Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan suatu proses belajar-mengajar yang dilakukan

dengan sengaja, sadar dan berencana yang membiasakan para warga masyarakat

sedini mungkin untuk menggali, mengenal, memahami, menyadari, menguasai,

menghayati serta mengamalkan nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai

terpuji, dikehendaki serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi

masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu pokok masalah yang dihadapi bangsa ini untuk memasuki era

globalisasi adalah kondisi Sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah yang

dicermati dari pemilikan latar pendidikannya. Peningkatan kualitas SDM menjadi

perhatian semua pihak, terlebih dalam suasana krisis multidimensi yang terjadi

saat ini, masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menghadapi

persaingan bebas. Untuk itu pendidikan memegang peranan penting bagi

peningkatan kualitas sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini para peraku

pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu pendidikan

Indonesia agar dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja dengan menyesuaikan

pembangunan pendidikan itu sendiri.

Menurut Surya (2007: 5), dinyatakan bahwa: “Pendidikan diperlukan untuk

meraih kedudukan dan kinerja optimal pada setiap pekerjaan dilakukan.

Pendidikan adalah sebuah sistem formal yang mengajarkan tentang pengetahuan,

nilai-nilai dan pelbagai keterampilan”.

1
2

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa: “Tujuan dari pembangunan adalah,

“Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, perdamaian

abadi dan keadilan sosial”. Oleh karena itu dalam pembangunan tersebut

pendidikan memegang peranan penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

dan pemerintah mempunyai kewajiban dalam melaksanakan setiap kebijakan

pendidikan yang diambil untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut,

sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari upaya dalam

melaksanakan amanat yang terkandung dalam UUD 1945.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan salah satunya seperti yang

telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yang di dalamnya mencakup dasar dan tujuan,

penyelenggaraan pendidikan termasuk wajib belajar, penjamin kualitas

pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional.

Kebijakan tersebut dibuat untuk menghasilkan Pendidikan Indonesia yang baik

dan lulusan berkualitas di sector jenjang pendidikan. Untuk mendukung hal

tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan

pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula Badan Standar Nasional

Pendidikan (BNSP) sebagai badan yang menentukan 8 (delapan) standar dan

kriteria pencapaian penyelenggraaan pendidikan

Adapun standar-standar yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan

pendidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor


3

19 Tahun 2005 tersebut yaitu: “1) Standar Isi, 2) Standar Proses, 3) Standar

Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 5) Standar

Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan, 7) Standar Pembiayaan dan, 8)

Standar Penilaian Pendidikan”.

Dalam penelitian ini akan membahas tentang implementasi peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pada

salah satu sekolah dasar terpavorit di Kota Tasikmalaya yaitu SD Al-Muttaqin.

SD Al-Muttaqin “Fullday School“ Tasikmalaya mengembangkan kurikulum

perpaduan Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Kementrian

Agama RI, Kurikulum BKPRMI yaitu TPA/TQA yang dimodifikasi dan

diperkaya dengan kurikulum khas Al-Muttaqin, sehingga bisa memenuhi

kompetensi sesuai dengan standar nasional. Kurikulum khas Al-Muttaqin

memperkuat sentuhan pembinaan kepribadian muslim, yang meliputi program

ibadah praktis, baca tulis Al-Qur’an, bahasa arab dan terjemah, pengembangan

minat membaca dan menulis melalui perpustakaan dan pengembangan

keterampilan hidup (life skills).

Kurikulum pembelajaran dilakukan dalam suasana pembelajaran yang

penuh dengan edukatif, rekreatif, inovatif dan persuasife sehingga peserta didik

tidak akan jenuh dengan pembelajaran sepanjang hari. Pembelajarn metode ini

biasanya dilaksanakan diluar ruangan kelas yaitu disekitar sekolah atau di luar

lingkungan sekolah yaitu melakaukan kunjungan ke instansi atau tempat dimana

berhubungan dengan kegiatan KBM, misalnya kunjungan ke stasiun, terminal,

pemadam kebakaran, polres, pasar, swalayah, dsb.


4

Untuk melaksanakan semua itu, maka pihak sekolah dituntut untuk dapat

memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) sebagaimana yang tercantum

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Dengan demikian maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai,

“IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005

TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DALAM

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN (Studi pada SD AL-Muttaqin Kota

Tasikmalaya”.

1.2 Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam

meningkatkan mutu pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya, meliputi:

1. Implementasi Standar Isi

2. Implementasi Standar Proses

3. Implementasi Standar Kompetensi Lulusan

4. Implementasi Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

5. Implementasi Standar Sarana dan Prasarana

6. Implementasi Standar Pengelolaan

7. Implementasi Standar Pembiayaan dan

8. Implementasi Standar Penilaian Pendidikan


5

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 di SD

Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya?

2. Bagaimana peningkatan Mutu Pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota

Tasikmalaya?

3. Hambatan apa yang dirasakan oleh SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya dalam

implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam

meningkatkan mutu pendidikan?

4. Upaya apa yang dilakukan oleh SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya dalam

mengatasi hambatan pada proses implementasi Implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam meningkatkan mutu pendidikan?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 di SD Al-Muttaqin Kota

Tasikmalaya.

1.4.2 Tujuan Khusus

Bertolak dari tujuan umum, maka tujuan khusus yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ingin mengetahui dan mendeskripsikan implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.


6

2. Ingin mengetahui dan mendeskripsikan peningkatan Mutu Pendidikan di SD

Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

3. Ingin mengetahui dan mendeskripsikan hambatan yang dirasakan oleh SD Al-

Muttaqin Kota Tasikmalaya dalam implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005 dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4. Ingin mengetahui dan mendeskripsikan upaya yang dilakukan oleh SD Al-

Muttaqin Kota Tasikmalaya dalam mengatasi hambatan pada proses

implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoretis

Bagi pengembangan ilmu bermanfaat antara lain :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama tentang implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam meningkatkan mutu

pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

2. Sebagai sumbangan penting dan memperluas wawasan bagi kajian manajemen

sistem pendidikan, sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk

pengembangan penelitian sistem pendidikan yang akan datang, khususnya

yang berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam

meningkatkan mutu pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

3. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian ilmu manajemen

sistem pendidikan.
7

4. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian

lebih lanjut bagi pengembangan ilmu pendidikan.

1.5.2 Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi kepala dan guru

tentang implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam

meningkatkan mutu pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur tentang implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam meningkatkan mutu

pendidikan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

.
8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENDEKATAN MASALAH

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Implementasi

Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi

kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan darisuatu

kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu

proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis

dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan

kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapar dilihat pada

pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan

Eugene Bardach (1 991:3), yaitu:

Cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum


yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi
merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang
kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan
para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk
melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua
orang termasuk mereka anggap klien.”

Pendapat di atas menunjukkan bahwa kebijakan umum terlihat

baik di atas kertas, namun sulit untuk dikerjakannya. Hal ini

sebagaimana dikemukakan Mazmanian dan Sabatier (1983:61)

mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:

8
9

Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam


bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang
penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dari berbagai cara untuk menstrukturkan atau
mengatur proses implementasinya.

Dengan demikian maka pada proses pelaksanaan kebijakan

tersebut diperlukan keputusan-keputusan yang jelas. Sebagaimana

dikemukakan Meter dan Horn (1975:54), mendefinisikan

implementasi, sebagai:

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-


individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan.

Dari tiga definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa

implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan

atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian

tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan.

Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan

melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan

oleh Lester dan Stewart Jr. (2000:104) dimana mereka katakan bahwa:

Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (outpul).


10

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat

dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai

atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh

Merrile Grindle (1980) sebagai berikut:

Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari


prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat
pada action program dan individual projects dan yang kedua
apakah tujuan program tersebut tercapai

2.1.2 Pendidikan

2.1.2.1 Pengertian Pendidikan

Menurut Sa’ud & Makmun (2005: 6), menyatakan bahwa

Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat


pengembangan potensi manusia untuk mampu
mengembangkan tugas yang dibebankan padanya, karena
hanya manusia yang dapat didik dan mendidik. Pendidikan
dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional,
moral serta keimanan dan ketakwaan manusia. Pernyataan
tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang
tercantum pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, maka

diperlukan fondasi yang kuat sebagai dasar berpijak bagi

pembangunan pendidikan dengan memperbaiki sistem pendidikan

yang ada sehingga dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan yaitu

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat

bersaing dalam era globalisasi.


11

Secara konstitusional, para pendiri bangsa sejak awal telah

menyadari pentingnya pencerdasan kehidupan bangsa, hal ini terlihat

dari pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang berbunyai sebagai

berikut:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah


negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
perdamaian abadi dan keadilan social. Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dan berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Dari pembukaan UUD 1945 tersebut nampak jelas bahwa:

Kemerdekaan yang diperjuangkan bangsa Indonesia akan diisi salah

satunya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan hal ini

berarti bahwa pendidikan menjadi alat utama dalam upaya tersebut.

Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah mempunyai kewajiban

meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu setiap

kebijakan pendidikan yang diambil oleh pemerintah harus selalu

berupaya mencapai apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional,

sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari upaya

melaksanakan UUD 1945.


12

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya

merupakan landasan idil/dasar pokok bagi pembangunan bangsa dalam

berbagai bidangnya termasuk bidang pendidikan, oleh karena itu

diperlukan perangkat legal lainnya yang merupakan penjabaran dari

landasan/dasar tersebut. Dalam rangka menjabarkan dan melaksanakan

amanat dari dasar pokok tersebut, pemerintah mengeluarkan/membuat

Undang-Undang dan ketentuan lainnya yang secara khusus mengatur

penyelenggaraan pendidikan nasional.

Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia di masa

depan, yang dimulai sejak manusia mulai dilahirkan sampai akhir

hayat. Sumber daya manusia berkualitas merupakan modal

pembangunan. Oleh sebab itu, kemajuan pembangunan bidang

pendidikan menjadi penting. Berbagai hal berkaitan dengan

pembangunan pendidikan sebagai salah satu aspek peningkatan mutu

sumber daya manusia perlu dipersiapkan agar jendela kesempatan

(Window of Opportunity) dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Pendidikan sangat penting bagi setiap umat manusia, dalam

masyarakat primitif pendidikan menjadi bagian dari kehidupan itu

sendiri, orang tua memandang bahwa anak-anak mereka perlu

dipersiapkan untuk hidup dalam masyarakat atau lingkungan yang

menjadi tempat mereka hidup. Kondisi ini tentu saja mengandung

makna bahwa adalah tidak mungkin anak manusia dibiarkan hidup

dengan hanya potensi bawaan tanpa ada suatu intervensi apapun dari
13

orang dewasa, di samping itu potensi manusia untuk berfikir

menjadikannya sebagai mahluk yang mampu berubah dan beradaptasi

dengan lingkungannya dalam melanjutkan dan mengembangkan

kehidupannya.

2.1.2.2 Profil Pendidikan Nasional

Dalam konteks Indonesia sejak awal kemerdekaan, Pancasila

telah ditetapkan sebagai dasar dan falsafah hidup berbangsa dan

bernegara. Pancasila memuat nilai-nilai luhur yang harus menjadi

dasar dalam penyelenggaraan negara termasuk dalam bidang

pendidikan. Butir-butir Pancasila juga tercantum dalam pembukaan

Undang- Undang Dasar 1945 dan ini menggambarkan bahwa nilai-

nilai yang terkandung di dalamnya harus menjadi pedoman dalam

kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pendidikan

nasionalpun harus merupakan upaya mewujudkan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila.

Secara konstitusional, para pendiri bangsa sejak awal telah

menyadari pentingnya pencerdasan kehidupan bangsa, hal ini terlihat

dari pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang berbunyai sebagai

berikut:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah


negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terbentuk
14

dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang


berkedaulatan rakyat dan berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Dari pembukaan UUD 1945 tersebut nampak jelas bahwa

kemerdekaan yang diperjuangkan bangsa Indonesia akan diisi salah

satunya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan hal ini

berarti bahwa pendidikan menjadi alat utama dalam upaya tersebut.

Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah mempunyai

kewajiban meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh

karena itu setiap kebijakan pendidikan yang diambil oleh pemerintah

harus selalu berupaya mencapai apa yang menjadi tujuan pendidikan

nasional, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari

upaya melaksanakan UUD 1945.

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya

merupakan landasan idil/dasar pokok bagi pembangunan bangsa dalam

berbagai bidangnya termasuk bidang pendidikan, oleh karena itu

diperlukan perangkat legal lainnya yang merupakan penjabaran dari

landasan/dasar tersebut. Dalam rangka menjabarkan dan melaksanakan

amanat dari dasar pokok tersebut, pemerintah mengeluarkan/membuat

Undang-Undang dan ketentuan lainnya yang secara khusus mengatur

penyelenggaraan pendidikan nasional.


15

2.1.2.3 Perencanaan Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan faktor

kunci efektivitas keterlaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk

mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan

jenis pendidikan pada tingkat nasional, maupun lokal, karena

perencanaan merupakan unsur penting dan strategis yang memberikan

arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang dikehendaki.

Menurut Sa’ud & Makmun (2005:4) bahwa:

Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses


kegiatan penyiapan keputusan mengenai apa yang diharapkan
terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya) dan apa
yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi,
renovasi, substitusi, kreasi dan sebagainya).
Sedangkan perencanaan pendidikan menurut Coombs (1982)

dalam Saud & Makmun (2005: 8), bahwa:

Perencanaan pendidikan adalah suatu proses penerapan yang


rasional dari analisis sistematis proses perkembangan
pendidikan dengan tujuan agar pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Perencanaan merupakan suatu proses penerapan yang rasional

dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan

agar pendidikan dengan tujuan agar pendidikan. Hal ini sejalan dnegan

pendapat Dror (1975) dalam Sa’ud & Makmun (2005: 9) mengatakan

bahwa perencanaan pendidikan adalah

As the process of preparing a set of decisions for action in the


future for the overall economic and social development of
16

country. (Perencanaan pendidikan adalah sebagai suatu proses


mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan
di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan
sosial secara menyeluruh dari suatu negara).

Artinya perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan

keputusan yang akan diambil secara optimal. Pendapat lain

dikemukakan Guruge dalam Sa’ud & Makmun, (2005: 240)

mengemukakan bahwa:

Dalam perencanan pendidikan ada berbagai pendekatan yang


dapat digunakan untuk menentuan kebijakan yang akan diambil
dalam pelaksanaan perencanan tersebut salah satunya adalah
dengan menggunakan pendekatan kebutuhan ketenagakerjaan.
Pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan
kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga
kerja.

Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan

sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai

sektor pembangunan. Oleh karena tujuannya untuk membantu lulusan

memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik, maka penekanan utama

terhadap pendidikan tersebut adalah relevansi program pendidikan

dengan berbagai sektor pembangunan. Untuk memenuhi tuntutan

relevansi tersebut, kurikulum pendidikan harus dikembangkan

sedemikian rupa agar lulusan yang merupakan output dari sistem

pendidikan dapat siap pakai di lapangan.

Implementasi pendekatan ini harus berorientasi kepada

pekerjaan yang mungkin diperlukan di pasaran kerja, baik jenis

pekerjaan, tingkat atau level pekerjaan, persyaratan kerja, mobilitas


17

kerja harus dijabarkan hingga educational attainment cocok dengan

karakteristik berbagai persyaratan kerja tersebut.

2.1.3 Standar Nasional Pendidikan

2.1.3.1 Konsep Standar Nasional Pendidikan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan (Pasal 3 dan 4), dinyatakan bahwa:

Standar Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,


pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu yang bertujuan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional yang dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.

Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang

system pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Pasal 1 PP No. 32 Tahun 2013) untuk meningkatkan mutu

sumber daya manusia dan pengukuran kualitas pendidikan. Standar

tersebut bukan merupakan ukuran yang statis yang tidak berubah, tetapi

semakin lama semakin ditingkatkan. Selain itu standar pendidikan juga

berfungsi sebagai pemetaan pendidikan yang bermutu.

Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (3), yang menyatakan

bahwa:

Perlunya pemerintah mengusahakan suatu sistem pendidikan


nasional yang mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan
itu sendiri, maka disusun Undang-Undang yang khusus mengatur
masalah pendidikan. Pada zaman Orde Baru UU pendidikan
disusun pada tahun 1989 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1989 tentang pendidikan, kemudian Undang-Undang
18

Nomor 20 Tahun 2003 yang merupakan perbaikan dari Undang-


Undang Sistem Pendidikan Tahun 1989.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 merupakan Undang-

Undang yang mengatur tentang penyelenggaraan Pendidikan Nasional

yang terdiri dari 22 Bab dan 77 Pasal. Di dalamnya mencakup dari mulai

dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk Wajib Belajar,

Penjamin kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem

pendidikan nasional.

Dalam undang-undang ini secara tegas disebutkan bahwa

pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945, ini berarti bahwa:

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pengaturan pendidikan


dalam tataran praktis harus mengacu pada dua landasan tersebut.
Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3).

Dengan memperhatikan pasal tersebut nampak jelas bahwa segala

upaya pendidikan harus merupakan kegiatan yang dapat mencapai tujuan

tersebut, sudah tentu hal itu memerlukan ketentuan-ketentuan lainnya

yang dapat menjadikan pencapaian tersebut dapat berjalan dengan baik

dan efektif.
19

Dalam rangka melaksanakan dan menjabarkan Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pemerintah

mengeluarkan peraturan ini agar penyelenggaraan pendidikan dapat sesuai

dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 yakni pendidikan

yang baik dan berkualitas. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu

menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan

pendidikan pada tataran messo dan mikro, dalam hubungan ini Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya ke arah

pencapaian hal tersebut. Suatu hal yang cukup penting dalam PP ini adalah

perlunya dibentuk suatu Badan yang bernama Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) sebagai badan yang menentukan standar dan kriteria

pencapaian dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pada dasarnya hanya

merupakan standar umum penyelenggaraan pendidikan, sehingga

diperlukan operasionalisasi dalam berbagai aspek pendidikan. Hal ini

tercantum dalam PP tersebut tentang lingkup standar yang harus ada

seperti standar isi, standar proses, standar lulusan dan standar lainnya, di

samping masalah standarisasi penyelenggaraan pendidikan yang harus

dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan. Adapun secara lebih jelas,

standar-standar yang harus menjadi dasar bagi penyelenggaraan

pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005, mencakup: 1) Standar isi, 2) Standar proses, 3)


20

Standar kompetensi lulusan, 4) Standar pendidik pada satu satuan

pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar

Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan,

dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat

berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboraturium, bengkel kerja,

tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lainnya, yang

diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan

tekhnologi informasi dan komunikasi. Standar Pengelolaan adalah standar

nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,

kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar Pembiayaan adalah

standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan

pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Standar Penilaian Pendidikan

adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme,

prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Dalam hal tersebut di atas, sampai saat ini yang telah terbit

petunjuk pelaksanaan terhadap standar tersebut sebagaimana yang diatur

dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006


21

tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Peraturan

Menteri Pendidikan Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru

dalam Jabatan, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2007

tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24

Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), sementara standar lainnya masih

dalam proses.

Kriteria Penentuan kedelapan standar di atas ditetapkan oleh

Lembaga Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang merupakan

lembaga independen terlepas dari campur tangan secara langsung ataupun

tidak dari pemerintah, yang bertugas mengembangkan, memantau

pelaksanaan dan mengevaluasi standar pendidikan nasional.

2.1.3.2 Standar Kurikulum Pendidikan

Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di

akademi yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai sesuatu

tingkatan atau ijazah (Nurdin, 2005: 32). Sedangkan menurut


22

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa:

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan


mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan
aktivitas yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka mempengaruhi
siswa dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di
dalamnya kegiatan belajar mengajar strategi dalam proses belajar
mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran
dan sebagainya.

Jadi kurikulum merupakan pedoman dalam menyampaikan materi

pelajaran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pendidikan itu sendiri.

Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Lie, dkk (2005: 83), yang

menyatakan bahwa: Kurikulum selalu dipengaruhi dan ditentukan oleh

gagasan yang melatarbelakangi tentang manusia dan pendidikan.

Kurikulum akan dipengaruhi oleh gagasan penyusun kurikulum tentang

makna pendidikan yang dipikirkannya.

Namun pada kenyataannya kurikulum tidak dapat mengikuti

dinamika yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan, hal ini didukung oleh

pendapat Buchori (2004: 295) yang menyatakan bahwa: “Ketidakjelasan

dalam menyusun kurikulum Nasional disebabkan karena ketidakjelasan

tentang manusia Indonesia yang diharapkan akan terbentuk dalam

pendidikan formal”.

Bila dikaitkan pada hal-hal yang praktis dan bersifat aplikatif, maka

kurikulum cenderung berkenaan dengan usaha perencana kurikulum dalam

menyusun bidang-bidang studi apa saja yang harus dipelajari oleh anak
23

didik pada jenjang/ tingkatan sekolah tertentu. Misalnya pada tingkat

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), bidang studi apa saja yang akan

disajikan karena kurikulum pada Sekolah kejuruan harus lebih

mengutamakan mata pelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan dan

lapangan pekerjaan atau yang sering disebut dengan Model Link and

Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang dapat menunjang

pekerjaan.

Dalam penyusunan kurikulum tersebut harus dimuat tujuan yang

harus dicapai, uraian materi secara ringkas, teknik/metode yang mungkin

dipakai, alat dan sumber, kelas, lamanya waktu yang diperlukan/jam dan

sebagainya yang biasanya termuat dalam satu model penyusunan program

yang disebut Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1), kurikulum untuk jenis

pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah terdiri atas a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak

mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c)

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi; d) kelompok

mata pelajaran estetika; e) kelompok mata pelajaran jasmani, oleh raga dan

kesehatan.

Menurut Nurdin (2005: 33), dikatakan bahwa: “Ada 3 hal pokok

yang menjadi landasan dalam pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan


24

kurikulum, yakni: (a) landasan Filosofis, (b) landasan Sosial Budaya, dan,

(c) landasan Psikologis”.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada uraian berikut ini.

(a) Landasan Filosofis

Filsafat dapat diartikan sebagai cara berfikir yang mengkaji tentang objek

secara mendalam melalui 3 pokok persoalan, yakni: hakikat benar . salah

(logika), hakikat baik buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika) dan

hakikat pandangan hidup manusia mencakup ketiga hal tersebut.

Kaitannya dengan kurikulum dari ketiga pandangan tersebut sangat

diperlukan terutama dalam menetapkan arah dan tujuan pendidikan.

Dengan pengertian lain bahwa kemana arah pendidikan itu akan dibawa

tergantung dari cara pandang hidup manusia atau yang lebih luasnya lagi

cara pandang dari suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara mempunyai

tatanan dan pandangan hidup masing-masing dan berbeda-beda sesuai

dengan ideologi yang dianut. Pendidikan sebagai upaya dalam membina

manusia (anak didik) tidak terlepas dari pandangan hidup, oleh karena itu

segala upaya yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didiknya harus

mampu menjadikan manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, kerja kelarsa,

tangguh bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat

jasmani dan rohani.


25

(b) Landasan Sosial Budaya

Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan

mengembangkan daya cipta, karsa dan rasa manusia menuju peradaban

manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia ynag berbudaya.

Kurikulum pendidikan sudah sewajarnya pula disesuaikan dengan kondisi

masyarakat saat ini, bahkan harus dapat mengantisipasi kondisi-kondisi

yang bakal terjadi pada masa yang akan datang. Untuk itu pula guru

dituntut untuk dapat membina dan melaksanakan kurikulum, agar apa

yang diberikan kepada anak didiknya berguna dan relevan dengan

kehidupan dalam masyarakat.

(c) Landasan Psikologi

Pada dasarnya pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan unsur-unsur

psikologi, sebab pendidikan adalah menyangkut perilaku manusia itu

sendiri. Mendidik berarti merubah tingkah laku anak menuju kedewasan.

Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan

teori-teori perubahan tingkah laku anak. Beberapa teori belajar yang

dikenal, antara lain: behaviorisme, psikologi daya, perkembangan kognitif,

teori lapangan, teori kepribadian. (Nurdin, 2005: 33).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa memahami dan

mempelajari teori belajar merupakan faktor penting yang harus dipelajari

dan dikuasai oleh guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran, karena

sebaik apapun kurikulum yang diciptakan, namun jika guru tersebut tidak

mampu menguasai psikologi dari anak didiknya maka akan sulit terjadi
26

komunikasi yang efektif. Jadi, guru harus memiliki strategi belajar .

mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan

menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman

pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan

kurikulum yang dibuat oleh BSNP.

Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa

kurikulum dikembangkanberdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(a) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan


kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (b) beragam dan
terpadu, (c) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, (d) relevan dengan kebutuhan kehidupan, (e)
menyeluruh dan berkesinambungan, (f) belajar sepanjang hayat, (g)
seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Dalam pelaksanannya kurikulum disetiap satuan pendidikan

menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama, pelaksanaan

kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta

didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal

ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,

serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara

bebas, dinamis dan menyenangkan.

Kedua, Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar

belajar, yaitu (a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
27

Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk

mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup

bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun

dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,

efektif dan menyenangkan.

Ketiga, Pelaksanan kurikulum memungkinkan peserta didik

mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau

percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan dan kondisi peserta

didik dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta

didik yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

Keempat, Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta

didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka

dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa,

ing ngarsa sung tulada.

Kelima, Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai

dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

Keenam, Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi

alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan

pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

Ketujuh, Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi

mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan


28

dalam keseimbangan, keterkaitan dan kesinambungan yang cocok dan

memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

2.1.3.3 Standar Proses

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk

mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap

satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan

pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran

yang efektif dan efisien. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus

dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya

tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan

penilaian hasil belajar.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 standar

proses pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan


29

pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran

yang efektif dan efisien.

Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip

sistematis dan sistemik. Sistematis berarti secara runtut, terarah dan

terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi secara

berkesinambungan. Sistemik berarti mempertimbangan berbagai faktor

yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup semua aspek perkembangan

peserta didik (pengetahuan, sikap, dan keterampilan), karakteristik peserta

didik, karakteristik materi ajar yang meliputi fakta, konsep, prinsip dan

prosedur, kondisi lingkungan serta hal-hal lain yang menghambat atau

menunjang terlaksananya pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran

meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat

sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,

sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

Standar pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip

terjadinya interaksi secara optimal antara peserta didik dengan pendidik,

antar peserta didik sendiri, serta peserta didik dengan aneka sumber belajar

termasuk lingkungan. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal

peserta didik dalam setiap kelas agar dapat berlangsung interaksi yang

efektif. Di samping itu perlu diperhatikan beban pembelajaran maksimal

per pendidik dalam satuan pendidikan dan ketersediaan buku teks

pelajaran bagi setiap peserta didik. Namun bila kondisi riil belum

memungkinkan perlu ditentukan rasio maksimal yang dapat digunakan


30

bersama oleh peserta didik. Mengingat bahwa proses pembelajaran bukan

hanya sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga pembentukan

pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian penuh dari pendidik,

maka diperlukan ketentuan tentang rasio maksimal jumlah peserta didik

setiap pendidik. Hal ini akan menjamin intensitas interaksi yang tinggi.

Pengembangan daya nalar, etika, dan estetika peserta didik dapat

dilakukan antara lain melalui budaya membaca dan menulis dalam proses

pembelajaran. Selain itu budaya membaca dan menulis juga dapat

menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca, dan mampu

mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan. Pelaksanan proses

pembelajaran perlu mempertimbangkan kemampuan pengelolaan kegiatan

belajar. Pendidik pada setiap satuan pendidikan juga perlu mengenal

masing-masing pribadi peserta didik sehingga jumlah peserta didik per

kelas perlu dibatasi.

Standar penilaian hasil pembelajaran ditentukan dengan

menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai oleh peserta didik. Teknik penilaian tersebut dapat

berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perseorangan atau

kelompok. Penilaian secara individual melalui observasi dilakukan

sekurang-kurangnya sekali dalam satu semester. Untuk memantau proses

dan kemajuan belajar serta memperbaiki hasil belajar peserta didik dapat

juga digunakan teknik penilaian portofolio dan kolokium. Secara umum


31

penilaian dilakukan atas segala aspek perkembangan peserta didik yang

mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Standar pengawasan proses pembelajaran merupakan upaya

penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses pembelajaran

yang efektif dan efisien ke arah tercapainya kompetensi yang ditetapkan.

Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip tanggung jawab dan

kewenangan, periodik, demokratis, terbuka, dan keberlanjutan.

Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan

pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Upaya pengawasan

pada hakikatnya merupakan tanggung jawab bersama semua pihak yang

terkait, sesuai dengan ketentuan tentang hak, kewajiban warga negara,

orangtua, masyarakat, dan pemerintah

2.1.3.4 Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan

yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi

lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan

peserta didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh

mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau

kelompok mata kuliah. (2) Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran

bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai

dengan jenjang pendidikan. (3) Kompetensi lulusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan
32

keterampilan. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan

menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2006, diseburkan bahwa:

a. Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan


menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik.
b. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan
pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi
lulusan minimal mata pelajaran.
c. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini

2.1.3.5 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidikan merupakan suatu proses yang hasilnya dapat

ditunjukkan secara langsung maupun tidak langsung. Output/keluaran

pendidikan merupakan hasil pendidikan yang dapat diukur secara langsung

setelah berlangsungnya suatu sistem pendidikan pada jenjang tertentu.

Output atau hasil yang diperoleh dengan adanya proses pendidikan,

misalnya jumlah atau persentase siswa menurut pendidikan yang

ditamatkan.

Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan oleh tinggi

rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas tenaga

pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang


33

keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai

kemajuan pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan

kualifikasi para pendidik atau tenaga pengajar yang dinilai masih rendah.

Sebagian guru bahkan mengajar di luar bidang keahliannya. Rendahnya

kualitas tenaga pengajar akan berdampak pada rendahnya mutu lulusan

yang dihasilkan. Selain itu, sistem penilaian dan pengujian serta akreditasi,

ditambah dengan kurikulum turut menentukan mutu anak didik.

Ada beberapa pengertian guru berikut ini untuk memberikan

gambaran betapa pentingnya peranan seorang guru yang profesional serta

kompetensi di bidangnya. Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas

untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Menurut Roestiyah, (1982: 182)

dalam Nurdin (2005: 6): .Teacher is a person who causes a person to

know or be able to do something or give a person knowladge or skill.

Menurut Sutadipura (1983: 54) dalam Nurdin (2005: 6), bahwa:

“Guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru”. Pendapat tersebut

dikuatkan lagi sebagaimana yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, (1985: 65) dalam Nurdin (2005: 7) bahwa:

Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus


diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang
hubungan sebaikbaiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung
tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang
menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan”.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 39 ayat (2) bahwa:

Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas


merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
34

hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta


melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang

guru bukan sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya di

depan kelas, namun merupakan seseorang yang memiliki profesionalisme

dalam menjalankan perannya sebagai seorang guru yang dapat menjadikan

murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan

masalah yang dihadapi.

Kualifikasi guru turut menentukan keberhasilan pendidikan oleh

karena itu rendahnya kualifikasi tenaga pengajar atau guru dapat

menunjukan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya

kualitas tenaga pengajar akan berdampak pada kualitas siswa yang pada

akhirnya menyebabkan rendahnya mutu para lulusan.

Hal ini tentunya akan menghambat keberhasilan pembangunan


nasional, karena keberhasilan pembangunan nasional tergantung
dari keberhasilan dalam mengelola pendidikan nasional. Oleh
karena itu, seorang pendidik (guru) harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang sehat
jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) PP No. 19 Tahun
2005).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, Pasal 36 ayat (1), bahwa “Tenaga

kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi,

kompetensi dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya”. Hal ini


35

dikuatkan lagi dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16

Tahun 2007, yang menyatakan bahwa

Profesionalisme seorang guru dapat diukur melalui kualifikasi dan


kompetensinya sebagai tenaga kependidikan. Alat pengukurnya
adalah sertifikat profesional yang dimiliki tenaga pendidik melalui
sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Jadi, ketiga komponen tersebut
tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara satu dengan
lainnya.

2.1.3.5.1 Kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik guru dapat diperoleh melalui pendidikan

formal dan uji kelayakan dan kesetaraan. Kualifikasi akademik guru

melalui pendidikan formal dapat diperoleh melalui program studi

keguruan baik jenjang Diploma maupun Sarjana. Sebagaimana yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa

Seorang tenaga pendidik pada sekolah menengah


kejuruan/sederajat harus memiliki kualifikasi akademi yaitu:
minimum Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1), latar belakang
pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan/diampu, memiliki sertifikat profesi
guru untuk SMK/MAK yang diperoleh dari program studi yang
terakreditasi (Pasal 29 ayat (4)).

Sedangkan kualifikasi akademik guru melalui uji kelayakan dan

kesetaraan merupakan kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk

dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat

diperlukan tetapi belum dikembangkan oleh Perguruan Tinggi. Uji

kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa


36

ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk

melaksanakannya.

2.1.3.5.2 Standar Kompetensi Guru

Menurut Kunandar (2007: 55), “Kompetensi guru adalah

seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar

dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif”. Kompetensi guru

yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi: “1) Kompetensi

pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi professional dan;

4) Kompetensi social”. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam

kinerja guru dan dijelaskan secara rinci dalam Permendiknas Nomor 16

Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

1) Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang tenaga

pendidik yang diharapkan mampu memberikan informasi kepada anak

didiknya. Kompetensi tersebut membutuhkan keahlian serta

kemampuan sebagai tenaga pendidik. Kompetensi pedagogik yang

dimiliki seorang guru sesuai dengan Permendagri Nomor 16 Tahun

2007 adalah:

(a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,


spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual, (b)
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik, (c) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan
mata pelajaran yang diampu, (d) Menyelenggarakan pembelajaran
yang mendidik, (e) Memanfaatkan teknologi informasi dan
37

komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (f) Memfasilitasi


pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki, (g) Berkomunikasi secara efektif,
empatik dan santun dengan peserta didik, (h) Menyelenggarakan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (i) Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, (j)
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.

2) Kompetensi Kepribadian

Seorang guru dituntut memliki kepribadian yang baik. Baik dalam

bertutur kata maupun santun dalam bersikap. Oleh karena guru

merupakan contoh tauladan lingkungan sekolah maupun lingkungan

masyarakat yang sosoknya digugu dan ditiru, dipercaya dan dijadikan

panutan. Selain itu seorang guru juga harus memiliki kepribadian yang

menyenangkan sehingga siswa yang diajarkan merasa tertarik dengan

kepribadian tersebut. Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki

oleh guru sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, yaitu:

(a) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan


kebudayaan nasional Indonesia, (b) menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat, (c) menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, (d) menunjukkan etos
kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan
rasa percaya diri, (e) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3) Kompetensi Profesional

Guru merupakan jabatan profesi yang membutuhkan

keprofesionalismean seorang guru, maka layaknya seorang guru

dalam melaksanakan tugasnya harus benar-benar merupakan

panggilan jiwa yang mampu mengabdikan diri pada dunia pendidikan

untuk waktu yang lama bahkan seumur hidup, memiliki pengetahuan


38

dan kecakapan/keahlian, memiliki kecakapan diagnostik dan

kompetensi aplikatif, memiliki kode etik atau norma-norma sebagai

pegangan atau pedoman sebagai seorang pendidik. Profesionalisme

yang dibutuhkan oleh seorang guru dalam mendidik siswa adalah

kemampuan untuk merangsang potensi anak didik dan mengajarkan

supaya mau belajar. Guru hanya memberikan peluang agar potensi itu

dikemukakan dan dikembangkan. Untuk hal-hal yang erat kaitannya

dengan profesional, seorang guru harus mampu:

(1) menguasai bahan/materi, struktur, konsep dan pola pikir


keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2)
menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang diampu, (3) mengembangkan materi
pembelajaran yang diampu secara kreatif, (4) mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif, (5) memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mengembangkan diri (Permendiknas Nomor
16 Tahun 2007).

Salah satu indikator keberhasilan guru dalam pelaksanaan tugas

adalah kemampuan seorang guru untuk menjabarkan, memperluas,

menciptakan relevansi kurikulum dengan kebutuhan peserta didik

dalam perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Nurdin (2005: 78) menyatakan bahwa profesi sebagai seorang guru

dituntut untuk dapat mengemban tugas secara profesional, untuk itu

seorang guru minimal harus memiliki:

Pertama, menguasai Silabus atau GBPP serta petunjuk


pelaksanaannya. Seorang guru harus memahami aspek-aspek dari
materi yang disampaikannya, yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai,
(2) isi/materi bahan pelajaran dari setiap pokok bahasan /topik
pembelajaran, (3) alokasi waktu untuk setiap topik
pembelajaran/bahan pelajaran, dan (4) alat dan sumber belajar
39

yang akan digunakan. Kedua, seorang guru harus mampu


menyusun program pembelajaran, dalam hal ini guru harus
terampil dalam mengemas dan menyusun serta merumuskan
bahan pengajaran itu ke dalam Satuan Acara Pembelajaran (SAP),
yang dimulai dari merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai sampai pada teknik evaluasi yang akan digunakan untuk
menilai hasil belajar siswa. Ketiga, harus mampu mengelola
proses belajar mengajar yaitu mampu mengimplementasikan
kurikulum dengan mengaktualisasikan SAP dalam proses belajar
mengajar di kelas kepada peserta didik. Keempat, harus jeli dalam
menilai hasil belajar siswa, yaitu mengevaluasi sejauhmana siswa
dapat menguasai pelajaran dalam proses belajar mengajar yang
telah disampaikan kepada siswa.

4) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial dibutuhkan bagi seseorang yang memiliki

profesi sebagai seorang guru karana interaksinya kepada masyarakat

di lingkungannya yaitu baik dengan masyarakat di lingkungan tempat

tinggal, sekolah maupun dengan orang tua murid. Oleh karena itu

seorang guru harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya

karena merupakan sosok yang ditiru, selain itu kontak sosial terhadap

orang tua murid juga dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan

belajar siswa di rumah.

Adapun kompetensi sosial seorang guru, meliputi: (a) bersifat

inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang

keluarga dan status sosial ekonomi, (b) berkomunikasi secara efektif,

empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua dan masyarakat, (c) beradaptasi di tempat bertugas di

seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial


40

budaya, (d) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan

profesi lain secara lisan dantulisan atau bentuk lain.

2.1.3.5.3 Sertifikasi bagi guru dalam jabatan

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian

sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan yang diikuti oleh guru yang

telah memiliki kualifikasi akademik yang telah ditetapkan yaitu sarjana (S-

1) atau Diploma Empat (D-IV) yang diselenggarakan oleh perguruan

tinggi sebagai penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang

terakreditasi dan telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Sertifikasi ini dilakukukan melalui uji kompetensi untuk

memperoleh sertifikat pendidik dengan penilaian dalam bentuk portofolio,

yaitu pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian

terhadap kumpulan dokumen yang menggambarkan:

(1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3)


pengalaman mengajar, (4) perencanan dan pelaksanaan
pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi
akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam
forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan
sosial dan, (10) penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan, (Pasal

7) dinyatakan bahwa:

Guru yang terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi guru pada tahun
2006 dan telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi
guru dari Departemen Pendidikan Nasional sebelum Oktober 2007
memperoleh tunjangan profesi pendidik terhitung mulai 1 Oktober
2007.
41

Jadi jelas dapat kita lihat bahwa tuntutan terhadap profesionalisme

guru tidak hanya merupakan kebijakan yang dipaksakan kepada seluruh

guru yang ada di Indonesia namun kompensasi dari tuntutan tersebut

adalah peningkatan penghasilan bagi guru agar citra guru tidak lagi

diremehkan dan merasa lebih rendah dari profesi lainnya.

2.1.3.6 Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana adalah alat bantu yang dibutuhkan baik

langsung maupun tidak langsung oleh siswa dan guru ataupun

penyelenggaraan pendidikan dalam mewujudkan proses belajar mengajar.

Sarana dan prasarana ini dapat menunjang keefektifan dan efisiensi

pengajaran karena dapat mempengaruhi tingkat laku siswa.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang

Standar Nasional Pendidikan Pasal 42 dinyatakan bahwa:

(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi


perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai serta kelengkapan lainnya yang
diperlukan untuk menunjnag proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan; (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satiuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,
ruang laboraturium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.

Dari uraian di atas, jelas dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan

harus memiliki sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar

dan mengajar. Standar sarana dan prasarana ini diatur dalam Permendiknas
42

Nomor 40 Tahun 2008 tentang Sarana dan Prasarana untuk SD. Oleh

karena Permendiknas ini barudiberlakukan maka dalam tulisan ini standar

sarana dan prasarana SD merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar

Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.

Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007, diatur tentang

jumlah satuan pendidikan, luas lahan minimum, luas bangunan gedung

minimum dan kelengkapan sarana dan prasarana. Bangunan gedung

sekolah yang sesuai dengan standar harus memenuhi ketentuan tata

bangunan yaitu rancangan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan

gedung harus dilakukan secara profesional dan dapat bertahan minimum

20 Tahun, memenuhi persyaratan keselamatan, memenuhi persyaratan

kesehatan, letak bangunan tersebut menyediakan fasilitas dan aksesibilitas

yang mudah, aman dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat,

bangunan gedung dilengkapi system keamanan, dilengkapi fasilitas

instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt.

Kelengkapan sarana dan prasarana yang harus dilengkapi sekurang

kurangnya adalah sebagai berikut: a) ruang kelas, b) ruang perpustakan, c)

laboraturium, d) ruang pimpinan, e) ruang guru, f) ruang tata usaha, g)

tempat beribadah, h) ruang konseling, i) ruang UKS, j) ruang organisasi

kesiswaan, k) jamban, l) gudang, m) ruang sirkulasi, n) tempat

bermain/berolahraga, dan o) ruang Praktik Kerja/bengkel kerja (khusus

untuk sekolah kejuruan).


43

2.1.3.7 Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada

tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar

tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

a. Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan

pendidikan yang berlaku secara nasional.

b. Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

2.1.3.8 Standar Pembiayaan

Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan

besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan

biaya personal.

1. Sekolah/Madrasah menyusun pedoman pengelolaan biaya


investasi dan operasional yang mengacu pada Standar
Pernbiayaan.
2. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional
Sekolah/htadrasah mengatur:
1) sumber pemasukan, pengeluaran clan jumlah dana yang
dikelola;
2) penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana
di luar dana investasi dan operasional;
3) kewenangan dan tanggungjawab kepala sekolah madrasah
dalam membelanjakan anggaran pendidikan sesuai dengan
peruntukannya;
4) pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta
penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite
sekolah madrasah, serta institusi di atasnya.
3. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional
sekolah/madrasah diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan
44

ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah serta mendapatkan


persetujuan dari institusi di atasnya.
4. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah
madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga
sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana
secara transparan dan akuntabel.

2.1.3.9 Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan

yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian

hasil belajar peserta didik. (1) Penilaian pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. penilaian hasil belajar oleh

pendidik; b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c.

penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. (2) Penilaian pendidikan pada

jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: a. penilaian hasil belajar oleh

pendidik; dan b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4496).

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik

Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004

mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah


45

beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 31/P Tahun 2007 memutuskan:

(1) Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan


dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar penilaian
pendidikan yang berlaku secara nasional.
(2) Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Sekolah-sekolah yang sudah memenuhi kriteria SSN tersebut

dianggap sudah lebih siap untuk melaksankan program bertaraf

internasional dibandingkan sekolah-sekolah yang belum memenuhi

kriteria SSN. Hal ini dapat dipahami karena untuk masuk dalam kategori

sekolah internasional diperlukan kesiapan internal dalam semua hal yang

terkait dengan penyelenggaraan sebuah sekolah yang baik. Dengan

kesiapan secara internal ini diharapkan sekolah tidak akan mengalami

kesulitan ketika harus memenuhi persyaratan sebagai sekolah bertaraf

internasional, yang tentu saja relatif cukup berat.

2.1.4 Mutu Pendidikan

Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu :

Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan


pendekatan educational production function atau input-input analisis
yang tidak consisten; 2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan
secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang tua
siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini
Usman, 2002).

Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi

daerah yang sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil


46

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan

mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM adalah :

(1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based


management) dimana  sekolah diberikan kewenangan untuk
merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan;
(2) Pendidikan yang berbasiskan pada partisipasi komunitas
(community based education) di mana terjadi interaksi yang positif
antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community
learning center; dan (3) Dengan menggunakan paradigma belajar
atau learning paradigm yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau
learner menjadi manusia yang diberdayakan.

Selain itu pada tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari pendidikan

nasional, pemerintah telah mengumumkan suatu gerakan nasional untuk

peningkatan mutu pendidikan, sekaligus menghantar perluasan pendekatan

Broad Base Education System (BBE) yang memberi pembekalan kepada

pelajar untuk siap bekerja membangun keluarga sejahtera. Dengan

pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan pembekalan life

skills yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan

dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi manfaat. Lingkungan

sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari insan yang mencintainya,

dan lingkungannya dapat memberikan topangan hidup yang mengantarkan

manusia yang mencintainya menikmati kesejahteraan dunia akhirat

Untuk merealisasikan kebijakan diatas maka sekolah perlu

melakukan manajemen peningkatan mutu. Manajemen Peningkatan Mutu

(MPM) ini merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia

pendidikan, seperti yang telah berjalan di Sidney, Australia yang

mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c) Quality


47

Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg,

Amerika Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu

sekolah dasar yang dikembvangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP

Yogyakarta (Hand Out, Pelatihan calon Kepala Sekolah).

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode

peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri,

mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data

kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah

untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan

organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan

masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM,

terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah

baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan

proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan

partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa,

orang tua dan pakar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen

Peningkatan Mutu memiliki prinsip :

1) Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah


2) Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya
kepemimpinan yang baik
3) Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik
bersifat kualitatif maupun kuantitatif
4) Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua
unsur yang ada di sekolah
48

5) Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat


memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat.
(Hand out, pelatihan calon kepala sekolah :2000)

Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan

mengaplikasikan empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c)

quality assurance, dan d) quality control. Berdasarkan Panduan  

Manajemen Sekolah (2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut :

a. School review
Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama
khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli)
untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah, serta
mutu lulusan.
b. Benchmarking :
Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang
akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking
dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun
lembaga.
c. Quality assurance
Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan
telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini
akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada
proses. Teknik menekankan pada monitoring yang
berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem
sekolah.
d. Quality control
Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan
kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality
control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti,
sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang
terjadi.

2.1.5 Penelitian Sebelumnya

Sebagai perbandingan, berikut ini penulis sajikan beberapa hasil

penelitian yang membahas permasalahan yang sama. Hal ini dimaksudkan agar

dapat memberikan gambaran dan tolok ukur yang jelas bagi penelitian ini.

Adapun penelitian tersebut sebagaimana tampak pada deskripsi berikut.


49

Yati Hayati (2012) Analisis Ketercapaian Program Sekolah (Studi pada

pencapaian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan (SNP) di SMP Negeri 2 Ciamis)”. Berdasarkan temuan dan

pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pelaksanaan program

sekolah di SMP Negeri 2 Ciamis, menunjukkan bahwa: dari 9 standar yang

menjadi program sekolah, sudah tercapai dengan baik. Dilihat dari : pemenuhan

standar kompetensi lulusan; pemenuhan standar isi/kurikulum; pemenuhan

standar proses; pemenuhan Standar Tenaga Pendidik Dan Tenaga Kependidikan;

Pemenuhan Standar Srana Dan Prasarana; pemenuhan standar pengelolaan;

Pemenuhan Standar Keuangan Dan Pembiayaan; Pemenuhan Standar Penilaian

Pendidikan; dan Pengembangan Budaya Dan Lingkungan Sekolah. Hambatan

yang mempengaruhi ketercapaian program sekolah di SMP Negeri 2 Ciamis

adalah SDM pendidikan yang professional masih perlu di tingkatkan. Upaya

yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pencapaian program sekolah di SMP

Negeri 2 Ciamis, adalah dengan cara memberikan kesempatan terhadap guru

untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Heni Herawati (2014) dengan judul

“Studi Terhadap Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan Pada Smp Negeri 1

Ciamis” diperoleh gambaran bahwa: Manajemen Pemenuhan Standar Nasional

Pendidikan pada SMP N 1 Ciamis baik dilihat dari aspek perencanaan,

pengorganisasian, penerapan dan pengawasan telah dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan. Perencanaan yang dilaksanakan terhadap pemenuhan standar isi,

pemenuhan standar proses, pemenuhan standar kompetensi lulusan, pemenuhan


50

standar penilaian, pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan,

pemenuhan standar sarana dan prasarana, pemenuhan standar pengelolaan, dan

pemenuhan standar pembiayaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

Pengorganisasian dilaksanakan pengorganisasian terhadap pemenuhan standar

Isi, pemenuhan standar Proses, pemenuhan standar kompetensi lulusan

pemenuhan standar kompetensi lulusan, pemenuhan standar penilaian,

pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan, pemenuhan standar

sarana dan prasarana, pemenuhan standar pengelolaan, dan pemenuhan standar

pembiayaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Penerapan pemenuhan

standar Isi, pemenuhan standar proses, pemenuhan standar kompetensi lulusan,

pemenuhan standar penilaian, pemenuhan standar pendidik dan tenaga

kependidikan, pemenuhan standar sarana dan prasarana, pemenuhan standar

pengelolaan, dan pemenuhan standar pembiayaan telah dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan. Pengawasan terhadap pemenuhan standar isi, pemenuhan

standar proses, pemenuhan standar kompetensi lulusan, pemenuhan standar

penilaian, pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan, pemenuhan

standar sarana dan prasarana, pemenuhan standar pengelolaan, dan pemenuhan

standar pembiayaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

Kendala yang dihadapi dalam pencapaian pemenuhan Standar Nasional

Pendidikan pada SMP N 1 Ciamis adalah sebagai berikut: Sumber pendukung

seperti pengetahuan tambahan yang harus dimiliki oleh guru dalam

mengimplementasikan standar isi, pengetahuan terhadap pelaksanaan standar

proses yang baik dan benar belum sepenuhnya dikuasai. Kompetensi peserta
51

didik yang tidak merata, sehingga masih ada peserta didik yang tidak memenuhi

standar kelulusan.Pengetahuan tenaga pendidik dan kependidikan dalam

melaksanakan SNP, masih lemah, ruang lingkup sarana dan prasarana yang

tersedia perlu ditambah dan diperbaiki.Pelaksana pengelolaan perlu pengetahuan

tambahan tentang proses pengelolaan standar nasional pendidikan.Sumberdana

yang tersedia kurang mencukupi ketercapaian standar nasional pendidikan.

Sistem penilaian yang banyak sekali. Penilaian tersebut antara lain adalah

penilaian sikap sosial dan ritual yang didalamnya mencakup penilaian antar

teman, diri, dan jurnal guru. Belum penilaian keterampilan yang mencakup

penilaian project, fortofolio, dan proses. Penilaian proses, guru harus tetap ada di

kelas. Hal tersebut menjadi kendala hampir semua guru yang baru mengenal

kurikulum 2013.

Upaya yang dilaksanakan untuk mengatasi kendala dalam pencapaian

pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di SMP Negeri 1 Ciamis adalah

sebagai berikut. Upaya pemenuhan standar isi, standar proses, standar

kompetensi lulusan dan Standar Nasional Pendidikan dan kependidikan adalah

dengan peningkatan sumber pendukung dimana semua stakeholders pendidikan

yang berada di SMP negeri 1 Ciamis dituntut nuntuk memiliki kualifikasi

pendidikan seperti halnya S-1 dan S-2. Dan sampai sekarang dari 51 orang

tenaga guru dengan tingkat pendidikan S-2 sebanyak 7 orang dan S-1 sebanyak

39 orang serta D-3 sebanyak 4 orang dan D-1 sebanyak 1 orang, sedangkan

tenaga kependidikan sebanyak 23 orang yang terdiri dari tata usaha 9 orang,

masing-masing berpendidikan SMA, perpustakaan 1 orang, komputer 2 orang


52

dan kantin serta penjaga sekolah, serta terus ditekankan adanya peningkatan

pengetahuan melalui jalur pendidikan, sehingga guru diberikan kebebasan

untuk melanjutkan ke S-2 bagi yang belum. Upaya pemenuhan standar

kompetensi lulusan adalah dengan cara menambah jam pelajaran melalui

pengayaan dan ekstra kurikuler. Upaya pemenuhan standar Sarana dan

Prasarana, yaitu dengan cara perbaikan ruang lingkup sarana dan prasarana yang

rusak dan penambahahan sarana yang belum ada. Upaya pemenuhan standar

pengelolaan adalah dengan cara peningkatan pengetahuan pelaksana

pengelolaan, sehingga langkah kerja yang dilaksanakannya sesuai dengan

standar. Upaya pemenuhan standar pembiayaan adalah dengan cara penambahan

sumberdana yang tersedia melalui komite dan orang tua siswa. Upaya

pemenuhan standar penilaian adalah dengan cara pengayaan, remedial, ataupun

tugas yang lainnya sehingga siswa bisa menuntaskan nilai KKM.

Berdasarkan paparan di atas, maka kedua penelitian itu memiliki

permasalahan yang sama dengan penelitian yang dilaksanakan sekarang, yaitu

sama-sama meneliti tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Adapun

perbedaannya, penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar,

sedangkan .penelitian terdahulu dilaksanakan pada tingkat Sekolah Menengah.

2.2 Pendekatan Masalah

Penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa implementasi peraturan

pemerintah nomor 19 Tahun 2005 dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas

proses pembelajaran peserta didik yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata.


53

Penelitian ini ditekankan pada SD Al-Muttaqin belajar dan proses pelaksanaan

sekolah belajar dalam meningkatkan ketuntasan belajar.

Pada dasarnya proses industri harus dipandang sebagai suatu peningkatan

terus-menerus (continuous industrial process improvement), yang dimulai dari

sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk,

pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen.

Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan-balik yang dikumpulkan dari

pengguna produk (pelanggan) itu dapat dikembangkan ide-ide kreatif untuk

menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi

yang ada saat ini. (Vincent Gaspersz,2000:1)

Agar peningkatan proses industri dapat berjalan secara konsisten, maka

dibutuhkan manajemen sistem industri, yang pada umumnya akan dikelola oleh

lulusan perguruan tinggi. Konsep sistem industri dan manajemen sistem industri

ditunjukkan dalam Gambar 1. Dari Gambar 1 tampak bahwa manajemen sistem

industri terdiri dari dua konsep, yaitu: (1) konsep manajemen dan (2) konsep

sistem industri. Suatu sistem industri mengkonversi input yang berasal dari

pemasok menjadi output untuk digunakan oleh pelanggan, sedangkan manajemen

sistem industri memproses informasi yang berasal dari sistem industri, pelanggan,

dan lingkungan melalui proses manajemen untuk menjadi keputusan atau tindakan

manajemen guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem industri.  

Berdasarkan konsep manajemen sistem industri modern di atas, maka

setiap lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja dalam sistem industri harus

memiliki kemampuan solusi masalah-masalah industri yang berkaitan dengan


54

bidang ilmu yang dikuasainya berdasarkan informasi yang relevan agar

menghasilkan keputusan dan tindakan untuk meningkatkan kinerja sistem industri

tersebut. (Vincent Gaspersz,2000:1).

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digambarkan

secara diagramatis berikut ini:

PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 19 TAHUN 2005

STANDAR KURIKULUM
STANDAR PROSESSTANDAR KOMPETENSI
STANDAR
LULUSAN
PENILAIAN

STANDAR PENDIDIK STANDAR


DAN TENAGA
SARANA STANDAR
DAN PRASARANA
KEPENDIDIKAN PENGELOLAAN
STANDAR PEMBIAYAAN

Bagan 2.1

Kerangka Pikir Penelitian


55

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Pemilihan lokasi atau site selection berkenaan dengan penentuan unit,

bagian, kelompok, dan tempat dimana orang-orang terlihat di dalam kegiatan atau

peristiwa yang ingin diteliti. Pemilihan lokasi perlu dirumuskan dengan jelas.

Untuk penelitian kualitatif, jumlah dan keterwakilan berdasarkan strata dan

kluster tidak mejadi masalah, karena penelitian kualitatif tidak menggunakan

populasi sampel. Kalaupun digunakan sampel, maka sampelnya purpostif.

Penelitian kualitatif bersifat studi kasus, temuan hasil penelitian hanya berlaku

untuk unit yang diteliti. Syarat menentukan sumber data adalah ketepatan sumber

lembaga maupun orang. (Sukmadinata 2010:102-285)

Subjek dalam penelitian ini adalah SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

Sementara itu partisipan yang dijadikan sampel adalah kepala sekolah, guru, dan

tenaga kependidikan. Adapun objek penelitiannya adalah implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 .

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk menerapkan teori atau menguji teori dalam

kaitannya dengan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan. Penelitian ini

berupaya menggambarkan dan mengungkapkan praktek-praktek pendidikan yang

sedang dijalankan dan menguji kekuatan ilmu yang diperankan dalam arah praktis

pelaksanaan pendidikan.

55
56

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif kualitatif. Penggunaan metode tersebut karena “Metode deskriptif

merupakan metode yang memusatkan perhatian pada aspek-aspek tertentu yang

sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan” (Surakhmad, 1989:96).

Adapun tujuannya ialah “Mendeskripsikan sesuatu secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai berbagai faktor serta hubungan antar fenomena yang diselidiki”

(Nazir, 1983:63).

Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial

dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak

berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran,

persepsinya.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk memahami (alih-

alih menjelaskan berbagai penyebab) fenomena sosial dari perspektif para

partisipan melalui pelibatan ke dalam kehidupan aktor-aktor yang terlibat.

Penelitian kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang

ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas

sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secarai individual maupun

secara kelompok. Beberapa deskripis digunakan untuk menemukan prinsip-

prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan. Penelitian kualitatif

bersifat induktif: peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari

data atau dibiarkan terbuka untk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan
57

yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetil disertai catatan-

catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan

catatan-catatan (Sukmadinata. 2010: 60)

Penelitian ini dirancang mengikuti model interaktif dari Maxwell (dalam

Alwasilah, 2003:86), yang mempertimbangkan keselarasan keenam komponen

berikut: (1) problem penelitian; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian;

(4) metode penelitian; dan (6) validitas penelitian.

3.4 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) dalam Moeleong (2007:157)

sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan

hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,

sumber data tertulis, foto, dan statistik.

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian

lapangan di lembaga pendidikan yang menjadi objek penelitian, dengan cara:

1. Observasi yaitu mengadakan penelitian langsung ke lembaga pendidikan yang

menjadi objek penelitian.

2. Menyebarkan instrumen wawancara kepada para responden.

3. Sedangkan data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari literatur

seperti buku-buku, majalah dan sumber yang lain yang dianggap relevan
58

dengan fokus penelitian. Selain itu data sekunder diperoleh dari dokumen

institusi.

3.4.2 Alat Pengumpulan Data

Umumnya penelitian kualitatif menggunakan strategi multi metode. Data

yang diperoleh dengan suatu metode umpamanya wawancara, dilengkapi,

diperkuat dan disempurnakan dengan penggunaan dilengkapi, diperkuat dan

disempurnakan dengan penggunaan metode lain seperti observasi, dan studi

dokumenter.

Demikian juga data yang diperoleh dengan observasi dilengkapi dan

disempurnakan dengan data wawancara dan dokumen-dokumen. Penelitian

kualitatif didasarkan atas asumsi bahwa data dapat dilengkapi dan disempurnakan

sepanjang proses penelitian. Desain penelitian kualitatif juga bersifat emerse,

berubah, berkembang, disesuaikan dan disempurnakan. Peneliti kualitatif

menggunakan kombinasi metode-metode tanggal atau metode liner yang langkah-

langkahnya diikuti secara kaku.

Dalam penelitian ini satu metode umpamanya wancara mendalam sebagai

fokus, diperkuat atau dilengkapi dengan metode lain. Dengan demikian dalam

pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menentukan satu metode yang paling

tepat, efisien, fisibel, dan aman, metode lain sebagai pelengkap (Sukmadinata.

2010:109)

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


59

1. Studi Dokumentasi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis di 3 SD Negeri di

Kecamatan Manonajaya melakukan studi dokumentasi, Teknik pengumpulan

data yang lain juga digunakan untuk melengkapi teknik observasi dan

wawancara, yaitu berupa studi dokumentasi. Dalam permasalahan ini

Sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (2003: 85) bahwa:

Data dalam penelitian kualitatif diperoleh dari sumber manusia atau


“human resources” melalui observasi dan wawancara. Akan tetapi terdapat
pula sumber data yang merupakan “non-human resources” berupa
dokumentasi yang mana bahannya telah ada, telah tersedia dan siap pakai
serta tidak memerlukan biaya.

Studi dokumentasi berguna karena dapat memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai pokok penelitian berupa proses strategi pemberdayaan,

bentuk strategi pemberdayaan yang dikembangkan, serta faktor pendukung dan

penghambat pemberdayaan yang dilaksanakan di sekolah tersebut. Selain itu

studi dokumentasi dapat dijadikan sebagai bahan triangulasi untuk mengecek

kesesuaian data.

Dalam penelitian ini mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam

pengumpulan data di lapangan. Dalam mengumpulkan data tersebut

diusahakan memperoleh data yang terinci tentang segala sesuatu yang dirasa

perlu berkenaan dengan fokus penelitian. Oleh sebab itu diperlukan catatan-

catatan yang berlangsung terus dari awal memasuki lapangan sampai penelitian

berakhir.
60

Catatan-catatan itu disebut catatan lapangan. Menurut Bogdan dan

Biklen (Moleong, 2004: 209), bahwa: “Catatan lapangan adalah catatan tertulis

tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka

pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”.

Catatan terdiri atas dua bagian, yakni (1) deskripsi yaitu tentang apa

yang sesungguhnya diamati, yang benar-benar terjadi menurut apa yang

peneliti lihat, dengar atau amati dengan alat drianya, tanpa diwarnai oleh

pandangan atau tafsiran peneliti, dan (2) komentar, tafsiran, refleksi, pemikiran

atau pandangan peneliti tentang apa yang diamatinya.

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif,

peneliti adalah “key instrument” atau alat penelitian utama untuk merekam

informasi yang dibutuhkan dalam penelitian (Nasution, 2003: 9). Menurut

Moleong (2004: 169)

manusia mempunyai daya adaptabilitas yang tinggi dan responsif terhadap


situasi yang selalu berubah selama penelitian berlangsung, imajinatif,
kreatif dan mempunyai kemampuan untuk menggali sesuatu yang tidak
diduga atau sesuatu yang tidak lazim terjadi yang dapat memperdalam
makna.

Berdasarkan hasil bahasan tersebut diatas maka dalam penelitian yang

dilakukan pada Sekolah dasar yang dijadikan objek penelitian.

2. Observasi

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan

terhadap suatu obyek, baik secara langsung maupun tidak langsung,

menggunakan teknik yang disebut dengan “observasi”. Teknik ini banyak


61

digunakan baik di dalam penelitian sejarah (historis), deskriptif ataupun

eksperimental, karena dengan pengamatan memungkinkan gejala-gejala

penelitian dapat diamati dari dekat atau lebih mendalam (Ali, 1992: 72).

Pengumpulan data melalui observasi merupakan pengamatan terhadap

subyek penelitian dan dunianya yang relevan dengan aspek-aspek yang diteliti

dengan cara mencatat apa yang dilihat dan didengar, mencatat apa yang mereka

katakan, pikirkan dan rasakan. Bahkan menurut Arikunto (2002: 133)

mengemukakan bahwa “Observasi merupakan suatu kegiatan memusatkan

perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan alat penglihatan,

penciuman, pendengaran, dan bila perlu melalui perabaan dan

pengecapan.Teknik observasi merupakan teknik yang utama dalam penelitian

yang dilakukan peneliti, hal ini dikarenakan :

a. Penelitian bersifat naturalistik selalu dimulai dengan observasi

b. Teknik observasi lebih teliti pengungkapannya.mengetahui apa sebenarnya

yang dikerjakan melalui pengamatan, bukan menanyakannya .

Meskipun semua masalah dalam penelitian ini mendapatkan

pengamatan namun terdapat aspek-aspek dimana observasi merupakan teknik

utama didalam mendapatkan informasinya. Agar observasi terarah dan

informasi yang dibutuhkan terjaring sesuai dengan tujuan penelitian, maka

dibuat rambu-rambu tentang apa yang akan diamati.


62

3. Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti untuk melengkapi data yang

dibutuhkan dan untuk mendapatkan kejelasan dari hasil observasi yang

dilakukan. Kepada subyek penelitian diminta memberikan informasi sesuai

dengan perspektifnya, menurut pikiran dan perasannya. Wawancara yang

dilakukan sesuai dengan pendapat Ali (2992:65) bahwa:

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab


yang dilandaskan pada tujuan penelitian, baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan sumber data. Wawancara langsung diadakan
dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara,
baik tentang dirinya maupun tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sementara
wawancara tidak langsung dilakukan terhadap seseorang yang dimintai
keterangannya tentang orang lain.

Dalam penelitian ini dibutuhkan keterangan tentang kegiatan kepala

sekolah dalam proses pemberdayaan guru, bila wawancara dilakukan dengan

kepala sekolah atau guru yang bersangkutan maka hal tersebut termasuk

wawancara langsung. Bila wawancara dilakukan dengan misalnya komite

sekolah atau pengawas maka termasuk wawancara tidak langsung, dalam hal

ini dikenal dengan nama triangulasi yaitu mencek kebenaran data yang telah

diperoleh dengan cara membandingkannya dengan data yang diperoleh dari

sumber lain.

Melalui wawancara peneliti mengetahui apa yang terkandung dalam

pikiran dan hati responden, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui

observasi. Data yang dikumpulkan dalam teknik wawancara ini bersifat verbal

dan non-verbal. Data verbal diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab.
63

Data non-verbal pun tidak kurang pentingnya seperti gerak-gerik badan,

tangan atau perubahan wajah ketika responden diwawancarai sebab hal

tersebut mempunyai makna tersendiri. Dapat dijelaskan bahwa pesan verbal

kaya akan informasi sedangkan pesan non-verbal kaya akan konteks. Keduanya

diperlukan untuk memahami makna ucapan dalam wawancara.

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara terarah pada fokus

penelitian. Pedoman tersebut sifatnya tidak terlalu ketat sehingga dapat

dikembangkan dan diubah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tipe

wawancara yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tipe

wawancara tak standar. Menurut Kerlinger dalam Adhipura (2001: 95)

mengemukakan bahwa:

wawancara tak standar adalah wawancara yang dilakukan bersifat luwes


dan terbuka, pertanyaan-pertanyaan, urutan, dan rumusan kata-katanya
bukanlah harga mati. Dalam studi ini digunakan wawancara langsung baik
ditujukan kepada kepala sekolah, guru, komite sekolah maupun pengawas
sekolah.

Data yang ingin diperoleh dari kepala sekolah, guru, komite sekolah

maupun pengawas sekolah adalah berkaitan dengan masalah pemberdayaan

guru baik segi pelaksanaan serta strateginya maupun hasil atau dampaknya.

Adapun data yang ingin diperoleh dari obyek yang diteliti yaitu guru dan

kepala sekolah melalui wawancara adalah informasi mengenai strategi

pelaksanaan pemberdayaan serta dampak yang nyata dalam peningkatan mutu

sekolah.
64

3.5 Kisi-kisi Instrumen

Untuk mempermudah proses penelitian, maka penulis sajikan kisi-kisi

penelitian sebagai berikut.

Tabel 3.1
Kisi-kisi Penelitian
N Variabel Indikator Pertanyaan
O
1 Implementasi 1. standar isi 1. Bagaimana
Peraturan implementasi standar
Pemerintah Isi pada SD Al-
Nomor 19 Tahun Muttaqin Kota
2005 di SD Al- Tasikmalaya?
Muttaqin Kota 2. Bagaimana
Tasikmalaya 2. Standar implementasi standar
proses Proses pada SD Al-
Muttaqin Kota
Tasikmalaya?

3. Standar 3. Bagaimana
kompetensi implementasi standar
lulusan kompetensi lulusan
pada SD Al-Muttaqin
Kota Tasikmalaya?

4. standar 4. Bagaimana
penilaian implementasi standar
penilaian pada SD Al-
Muttaqin Kota
Tasikmalaya?
5. standar 5. Bagaimana
Pendidik dan implementasi standar
Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Kependidikan pada SD
Al-Muttaqin Kota
Tasikmalaya?
6. standar
6. Bagaimana
Sarana dan
implementasi standar
Prasarana
Sarana dan Prasarana
pada SD Al-Muttaqin
Kota Tasikmalaya?
65

7. standar 7. Bagaimana
Pengelolaan implementasi standar
Pengelolaan pada SD
Al-Muttaqin Kota
Tasikmalaya?
8. standar 8. Bagaimana
Pembiayaan implementasi standar
Pembiayaan pada SD
Al-Muttaqin Kota
Tasikmalaya
2. Peningkatan Akademik 1. Bagaimana peningkatan
Mutu Pendidikan mutu akademik pada SD
di SD Al- Al-Muttaqin Kota
Muttaqin Kota Non akademik Tasikmalaya
Tasikmalaya 2. Bagaimana peningkatan
mutu non akademik pada
SD Al-Muttaqin Kota
Tasikmalaya

3.6 Teknik Analisis Data

Tehnik analisis data menggunakan tehnik kualitatif yaitu upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

(Moleong, 2009: 248).

Analisis data deskriptif kualitatif yaitu dilakukan secara berangsur

sampai selesai mendapatkan sekumpulan data dari wawancara, observasi atau

dokumen dengan menguraikan data-data yang diperoleh kemudian diambil

kesimpulan.
66

Maka dalam proses analisis ini dapat diperoleh data yang ilmiah, yaitu

yang sesuai dengan apa yang ada di lapangan yang kemudian disimpulkan.

Penerapan teknik dalam analisis data adalah sebagai berikut :

a) Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan

b) Display data yaitu data disistematiskan secara jelas guna membantu

penulis dalam menguasai data yang diperoleh. Dengan mendisplay

data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami

tersebut.

c) Pengambilan kesimpulan dan verifikasi.

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh

dari obyek yang diteliti. Proses penarikan kesimpulan didasarkan pada

hubungan informasi yang tersusun dalam satu bentuk yang di padu

pada penyajian data. Melalui informasi tersebut peneliti dapat melihat

apa yang diteliti dan menentukan kesimpulan yang benar sebagai

obyek penelitian.

Dalam menganalisis data kualitatif penulis menggunakan pola

berfikir induktif yakni pola berfikir yang bertolak dari fakta-fakta khusus
67

kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Maksud dari analisis

secara induktif adalah penelitian kualitatif yang tidak dimulai dari teori

tetapi dimulai dari fakta empiris. Penulis langsung ke lapangan untuk

mempelajari, menganalisa, menafsirkan dan menarik kesimpulan dari

fenomena-fenomena yang ada di lapangan.

3.7 Waktu dan Tempat Penelitian

3.7.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan terhitung mulai bulan

Januari 2014 sampai dengan Juni 2014.

3.7.2 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SD Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

Anda mungkin juga menyukai