Anda di halaman 1dari 12

EFEKTIVITAS PERAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI


INDONESIA

Barsihannor
Email: barsihannor03@gmail.com

ABSTRACT
The National Sharia Arbitration Board (BASYARNAS) is an institution that
functions to resolve sharia disputes peacefully outside the general court.
Arbitration is arranged under the protection of Law no. 30 of 1999 states that
arbitration has the authority to resolve problems related to civil law. Covers
economic issues, business, financial trade, and industry that apply sharia
principles. The purpose of this paper is to determine the effectiveness of the
role of sharia arbitration in resolving sharia banking disputes in Indonesia. The
method used in this research is descriptive qualitative with a juridical normative
approach in resolving Islamic banking disputes in Indonesia. Sharia arbitration
in Indonesia is considered quite effective in resolving sharia banking disputes.
Because the disputing parties are more dominant in choosing sharia arbitration
to resolve their problems, this is also due to the fact that sharia arbitration is
more flexible in proposing conditions for resolving disputes, is more efficient in
terms of cost and time and prioritizes peace. In addition, the legal principles
used in sharia arbitration institutions are in accordance with the Koran, hadith
and also the MUI Fatwa.
Keywords: Sharia Arbitration, Sharia Banking, Effectiveness, Disputes

ABSTRAK
Badan arbitrase syariah nasional (BASYARNAS) ialah lembaga yang berfungsi
untuk menyelesaikan sengketa syariah secara damai diluar peradilan umum.
Arbitrase disusun didalam lindungan UU No. 30 tahun 1999 tercantum
mengenai bahwa arbitrase memiliki kewenangan dalam mengatasi
problematika yang berkaitan dengan hukum perdata. Mencakup permasalahan
ekonomi, bisnis, perdagangan keuangan, dan industri yang mengaplikasikan
prinsip syariah. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui efektivitas peran
arbitrase syariah dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah di
Indonesia. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif
deskriptif dengan pendekatan normatif yudiris dalam menyelesaikan sengketa
perbankan syariah di Indonesia. Arbitrase syariah di Indonesia dianggap cukup
efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa perbankan syariah. Karena
para pihak yang bersengketa lebih dominan memilih arbitrase syariah untuk

1
2

menyelesaikan masalahnya, hal ini juga disebabkan bahwa arbitrase syariah


lebih fleksibel dalam pengajuan syarat-syarat untuk menyelesaikan sengketa,
lebih efisiensi baik dari segi biaya dan waktu serta lebih mengutamakan
perdamaian. Selain itu prinsip hukum yang digunakan dalam lembaga arbitrase
syariah sesuai dengan Al-quran, hadits dan juga Fatwa MUI.
Kata Kunci: Arbitrase Syariah, Perbankan Syariah, Efektivitas, Sengketa
A. Pendahuluan
Hubungan satu sama lain merupakan salah satu tanda manusia
sebagai makhluk sosial. Baik hubungan secara perorangan maupun
kelompok yang ada disekitar wilayah. Hubungan yang dilakukan bukan
hanya memenuhi kebutuhan masing-masing, tetapi juga memenuhi hajat
orang banyak. Ditambah lagi zaman modern yang semakin maju saat ini.
Hubungan yang terjadi bukan hanya bersifat terbatas tetapi juga bersifat
menyeluruh.
Berbagai kegiatan banyak dilakukan oleh manusia dalam hal
memenuhi kebutuhan sehari hari. Diantaranya seperti kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi di Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami
perkembangan yang sangat cepat, banyak pihak yang terlibat dilapangan
baik secara tatap muka ataupun melalui virtual. Bukan tidak mungkin
nantinya akan terjadi kesalahfahaman antara satu dengan lainnya.
Kesalahpahaman (misskomunikasi) bisa diselesaikan secara langsung
(secara kekeluargaan) dan ada juga berujung konflik seperti sengketa
diantara satu pihak dengan pihak yang lain.1
Harapan agar tercapai sebuah tujuan bisnis, hendaknya mempunyai
hubungan kerja sama yang baik, baik secara individu dengan individu
maupun kelompok dengan kelompok. Nyatanya melihat kondisi yang
sebenarnya dilapangan tidak semua berjalan dengan yang diharapkan
kadang kala ada saja hambatan dan sengketa satu dengan pihak lainnya.
Hal seperti ini bisa terjadi karena kesalahfahaman dengan salah satu pihak.2
Problematika bisnis saat ini bukan hanya dibidang konvensional tetapi
juga yang terjadi pada bisnis yang menerapkan prinsip berbasis syariah.
Sampai saat ini bisnis syariah berkembang, dimulai dari cepatnya kemajuan
bank syariah sehingga dapat memunculkan bisnis-bisnis syariah yang mulai
populer. Bank Syariah di Indonesia muncul secara kelembagaan pertama
kali adalah Bank Muamalat (BMI) yaitu didirikan pada tahun 1991, dan

1Yusna Zaidah, “Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Syari’ah di


Indonesia,” Cet. II; Yogyakarta: Aswaja Pressindo, (2015), h, 1.
2Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
181-182.
3

sudah muncul pada tahun 1980-an, namun terealisasinya pada tahun 1991.3
Bank muamalat sebagai pelopor yang berbasis syariah yang didirikan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Bank Muamalat menjadi awal mula munculnya bank yang menerapkan
prinsip berbasis syariah. Dilain sisi juga bank-bank konvensional mulai
membuka anak perusahaan yang menerapkan prinsip berbasis syariah
sehingga dapat mempengaruhi perkembangan bisnis syariah seperti BUMN
syariah, klinik syariah, pasar syariah, pegadaian syariah. Alquran dan hadist
harus dijadikan sebagai pedoman utama untuk penerapan prinsip syariah.
Proses pengerjaan di lapangan tentunya tidak akan pernah terlepas dengan
problematika atau sengketa antar sesama yang bekerja sama.4
Diantara faktor-faktor penyebab yang sering terjadi didialam sengketa
ekonomi syariah adalah akad yang dilakukan secara satu pihak dan tidak
terbuka satu dengan yang lain. Isi akad juga yang dinilai sangat sulit, salah
satu pihak yang kurang jeli dalam melakukan perjanjian, Salah satu pihak
tidak mempunyai kepribadian yang jujur dan amanah dalam melakukan
akad, dan salah satu pihak tidak dapat melakukan akad sesuai perjanjian
dan juga melakukan pelanggaran hukum.5
Selain penyelesaian sengketa di dalam pengadilan (litigasi), juga ada
yang diakui penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) di
Indonesia. Langkah ini dapat ditempuh seuai kesepakatan dan
kesukarelaan pihak yang bersangkutan (kekeluargaan).6 Prosedur tersebut
sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang wewenang
Peradilan Agama dalam proses peradilan untuk menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah.7 Hal ini juga sesuai dengan penjelasan yang tertera pada
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama.8 Kedua jalur diluar pengadilan (non litigasi) yaitu untuk
menyelesaikan sengketa melalui perdamaian dan kesepakatan bersama.
Adapun penyelesaian sengketa secara non litigasi bisa melalui negosiasi,
mediasi, konsiliasi, arbitrase, arbitrase syariah. Sehingga para pihak yang

3Uswatun Khasanah, “Perkembangan Dan Penerimaan Masyarakat Terhadap


Perbankan Syariah di Indonesia”, AL Mutsla: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman dan
Kemasyarakatan, 2. (2020), h, 152.

4Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam
Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
182.
5Zaidah Nur Rosidah dan Layyin Mahfiana, “Efektifitas Penerapan Prinsip Syariah

dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional


(BASYARNAS)”, Journal of Sharia Economic Law, 3.1, (2020), h, 20-21.
6Muhammad Faqih Al-Gifari, Skripsi, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional”, UIN Alauddin Makassar, (2017), h, 3.


7Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang wewenang Peradilan Agama
8Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
4

bersengketa dapat menentukan cara penyelesaian sengketa yang dihadapi


sesuai dengan perjanijan yang sudah ditentukan.9
Arbitrase dipilih oleh para pembisnis karena efesiensi baik dari segi
time yang diperlukan lebih cepat, maupun biaya lebih murah dalam
penyelesain sengketa di Badan Arbitrase Syariah. Kesimpulan atau hasil
keputusan melalui arbitrase bersifat absolut tidak dapat diinterversi oleh
pengadilan dan tidak ada batasan-batasan wilayah dalam menyelesaikan
masalah.10 Maksudnya, arbitrase juga bisa menyelesaikan sengketa bisnis
internasional. UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase menjelaskan bahwa,
arbitrase merupakan sifat hukum perdata yang mampu menyelesaikan
sengketa ekonomi antara satu pihak dengan pihak lainnya, bisa berupa
perjanjian tertulis.11 Harapan tersebut bisa di atasi melalui arbitrase.
Pada Tanggal 22 April 1992 berdirinya sebuah Lembaga arbitrase
dengan prinsip syariah yang didirkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan para ahli hukum, ulama, kyai dengan fokus pembentukan lembaga
hukum di luar peradilan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa pada
ekonomi syariah. Barulah Tanggal 23 Oktober 1993 resmi dibentuk lembaga
alternatif yang sebelumnnya diberi nama Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI). Seiring berjalannya waktu, SK MUI Nomor: Kep-
09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase
Muamalat Islam (BAMUI) diganti menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS).12
Oleh karena itu Indonesia yang mayoritasnya umat muslim dan salah
satu terbesar didunia tentu hadirnya sebuah lembaga badan arbitrase
syariah (BASYARNAS) sangat diharapkan. untuk kepekaan dan hajat umat
dalam menjalankan aturan Islam. Namun juga menjadi kebutuhan yang
nyata. Sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan finansial
dimasing-masing individu.13
Berdasarkan paparan tersebut, bahwasanya peneliti pada artikel ini
ingin mengetahui tujuan dari efektivitas peran arbitrase syariah dalam
menyelesaikan sengketa perbankan syariah yang ada di Indonesia. Oleh
karenanya penguraian masalah perbankan dapat diselesaikan melalui
9Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam
Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
182.
10Ibid., h, 183.
11Syams Eliaz Bahri, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Basyarnas

Ditinjau Dari Asas Kepastian Hukum”, Keadilan Dan Kemanfaatan, Jurnal Tamwil, 3.1, (2017),
h, 42.
12Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05. 02, (2021), h,
183.
13Muhammad Faqih Al-Gifari, Skripsi, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional”, UIN Alauddin Makassar, (2017), h, 5.


5

peradilan maupun non peradilan, tetapi fokus utama penelitian pada artikel
ini adalah pada Badan Arbitrase Syariah (BASYARNAS).
B. Metode Penelitian
Penulisan penelitian ini menggunakan metode normatif melalui
literatur kajian pustaka (library research) terhadap buku-buku yang
berhubungan dengan tema penelitian yang dibuat, dan juga bersumber dari
beberapa penelitian.14. Sedangkan metode penelitian menggunakan
kualitatif, penelitian kualitaitif merupakan penelititan yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan
cara-cara lain dari kantitatifikasi (pengukuran).15
Adapun objek penelitian ialah badan arbitrase. Data yang dipakai
dalam penelitian berupa data sekunder, data sekunder adalah data yang
didapat dari buku, majalah berupa laporan pemerintah, artikel dan lain
sebagainya.16 Seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945 UU No. 30 Tahun
1999 tentang arbitrase dan alternatif untuk menyelesaikan sengketa serta
jurnal jurnal dari penelitian. Pengumpulan data menggunakan library
research yang mencari teori, konsep, temuan dan pendapat yang didapat
dari kajian literatur seperti Undang-Undang yang mengatur system
arbitrase, buku, serta jurnal yang berhubungan dengan penelitian.17
C. Pembahasan
1. Fenomena Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia mayoritas penduduk muslim terbesar di Indonesia.
Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies
Centre (RISSC) atau MABDA bertajuk The Muslim 500 edisi 2022, ada
231,06 juta penduduk Indonesia yang beragama Islam.18 Indonesia
menjadi Negara urutan pertama disusul oleh negara pakistan yang
berada di urutan kedua, berdasarkan edisis tersebut sebab dari jumlah
itu setara dengan 86,7% dari total penduduk Indonesia. Proporsi
penduduk muslim di Indonesia pun mencapai 11,92% dari total
populasinya di dunia. Bukan mustahil jumlah ini akan terus bertambah.

14JefryTarantang, “Teori Dan Aplikasi Pemikiran Kontemporer Dalam Pembaharuan


Hukum Keluarga Islam,” Transformatif, 2.1 (2018), 315 <https://doi.org/10.23971/tf.v2i1.882>.
29.
15V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi, Yogyakarta:

Pustakabarupress, 2021, h,21.


16Ibidh., h, 89.
17Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05. 02, (2021), h,
185.
18Viva Budy Kusnandar, “RISSC: Populasi Muslim Indonesia Terbesar di Dunia”,

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/03/rissc-populasi-muslim-indonesia-
terbesar-di-dunia (diakses pada 10 April 2022, pukul 10:29).
6

Oleh karena itu perlunya atau harapan umat muslim untuk


melaksanakan kegiatan bisnis yang sejalan dengan Alquran dan Hadist.
Hadirnya Bank Muamalat menjadi awal mula munculnya bank yang
menerapkan prinsip berbasis syariah. Bank Muamalat yaitu didirikan
pada tahun 1991 meskipun bank ini sebelumnya sudah muncul pada
tahun 1980-an, namun kemudian baru saja terealisasi pada tahun 1991.
Pada saaat itu juga skala terbatas dan dilakukan beberapa percobaan.
Di antaranya ialah pendirian Baitu Tamwil-Salman di Bandung dan juga
koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Barulah Bank Muamalat Indonesia
tersebut secara formal baru beroperasi pada tahun 1992.19
Dilain sisi juga bank-bank konvensional mulai membuka anak
perusahaan yang menerapkan prinsip berbasis syariah sehingga dapat
mempengaruhi perkembangan bisnis syariah seperti BUMN syariah,
klinik syariah, pasar syariah, pegadaian syariah. Tentunya berlandaskan
Alquran dan hadist yang menjadi pedoman utama untuk penerapan
prinsip syariah. Proses pengerjaan di lapangan tentunya tidak akan
pernah terlepas dengan problematika atau sengketa antar sesama yang
bekerja sama.20
Ada beberapa penyelesaian sengketa bisnis yang bisa diselesaikan
diantaranya bisa melalui dalam pengadilan (peradilan agama) atau di luar
peradilan seperti Badan Arbitrase Syariah Nasional. BASYARNAS,
diusulkan dari hasil RAKERNAS MUI di 23 sampai 26 Desember 2002
yan sebelumnya bernama BAMUI. Persatuan MUI BASYARNAS berdiri
bersama pemerintahan sendiri sebagai instrumen yang sah yang dapat
menyelesaikan pertanyaan antara pihak, baik individu yang datang
sangat dekat dengan bank syariah, perlindungan Islam dan pertemuan
yang membutuhkannya.21
Kehadiran BASYARNAS sangat diperlukan oleh umat Islam
Indonesia, bukan hanya didorong oleh kesadaran individu untuk
menjalankan syariat Islam, tetapi lebih dari itu yaitu untuk kebutuhan yang
sesuai dengan kemajuan ekonomi dan keuangan. kehidupan moneter di
antara individu. Oleh karena itu, motivasi di balik pendirian BASYARNAS
sebagai badan yang langgeng dan otonom adalah untuk mengetahui

19Uswatun Khasanah, “Perkembangan Dan Penerimaan Masyarakat Terhadap


Perbankan Syariah di Indonesia”, AL Mutsla: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman dan
Kemasyarakatan, Volume 2, Desember 2020. Hal. 152.
20Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
182.
21 A. Rahmat Rosyadi, Arbitrase Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif (Jakarta:

Citra Aditya Bakti, 2002). 132


7

peluang munculnya persoalan muamalat dalam hubungan pertukaran,


bisnis moneter, administrasi dan lain-lain di kalangan umat Islam.22
Maka dapat diketahui, terdapatnya BASYARNAS sebagai suatu
lembaga tetap yang berperan buat menuntaskan kemungkinan
terbentuknya bentrokan awas diantara bank syariah dengan para
konsumennya, ataupun para konsumen pelayanan mereka pada
khususunya, serta diantara sesama pemeluk Islam yang melaksanakan
ikatan keperdataan yang menghasilkan syariah Islam sebagai dasarnya.
Dengan adanya fatwa DSN, setiap produk akad bank syariah maupun
lembaga keuangan syariah wajib melampirkan klausula arbitrase, sehingga
seluruh sengketa yang berlangsung diantara perbankan syariah dengan
konsumennya, sengketa tersebut wajib atau harus diselesaikan lewat
BASYARNAS.23
2. Kewenangan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah
Salah satu Lembaga yang berwenang di Indonesia yang bisa
menyelesaikan sengketa adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional.
Bentuk hukum Indonesia yang secara sah memberikan Basyarnas
ekosistem hukum. Perundang-undangan juga memberikan celah bagi
pihak-pihak yang bersengketa di luar peradilan umum ataupun agama
dengan menempuh jalur alternatif. 24Undang-undang No. 30 tahun 1999
sebagai dasar kekuatan hukum lembaga Arbitrase dalam Alternatif
penyelesaian sengketa. 25Kemudian diperjelas dengan undang-undang
No. 48 tahun 2009 tentang Kehakiman.26
Pasal 1 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 merumuskan bahwa, suatu
kesepakatan dapat berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam
suatu persetujuan tertulis yang dibuat oleh pihak-pihak sebelum timbul
sengketa, ataupun suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbulnya sengketa. Pasal 7 UU No. 30 Tahun 1999 juga
mengemukakan bahwa “Para pihak dapat membolehkan suatu sengketa
yang terjadi atau yang akan terjadi nantinya antara mereka untuk
diselesaikan melalui arbitrase”. Adapun Dalam Pasal 5 ayat (1), obyek

22Ridzky Adityanto, “Kedudukan Basyarnas Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan


Syariah (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012),” Jurnal LamLaj, 1.2
(2016).
23Ahmad Dimiyati, Sejarah Lahirnya BAMUI Dalam Arbitrase Islam Di Indonesia

(Jakarta: Rineka Cipta, 2005). 191.


24 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Tentang Arbitrase Dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.
25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman.
26Herman Efendi, dkk, “Ligitimasi Hukum Abitrase Syariah Dalam Penyelesaian

Sengketa Keuangan Syariah di Indonesia,” Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah.Vol. 6 No.2.
(2021), h, 36.
8

penyelesaian dengan arbitrase hanyalah sengketa di bagian


perdagangan, dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.27
Pihak-pihak yang bersengketa bisa membuat proses penyelesaian
sengketa perdata dibuat di luar pengadilan Negara yaitu dengan
menggunakan lembaga arbitrase ataupun alternative penyelesaian
sengketa (Undang-Undang, 1999b) hal ini tercantum dalam pasal 50.28
BASYARNAS sebagai suatu Lembaga yang berfungsi untuk
menyelesaikan probabilitas terjadinya sengketa perdata diantara bank-
bank syari’ah dengan para nasabahnya ataupun pengguna jasa mereka
terkhususnya dan antara sesama umat Islam yang melakukan interaksi
keperdataan yang menjadikan syariah Islam sebagai tiangnya, pada
umumnya merupakan kebutuhan yang nyata.29
Basyarnas mempunyai Visi dan Misi yaitu sebagai lembaga
arbitrase Islam yang pada setiap mekanisme penyelesaian sengketa
dilandaskan pada syariat Islam dan juga berpedoman pada nilai-nilai
Agama Islam. Beranjak dari itu, Badan Arbitrase Syariah Nasional ketika
menyelesaikan sengketa mengedepankan itikad baik para pihak dengan
prinsip keadilan, kedamaian. Ada beberapa tahapan agar nantinya dapat
mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa melalui
Basyarnas yaitu:
a. Tiap-tiap sengketa yang melalui arbitrase yang didaftarkan para
pihak haruslah dalam keadaan wajar. Adapun yang diluar wajar
maka akan menyulitkan sorang arbiter dengan menggunakan
metode arbitrase.
b. Komitmen semua pihak-pihak bersengketa dengan beriktikad
baik menentukan keberhasilan penyelesaikan sengketa.
c. Bersedia melanjutkan interaksi sesame, penyelesaian sengketa
harus berdampak pada keberlangsungan interaksi.
d. Terdapat tawar-menawar yang seimbang maka proses
penyelesaian sengketa dengan menggunakan lembaga
alternative. Sebab dengan mendapatkan posisi yang seimbang,
penyelesaikan sengketa akan selesai secara efisen dan efektif.

27Muhammad Rutabuz Zaman, Perlawanan Pihak Ke Tiga (Derden Verzet) Atas


Putusan Badan Arbitrase Nasional Syariah (Basyarnas), Jurnal Studi Islam, Volume 17, Nomor
01, 2021, h, 153.
28Herman Efendi, dkk, “Ligitimasi Hukum Abitrase Syariah Dalam Penyelesaian

Sengketa Keuangan Syariah di Indonesia,” Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah.Vol. 6 No.2.
(2021), h, 36.
29Atin Meriati Isnaini, Batas Kewenangan Penyelesaian Sengketa Syariah Antara

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Dengan Pengadilan Agama, Jurnal


UnizarLawReview Volume 3 Issue 2, 2020, h, 244.
9

e. Proses bersifat tertutup dan juga hasil dirahasiakan. Hanya


pihak yang terlibatlah yang mengetahui.
Dengan mengamati beberapa langkah di atas, bila menemukan
sengketa yang memenuhi kreteria diatas. Sangat dianjurkan untuk
menggunakan lembaga alternanif untuk penyelesaian sengketa.
Keberadaan dan fungsi lembaga alternatif Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas) adalah solusi dari penyelesaian sengketa di
lembaga formal yang terkadang berbelit-belit. Karena itu, keberadaan
arbitrase syariah diharus dikembangkan dalam masyarakat, terutama
masyarakat Indonesia yang mayoritasnya umat Islam.30
Basyarnas mememiliki kewenangan dalam menyelesaikan masalah
sengketa syariah yang terjadi antara pihak bank syariah dengan
nasabah, maksud dari kewenangan tersebut adalah kekuasaan sah yang
diberikan oleh undang undang. Adapun Basyarnas memiliki wewenang
sebagai berikut:
1) Sengketa yang diselesaikan harus secara adil dan cepat
sangketa muamalah (perdata) yang timbul dalam bidang
perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain sebaginya yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya hanya pihak yang bersangketa, dan
2) Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para
pihak tanpa adanya suatu sangketa mengenai persoalan
berkenaan dengan suatu akad.31
Arbitrase syariah merupakan penyelesaian sengketa antara dua
pihak atau lebih yang melakukan perjanjian dalam ekonomi syariah, di
luar jalur pengadilan (non litigasi) untuk mencapai penyelesaian yang
terbaik ketika upaya musyawarah tidak membuahkan mufakat. Arbitrase
ini digunakan dengan memberi dan menunjuk kuasa kepada badan
arbitrase untuk memberikan keadilan dan kepatutan berdasarkan hukum-
hukum Islam dan prosedur syariat Islam yang berlaku. Adapun keputusan
arbitrase syariah bersifat final dan mengikat (binding) hal ini tertuang
dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lewat BASYARNAS penyelesaian
bisa dilakukan asalkan dalam akad dibuat klausula mengenai
penyelesaian sengketa melalui Arbriter/Hakam. Hal ini bersandar pada

30Herman Efendi, dkk, “Ligitimasi Hukum Abitrase Syariah Dalam Penyelesaian

Sengketa Keuangan Syariah di Indonesia,” Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah.Vol. 6 No.2.
(2021), h, 37-38.
31Muthia Sakti, dan Yuliana Yuli W, Tanggung Jawab Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Jurnal Yuridis Vol.
4 No. 1, 2017, h, 78-79.
10

ketentuan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa.32
Terkait dalam pelaksanaan putusan Arbitrase tersebut maka satu
sama lain harus dengan suka rela melaksanakan putusan tersebut,
sebaliknya apabila dipaksakan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut,
maka putusan tersebut haruslah diserahkan juga didaftarkan kepada
sekretariat Pengadilan Negeri. Kemudian pemeriksaan oleh ketua
pengadilan, Ketua Pengadilan tidak dibenarkan memeriksa alasan
ataupun pertimbangan dari putusan arbitrase, yang diperiksa terbatas
hanya pada pemeriksaan secara sah terhadap putusan arbitrase yang
diberikan oleh arbiter atau majelis arbiter.33
3. Efektivitas Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Arbitrase Syariah
Pada dasarnya prosedur dan mekanisme yang digunakan oleh
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam menyelesaikan
sengketa perbankan syariah sudah efektif serta berdasarkan dengan
hukum yang berlaku. Dasar hukum yang digunakan Basyarnas untuk
mengatasi sengketa perbankan syariah bersumber pada Alqur’an,
Hadits, Fatwa Dewan Syarian Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Maqashid Syariah yang mengedepankan perdamaian.
Oleh karena itu dalam proses penyelesaian Basyarnas akan
memberikan solusi yang terbaik dengan memperbaiki akad perbankan
sehingga pihak-pihak tidak dirugikan.34
Sengketa ekonomi syariah ialah sengketa yang muncul melalui
hubungan hukum dalam bisnis yang setiap kegiatan usahanya
didasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Adapun Sengekta ekonomi
syariah sering terjadi disebabkan dari perselesihan bisnis antara pihak
yang bersengketa. Hal ini terjadi karena ada salah satu pihak di dalam
akad yang tidak memenuhi isi akad (wanprestasi) dan bisa juga melawan
hukum yang menyebabkan terjadinya sengketa. Penyelesaian sengketa
ekonomi syariah baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi harus
mengedepankan prinsip-prinsip syariah dalam penyelesaian sengketa.
Efektif atau tidaknya penyelesaian sengketa suatu perkara yang
diselesaikan oleh arbtirase syariah adalah dapat dilihat dengan prosedur
yang digunakan, prinsip utama yang digunakan yaitu perdamaian dengan

32Atin Meriati Isnaini, Batas Kewenangan Penyelesaian Sengketa Syariah Antara

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Dengan Pengadilan Agama, Jurnal


UnizarLawReview Volume 3 Issue 2, 2020, h, 245-246.
33Ibid., h, 246.
34Nurul Fitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
187.
11

pendekatan hati ke hati dan menjaga silaturahmi diantara kedua belah


pihak.35
Dasar utama yang digunakan Basyarnas dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah ialah Alquran, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat didalam Surah An-Nisa Ayat 35.36
Hadis, Fatwa DSN MUI, Maqashid Syariah dan tentunya tidak terlepas
dari isi akad (perjanjian) itu sendiri. Akad yang tidak sesuai dengan fatwa
DSN MUI sebagaimana seharusnya, Basyarnas akan turun tangan
memberikan jalan terbaik dalam penyelesaian agar ketentuan yang
mengatur akad yang diperjanjikan segera diperbaiki. Sehingga nantinya
tidak ada yang dirugikan antara pihak-pihak yang bersengketa. Sebab
Timbulnya sengketa dikarenakan ada pihak yang tidak memahami isi
akad dengan baik, akibatnya dengan persepsi yang berbeda tentang ini
akad dapat menimbulkan kesalahpahaman (miskalkulasi).37
Ada beberapa akad yang dibuat oleh para pihak. yang berpotensi
sengketa di kemudian hari, diantaranya adalah:
a. Terdapatnya fakta yang dilakukan salah satu pihak bahwa syarat
subjektif ataupun objektif yang ternyata tidak terpenuhi akibatnya
menuntut pembatalan akad.
b. Salah satu pihak memutus akad tanpa persetujuan dari pihak lain
dan adanya perbedaan menafsiran isi akad oleh para pihak
akibatnya menimbulkan sengekta hukum.
c. Adanya pihak yang tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang
telah diakadkan.
d. Terjadinya sikap melawan hukum.
e. Munculnya risiko yang tidak terduga pada saat pembuatan akad
(perjanjian).38
Dengan begitu yang menyebabkan para pihak yang bersengketa
lebih banyak memilih jalur arbitrase syariah. Banyak yang memilih jalur
non litigasi untuk menyelesaikan sengketa karena dianggap lebih praktis
dibandingkan melalui peradilan. Menurut Suyud Margono bahwa
penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif memiliki daya tarik
tersendiri terkhususnya para pebisnis sebab memiliki kecocokan dengan
sosial budaya pada masyarakat seperti bermusyawarah, melakukan
mediasi agar dapat menemukan solusi yang diterima oleh kedua belah
pihak yang bersengketa. Adapun manfaat melalui jalur non litigasi untuk

35Zaidah Nur Rosidah dan Layyin Mahfiana, “Efektifitas Penerapan Prinsip Syariah

dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional


(BASYARNAS)”, Journal of Sharia Economic Law, 3.1, (2020), h, 24-25
36Waldi Nopriansyah, Hukum Bisnis Di Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Group,

2019). 234.
37Ibid., 25
38Ibid., 25
12

menyelesaikan perselisihan ialah mengedepankan keikhlasan antara


kedua belah pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian,
prosedur yang dilaksanakan bersifat rahasia dan lebih cepat serta lebih
fleksibel dalam pengajuan syarat-syarat untuk menyelesaikan sengketa,
tentunya lebih hemat biaya dan juga hemat waktu, lebih mengedepankan
perdamaian, lebih mudah dalam mencapai kesepakatan, keputusan yang
didapat bersifat non yudisial dan tetap (final).39

39NurulFitriyah dan Riqqa Soviana, “Efektivitas Peran Arbitrase Syariah dalam


Menyelesaikan Sengketa Bisnis Syariah”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 05.02, (2021), h,
187-188.

Anda mungkin juga menyukai