Anda di halaman 1dari 43

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT. AGRI WANGI INDONESIA


28 FEBRUARI 2020
KESEHATAN KERJA DAN ERGONOMI
Kelompok II

Iffa Refni Ihksan 030.14.096


Ikbal Ramadhan 030.14.097
Innesti Nur Fetana 030.14.108
Khusnul Fuad 030.14.120
Meidiana Yusup 030.14.129
Muhammad Jauhan L 030.14.132
Nadesta Yofianti 030.14.058

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 24 Februari – 2 Maret 2020
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan Walk
Through Survey sebagaimana mestinya. Laporan Walk Through Survey disusun
untuk melengkapi rangkaian kegiatan Pelatihan Hiperkes dan Kesehatan Kerja
yang dilaksanakan pada 24 Februari – 2 Maret 2020. Laporan ini memaparkan
mengenai Kesehatan Kerja dan Ergonomi pada perusahaan PT. Agri Wangi
Indonesia.
Dalam usaha penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritikan yang membangun guna perbaikan kedepannya.

Jakarta, 29 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan.............................................................................2
1.3 Ruang Lingkup....................................................................................2
1.4 Dasar Hukum......................................................................................3
1.5 Gambaran Umum Perusahaan.............................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8
2.1 Kesehatan Kerja.................................................................................8
2.2 Ergonomi...........................................................................................16
2.3 Antopometri......................................................................................19
2.4 Aplikasi Prinsip Ergonomi di Tempat Kerja....................................21
2.5 Pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba.............................................22
BABA III HASIL PENGAMATAN...................................................................25
3.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan...........................................................25
3.2 Program Pelayanan Kesehatan..........................................................25
3.3 Training and Development Program.................................................26
3.4 Pemeriksaan Kesehatan....................................................................27
3.5 Kesesuaian Pekerja dengan Alat.......................................................27
3.6 Program Pemenuhan Gizi Pekerja, Kantin atau Ruang Makan........28
3.7 Penyakit Akibat Kerja.......................................................................28
3.8 Sarana P3K dan Tim.........................................................................29
3.9. Personil Kesehatan............................................................................29
BAB IV RUMUSAN MASALAH...................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................34
5.1 Kesimpulan.......................................................................................34
5.2 Saran.................................................................................................35

ii
BAB VI PENUTUP..............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemecahan Masalah................................................................................29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang
dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja maupun
orang lain di tempat kerja, Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja suatu
perusahaan menentukan baik tidaknya suatu performa kerja dalam perusahaan
tersebut, pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan perlu dilakukan
guna menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensi kerja. K3 juga
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Ruang lingkup kesehatan kerja dan ergonomi merupakan sektor
yang berperan.
Kecelakaan di tempat kerja merupakan penyebab utama penderita perorangan
dan penurunan produktivitas. Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta
kecelajaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena
bahaya di tempat kerja, terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan
dan sakit di tempat kerja, dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa kerugian
tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan di beberapa Negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto
(PNB).
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia masih
tergolong rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan
Indonesia di dunia Internasional masih sangat rendah. Motivasi utama dalam
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah
kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan, Selain
membutuhkan perhatian yang terus menerus, tindakan efektif pada keselamatan
dan kesehatan kerja menuntut komitmen bersama dari pekerja dan pengusaha,
pekerja dan pengusaha harus siap untuk menghormati prinsip-prinsip keselamatan
dan kesehatan kerja yang diakui dengan baik. Oleh karena itu disamping

5
perhatiaan perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi pekerja dengan
peraturan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang telah diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 1/1970 tentang keselamatan kerja.
Salah satu kegiatan dalam pelatihan hiperkes yang diselenggarakan oleh Pusat
K3 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI adalah melakukan kunjungan
ke perusahaan PT. Agri Wangi Indonesia pada tanggal 28 Februari 2020, yang
berlokasi di Kawasan Sentul, Bogor dimana perusahan ini bergerak dibidang
packing teh kemasan. Melalui laporan ini kami, dokter muda Universitas Trisakti
menyampaikan hasil inspeksi secara objektif dan subjektif pada PT. Agri Wangi
Indonesia , beserta hasil analisa data dan pemecahan masalah yang kami temukan
terkait penerapan SMK3 di perusahaan tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Tujuan Umum
- Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktivitas

1.2.2 Tujuan Khusus


- Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
- Mengetahui fasilitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan pada
perusahaan sebagai bagian dari K3

1.3 Ruang Lingkup


1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
- Sarana dan Prasarana.
- Tenaga (dokter Perusahaan dan paramedis Perusahaan).
- Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja).

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.


- Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).

6
- Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
- Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan
tingkat resiko yang diterima).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
- Kantin / ruang makan
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.
Prinsip Ergonomi:
- Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
- Efisiensi Kerja.
- Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
- Faktor Manusia dalam Ergonomi.
Beban Kerja :
- Berdiri terlalu lama.
- Kelelahan.
- Pengendalian Lingkungan Kerja.
6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)

1.4 Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha
demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada
beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :

 UU No.I tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


 UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan
 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
 UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
 Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
 Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja

7
 Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
 Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan
penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat
kerja
 Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi dokter perusahaan
 Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi paramedik perusahaan
 Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam penyelanggaraan keselamatan kerja
 Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja.
 SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan
ruang makan
 SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja
 Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan di tempat kerja.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 609 tahun 2012
tentang pedoman penyelesaian kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
 PP No. 44 tahun 2005 tentang penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kecelakaan.
1.5 Gambaran Umum Perusahaan
 Alamat Perusahaan :
Jalan Elang No. 88 RT. 05 RW. 04, Desa Sanja, Kawasan Industri Branta
Mulya Citeureup, Sanja, Kec. Citeureup, Bogor, Jawa Barat 16810
 Jumlah Pegawai Perusahaan :
Jumlah total pegawai perusahaan adalah 750 orang pekerja.
 Asuransi Pegawai :

8
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
 Kelembagaan P2K3 :
Perusahaan ini memiliki kelembagaan P2K3. Dengan jumlah P2K3 yaitu
12 orang

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati,
merawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
karenanya, perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin. 1
Status kesehatan seseorang menurut Blum ditentukan oleh empat faktor
sebagai berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.1
Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif
dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap
penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan bukan sekadar “kesehatan pada
sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk
semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).1

10
Keselamatan kerja sama dengan hygiene perusahaan. Kesehatan kerja
memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah manusia.
b. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau
material - material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap
kesehatan pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami
karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap
material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehatan.
Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi
pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh
terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya
penyakit.1

2.1.2 Program Kesehatan


Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang
yang dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya
peningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan.
Aplikasi kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.2
a. Pelayanan kesehatan Promotif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan
yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan Preventif
Suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit. Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat
yang berada di sekitar lingkungan kerja ataupun penyakit menular
umumnya yang bisa terjangkit pada saat melakukan pekerjaan yang

11
diakibatkan oleh pekerja. Upaya preventif diperlukan untuk menunjang
kesehatan optimal pekerja agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan
perusahaan sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Aplikasi upaya preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan
pemberian gizi makanan bagi pekerja.
c. Pelayanan kesehatan Kuratif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Upaya penatalaksanaan
penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan langkah untuk
meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja, sekaligus memberi
motivasi untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang optimal. Penyakit
yang sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi tolak ukur
dalam mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.
d. Pelayanan kesehatan Rehabilitatif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat, semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya

Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja


adalah adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum
bekerja, selama bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan
kesehatan ini ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada
dalam kondisi kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status
kesehatan pekerja dan juga meminimalisir dan mendeteksi dini apakah ada
penyakit akibat kerja yang ditimbulkan akibat proses produksi.3

2.1.3 Pemeriksaan Kesehatan

12
Dalam pelaksanaan program kesehatan kerja, di dalamnya terkandung
kewajiban pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Pemeriksaan
kesehatan dilakukan oleh dokter perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha dan
telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan Koperasi No. Per. 01/MEN/1976. Tujuan dari dilakukan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum adalah memperoleh dan
mempertahankan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya selama bekerja
maupun setelah bekerja.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terbagi atas tiga ,antara lain:
a. Pemeriksaan kesehatan awal
Ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular
yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang
akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lainnya terjamin. Pemeriksaan yang
dilakukan antara lain, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru, laboratorium rutin dan pemeriksaan lain yang berkaitan
dengan pekerjaan tertentu.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu
terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter perusahaan.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menilai kemungkinan adanya pengaruh-
pengaruh dari pekerjaan sedini mungkin (deteksi dini) yang kemudian
perlu dikendalikan dengan usaha pencegahan. Semua perusahaan harus
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-
kurangnya 1 tahun sekali.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter perusahan
secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan bertujuan untuk
menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
kelompok tenaga kerja tertentu.

13
Pemeriksaan kesehatan khusus dapat dilakukan terhadap:
1. Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu.
2. Tenaga kerja usia lebih dari 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan
tertentu.
3. Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan kesehatannya. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai
kebutuhan.

2.1.4 Sarana P3K
Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans RI No.
15/MEN/VIII/2008. Dalam Permenakertrans tersebut, dijabarkan bahwa
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja (P3K) adalah upaya
memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada
pekerja/buruh/dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami
sakit atau cidera di tempat kerja.4
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini meliputi ruang
P3K, kotak P3K dan isinya sesuai standar, alat evakuasi dan alat transportasi,
fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Pengusaha wajib
menyediakan ruang P3K dalam hal proses produksi mempekerjakan pekerja/buruh
100 orang atau lebih atau kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi lokasi yang
harus dekat dengan toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau, dan dekat
dengan tempat parkir kendaraan. Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut, yaitu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna
dasar putih dengan lambang P3K berwarna putih dengan lambang P3K berwarna
hijau dengan isi kotak sesuai dengan Permenakertrans yang mengatur.
Penempatan kotak P3K juga harus pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau
dengan diberi tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta mudah diangkat

14
apabila digunakan dan disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dan
dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-
masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut Sedarmayanti,ada beberapa faktor yang mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu sebagai berikut:1,2
1. Kebersihan
Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat,
dan pelaksanaannya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga
kesehatan, semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih.
2. Air Minum dan Kesehatan
Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur
hendaknya diperiksa dan harus disediakan secara cuma-cuma dekat tempat
kerja. Hal ini penting karena di tempat persediaan air yang disangsikan
kebersihannya, dan di tempat kerja terbuka, apabila tidak ada persediaan
air bersih, pegawai akan cenderung menyegarkan diri dengan air kotor.
3. Urusan Rumah Tangga
Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas
dan mengurangi kemungkinan kecelakaan. Jika jalan sempit dan tidak
bebas dari tumpukan bahan dan hambatan lain, maka waktu akan terbuang
untuk menggeser hambatan tersebut sewaktu bahan dibawa ke dan dari
tempat kerja atau mesin.
4. Ventilasi, Pemanas dan Pendingin
Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan rasa
keserasian para pegawai, oleh karenanya merupakan faktor yang
mempengaruhi efisiensi kerja. Pengaruh udara panas dan akibatnya dapat
menyebabkan banyak waktu hilang karena pegawai tiap kali harus pergi ke
luar akibat “keadaan kerja yang tidak tertahan”.
5. Tempat Kerja, Ruang Kerja dan Tempat Duduk

15
Seorang pegawai tak mungkin bekerja jika baginya tidak tersedia
cukup tempat untuk bergerak tanpa mendapat gangguan dari teman
sekerjanya, gangguan dari mesin ataupun dari tumpukan bahan. Dalam
keadaan tertentu kepadatan temapt kerja dapat berakibat buruk bagi
kesehatan pegawai, tetapi pada umumnya kepadatan termaksud
menyangkut masalah efisiensi kerja.
6. Pencegahan Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan
penyebabnya, apakah sebab itu merupakan sebab teknis atau sebab yang
datang dari manusia.
7. Pencegahan Kebakaran
Kebakaran yang tidak terduga, kemungkinan terjadi di daerah
beriklim panas dan kering serta lingkungan industri tertentu. Pencegahan
senantiasa lebih baik daripada memadamkan kebakaran, tetapi harus
ditekankan pentingnya peralatan dan perlengkapan lainnya untuk
pemadaman kebakaran, yang harus dipelihara dalam keadaan baik.
8. Gizi
Pembahasan lingkungan kerja tidak dapat lepas tanpa
menyinggung tentang masalah jumlah dan nilai gizi makanan para
pegawai. Di beberapa negara jumlah makanan pegawai tiap hari hanya
sedikit melebihi yang diperlukan badannya, jadi hanya cukup untuk hidup
dan sama sekali kurang untuk dapat mengimbangi pengeluaran tenaga
selama menjalankan pekerjaan yang berat. Dalam keadaan yang demikian
tidak dapat diharapkan bahwa pegawai akan sanggup menghasilkan
keluaran yang memerlukan energi berat, yang biasanya dapat dihasilkan
oleh pegawai yang sehat, cukup makan, lepas dari kesulitan akibat iklim
yang harus dihadapi.

9. Penerangan/cahaya, warna dan suara bising di tempat kerja


Pemanfaatan penerangan/cahaya dan warna di tempat kerja dengan
setepat-tepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang Keselamatan

16
dan Kesehatan Kerja (K3). Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor
yang perlu dicegah dan dihilangkan karena akan dapat mengakibatkan
kerusakan.

2.1.6 Penyakit Akibat Kerja


Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1998, penyakit
akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.6
Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja, antara lain:
1. Faktor fisik
- Suara bising mengakibatkan ketulian
- Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit
kelainan darah dan kulit.
- Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps,
hiperpireksia. Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan
frosbite.
- Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
- Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
- Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.

2. Faktor kimia
- Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis,
asbestosis dan lainnya.
- Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever),
dermatosis.
- Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan
lainnya.
- Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
- Awan atau kabut

17
3. Faktor biologi
- Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan
penyakit akibat kerja pada tenaga kerja penyamak kulit

4. Faktor fisiologi/ergonomi
- Kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam
melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan
kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat
menyebakan terjadi perubahan fisik.

5. Faktor mental-psikologis
- Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat
menyebabkan depresi atau penyakit psikosomatis.

2.2 Ergonomi
Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan
erat dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi
adalah seluruh tenaga kerja baik sektor formal, informal, maupun tradisional.
Pendekatan ergonomi mengacu pada konsep total manusia, mesin, dan lingkungan
yang bertujuan agar pekerjaan dalam industri dapat berjalan secara efisien,
selamat, dan nyaman. Dengan demikian, dalam penerapannya harus
memperhatikan beberapa hal yaitu: tempat kerja, posisi kerja, dan proses kerja.
Prinsip ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti
mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja,
bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang
efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan
efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara
tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur

18
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang
berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban
kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja;
(2) Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
(3) Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi, dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka
kesakitan akibat kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan
kompensasi berkurang, stress akibat kerja berkurang, produktivitas membaik, alur
kerja bertambah baik, rasa aman karena bebas dari gangguan cidera, kepuasan
kerja meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:(1)
tekhnik; (2) fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang
berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian; (5)
anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama berhubungan dengan
temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan sebagainya.
Ditinjau dari asal katanya, ergonomi berarti bidang studi yang mempelajari
tentang hukum-hukum pekerjaan (dalam bahasa Yunani, ergos = pekerjaan,
nomos = hukum). Namun, bila didefinisikan secara bebas, ergonomi adalah
bidang studi multidisplin yang mempelajari prinsip-prinsip dalam mendesain
peralatan, mesin, proses, dan tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia yang menggunakannya.
Ergonomi dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pekerjaan, baik dalam hal mempernyaman penggunaan, mengurangi
kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, akan

19
menambah nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, seperti meningkatkan
keselamatan kerja, mengurangi kelelahan/stres akibat pekerjaan, mengurangi
cuti sakit akibat penyakit muskuloskeletal akibat kerja, meningkatkan kepuasan
kerja, dan memperbaiki kualitas hidup.
Sebagai bidang studi multidisiplin, ergonomi mencakup berbagai aspek
ilmu yang sangat luas. Pada dasarnya, ergonomi dapat dibagi menjadi 3
kelompok spesialisasi ilmu, yaitu :
1. Ergonomi fisik, yang meliputi sikap kerja, aktivitas mengangkat
beban, gerakan repetitif, penyakit muskuloskeletal akibat kerja, tata
letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Ergonomi kognitif, yang meliputi beban mental akibat kerja,
pengambilan keputusan, penampilan keterampilan kerja, interaksi
manusia-mesin, pelatihan yang berhubungan dengan sistem
perencanaan pekerja.
3. Ergonomi organisasi, meliputi komunikasi, manajemen sumber daya
pekerja, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim
kerja, perencanaan partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma
kerja yang baru, pola kerja jarak jauh dan manajemen kualitas kerja.

Ada beberapa aspek pendekatan ergonomis yang harus dipertimbangkan


untuk melakukan pendekatan ergonomi, antara lain :
1. Sikap dan Posisi Kerja
Pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi
kerja, baik duduk ataupun berdiri merupakan suatu hal yang sangat
penting. Adanya sikap atau posisi kerja yang tidak mengenakkan dan
berlangsung dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan pekerja
cepat mengalami kelelahan serta membuat banyak kesalahan.
2. Kondisi Lingkungan Kerja
Faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja, terdiri dari faktor yang
berasal dari dalam diri manusia (intern) dan faktor dari luar diri
manusia (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah

20
kondisi lingkungan yang meliputi semua keadaan yang terdapat di
sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, getaran
mekanis, warna, baubauan dan lain-lain. Adanya lingkungan kerja
yang bising, panas, bergetar atau atmosfer yang tercemar akan
memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja operator.
3. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prinsip-prinsip
ekonomi gerakan yaitu mengurangi gerakan kerja yang secara berlebih.
Gerakan kerja yang memenuhi prinsip ekonomi gerakan dapat
memperbaiki efisiensi kerja dan mengurangi kelelahan kerja.

2.3 Antropometri
Antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi
dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat gravitasi, dan
massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran bagian tubuh manusia sangat
bervariasi, tergantung pada:
1. Umur. Dimensi-dimensi tubuh manusia terus bertambah sampai
akhir usia belasan tahun, setelah itu dimensi tubuh relative konstan
dan menjelang masa geriatric, dimensi tubuh akan berkurang lagi.
2. Jenis kelamin. Umumnya dimensi-dimensi tubuh laki-laki lebih
besar dari wanita, kecuali untuk dimensi lebar pinggul.
3. Ras. Penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan bahwa
suatu peralatan yang didesain pas untuk 90% laki-laki Amerika
memang cocok untuk 90% laki-laki Jerman, tetapi hanya cocok
untuk 80% laki-laki Perancis, 65% laki-laki Italia, 45% laki-laki
Jepang.
4. Pekerjaan. Pengemudi truk biasanya lebih tinggi dan lebih berat
dari populasi pada umumnya, pekerja tambang bawah tanah
memiliki lingkaran batang tubuh, lengan, dan tungkai yang lebih
lebar.

21
5. Periode dari masa ke masa. Diet dan gaya hidup dapat mengubah
dimensi tubuh manusia dari masa ke masa. Penelitian lain di
Amerika dan Indonesia menyatakan terjadi peningkatan tinggi dan
berat badan pada individu yang lahir pada generasi berikutnya.

Guna kepentingan ergonomi, pengukuran dimensi-dimensi tubuh manusia


merupakan bagian yang terpenting dari antropometri karena akan menjadi data
dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses, dan
tempat kerja.
2.3.1 Pengukuran Dimensi Tubuh
Pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
dimensi statis dan dimensi dinamis/fungsional. Untuk mendesain peralatan
yang digunakan oleh manusia, seyogianya mengaplikasikan kedua jenis
pengukuran dimensi ini. Walaupun ukuran-ukuran dimensi fungsional lebih
berarti untuk aktivitas manusia sesungguhnya, tetapi pada kenyataannya
saat ini lebih banyak data antropometrik statis dibandingkan dengan data
antropometrik dinamis.

2.3.1.1 Dimensi Statis


Dimensi statis merupakan pengukuran yang dilaksanakan pada saat
tubuh manusia dalam sikap statis (posisi diam di tempat). Dua jenis sikap
standar pengukruan dimensi statis, terdiri dari :
1. Sikap berdiri standar. Manusia yang diukur harus berdiri tegak,
melihat lurus ke muka dalam bidang Frankfurt (bidang yang
melalui sudut lateral mata dan liang telinga luar), dengan bahu
yang tidak kaku dan lengan diposisikan tegak lurus ke bawah.
2. Sikap duduk standar. Manusia yang diukur harus duduk dengan
tegak pada permukaan tempat duduk yang horizontal, melihat lurus
ke muka dalam bidang Frankfurt, dengan bahu yang tidak kaku,
dengan lengan atas diposisikan tegak lurus ke bawah dan lengan
bawah dalam posisi horizontal ke muka, tinggi tempat duduk

22
disesuaikan agar tungkai atas berada dalam posisi horizontal ke
muka dan tungkai bawah tegak lurus di atas lantai.
2.3.1.2 Dimensi Dinamis
Dimensi-dimensi ini diukur pada saat tubuh dalam posisi
mengerjakan beberapa aktivitas fisik. Pada kebanyakan aktivitas fisik,
misalnya mengemudi mobil, menjangkau peralatan di meja kerja, merakit
peralatan elektronik, dan lain-lain, anggota tubuh manusia bekerja
bersama-sama secara terkoordinasi.
Oleh sebab itu, batas maksimal ukuran praktis jangkauan lengan
tidak semata-mata berdasarkan panjang lengan. Dimensi ukuran tersebut
akan dipengaruhi oleh ukuran-ukuran dari gerak bahu, rotasi batang tubuh,
luasnya punggung membungkuk, dan penyelesaian pelaksanaan fungsi-
fungsi pekerjaan oleh tangan dan jari. Dengan demikian, ukuran-
ukurannya menjadi suatu ilustrasi yang kompleks yang disebut
somatografi.

2.4 Aplikasi Prinsip Ergonomi Di Tempat Kerja

Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu


pendekatan kuratif dan pendekatan potensial. Pendekatan kuratif dilakukan
pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung dan kegiatannya berupa
intervensi, perbaikan, ataupun modifikasi proses yang sedang atau sudah
berjalan. Sementara itu, pendekatan konseptual dilakukan sejak awal
perencanaan dengan mengetahui kemampuan adaptasi pustakawan sehingga
dalam proses kerja selanjutnya sudah berada dalam batas kemampuan yang
dimiliki. (1)

Aspek-aspek psikologis, biomekanika, dan ergonomi berperan penting


dalam perbaikan peralatan, tempat, dan lingkungan kerja. Misalnya, bentuk
pegangan dan berat suatu peralatan kerja, posisi tubuh/ lengan serta gerakan

23
pada saat bekerja, penataan tempat kerja, perbaikan pencahayaan, pengendalian
kebisingan, kebersihan tempat kerja. Oleh sebab itu, pemeliharaan toleransi
biomekanika kerja merupakan hal yang esensial untuk mencapai prinsip-prinsip
desain ergonomic yang baik, guna mencegah terjadinya kegagalan komponen-
komponen anatomi tubuh akibat terjadinya stress fisik yang kumulatif. (2)

Di tempat kerja, pekerja akan saling berinteraksi dengan komponen-


komponen sistem kerja seperti organisasi, lingkungan, tempat kerja, jabatan,
tugas kerja, desain mesin, dan desain alat bantu kerja.
Pendeketan praktis yang digunakan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip
ergonomi di tempat kerja adalah dengan mempertimbangkan keseimbangan
dan keselarasan antara pekerja dan komponen sistem kerja tersebut. Dengan
mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada pekerja, kondisi
fisik, dan kebiasaan bekerja, maka perencanaan berbagai sistem kerja yang
mengaplikasikan prinsip-prinsip ergonomi dapat mengurangi stress fisik yang
berlebihan dan tercapainya penampilan yang optimal demi terciptanya
peningkatan produktivitas kerja, serta mengurangi kemungkinan terjadinya
gangguan musculoskeletal dan gangguan kesehatan lain pada pekerja. (2)

2.5 Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba


a. HIV/AIDS
HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan.
Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang
seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi juga banyak dialami oleh
penderita dan keluarganya.(3)
HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi
juga menjadi masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas
dan profitabilitas perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah
mengeluarkan Keputusan Menteri No. 68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan
dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, di mana dalam Keputusan Menteri

24
Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat kewajiban pengusaha untuk melakukan
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja melalui(4) :
1. Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjajian Kerja Bersama (PKB)
2. Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari
tindak dan perlakuan diskriminatif.
4. Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan
perundan-undangan yang berlaku.

Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang


HIV/AIDS di dunia kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua
tempat kerja, termasuk sektor kesehatan, antara lain(5):
1. Isu tempat kerja
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan
kerja, dan karena tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam
membatasi penularan dan dampak epideminya.
2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata
atau dicurigai.
3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah
penting untuk mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat
mengelola dampaknya.
4. Lingkungan kerja yang sehat
Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan, dan disesuaikan dengan
kesehatan dan kemampuan pekerja.
5. Dialog Sosial

25
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama
dan saling percaya antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
6. Tidak boleh melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen
Tes HIV di tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan rahasia,
tidak bolehdigunakan untuk menskrining pelamar atau pekerja.
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus
dibatasi oleh aturan dan kerahasiaan.

8. Melanjutkan hubungan pekerjaan


Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV harus dibolehkan
bekerja dalam kondisi yang sesuai selama dia mampu secara medik.
9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya
pencegahan melalui informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan
perilaku.
10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan
yang terjangkau.

b. Pencegahan Narkoba

Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS tidak dapat


dipisahkan dari aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM). Permasalahan
pokok yang menyangkut hukum berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS
adalah bagaimana menyeimbangkan antara perlindungan kepentingan masyarakat
dan kepentingan individu pengidap HIV dan penderita AIDS. Aspek hukum dan
HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut berpengaruh
terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan yang dilaksanakan. Telah
diketahui bahwa salah satu sifat utama dari fenomena HIV & AIDS terletak pada
keunikan dalam penularan dan pencegahannya(3).

26
Seperti yang tercantum Pasal 2 (1) Pengusaha wajib melakukan upaya
aktif pencegahan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja”. (2) a.
Penetapankebijakan; b. Penyusunan dan pelaksanaan program. Pasal
3“Pengusaha dan pekerja/buruh dapat berkonsultasi dengan pemerintah yang
terkait“. Pasal 4“Pengusaha dapat meminta pekerja/buruh yang diduga
menyahgunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya untuk melakukan
tes dengan biaya ditanggung oleh perusahaan”

Pimpinan, manajemen tempat kerja mengembangkan budaya lingkungan


kerja bersih narkoba melalui upaya pencegahan seperti sosialisai/desiminasi,
pemberian ketrampilan (Life Skill) untuk pekerja.(4)

Program pencegahan melalui pelatihan keterampilan kepada pekerja, 


bertujuan untuk memperkuatkeluarga pekerja membangun faktor protektif di
dalam keluarga, sehingga mengurangi resiko pekerja, anggota keluarganya terlibat
dalam berbagai persoalan kesehatan, sosial, termasuk menjadi penyalahgunaan
narkoba, serta untuk mewujudkan hubungan keluarga pekerja yang positif. (4)

Melaksanakan EAPs (Employee Assistance Programs) untuk menyediakan


layanan rahasia guna membantu pekerja mengatasi persoalan pribadi yang
dihadapi, yang mungkin berdampak terhadap kinerja kerja pekerja, seperti
masalah keuangan, atau kesulitan di dalam perkawinan. (4)

Pimpinan, manajemen tempat kerja menerapkan kebijakan lingkungan


kerja bebas narkoba, untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat
bagi komunitas pekerja, melindungi dan mempromosikan pola hidup sehat dan
aman. (4)

BAB III

27
HASIL PENGAMATAN

3.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Fasilitas pelayanan kesehatan pada perusahaan ini tersedia 1 poliklinik.
terdapat 1 dokter dan 1 paramedis yang bekerja pada perusahaan ini, jika terjadi
suatu kejadian kecelakaan akibat kerja atau pun keluhan sakit yang di derita oleh
pekerja, maka akan di rawat di poliklinik tersebut. Tugas dokter dan perawat yang
akan menangani pertolongan pertama dan menangani luka-luka kecil seperti lecet,
untuk luka-luka besar biasanya dirujuk ke rumah sakit yang terdekat dari
perusahaan.

3.2 Program Kesehatan


Pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang dan dijamin dalam Undang
Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatan derajat kesehatan baik
perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan
Program kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.
 Pelayanan kesehatan Promotif
Suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Pada
perusahaan ini terdapat poster-poster yang berisi himbauan untuk
menggunakan Alat Pelindung Diri selama bekerja.
 Pelayanan kesehatan Preventif
Suatau kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit
Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat
kerja yang disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang berada di
sekitar lingkungan kerja ataupun penyakit menular umumnya yang bisa
terjangkit pada saat melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh pekerja.
Upaya preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan optimal pekerja
agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan perusahaan sehingga
menimbulkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Aplikasi upaya

28
preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan pemberian gizi
makanan bagi pekerja. Pada perusahaan ini para pekerja diberikan alat
pelindung diri berupa masker, tetapi tidak semua memakainya dan selain
masker rata-rata tidak memakai alat pelindung diri lainya. Untuk
pemberian gizi pekerja tidak disediakan kantin. Pada perusahaan ini juga
ada pengetesan dahak kerjasama dengan pihak luar untuk skrinning
pekerja.
 Pelayanan kesehatan Kuratif
Suatau kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditunjukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin. Upaya penatalaksanaan penyakit yang timbul pada
saat bekerja merupakan langkah untuk meningkatkan kepuasan pekerja
dalam bekerja, sekaligus memberi motivasi untuk pekerja supaya memiliki
kesehatan yang optimal. Penyakit yang sering timbul dalam suatu lokasi
pekerjaan dapat menjadi tolak ukur dalam mengambil langkah promosi
dan pencegahan, sehingga tujuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
kerja optimal dilaksanakan. Jika perkerja pada perusahaa ini sakit ataupun
mengalami kecelakaan kerja, akan dilakukan pertolongan pertama oleh
petugas K3 yang merupakan pekerja terkualifikasi dan akan diantar ke
Rumah Sakit yang bekerjasama dengan perusahaan.
 Pelayanan kesehatan Rehabilitatif
Suatu kegaitan dan atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pada perusahaan ini
untuk melakukan rehabilitasi sampai pekerja bisa bekerja dengan normal
kembali dilakukan.

29
Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja adalah
adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum
bekerja, selama bekerja, maupun setelah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan
kesehatan ini ditunjukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada
dalam kondisi kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status
kesehatan pekerja serta mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat kerja yang
ditimbulkan akibat proses produksi

3.3. Pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba


Pada perusahaan PT. Agri Wangi Indonesia ini untuk pencegahan terhadap
HIV dan narkoba adalah dengan penyuluhan yang dilakukan oleh dokter
perusahaan tersebut. Dalam tahap pemerikasaan berkala di RS kerjasama tidak
ada pengecekan apakah pekerja terkena HIV atau narkoba, sejauh ini tidak ada
laporan dari pekerja yang tekena HIV atau nakorba, sehingga apabila terdapat
pasien yang terkena HIV atau Narkoba belum ada prosedurnya tindakan apa yang
harus dilakukan dari perusahaan terhadap pekerjanya.

3.4.Pemeriksaan Kesehatan
PT. Agri Wangi Indonesia mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Awal
kepada calon tenaga kerja. Pemeriksaan awal yang dilakukan di tempat yang
sudah ditunjuk.
PT. Agri Wangi Indonesia melakukan pemeriksaan kesehatan berkala
maupun khusus. Perusahaan memiliki dokter perusahaan. Perusahaan juga akan
memberikan surat izin sakit untuk tenaga kerja yang memang diperlukan untuk di
istirahatkan hingga sembuh.

3.5. Kesesuaian Pekerja dengan Alat


Pada hampir semua bagian, para pekerja melakukan pekerjaannya dalam
posisi mobile seperti berdiri dan jalan-jalan. Durasi pengerjaan setiap produk
dilakukan sesuai jam bekerja. Pada bagian proses produksi sudah menggunakan
APD, APD yang digunakan hanya berupa masker dan jas.

30
3.6. Program Pemenuhan Gizi Pekerja, Kantin atau Ruang Makan

Pada PT. Agri Wangi Indonesia terdapat ruang makan atau kantin untuk
tenaga kerja yang berukuran ±12 m2. Untuk kebutuhan gizi pekerja atau makanan,
pekerja membawa makanan sendiri dari rumah atau membeli makanan di luar. Hal
ini disebabkan karena tenaga kerja merasa bosan dengan makanan yang pernah
disediakan oleh perusahaan, sehingga makanan cenderung banyak yang tersisa.
Untuk saat ini perusahaan hanya menyediakan air mineral. Pada PT. Agri Wangi
Indonesia tidak mempunyai ahli gizi, sehingga untuk menu makanan diatur oleh
tenaga kerja sendiri.

3.7. Penyakit Akibat Kerja


PT. Agri Wangi Indonesia belum terdapat penyakit akibat kerja pada
tenaga kerja yang terdeteksi sampai saat ini. Sedangkan untuk penyakit yang
terdeteksi dari awal pekerja ke klinik diantaranya TBC.

3.8. Sarana P3K dan Tim


Perusahaan menyediakan kotak P3K tetapi tidak menyediakan isi kotak
P3K berdasarkan peraturan Permenaker No. 15 Tahun 2008. Perusahaan memiliki
satu dokter perusahaan dan satu paramedis, sehingga jika terjadi kecelakaan atau
penyakit akibat kerja, maka pekerja langsung di antar ke Klinik PT Agri Wangi
untuk melakukan pertolongan pertama, sebelum dibawa ke RS Sentra Medika.

3.9. Personil Kesehatan


Perusahaan menyediakan isi kotak P3K berdasarkan peraturan Permenaker
No. 15 Tahun 2008. Terdapat satu dokter perusahaan dan satu orang paramedic
yang bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan pertama kepada tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan kerja. Sehingga jika terjadi kecelakaan atau
penyakit akibat kerja, maka yang melakukan pertolongan pertama yaitu dokter

31
perusahaan dan satu orang paramedic. Jika kecelakaan yang dialami tenaga kerja
di perusahaan tidak bisa ditangani oleh dokter perusahaan, tenaga kerja tersebut
diantarkan ke rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahan yaiti Rumah Sakit
Sentra Medika. Tenaga medis ini ditugaskan untuk menolong P3K tenaga kerja
dan mengingatkan agar tenaga kerja mengutamakan kesehatan kerja.

32
BAB IV
RUMUSAN MASALAH

Tabel 1. Pemecahan Masalah


No. Jenis Kegiatan Potensi Bahaya Efek Bahaya Pengendalian Undang -Undang
1. Proses pengemasan - Posisi saat bekerja - Muskuloskeletal  Meninggikan peletakan mesin  UU no.1 th 1970 ttg
produk banyak membungkuk Disorder pengemasan agar pekerja tidak keselamatan kerja
dan menundukkan leher banyak membungkuk dan  UU RI no. 13 th 2003
-Pekerja mengangkat menunduk ttg Ketenagakerjaan
dan memindahkan  Melakukan peregangan leher,  PP no.50 th 2012 ttg
kardus dengan bahu serta pinggang secara penerapan SMK3
membungkuk teratur setiap, 30 menit atau 1  PERMENAKERT
jam sekali. RANS
 Mengangkat dan memindahkan no.PER.03/MEN/
barang dengan cara berjongkok 1982 ttg pelayanan
terlebih dahulu baru kemudian kesehatan kerja
berdiri memindahkan kardus

33
Proses Pelayanan - Isi kotak P3K tidak 1.Terhambatnya - Penyediaan Isi kotak P3K sesuai  Permenaker No 2/
Kesehatan sesuai standar penanganan kasus standar (kassa steril, perban, plester, Men/ 1980 tentang
kecelakaan di kapas, kain segitiga/mitela, gunting, Pemeriksaan
tempat kerja. peniti, sarung tangan sekali pakai, Kesehatan Tenaga
masker, pinset povidone iodin, alcohol Kerja dalam
70%) penyelenggaraan
keselamatan kerja

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil walk through survey yang kami lakukan, maka kesimpulan yang
dapat ditarik adalah:
 Terdapat fasilitas pelayanan kesehatan, dokter ataupun paramedis yang
bekerja pada perusahaan.
 Dari aspek ergonomis sikap dan posisi tubuh pekerja kurang ergonomis,
dikarenakan kursi yang disediakan kurang ergonomis.
 PT. Agri Wangi Indonesia mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Awal
kepada calon tenaga kerja.
 PT. Agri Wangi Indonesia mempunyai program pemeriksaan kesehatan
berkala maupun khusus.
 Pada hampir semua bagian, para pekerja melakukan pekerjaannya dalam
posisi mobile seperti berdiri dan duduk sesuka pekerja dalam posisinya.
 Pada perusahaan PT. Agri Wangi Indonesia ini untuk pencegahan terhadap
HIV dan narkoba adalah dengan penyuluhan yang dilakukan oleh dokter
perusahaan tersebut.
 Pada bagian proses produksi sudah menggunakan APD tetapi belum
memenuhi standar, APD yang digunakan hanya berupa masker dan Jas.
 Pada PT. Agri Wangi Indonesia terdapat ruang makan maupun kantin
untuk tenaga kerja.
 Perusahaan menyediakan kotak P3K hampir di setiap devisi atau bagian
produksi.
 Penyakit Akibat Kerja yang terjadi belum terdapat. Tetapi ada beberapa
yang terkena TBC.

5.2 Saran

35
Dari hasil walk through survey yang kami lakukan, maka kami ajukan
beberapa saran yaitu :
 Menggunakan kursi yang sesuai dan ergonomis untuk para pekerja.
 Penyuluhan tentang penggunaan APD yang baik dan benar seperti
menggunakan APD, menggunakan APD sesuai dengan fungsi yang
semestinya

 Melakukan penyuluhan tentang bagaimana sikap tubuh yang ergonomis


dalam bekerja.

36
BAB VI
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik
fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Jadi Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak selalu berkaitan dengan
masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan
perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur masalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut sebagai bahaya
kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan
kerja.
Oleh karena itu, perlu meningkatkan sistem manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak.
Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan
produktivitas nasional.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Redjeki S. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. 2016. Available at:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/
Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-Komprehensif.pdf
2. Sayuti, Abdul Jalaludin. Manajemen Kantor Praktis. Bandung: Alfabeta.
2013.
3. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No.36 Tahun 2009 Pasal 52
ayat (2) UU Kesehatan. Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Per.15/Men/Viii/2008 Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Di
Tempat Kerja. Available at:
http://www.gmf-aeroasia.co.id/wp-content/uploads/bsk-pdf-manager/127_
PERMENAKERTRANS_NO._PER.15_MEN_VIII_2008_TENTANG_P
ERTOLONGAN_PERTAMA_PADA_KECELAKAAN_DITEMPAT_KE
RJA.PDF
5. Suma’mur. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) Jakarta:
CV. Sagung Seto. 2009.
6. ILO. Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
7. International Labor Organization . Keselamatan dan kesehatan Kerja . 5 th
ed. Jakarta : ILO. 2013
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Nomor: PER. 11 /
MEN / VI / 2005.
9. Fatmawati E. Kenyamanan tempat kerja pustakawan: perspektif
ergonomi. Pustakaloka.2014:6.1
10. Wahyuningsih S. Implementasi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan Human Immunodeficiency/ aquired immune
deficiency syndrome (HIV/AIDS). Di kota Surakarta. Jurnal pasca
sarjana hukum UNS.2017:5.2

38
39
40
1

Anda mungkin juga menyukai