarga

maupun perawat.

3.3.2 Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi merupakan tindakan melihat, memerhatikan dengan

seksama, termasuk mendengarkan, mencatat, dan mempertimbangkan

hubungan antar aspek pada sesuatu yang diamati atau dilihat.

Pemeriksaan fisik dilakukan melalui pendekatan IPPA (inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.

3.3.3 Studi dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menggunakan mengambil data yang berasal dari dokumen asli yang

tidak dapat diperoleh langsung dari metode observasi dan wawancara.

3.4 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penelitian dilapangan sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis dilakukan

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil

interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah. Urutan dalam analisis adalah :

40
3.4.1 Pengumpulan data.

Data dikumpulkan dari data hasil WOD (Wawancara, Observasi, dan

Dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).

3.4.2 Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3.4.3 Penyajian data

Penyajian dapat dilakukan dengan tabel, gambar, Bagan, maupun teks,

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin menggambarkan identitas

klien.

3.4.4 Kesimpulan

Dara data yang disajikan kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi. Data yang disimpulkan terkait dengan data pengkajian,

diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.5 Etik Penelitian

Etik penelitian digunakan dalam karya tulis ilmiah ini. Menurut Supard

Rustika (2013) antara lain :

3.5.1 Infoment consent (lembar persetujuan)

41
Infoment consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

3.5.2 Anominity (tanpa nama)

Anominity yaitu tidak mencantumkan nama klien pada lembar alat

ukur namun banyak menggunakan inisial nama saja.

3.5.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan jaminan hasil kerahasiaan hasil penelitian

baik infomasi maupun masalah yang lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

3.5.4 Respect for persons ( menghormati martabat manusia )

Menghormati martabat manusia yaitu menghormati otonom untuk

mengambil keputusan dan melindungi manusia yang otonominya

terganggu dari perlakuan dan penyalahgunaan.

42
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penulis melakukan pengambilan data Ny.N untuk penulisan Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan

Tuberculosis Paru di RS Tebet yang beralamat di Jalan MT.Haryono No.8

Jakarta Selatan . Pengambilan kasus ini dimulai dari tanggal 1 Juli sampai

dengan 3 Juli 2020, lokasi ruangan diruang 4B (424) dan keadaan ruangan

terlihat bersih.

4.1.2 Pengkajian

1) Identitas Klien

Ny.N usia 39 tahun berjenis kelamin perempuan, beragama kristen,

status perkawinan menikah, suku bangsa Batak, pendidikan terakhir

Klien SMA, bahasa yang digunakan sehari-hari Bahasa Indonesia,

pekerjaan seorang buruh, Klien tinggal di Jl.Bunga Cempaka RT

07/RW02, sumber biaya BPJS, dan sumber informasi ini didapatkan

dari keluarga, rekam medis serta perawat ruangan.

2) Resume

Klien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Tebet Jakarta

pada tanggal 24 Juni 2020 pukul 09.30 WIB, dengan diagnosa medis

TB paru. Klien mengatakan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

43
klien demam hilang timbul, batuk berdahak, timbul kemerahan di

seluruh tubuh dan wajah bengkak, Klien dibawa bersama dengan

keluarganya dengan alasan keluhan pasien semakin memberat.

Keluhan utama Klien masuk rumah sakit adalah Klien mengatakan

batuk berdahak tidak berdarah selama seminggu, sesak masih ada,

mual badan lemas, klien mengatakan berkeringat dimalam hari. Saat

dikaji hasil pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah : 100/70

mmHg, nadi : 89x/menit, frekuensi pernapasan : 25x/menit, suhu :

38°C. tingkat kesadaran Klien composmentis, glasglow coma scale 15

(E4M6V5), Klien terpasang oksigen nassa kasul 3 liter/menit, RL 1000

cc/jam, berat badan Klien sebelum sakit 60 kg dan berat badan setelah

sakit 55 kg, hasil laboratorium pada tanggal 24 Juni 2020 Hemoglobin

13 g/dL (13,2-17,2), Hematokrit 31,0% (40,0-52,0), Leukosit

20,700/ul (3,800-10,600), Hasil rontgen thorax : bronchopneumonia

dextra. Gambaran TB paru aktif dengan penebalan pleura kanan.

Dari IGD klien dipindahkan ke ruang perawatan BPJS lantai 4B

(424) pada , masalah keperawatan yang muncul yaitu :

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

pembentukan sputum berlebihan, resiko infeksi berhubungan dengan

malnutrisi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, ketidakadekuatan intake nutrisi, intoleransi

aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tindakan yang telah

dilakukan yaitu, observasi tanda-tanda vital Klien dengan hasil tekanan

darah : 100/70 mmHg, frekuensi pernafasan : 25x/menit, nadi :

44
80x/menit, suhu : 37,5°C, memberikan oksigen nassal kanul sesuai

perintah dokter 3 liter/menit, melakukan pengukuran saturasi oksigen

hasil 95%, memberikan terapi inhalasi nebulizer dengan obat

combivent/8jam dan pulmicord/8jam. Evaluasi pada masalah Klien

teratasi sebagian.

3) Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Klien masih merasakan batuk tetapi tidak bisa mengeluarkan

dahaknya, klien mengatakan sesak nafas saat bernapas dan mual

secara tiba-tiba. Timbulnya rasa mual mendadak, Klien mengatasi

rasa mual dengan cara minum the manis hangat.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit TB paru,

hipertensi maupun diabetes Klien juga tidak mempunyai riwayat

alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan)

c. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan didalam keluarga klien tidak ada yang menderita

penyakit tuberkulosis paru

1. Genogram

45
Keterangan:

:Perempuan

:Laki-laki

:Meninggal

:Ikatan pernikahan

:Tinggal serumah

:Klien

d. Riwayat psikososial dan spiritual

Klien mengatakan orang terdekat adalah anaknya yang

pertama, interaksi dalam keluarga khususnya dalam komunikasi

berjalan dengan baik, faktor pembuat keputusan dalam keluarga

klien adalah suaminya, klien sudah tidak mengikuti kegiatan di

masyarakat. Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu cemas

karena penyakit klien menular.

Masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah klien

merasa tidak nyaman dengan batuk yang terus menerus dan sulit

untuk beraktivitas. Hal yang dipikirkan klien saat ini masih merasa

sedih karena tidak bisa menjalankan perannya sebagai seorang ibu

karena mesti dirawat di rumah sakit dan klien ingin cepat sembuh

46
agar dapat berkumpul dengan anak- anaknya kembali. Perubahan

yang dirasakan klien setelah jatuh sakit adalah sesak saat bernafas,

klien mengatakan aktivitas setelah sakit yaitu hanya dengan berdoa

saja. Klien mengatakan tinggal di lingkungan yang padat

penduduk, ventilasi rumah yang kurang sehingga membuat rumah

terasa lembab.

4) Pola kebiasaan klien

a. Pola nutrisi

Sebelum sakit klien mengatakan frekuensi makan 3x/hari, nafsu

makan baik, klien mengatakan habis 1 porsi makan, tidak ada

alergi dan pantangan makanan. Setelah sakit saat dikaji di rumah

sakit klien mengatakan frekuensi makan hanya 2-3/hari, nafsu

makan kurang baik, alasannya karena klien merasa mual tetapi

tidak ada muntah, porsi makan yang dihabiskan klien ¼ porsi, klien

mengatakan tidak ada alergi makanan.

b. Pola eliminasi

Sebelum sakit klien mengatakan BAK >5-6x/hari, warna kuning

jernih, tidak ada keluhan saat berkemih. Dan untuk BAB klien

mengatakan 1x/hari, waktunya tidak tentu, konsistensi ½ padat, dan

tidak ada keluhan saat BAB. Setelah sakit waktu dikaji di rumah

sakit klien mengatakan BAK <5x/hari, warna kuning, tidak ada

keluhan, tidak menggunakan alat bantu. Dan untuk BAB

klien mengatakan sudah BAB 1x/hari, waktunya sore hari,

konsistensi padat, dan tidak ada keluhan saat BAB.

47
c. Pola personal hygiene

Sebelum sakit klien mengatakan mandi 2x/hari, waktunya pagi dan

sore hari, klien melakukan oral hygiene sewaktu mandi, klien

mencuci rambut 3x/minggu. Setelah sakit dirumah sakit klien

mengatakan mandi tidak tentu, dengan alasan badan terasa lemas

untuk beraktivitas, klien jarang oral hygiene dan mencuci

rambutnya.

d. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien mengatakan tidur siang 3jam/hari, tidur malam

5-6jam/hari. Setelah sakit di rumah sakit klien mengatakan tidur

siang kadang-kadang, klien mengatakan tidur malam 6jam/hari.

e. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit klien mengatakan tidak ada aktivitas yang dilakukan

seperti olahraga, tidak ada keluhan saat beraktifitas. Setelah sakit di

rumah sakit klien mengeluh sesak saat bernapas dan melakukan

aktivitas.

f. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Sebelum sakit klien mengatakan klien jarang menggunakan masker

apabila berpergian keluar rumah. Setelah sakit klien menyadari

pentingnya memakai masker

5) Pengkajian fisik

a. Pemeriksaan fisik umum

Berat badan saat ini 40 kg (sebelum sakit 45 kg), tinggi 155 cm,

IMT klien 16,6, keadaan umum klien sedang, tidak ada pembesaran

48
kelenjar getah bening.Tekanan darah : 100/70 mmHg, nadi :

89x/menit, frekuensi pernapasan : 25x/menit, suhu : 38°C. tingkat

kesadaran Klien composmentis, glasglow coma scale 15 (E4M6V5)

b. Sistem penglihatan

Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata

normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil

isokor, otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak

ada tanda-tanda radang, tidak memakai kacamata, terdapat reaksi

cahaya silau.

c. Sistem pendengaran

Daun telinga normal, karakteristik serumen (warna normal,

konsistensi lembek, bau khas), kondisi telinga tengah normal, cairan

dari telinga tidak ada, perasaan penuh di telinga tidak ada, fungsi

pendengaran kurang, tidak ada gangguan keseimbangan, dan tidak

memakai alat bantu pendengaran.

d. Sistem wicara

Sistem wicara klien normal.

e. Sistem pernafasan

Jalan nafas klien ada sumbatan dahak yang tidak bisa keluar,

pernafasan klien sesak karena tampak penebalan pleura kanan, klien

bernafas menggunakan otot bantu nafas, frekuensi pernafasan klien

25x/menit, irama tidak teratur, jenis pernafasan klien spontan,

kedalaman nafas klien dangkal, ada batuk produktif, sputum

berwarna putih, konsistensi kental, tidak terdapat darah, palpasi

49
dada kurang bergetar, perkusi dada pekak terdapat cairan di rongga

pleura kanan, suara nafas ronkhi, tidak ada nyeri saat bernafas, klien

menggunakan oksigen nasa kanul 2-3 liter/menit.

f. Sistem kardiovaskuler

Nadi klien 82x/menit, irama teratur, denyut kuat, tekanan darah

klien 120/80 mmHg, klien tidak ada distensi vena jugularis,

temperature kulit klien hangat, pengisian kapiler klien <2 detik,

tidak ada edema, kecepatan denyut apical 99x/menit, irama teratur,

tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada sakit di dada.

g. Sistem hematologi

Klien tidak pucat, tidak ada tanda-tanda pendarahan.

h. Sistem syaraf pusat

Klien tidak ada keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran klien

composmentis, glasglow coma scale 15 (E4,M5,V6), klien tidak

ada peningkatan TIK, klien tidak ada gangguan sistem persyarafan,

reflek fisiologis normal, tidak ada reflek patologis.

i. Sistem pencernaan

Gigi klien tidak ada caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak

ada stomatitis, lidah klien kotor, salifa klien normal, klien tidak ada

muntah, tidak ada nyeri perut, bising usus klien 12x/menit, klien

tidak diare, klien tidak mengalami konstipasi, abdomen lembek.

j. Sistem endokrin

Klien tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas klien tidak berbau

keton, tidak ada luka ganggren.

50
k. Sistem urogenital

Intake : (oral 1000cc/24jam + omeprazole 2 x 5cc = 10cc cairan

infus 1000cc/24jam total intake = 2.010cc, output (BAK = 1360cc

+ IWL (15 x 40 = 600) total output = 1.960cc. Balance cairan (total

intake – total output) 2.010 – 1.960 = 50ml. Pola kemih klien

nocturia suka berkemih di malam hari (kadang- kadang), BAK

klien berwarna kuning, tidak ada distensi pada kandung kemih,

klien tidak mengeluh sakit pinggang.

l. Sistem integument

Turgor kulit klien elastis, temperature kulit klien hangat, keadaan

kulit klien baik , warna kulit klien tidak pucat, klien tidak ada

kelainan pada kulitnya, kondisi kulit daerah pemasangan infus

tidak ada kemerahan dan tidak mengalami pembengkakan, tekstur

rambut klien baik, rambut klien tampak sedikit berminyak.

m. Sistem musculoskeletal

Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit

pada tulang, sendi, dan kulitnya, klien tidak ada mengalami fraktur,

keadaan tonus otot klien baik.

55555555

55555555

n. Data tambahan (Pemahaman tentang penyakit)

Klien dan keluarga sudah mengetahui tentang penyakit TBC karena

sudah mendapatkan edukasi dari petugas kesehatan dari puskesmas

o. Data penunjang

51
1) Hasil LAB pada tanggal 24 Juni 2020.

Hematologi

Hemoglobin 13 g/dL (13.2-17.2)

Hematokrit 31.0 % (40.0-52.0)


Leukosit 20.700 juta/uL (3.800-10.600)
Trombosit 359.000 /mm3 (150.000-450.000)

2) Saturasi oksigen 95%

3) Pemeriksaan cek BTA, TCM (hasil belum keluar)

4) Hasil Rontgen Thorax

Hasil : Corakan bronchopneumonia dextra. Gambaran TB paru

aktif dengan penebalan pleura kanan.

p. Penatalaksanaan (Terapi/pengobatan termasuk diet)

1) Terapi

a) Oksigen 2-3 liter/menit

b) Terapi inhalasi menggunakan obat : Combivent 2,5ml vial

3x/hari Pulmicord 0,5 mg/ml 3x/hari

c) Kapsul racikan 3x1

d) Omeprazole 2x1 IV 20-40mg injeksi

e) Methilprednisolon: 3x1 8mg oral tablet

f) Ceftazidine : 3x1 tablet (1 gram)

g) Ambroxol:3x1 tablet (30 gram)

52
h) Cefrizine: 3x1 tablet (5 gram)

i) Salbutamol :3x1 tablet (1 gram)

j) Codeine 10 gram

k) RL 1000 cc/24jam

4.1.3 Data Fokus

Tabel 4.1 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


a) Klien mengatakan batuk sudah lebih dari a) Klien tampak masih batuk produktif,
seminggu yang lalu dan dahak tidak bisa keluar
b) Klien mengatakan dahak tidak bisa b) Klien tampak sesak
dikeluarkan c) Klien terpasang oksigen nasa kanul 2-3
c) Klien mengatakan sesak napas liter/menit
d) Klien mengatakan tidak nafsu makan d) Frekuensi pernafasan klien 25 x/menit
e) Klien mengatakan makan hanya habis e) Suara nafas klien ronkhi dibagian lobus
sedikit kanan
f) Klien mengatakan mual f) Saturasi oksigen klien 95%
g) Klien mengatakan sulit bergerak g) Hasil rontgen thorax :
i) Klien mengatakan aktivitas masih bronchopneumonia dextra. Gambaran
dibantu oleh keluarga TB paru aktif dengan penebalan pleura
kanan.
h) Klien tampak kurus
i) Klien menghabiskan ¼ porsi makan,
tampak kurang nafsu makan
j) BB sebelum sakit : 60 kg
BB setelah sakit : 55 kg
k) TB:155 cm
l) IMT :55:(1,55x1,55)=22,89
m) Hasil LAB pada tanggal 24 Juni 2020
: Hemoglobin 13 g/dL, Leukosit :
20.700/uL
n) ADL klien selalu dibantu keluarganya
o) Klien tampak lemas

53
4.1.4 Analisa Data

Tabel 4.2 Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1. Ds: Ketidakefektifan Pembentukan
 Klien mengatakan batuk sudah lebih dari bersihan jalan sputum berlebihan
seminggu yang lalu nafas
 Klien mengatakan sesak napas
 Klien mengatakan dahak tidak bisa
dikeluarkan
Do:
 Klien batuk produktif, dan terlihat sulit
mengerluarkan dahak
 RR: 25 x/menit
 Auskultasi: terderngar suara ronkhi
dibagian lobus kanan
 Saturasi 95%
 Klien terpasang oksigen nasal kanul 2-3
liter/menit
 Hasil rontgen thorax : bronchopneumonia
dextra. Gambaran TB paru aktif dengan
penebalan pleura kanan.
2. DS Resiko penyebaran Penurunan sistem
 Klien mengatakan dahak tidak bisa infeksi imun
dikeluarkan
Do:
 Klien tampak lemas
 Leukosit : 20.700/uL
 Hasil rontgen thorax : bronchopneumonia
dextra. Gambaran TB paru aktif dengan
penebalan pleura kanan.

3. Ds: ketidakseimbangan Mual,


 Klien mengatakan tidak nafsu makan nutrisi kurang dari ketidakadekuatan
 Klien mengatakan mual kebutuhan tubuh intake nutrisi
 Klien mengatakan makan hanya habis
sedikit,tidak ada nafsu makan
Do:
 Klien tampak kurus
 Klien menghabiskan ¼ porsi makan,
tampak kurang nafsu makan
 Berat badan klien 55 kg (sebelum sakit 60
kg)
 Hemoglobin 11,2 g/dL
 TB=155 cm
 IMT :55:(1,55x1,55)=22,89

54
4. Ds: Intoleransi Kelemahan fisik
 Klien mengatakan sulit bergerak aktivitas
 Klien mengatakan aktivitas masih
dibantu oleh keluarga
Do:
 Klien tampak lemas
 ADL klien selalu dibantu keluarganya

4.1.5 Diagnosa Keperawatan

Table 4.3 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


1.
berhubungan dengan pembentukan
24 Juni 2020 26 Juni 2020
sputum berlebihan.
2. Resiko penyebaran infeksi

berhubungan dengan 24 Juni 2020 26 Juni 2020

penurunan sistem imun.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


3.
kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual, ketidakadekuatan intake 24 Juni 2020 26 Juni 2020

nutrisi.
4. Intoleransi aktivitas
24 Juni 2020 26 Juni 2020
berhubungan dengan kelemahan

fisik.

4.1.6 Perencanaan Keperawatan

Tabel 4.5 Perencanaan Keperawatan

55
Diagnosa keperawatan
(Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
hasil)

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas a) Kaji tanda-tanda vital a) Untuk mengetahui


berhubungan dengan pembentukan klien keadaan umum
sputum berlebihan. klien.

Setelah dilakukan tindakan asuhan b) Kaji pernafasan klien b) Untuk mengetahui


keperawatan selama 3x24 jam (bunyi nafas dan pernafasan klien
masalah bersihan jalan napas kembali peningkatan upaya apakah dipsneu
efektif. pernafasan). berat atau sampai
distress pernafasan
Kriteria hasil : pada klien TB paru.
a) Pasien mampu batuk efektif
b) Suara napas normal c) Posisikan tempat tidur c) Untuk
(vesikuler) klien semi fowler 30- meningkatkan
c) Frekuensi pernpasan normal 45°. ekspansi paru secara
(16- 20xmenit) optimal.
d) Pasien
mengatakan batuknya d) Ajarkan klien untuk d) Batuk efektif
berkurang/hilang batuk efektif. mempermudah
espektorasi muskus
klien.

e) Lakukan saturasi e) Untuk mengetahui


oksigen klien. kondisi asupan
oksigen klien saat
ini.

f) Berikan terapi f) Terapi oksigen dapat


oksigen 2-3 meringankan klien
liter/menit sesuai saat bernafas.
dengan perintah
dokter.
g) Terapi uap dapat
g) Berikan terapi uap mengencerkan
obat Combivent vial dahak klien.
2x2,5 mg dan
Pulmicord 2x
0,5mg/ml
Resiko penyebaran infeksi a) Observasi tanda-tanda a) Untuk mengetahui
berhubungan dengan penurunan vital klien. keadaan umum klien
sistem imun. karena reaksi
demam indikator
Setelah dilakukan tindakan asuhan adanya infeksi
keperawatan selama 3x24 jam masalah lanjut.
resiko penyebaran infeksi teratasi.
b) Batasi jumlah b) Untuk mengurangi
Kriteria hasil : pengunjung. resiko agar anggota
- Pasien dapat memperlihatkan keluarga tidak
perilaku sehat (menutup mulut tertular.
ketika batuk atau bersin).
- Tidak ada tanda- tanda infeksi c) Ajarkan etika batuk. c) Agar bakteri tidak
lanjutan. menyebar ke udara
- Tidak ada anggota keluarga, orang dan tidak menular

56
terdekat yang tertular penyakit ke orang lain.
seperti penderita.
d) Untuk
d) Anjurkan keluarga cuci meminimalisirkan
tangan sebelum dan penyebaran
sesudah kontak dengan patogen melalui
klien dan lingkungan media tangan.
klien.

e) Berikan terapi obat e) Untuk


antibiotik Ceftazidine mempercepat
3x1gram, kapsul racikan pemyembuhan
3x1gram infeksi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari a) Kaji adanya alergi pada a) Untuk mengetahui
kebutuhan tubuh berhubungan dengan makanan. makanan yang tidak
mual, ketidakadekuatan intake nutrisi. disukai klien dan
membuat alergi
Setelah dilakukan tindakan klien.
keperawatan selama 3x24 jam b) Anjurkan klien
masalah defisit nutrisi terpenuhi. makan sedikit tapi b) Memaksimalkan
sering. intake nutrisi dan
Kriteria hasil : menurunkan iritasi
a) Pasien tidak merasakan mual dan gaster.
muntah
b) Pasien c) Pantau adanya rasa c) Mengidentifikasi
mengatakan nafsu makan mual/muntah pada masalah yang
meningkat klien. menyebabkan
c) Pasien terlihat dapat munculnya rasa
menghabiskan porsi makanan mual/muntah klien.
yang disediakan.
Berat badan pasien bertambah d) Berikan makan klien d) Menambah nafsu
selagi hangat. makan klien.

e) Timbang berat badan e) Upaya menunjukan


klien. apakah gizi klien
terpenuhi atau tidak.
f) Berikan terapi obat
Omeprazole2x f) Untuk mengurangi
40mg, kapsul rasa mual/muntah.
racikan 3x1 gram
Intoleransi aktivitas berhubungan a) Kaji kemampuan a) Keluhan fisik/saat ini
dengan kelemahan fisik aktivitas klien. yang dirasakan oleh
lien dapat
Setelah dilakukan tindakan asuhan menurunkan
keperawatan selama 3x24 jam masalah kemampuan
intoleransi aktivitas diharapkan dapat melakuka aktivitas.
teratasi.
b) Kaji penyebab b) Untuk mengetahui
kelemahan klien. masalah yang bisa
Kriteria hasil : menyebabkan klien
- Klien mampu memenuhi ADL tidak bisa melakukan
- Klien memiliki peningkatan aktivitas.
aktivitas
- Pasien mampu melakukan c) Kali ADL klien. c) Memastikan ADL
aktivitas sesuai kemampuan klien terpenuhi
sesuai kebutuhan dan

57
kemampuan.

d) Untuk mengurangi
d) Anjurkan keluarga beban kondisi klien
untuk membantuk yang sedang dialami
ADL klien. saat ini.

e) Anjurkan keluarga e) Mendorong klien


untuk memberi melakukan latihan
motivasi pada klien dalam batas toleransi
guna mempercepat klien.
kesembuhannya
f) Menghemat tenaga
f) Motivasi klien untuk klien dan mendorong
melakukan latihan klien untuk
aktivitas. melakukan aktivitas.

58
4.1.7 Pelaksanaan Keperawatan

Tabel 4.6 Pelaksanaan Keperawatan

Tanda Tanda
Diagnosa Tanda
Jam 24 Juni 2020 Tanga Jam 25 Juni 2020 Tanga Jam 26 Juni 2020
Keperawatan Tangan
n n
Ketidakefektifa 12.00 Memberikan Tim 12.00 Memberikan terapi Tim 12.00 Memberikan terapi Tim
n bersihan jalan terapi obat kapsul dinas obat kapsul dinas obat kapsul racikan. dinas
nafas racikan. pagi racikan. pagi Hasil: Obat sudah pagi
berhubungan Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah diberikan.
dengan diberikan. diberikan.
pembentukan
sputum 13.00 Mengobservasi Tim 13.00 Mengobservasi Tim 13.00 Mengobservasi Tim
berlebihan. tanda-tanda vital dinas tanda-tanda vital dinas tanda-tanda vital dinas
klien. pagi klien. pagi klien. pagi
Hasil: TD: 100/70 Hasil: TD: Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: 130/100 mmHG, mmHg, N:
82x/menit, RR: N: 80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
25x/menit, S: 24x/menit, S: 37°C 20x/menit, S:
37,5°C 36,5°C
Tim Tim
14.00 Memberikan 14.00 Memberikan terapi Tim 14.00 Memberikan terapi
dinas dinas
terapi uap. uap. dinas uap.
sore sore
Hasil: Terapi Hasil: Terapi sore Hasil: Terapi
inhalasi telah inhalasi telah inhalasi telah
diberikan obat diberikan obat diberikan obat
Combivent 2,5ml Combivent 2,5ml Combivent 2,5ml
vial, Pulmicord vial, Pulmicord 0,5 vial, Pulmicord 0,5
0,5 mg/ml. mg/ml. mg/ml.

14:40 Mengkaji Tim 14:40 Mengkaji Tim 14:40 Mengkaji Tim


pernapasan klien dinas pernapasan klien dinas pernapasan klien dinas
sore sore sore

56
(bunyi napas dan (bunyi napas dan (bunyi napas dan
peningkatan peningkatan upaya peningkatan upaya
upaya pernapasan). pernapasan).
pernapasan). Hasil: Bunyi napas Hasil: Bunyi napas
Hasil: Bunyi klien ronkhi, napas klien ronkhi, napas
napas klien klien cepat, klien klien cepat, klien
ronkhi, napas tidak ada tanda- tidak ada tanda-
klien cepat, klien tanda peningkatan tanda peningkatan
tidak ada tanda- pernapasan. pernapasan.
tanda peningkatan
pernapasan.

15:35 Memposisikan Tim 15.35 Mengobservasi Tim 15.35 Mengobservasi Tim


tempat tidur klien dinas tempat tidur klien dinas tempat tidur klien dinas
semifowler 30- sore semifowler 30- sore semifowler 30-45°. sore
45°. 45°. Hasil: Tempat tidur
Hasil: Tempat Hasil: Tempat klien dalam posisi
tidur klien dalam tidur klien dalam semifowler dank
posisi semifowler posisi semifowler lien tampak ringan
dank lien tampak dank lien tampak saat bernafas
ringan saat ringan saat
bernafas. bernafas

16.00 Tim 16.00 Tim 16.00 Tim


Melakukan Melakukan Melakukan
dinas dinas dinas
pengukuran pengukuran pengukuran saturasi
sore sore sore
saturasi klien. saturasi klien. klien.
Hasil: Saturasi Hasil: Saturasi Hasil: Saturasi klien
klien 95% klien 95% 95%

16:20 Memberikan Tim 16:20 Mengobservasi Tim 16:20 Mengobservasi Tim


terapi oksigen dinas terapi oksigen dinas terapi oksigen sesuai dinas
sesuai dengan sore sesuai dengan sore dengan perintah sore
perintah dokter. perintah dokter. dokter.

57
Hasil: Klien dapat Hasil: Klien dapat Hasil: Klien dapat
terapi oksigen terapi oksigen nasa terapi oksigen nasa
nasa kanul 3 kanul 3 liter/menit. kanul 3 liter/menit.
liter/menit.
Tim Tim Tim
17:30 Memberikan 17:30 Memberikan terapi 17:30 Memberikan terapi
dinas dinas dinas
terapi obat kapsul sore obat kapsul sore obat kapsul racikan. sore
racikan. racikan. Hasil: Obat sudah
Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah diberikan.
diberikan. diberikan.
Tim
18:00 Mengobservasi 18:00 Mengobservasi Tim 18:00 Mengobservasi dinas
tanda-tanda vital Tim tanda-tanda vital tanda-tanda vital
dinas sore
klien. dinas klien. klien.
sore
Hasil: TD: 120/80 sore Hasil: TD: Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: 130/100 mmHG, mmHg, N:
82x/menit, RR: N: 80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
25x/menit, S: 24x/menit, S: 37°C 20x/menit, S:
37°C 36,5°C

19:00 Tim 19.00 19.00


Mengajarkan Anjurkan klien Tim Anjurkan klien Tim
dinas
klien untuk batuk untuk minum air dinas untuk minum air dinas
sore
efektif hangat. sore hangat. sore
Hasil: Klien Hasil: Klien Hasil: Klien
mengikuti mengerti dan mengerti dan
perintah namun melakukan. melakukan.
dahak belum bisa
keluar.

19:30 19.30 Tim 19.30 Tim


Memberikan Tim Mengajarkan klien Mengajarkan klien
dinas dinas
terapi uap. dinas untuk batuk efektif untuk batuk efektif
sore sore
Hasil: Terapi sore Hasil: Klien Hasil: Klien
inhalasi telah mengikuti perintah mengikuti perintah,
diberikan obat dahak dapat keluar

58
Combivent 2,5ml namun dahak sedikit berwarna
vial, Pulmicord belum bisa keluar. putih.
0,5 mg/ml.
Tim Tim
23:00 Memberikan Tim 19.30 Memberikan terapi 19:30 Memberikan terapi
dinas dinas
terapi obat kapsul malam uap. uap.
sore sore
racikan. Hasil: Terapi Hasil: Terapi
Hasil: Obat sudah inhalasi telah inhalasi telah
diberikan. diberikan obat diberikan obat
Combivent 2,5ml Combivent 2,5ml
vial, Pulmicord 0,5 vial, Pulmicord 0,5
mg/ml. mg/ml.

00:00 Mengobservasi Tim 23:00 Memberikan terapi Tim 23:00 Memberikan terapi Tim
tanda-tanda vital malam obat kapsul malam obat kapsul racikan. malam
klien. racikan. Hasil: Obat sudah
Hasil: TD: 120/80 Hasil: Obat sudah diberikan.
mmHg, N: diberikan.
82x/menit, RR:
25x/menit, S:
36°C 00:00 Mengobservasi Tim 00:00 Mengobservasi Tim
tanda-tanda vital malam tanda-tanda vital malam
klien. klien.
Hasil: TD: 130/80 Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: mmHg, N:
80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
24x/menit, S: 36°C 20x/menit, S: 36°C
Resiko 06:00 Memberikan Tim 06:00 Memberikan terapi Tim 06:00 Memberikan terapi Tim
pagi pagi pagi
penyebaran terapi obat obat Ceftazidine obat Ceftazidine
infeksi Ceftazidine 1gram 1gram sesuai 1gram sesuai dengan
berhubungan sesuai dengan dengan instruksi instruksi dokter.
dengan instruksi dokter. dokter. Hasil: Obat sudah
penurunan Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah diberikan.
sistem imun. diberikan. diberikan.

59
07:00 Mengobservasi Tim 07:00 Mengobservasi Tim 07:00 Mengobservasi Tim
tanda-tanda vital pagi tanda-tanda vital pagi tanda-tanda vital pagi
klien. klien. klien.
Hasil: TD: 120/80 Hasil: TD: 130/80 Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: mmHg, N: mmHg, N:
82x/menit, RR: 80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
25x/menit, S: 24x/menit, S: 36°C 20x/menit, S: 36°C
36°C

11:50 Membatasi Tim 11:50 Membatasi jumlah Tim 11:50 Membatasi jumlah Tim
jumlah pagi pengunjung. pagi pengunjung. pagi
pengunjung. Hasil: Keluarga Hasil: Keluarga
Hasil: Keluarga mengerti dan mengerti dan
mengerti dan melakukannya. melakukannya.
melakukannya.

12:05 Menganjurkan Tim 12:05 Menganjurkan Tim 12:05 Menganjurkan klien Tim
klien untuk batuk pagi klien untuk batuk pagi untuk batuk dan pagi
dan bersin dan bersin bersin menggunakan
menggunakan menggunakan tisu. tisu.
tisu. Hasil: Klien Hasil: Klien
Hasil: Klien mengerti dan mengerti dan
mengerti dan melakukannya. melakukannya.
melakukannya.

13:00 Memberikan Tim 13:00 Memberikan terapi Tim 13:00 Memberikan terapi Tim
terapi obat dinas obat Ceftazidine dinas obat Ceftazidine dinas
Ceftazidine 1gram sore 1gram sesuai sore 1gram sesuai dengan sore
sesuai dengan dengan instruksi instruksi dokter.
instruksi dokter. dokter. Hasil: Obat sudah
Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah diberikan.
diberikan. diberikan.

60
14:00 Mengobservasi Tim 14:00 Mengobservasi Tim 14:00 Mengobservasi Tim
tanda-tanda vital dinas tanda-tanda vital dinas tanda-tanda vital dinas
klien. sore klien. sore klien. sore
Hasil: TD: 120/80 Hasil: TD: 130/80 Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: mmHg, N: mmHg, N:
82x/menit, RR: 80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
25x/menit, S: 24x/menit, S: 36°C 20x/menit, S: 36°C
36°C
Tim Tim Tim
20:00 Memberikan 20:00 Memberikan terapi 20:00 Memberikan terapi
dinas dinas dinas
terapi obat obat Ceftazidine obat Ceftazidine
sore sore sore
Ceftazidine 1gram 1gram sesuai 1gram sesuai dengan
sesuai dengan dengan instruksi instruksi dokter.
instruksi dokter. dokter. Hasil: Obat sudah
Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah diberikan.
diberikan. diberikan.

00:30 Mengobservasi Tim 00:30 Mengobservasi Tim 00:30 Mengobservasi Tim


tanda-tanda vital malam tanda-tanda vital malam tanda-tanda vital malam
klien. klien. klien.
Hasil: TD: 120/80 Hasil: TD: 130/80 Hasil: TD: 130/80
mmHg, N: mmHg, N: mmHg, N:
82x/menit, RR: 80x/menit, RR: 80x/menit, RR:
25x/menit, S: 24x/menit, S: 36°C 20x/menit, S: 36°C
36°C
Ketidakseimban 06:00 Memberikan Tim pagi 06:00 Memberikan terapi Tim pagi 06:00 Memberikan terapi Tim pagi
gan nutrisi terapi obat obat Omeprazole obat Omeprazole
kurang dari Omeprazole 20- 20-40mg injeksi 20-40mg injeksi
kebutuhan tubuh 40mg injeksi sesuai intruksi sesuai intruksi
berhubungan sesuai intruksi dokter. dokter.
dengan mual, dokter. Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah
ketidakadekuata Hasil: Obat sudah diberikan. diberikan.
n intake nutrisi. diberikan.

61
11:50 Mengkaji adanya Tim pagi 11:50 Mengkaji adanya Tim pagi 11:50 Mengkaji adanya Tim pagi
alergi pada alergi pada alergi pada makanan
makanan klien. makanan klien. klien.
Hasil: Klien Hasil: Klien Hasil: Klien
mengatakan tidak mengatakan tidak mengatakan tidak
ada alergi ada alergi ada alergi makanan.
makanan. makanan.

11:55 Memantau adanya Tim pagi 11:55 Memantau adanya Tim pagi 11:55 Memantau adanya Tim pagi
rasa mual/muntah rasa mual/muntah rasa mual/muntah
pada klien. pada klien. pada klien.
Hasil: Klien Hasil: Klien Hasil: Klien
mengatakan rasa mengatakan rasa mengatakan rasa
mual muncul mual muncul mual muncul
dadakan pada saat dadakan pada saat dadakan pada saat
sebelum makan sebelum makan sebelum makan

12:05 Menganjurkan Tim pagi 12:05 Menganjurkan Tim pagi 12:05 Menganjurkan klien Tim pagi
klien makan klien makan makan sedikit tapi
sedikit tapi sering. sedikit tapi sering. sering.
Hasil: Klien habis Hasil: Klien habis Hasil: Klien habis ½
¼ porsi makan. ¼ porsi makan. porsi makan.
Tim Tim Tim
13:00 Menimbang berat dinas 13:00 Menimbang berat dinas 13:00 Menimbang berat dinas
badan klien. sore badan klien. sore badan klien. sore
Hasil: Berat Hasil: Berat badan Hasil: Berat badan
badan klien saat klien saat ini 55 klien saat ini 55 kg.
ini 55 kg. kg.

18:00 Memberikan Tim 18:00 Memberikan terapi Tim 18:00 Memberikan terapi Tim
terapi obat dinas obat Omeprazole dinas obat Omeprazole dinas
Omeprazole 20- sore 20-40mg injeksi sore 20-40mg injeksi sore
40mg injeksi sesuai intruksi sesuai intruksi
dokter. dokter.

62
sesuai intruksi Hasil: Obat sudah Hasil: Obat sudah
dokter. diberikan. diberikan.
Hasil: Obat sudah
diberikan.
Intoleransi 09:45 Mengkaji Tim pagi 09:45 Mengkaji Tim pagi 09:45 Mengkaji Tim pagi
aktivitas kemampuan kemampuan kemampuan
berhubungan aktivitas klien. aktivitas klien. aktivitas klien.
dengan Hasil: Klien Hasil: Klien hanya Hasil: Klien hanya
kelemahan fisik. hanya bisa bisa mengambil bisa mengambil
mengambil minum sendiri dan minum dan makan
minum sendiri. makan sendiri. sendiri.

09:50 Mengkaji Tim pagi 09:50 Mengkaji ADL Tim pagi 09:50 Mengkaji ADL Tim pagi
penyebab klien. klien.
kelemahan Hasil: Klien tidak Hasil: Klien tidak
(pengobatan, bisa beranjak dari bisa beranjak dari
nyeri, aktivitas). tempat tidur tempat tidur, BAK
Hasil: Klien sendiri, BAK dan dan BAB selalu
mengatakan tidak ADL lainnya dibantu oleh pihak
bisa beraktivitas selalu dibantu oleh keluarganya.
karna merasa keluarganya.
sesak.
Tim Tim Tim
12:30 Membantu ADL 13:15 Membantu ADL 12:30 Membantu ADL
dinas dinas dinas
klien. klien. klien.
sore sore sore
Hasil: Perawat Hasil: Perawat Hasil: Perawat
membantu membantu membantu
mengganti sprei memberikan mengganti pakaian
dan pakaian klien minum air hangat klien yang kotor.
yang kotor. pada klien.
Tim
13:20 Mengkaji ADL
dinas
klien.
sore

63
Hasil: Klien tidak
bisa beranjak dari
tempat tidurnya
semua ADL
dibantu keluarga.

4.1.8 Evaluasi

Table 4.7 Evaluasi

Evaluasi
Diagnosa Keperawatan
24 Juni 2020 25 Juni 2020 26 Juni 2020

Ketidakefektifan bersihan jalan S : Klien mengatakan nafas nya S: Klien mengatakan nafasnya S: klien mengatakan sesak nafas
nafas berhubungan dengan masih terasa sesak, dahak tidak masih terasa sesak dan dahak sudah mulai berkurang, dahak
pembentukan sputum berlebihan. keluar. belum dapat dikeluarkan. sudah bisa keluar sedikit.

O: Tanda-tanda vital klien TD: O: Tanda-tanda vital klien TD: O: Tanda-tanda klien TD: 130/80
100/80 mmHg, N: 82x/menit, 130/80 mmHg, N: 80x/menit, mmHg, N: 80x/menit, RR:
RR: 25x/menit, S: 37,5°C, napas RR: 24x/menit, S: 37°C, klien 20x/menit, S: 36,5°C, saturasi
klien cepat, klien masih masih menggunakan otot bantu klien 97%, batuk klien masih
menggunakan otot bantu nafas, nafas, klien terpasang nasa kanul ada, tempat tidur klien
tempat tidur klien semifowler 30- 3 liter/menit, saturasi klien 95%, semifowler 30-45°, klien
45°, saturasi klien 95%, klien klien, batuk klien masih ada, terpasang nasa kanul 3
terpasang oksigen nasa kanul 3 tempat tidur klien semifowler 30- liter/menit, klien dapat
liter/menit, klien masih batuk 45° mengeluarkan dahaknya.
produktif.

A: Masalah belum teratasi. A: Masalah belum teratasi. A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dilanjutkan.

64
a) Kaji tanda-tanda vital klien a) Kaji tanda-tanda vital P: Intervensi dihentikan klien
b) Lakukan terapi uap klien pulang.
c) Ubah posisi tempat tidur b) Kaji saturasi oksigen klien
klien c) Pertahankan kepatenan
d) Observasi kepatenan selang oksigen klien
oksigen klien d) Lakukan terapi uap
e) Ajarkan batuk efektif e) Ajarkan batuk efektif
Resiko penyebaran infeksi S: klien mengatakan batuk masih S: klien mengatakan sudah mulai S: klien mengatakan sudah
berhubungan dengan penurunan tidak ditutup dan tidak memakai tissue saat batuk atau terbiasa jika batuk untuk
sistem imun. menggunakan tissue. membuang dahak. menutup mulutnya dengan
tissue.
O: Suhu: 37°C, klien tampak O: Suhu: 37°C, klien tampak O: Suhu: 36,5°C, klien tampak
masih batuk tidak menutup mulut menutup mulut saat sedang selalu menutup mulut jika batuk.
dengan tissue. batuk.

A: Masalah belum teratasi. A: Masalah belum teratasi. A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dihentikan klien


a) Observasi suhu klien a) Observasi suhu klien pulang.
b) Berikan terapi obat sesuai reaksi demam indicator
anjuran dokter. adanya infeksi lanjut.
c) Batasi jumlah pengunjung. b) Berikan terapi obat sesuai
d) Anjurkan klien untuk anjuran dokter.
menutup mulut dengan c) Batasi jumlah pengunjung.
tissue jika sedang batuk
atau bersin.
Ketidakseimbnagan nutrisi kurang S: Klien mengatakan hanya mau S: Klien mengatakan sudah mau S: Klien mengatakan sudah mau
dari kebutuhan tubuh berhubungan makan cemilan saja, klien makan yang sudah disediakan makan yang disediakan rumah
dengan mual, ketidakadekuatan mengatakan tidak ada alergi pada rumah sakit walaupun sedikit. sakit, rasa mual sudah berkurang.
intake nutrisi. makanan, klien mengatakan
masih terasa mual. O: Tampak nafsu makan klien
sudah mulai membaik, mual
O: Klien terlihat tidak nafsu
makan, klien terlihat mual saat di

65
isi nasi, BB klien 55 kg, klien masih ada sedikit, makan klien O: Tampak klien menghabiskan
habis ¼ porsi makan. habis ¼ porsi. makan ½ porsi, nafsu makan
klien sudah mulai membaik.
A: Masalah belum teratasi. A: Masalah belum tertasi.

P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dilanjutkan. A: Masalah teratasi.


a) Kaji makanan yang disukai a) Kaji tanda-tanda mual.
klien. b) Anjurkan klien untuk P: Intervensi dihentikan klien
b) Kaji tanda-tanda mual makan sedikit tapi sering. pulang.
klien. c) Anjurkan makan
c) Anjurkan makan selagi hangat.
selagi hangat.
d) Anjurkan klien
makan sedikit tapi
sering
e) Berikan terapi obat sesuai
anjuran dokter.
Intoleransi aktivitas berhubungan S: Klien mengatakan badannya S: Klien mengatakan badannya S: Klien mengatakan sudah mulai
dengan kelemahan fisik, imobilitas. masih terasa lemas karna sesak, masih terasa lemas karna sesak, duduk di tempat tidur dan
klien mengatakan sulit untuk sulit untuk beranjak dari tempat melakukan aktivitas-aktivitas
beranjak dari tempat tidur. tidur. kecil sendiri.
O: Klien terlihat lemas hanya O: Klien dapat bangun dan duduk
O: Klien terlihat lemas, klien terbaring ditempat tidur, ADL di tempat tidur, ADL BAK dan
hanya terbaring di tempat klien hanya bisa mengambil BAK masih dibantu keluarganya.
tidurnya, ADL klien selalu makanan atau minum yang
dibantu pihak keluarganya. berada di meja.

A: Masalah belum tertasi. A: Masalah belum tertasi. A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dilanjutkan. P: Intervensi dihentikan klien


a) Kaji kemampuan aktivitas a) Kaji kemampuan aktivitas pulang.
klien klien
b) Kaji ADL klien yang bisa b) Bantu ADL klien.
dilakukan.
c) Bantu ADL klien

66
4.2 Pembahasan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan Tuberculosis Paru

yang dirawat di Rumah Tebet Jakarta dalam pelaksanaannya terdapat beberapa

kesenjangan teori dan praktik, makan dalam bab ini penulis akan membahas

mengenai kesenjangan tersebut serta mengidentifikasi faktor pendukung dan

penghambat dalam melakukan asuhan keperawatan mulai dari tahap

pengkajian sampai evaluasi keperawatan.

4.2.1 Pengkajian Keperawatan

Proses pengkajian dilakukan pada tanggal 1 Juli 2020 pada Ny.N

di Rumah Sakit Tebet Jakarta dengan diagnosa TB paru. Pada tahap ini

penulis melakukan metode pengkajian langsung, observasi langsung,

wawancara, pemeriksaan fisik, dan membaca hasil pemeriksaan

penunjang.

Pengkajian pada Ny.N dengan keluhan utama klien mengatakan

sesak, batuk produktif sudah seminggu dan berdahak, berkeringat dingin

pada malam hari, hal ini sesuai dengan teori (Amin H, 2015) yang

menyatakan bahwa pasien dengan Tuberculosis paru akan merasakan

sesak nafas, batuk produktif dan berdahak selama seminggu dan

berkeringat dingin pada malam hari. Hasil pengukuran tanda-tanda vital

TD : 100/70 mmHg, N : 82 x/menit. RR : 25 x/menit, S : 37,5°C.

Manifestasi klinis yang muncul pada klien sesuai dengan teori

yaitu, berkeringat dimalam hari, nafsu makan berkurang, mudah lelah,

sesak nafas, dan batuk. Sedangkan yang tidak ditemukan dalam kasus

adalah sakit kepala, nyeri dada, batuk berdarah, dan demam karena saat

67
dikaji demam klien sudah turun.

Pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada kasus yaitu hasil

laboratorium, Rontgen Thorax, pemeriksaan hematologi. Sedangkan

sewaktu dikaji untuk pemeriksaan BTA TCM hasil tidak ada dikarenakan

klien kesulitan untuk mengeluarkan sputumnya.

Penatalaksanaan keperawatan, data yang ditemukan sesuai dengan

teori saat pengkajian yaitu: saat pengkajian pernapasan, klien ada batuk

produktif namun tidak berdarah. Pada pengkajian pola aktivitas/istirahat

ditemukan demam pada malam hari dan berkeringat dingin. Pada integritas

ego tidak ditemukan adanya faktor stress. Pada pengkajian makanan/cairan

tidak ditemukan proses mencerna makanan. Pada pengkajian

nyeri/kenyamanan tidak ditemukan nyeri dada karena batuk. Pada

pengkajian interaksi social tidak ditemukan perubahan dalam

melaksanakan peran.

Penulis juga mendapat informasi dari perawat ruangan di Rumah

Sakit Tebet Jakarta, catatan medis dan catatan keperawatannya. Sedangkan

faktor penghambat adalah dalam mendokumentasikan catatan medis dan

keperawatan dikarenakan tulisan sulit untuk dibaca.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Pada kasus terdapat empat diagnosa keperawatan yang didapatkan

dari kasus Ny.N dengan TB paru yaitu, Ketidak efektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan pembentukan sputum berlebihan, Resiko

infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun , Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,

68
ketidakadekuatan intake nutrisi, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik. (NANDA NICNOC, 2015), (SDKI, 2018).

Sedangkan menurut teori diagnosa keperawatan yang muncul

pada masalah TB paru, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan pembentukan sputum berlebihan, Gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan kongesti paru, penurunan curah jantung, Resiko

penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun,

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, ketidakadekuatan intake nutrisi, Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan fisik, imobilitas, Hipertermi berhubungan

dengan proses penyakit: infeksi, Pola nafas tidak efektif berhubungan

dengan hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat bernafas, kelemahan

otot pernafasan), Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis

(misalnya penyakit kronis), program perawatan/pengobatan jangka

panjang, Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.

Terdapat perbedaan yang terjadi antara kasus dan teori yaitu pada

kasus tidak ditemukannya diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit : infeksi. Hal ini disebabkan karena sewaktu penulis mengkaji

pada buku status pasien, tanda-tanda vital klien pada tanggal 24 Juni 2020

demam sudah tidak ada dan suhu dalam batas normal, karena klien sudah

diberi obat antibiotik Ceftazidine melalui IV sewaktu di IGD pada tanggal

23 Juni 2020. Selain itu diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan kongesti paru, penurunan curah jantung tidak

ditemukan pada kasus hal ini dikarenakan tidak ada tanda dan gejala

69
gangguan pertukaran gas dan pada buku status pasien tidak dilakukan

pemeriksaan analisis gas darah (AGD)

4.2.3 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan yang terdapat dari kasus Ny.N dengan TB paru

adalah berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan. Selain

itu, dalam menegakkan perencanaan penulis menggunakan kriteria

SMART (Spesifik, Measureable, Achievable, Reasonable, dan Time).

Prioritas masalah yang pertama pada kasus diatas sesuai dengan

keluhan klien saat ini, perencanaan penulis dalam menentukan masalah

diatas adalah mengkaji pernapasan klien, mengatur posisi tempat tidur

klien semifowler, memantau saturasi oksigen klien, memberikan terapi

obat dan terapi uap sesuai indikasi dokter.

Perencanaan pada diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan pembentukan sputum berlebihan yaitu: kaji tanda-

tanda vital klien, kaji pernapasan klien (bunyi napas, peningkatan upaya

pernapasan), berikan posisi nyaman tempat tidur klien semifowler 30-45°,

pantau saturasi oksigen klien, mengajarkan batuk efektif hal ini didukung

dari penelitian (Zainita, etall, 2019), berikan terapi obat sesuai instruksi

dokter, berikan terapi uap sesuai dengan instruksi dokter.

Penelitian yang dilakukan oleh Souza & Bammann (2007)

melakukan penelitian tentang efektivitas chest fisioterapi dan batuk efektif

untuk mendapatkan sampel sputum pada pasien HIV dengan saspek TB

paru di Rumah Sakit Sao Paulo Brazil menunjukan bahwa teknik batuk

efektif dan chest fisioterapi sangat efektif dilakukan untuk mendapatkan

70
sampel sputum pada pasien HIV dengan saspek TB paru.

Perencanaan pada diagnosa Resiko penyebaran infeksi

berhubungan dengan penurunan sistem imun yaitu : mengobservasi tanda-

tanda vital klien, batasi jumlah pengunjung, anjurkan klien ketika batuk

atau bersin menggunakan tissue, berikan terapi obat antibiotic sesuai

instruksi dokter hal ini didukung dari penelitian Rahmawati (2016)

Perencanaan pada diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual yaitu: kaji penyebab mual

klien, kaji alergi makanan klien, anjurkan klien makan sedikit tapi sering

hal ini didukung oleh penelitian dari (Novita, etall, 2017), timbang berat

badan klien, berkolaborasi dalam pemberian obat antiemetik sesuai

instruksi dokter.

Perencanaan pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan fisik yaitu: kaji kemampuan aktivitas klien, kaji ADL

klien, bantu ADL klien, motivasi klien untuk melakukan latihan aktivitas

dan selingi istirahat yang cukup hal ini didukung dari penelitian (Dewi,

2018).

4.2.4 Tindakan Keperawatan

Penulis melakukan implementasi selama 3 hari dari tanggal 24

Juni 2020 sesuai dengan intervensi yang telah di tentukan, hampir semua

intervensi dapat diaplikasikan pada kasus.Faktor pendukung pada saat

melaksanakan implementasi adalah penulis tidak seutuhnya bekerja

melakukan asuhan keperawatan sendiri, tetapi juga melibatkan tim

keperawatan yang ada. Sedangkan faktor penghambat yaitu berhubungan

71
dengan penulisan selama 3 hari selalu berdinas sore, sehingga

implementasi untuk pagi dan malam dilakukan oleh perawat ruangan dan

data-data yang penulis dapat untuk dinas pagi dan malam dari rekam

medis.

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi yang didapatkan dari kasus Ny.N yaitu penulis

mendapat 4 diagnosa keperawatan dan masalah sudah dapat teratasi pada

hari ketiga. Hal ini dapat dibuktikan pada diagnosa pertama yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan

sputum berlebihan, didapatkan klien mengatakan sesak nafas sudah mulai

berkurang, tanda-tanda vital klien TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR:

20x/menit, S: 36°C, saturasi klien 97%, klien dapat mengeluarkan

dahaknya. Pada diagnosa kedua yaitu resiko penyebaran infeksi

berhubungan dengan penurunan sistem imun didapatkan klien mengatakan

jika batuk sudah mulai terbiasa untuk menutup mulut dengan tissue, suhu

klien dalam batas normal 36°C.

Pada diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbngan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual didapatkan klien mengatakan

sudah mau makan, mual sudah berkurang, nafsu makan klien sudah

membaik, klien dapat menghabiskan makannya ½ porsi.

Pada diagnosa keempat yaitu intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan fisik didapatkan klien mengatakan sudah dapat

melakukan aktivitas kecil sendiri klien mengatakan sudah dapat bangun

dan duduk di tempat tidur.

72
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penulis memberikan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan Tuberculosis

Paru dari pengkajian sampai dengan evaluasi di RS Tebet Jakarta pada tanggal

24 Juni 2020. Berdasarkan uraian diatas, makan penulis akan menguraikan

beberapa kesimpulan yaitu:

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Ny.N dengan Tuberculosis Paru ditemukan data bahwa klien mengalami

batuk produktif sudah dari 5 tahun yang lalu, sputum berwarna putih tidak

ada darah, sesak saat bernafas, tampak infiltrat dilapang atas bawah kedua

paru, tampak penebalan pleura apeks kanan, klien tampak lemas, klien

tampak mual pada saat sebelum makan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny.N adalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan

sputum berlebihan, resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan

penurunan sistem imun, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan mual, intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan fisik.

73
3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan yang dilakukan oleh penulis bahwa kasus Ny.N

disusun berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Achievable,

Reasonable, dan Time). Prioritas masalah yang pertama pada kasus diatas

ini karena sesuai keluhan klien saat ini, perencanaan penulis dalam

menentukan masalah diatas adalah mengkaji pernafasan klien, mengatur

posisi tempat tidur klien semifowler, memantau saturasi oksigen klien,

memberikan terapi obat dan terapi uap sesuai indikasi dokter.

4. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kasus Ny.N adalah mengukur

tanda-tanda vital, mengkaji pernafasan klien, memberikan terapi oksigen

nasa kanul 3 liter/menit sesuai anjuran dokter, mengatur posisi tempat

tidur klien semifowler 30-45°, mengukur saturasi oksigen klien,

memberikan terapi uap dengan obat combivent/6jam, menganjurkan klien

makan sedikit tapi sering, menganjurkan klien batuk efektif, menimbang

berat badan klien, memberikan obat antiemetik, mengkaji aktivitas klien,

mengkaji ADL klien, membantu ADL klien, menjelaskan tentang penyakit

klien.

5. Evaluasi

Evaluasi yang terdapat dalam kasus Ny.N, diagnosa keperawatan sudah

teratasi semua pada tanggal 27 Juni 2020 dan klien sudah diperbolehkan

pulang oleh dokter.

74
5.2 Saran

1. Keluarga

Penulis berharap agar keluarga dapat lebih memperhatikan kondisi

kesehatannya, apabila muncul tanda dan gejala penyakit TB paru

keluarga segera pergi ke rumah sakit terdekat atau puskesmas, agar

keluarga selalu menjaga dan memperhatikan kondisi lingkungan

rumah, dan apabila anggota keluarga ada yang sudah terkena penyakit

TB paru jangan lupa untuk minum obat teratur sesuai anjuran dokter

agar tidak terjadi komplikasi lanjut, serta gunakan masker.

2. Perawat

Perawat diharapkan dapat lebih memperhatikan dalam proses asuhan

keperawatan terutama tanda dan gejala TB paru. Di harapkan pula

perawat dapat memberikan informasi pada klien dan keluarga secara

langsung mengenai penyakit klien seperti perawatan dan pengobatan

yang sedang dijalani klien.

3. Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan mampu melakukan komunikasi teraupetik

terhadap klien dan keluarga agar dapat terciptanya hubungan saling

percaya. Mahasiswa diharapkan bekerja sama yang baik dengan

perawat diruangan agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara

optimal.

75
DAFTAR PUSTAKA

Aneci Boki, et all. (2015). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap
Kestabilan Pola Nafas Pada Pasien TB Paru Di IRINA C5 RSUP Prof Dr.
R.D. Kandou Manado Vol. 3 No. 1
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/6696 diakses pada
tanggal: 23 Juni 2020

Aryu, Scholastica Fina. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta : Paper Line.

Astikawati, Rina. (2011). Penyakit Tropis. PT Gelora Aksara : Departemen


Produksi.

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta :
EGC

Christina Purnama, et all. (2019). Analisis Ketidaksinambungan Dokumentasi


Perencanaan Asuhan Keperawatan Metode: Ishikawa Vol. VII No. II
https://journal.stikesmuh-pkj.ac.id/index.php/jik/article/view/166/112
Emma Novita, et all. (2017). Pengaruh Edukasi Gizi Terhadap
Peningkatan Berat Badan Pasien Tuberculosis
Vol. 4 No.

Endarti, A. T., Suraya, I., Muttaqien, M., & Rachman, A. U. (2018). Situasi
Tuberkulosis di Empat Kabupaten Kota di Pulau Sumatera dan Banten.
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 14(2), 108-118
https://www.researchgate.net/publication/327235708_Situasi_Tuberkulosis
_
di_Empat_Kabupaten_Kota_di_Pulau_Sumatera_dan_Banten/link/5b834df
1299bf1d5a72a61aa/download diakses pada tanggal: 23 Juni 2020

Eny Inda Ayu, et all. (2015). Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan
Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Pasien Demam di PKU
Muhammadiyah Kutoarjo Vol 3
file:///C:/Users/Windows10/Downloads/93-184-3-PB.pdf diakses pada
tanggal: 22 Juni 2020

Kemenkes RI. (2016). Tubercolosis Temukan Obati sampai Sembuh. Jakarta :


Pusat data informasi kementerian kesehatan RI

Kondoy, Eka A., dkk. (2017). Peran Tenaga Medis dalam Pelaksanaan
Program Universal Coverage di Puskesmas Bahu Kota Manado. Dalam
Jurnal Universitas Sam Ratulangi
https://media.neliti.com/media/publications/72865-ID-none.pdf diakses
pada tanggal: 15 Maret 2020

76
Manalu, H. S. P. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru
dan upaya penanggulangannya. Dalam Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9
No.4. 1340 - 1346 https://media.neliti.com/media/publications/77451-ID-
faktor- faktor-yang-mempengaruhi-kejadian.pdf diakses pada tanggal: 15
Maret 2020

Meika Rahmawati Arifah, et all. (2016). Pemberian Kombinasi Probiotik dan


Zinc Terhadap Perubahan Kadar Hemoglobin, Albumin, dan Indeks Pada
Masa Tubuh Pada Pasien Tuberculosis Paru Vol. 13 No. 1
file:///C:/Users/Windows10/Downloads/23024-45711-1-PB.pdf diakses
pada tanggal: 11 Mei 2020

Muhammad Rofi, et al. (2019). Gambaran Intervensi Perawat Dalam Asuhan


Keperawatan Pasien Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Dalam Journal of
Holistic Nursing and Health Science Vol. 2 No 2.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/hnhs/article/view/6949/3585
diakses pada tanggal: 20 Maret 2020

Ni Made Irnawati. (2016). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan


Minum Obat Pada Penderita Tuberculosis Di Puskesmas Motoboi Kecil
Kota Kotamobagu Vol. IV No. 1
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/view/11274/10865 diakses
pada tanggal: 20 Juni 2020

Nurma Dewi. (2018). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Untuk


Sembuh Pada Pasien TB Paru Di Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur
Vol.10 No. 1 file:///C:/Users/Windows10/Downloads/19-35-1-SM.pdf diakses
pada tanggal: 22 April 2020

Nurlina. (2019). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. I Dengan


Tuberculosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenisasi Di
Ruangan Baji Ati Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makasar Vol.
10 No. 1 file:///C:/Users/Windows10/Downloads/923-3909-1-PB.pdf
diakses pada tanggal: 5 April 2020

Potter, Perry. (2011). Fundamental Keperawatan. Salemba Medika.:Jakarta

Prabantini, Dwi. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi I. Yogyakarta :


Rapha
Publishing Priscilla, LeMone, et al. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah : Gangguan Respirasi. Jakarta:EGC

Rafflesia, Ulfasari. (2014). Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis (TBC).


Dalam Jurnal Gradien Vol. 10 No.2, 983-986.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/gradien/article/view/225 diakses pada
tanggal: 10 Maret 2020

77
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:Graha
Ilmu

Supratti. (2016). Pendokumentasian Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah


Sakit Umum Daerah Mamuju Indonesi Vol. 2 No. 1
http://jurnal.poltekkesmamuju.ac.id/index.php/m/article/view/13/12 diakses
pada tanggal: 15 April 2020

Suryani, Efri W., dkk. (2016). Psikoedukasi Menurunkan Tingkat Depresi, Stres
dan Kecemasan Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Dalam Jurnal Ners Vol. 11
No. 1 April 2016: 128-133

Tim Pokja, SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Yasmasa, Deni, et al. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah :Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC hasil NOC. Jakarta :
EGC

Zainita, et all, (2019) Penerapan Batuk Efektif Dalam Mengeluarkan Sekret Pada
Pasien Tuberculosis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenisasi Di
Keluarga .http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/

78

Anda mungkin juga menyukai