Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian henti jantung di dalam rumah sakit merupakan

permasalahan utama keselamatan pasien dan kesehatan masyarakat.

Sekitar 209.000 orang dewasa dan lebih dari 6000 anak dilakukan Cardio-

Pulmonary Resuscitation (CPR). Sebagian besar disebabkan oleh dugaan

etiologi jantung dan terjadi secara tidak terduga atau mendadak. Kejadian

pasien dengan henti jantung sering terjadi. Dalam 1 bulan rata-rata ada 2

kasus pasien dengan henti jantung. Ruang perawatan intensive dan gawat

darurat belum bisa maksimal untuk menangani pasien dengan kegawatan

jantung, sehingga tenaga kesehatan khususnya perawat perlu meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dalam Penanganan pasien henti jantung,

salah satunya adalah keterampilan BLS/BHD. Kematian terjadi biasanya

karena ketidakmampuan petugas kesehatan untuk menangani penderita

pada fase gawat darurat (Golden Period). Ketidakmampuan tersebut

sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Basic life

support/Bantuan Hidup Dasar harus diberikan pada korbankorban yang

mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Pada sebagian

besar kasus, dari awal kejadian pasien terkena henti jantung dan henti

napas sampai tiba di layanan kegawatdaruratan membutuhkan waktu yang

cukup lama. Selain jarak tempuh, prognosis pasien juga dipengaruhi oleh

tatalaksana awal resusitasi jantung paru. Hingga saat ini, hanya sebagian
kecil dari pasien henti jantung yang menerima resusitasi jantung paru (RJP)

dari masyarakat yang menyaksikan di tempat kejadian, hal ini akibat

kurangnya pengetahuan masyarakat terkait tindakan RJP yang harusnya

dilakukan kepada pasien di tempat kejadian (Wissenberg, M. et al., 2013).

Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,

pemberian 02 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa

menit. Jika henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien

akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya jika terlambat akan berakibat

henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief & Kartini 2009)

Keterampilan basic life support dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap

orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan basic life support (Frame,

2010).

Pertolongan Basic Life Support/Bantuan Hidup Dasar dapat dilakukan

dengan teknik ABC yaitu A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka, B

(Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat, C (Circulation) :

Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru (AHA 2015).

Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalaman minimal 5 cm

dengan minimal 100-120 kali permenit, memberikan waktu bagi dada korban

untuk mengembang kembali untuk memungkinkan darah terisi terlebih

dahulu pada jantung, meminimalisasi interupsi saat melakukan penekanan.

Bantuan nafas diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan

teknik mengadahkan kepala dan mengangkat dagu. Setelah itu cuping

hidung korban dijepit menggunakan ibu jari dan telunjuk agar tertutup

kemudian diberikan napas buatan sebanyak dua kali, masing-masing sekitar

1 detik, buang napas seperti biasa melalui mulut. Bantuan napas diberikan
dari muut atau menggunakan pelindung wajah yang diletakkan diwajah

korban. Lihat dada korban saat memberikan napas buatan, apakah dadanya

mengembang, kemudian tunggu hingga kembali turun memberikan napas

buatan berikutnya (Latief &Kartini 2009)

Basic Life Support / Bantuan Hidup Dasar adalah pendekatan

sistemik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat

darurat. BLS/BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan kehidupan dengan

pemberian sirkulasi dan napas buatan secara sederhana. BLS/BHD

memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh terutama

organ yang sangat vital seperti otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi

beberapa detik sampai beberapa menit mengakibatkan asupan oksigen ke

dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang menjadikan kemampuan

koordinasi otak untuk menggerakan organ otonom menjadi terganggu,

seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan (AHA, 2015; Subagjo, 2011;

Wiryana, 2010). BLS merupakan keterampilan yang mendasar bagi tenaga

kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat. Basic Life Support/Bantuan Hidup Dasar bertujuan

untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan

mempertahakan sirkulasi darah tanpa mengunakan alat bantu. Diharapkan

perawat harus memiliki pengetahuan sekaligus kesiapan ketika menghadapi

situasi kritis (Turambi, 2016)

Pelatihan Basic Life Support/Bantuan Hidup Dasar harus dilakukan

kepada perawat, bidan agar mereka memiliki keterampilan yang baik dalam

melakukannya. Pelatihan ini perlu dilakukan secara berkelanjutan dengan

waktu minimal pengulangan adalah 2 tahun. Keterampilan tersebut sangat


penting untuk dimiliki oleh setiap warga negara dewasa terutama tenaga

kesehatan di Rumah Sakit (Nugroho et al., 2018)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai rerata sebelum

diberikan pendidikan kesehatan BLS/BHD bagi Tenaga Kesehatan adalah

sebesar 4,20 sedangkan setelah diberikan penyuluhan pendidikan

kesehatan diperoleh nilai rata-rata 11,30 yang berarti terjadi peningkatan

nilai rata-rata sebesar 7,1. Kematian mungkin dapat dihindari jika terjadi

keterlambatan 1 menit angka keberhasilan 98%, jika keterlambatan 4 menit

angka keberhasilan 50%, dan jika terlambat 10 menit maka keberhasilan 1%

(AHA, 2010). Hasil penelitian terhadap kalangan medis, perawat dan

memperlihatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan dalam Basic Life

Support/Bantuan Hidup Dasar yang dimiliki petugas kesehatan rendah,

terdapat perbedaan kualitas bantuan hidup dasar yang diberikan para

petugas kesehatan, kekurangan dalam pelaksanaan bantuan hidup dasar

diantaranya ketidakadekuatan pada kedalaman kompresi jantung dan

jumlah/ frekuensi kompresi jantung (Regge et all, 2008).

Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan review tentang hasil-hasil penelitian dengan Pelatihan Basic Life

Support/Bantuan Hidup Dasar pada Tenaga Kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pelatihan Basic Life Support/Bantuan Hidup Dasar

pada Perawat berdasarkan hasil penulusuran pustaka?


C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan hasil-hasil penelitian

tentang pengaruh pelatihan Basic Life Support/Bantuan Hidup Dasar pada

Tenaga Kesehatan, berdasarkan hasil penulusuran pustaka.

D. Manfaat Penelitian

Studi kasus diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Penulis

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi penulis yaitu penulis

dapat mengetahui serta mampu melakukan pengaruh pelatihan Basic

Life Support/Bantuan Hidup Dasar pada Tenaga Kesehatan.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi keperawatan dalam

mengetahui tentang pengaruh pelatihan Basic Life Support/Bantuan

Hidup Dasar pada Tenaga Kesehatan.

3. Institut Pendidikan

Diharapkan literatur review ini dapat membantu mengetahui

pentingnya pengaruh pelatihan Basic Life Support/Bantuan Hidup

Dasar pada Tenaga Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai