Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL JOURNAL REVIEW

MK. PENGANTAR SOSIOLOGI


DAN ANTOPOLOGI PRODI S1
PPKn–FIS

TUGAS PENGANTAR SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI


Skor Nilai:

1) Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan Terhadap Usaha


Ternak Sapi Potong (Mursidin, Jumriah Syam. 2018)

2) Studi Literatur : Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Dalam


Pembentukan Pola Pemukiman(Boby Rahman , Ega Selviyanti. 2018)

NAMA MAHASISWA : Elisabet Juniawati Pardede

NIM : 3202411007

DOSEN PENGAMPU : Hodriani, S .Sos.,M.AP .,M.Pd.

MATA KULIAH : Pengantar Sosiologi Dan Antropologi

KELAS : PPKn A2020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

September 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat dan
karuniannya serta kesehatan dari pada-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas CJR
ini dengan baik tanpa ada ganguan. Adapun yang menjadi judul tugas saya adalah “Critical
Journal Review”. Tujuan saya menyelesaikan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah “Pengantar Sosiologi Dan Antropologi” .

Tugas critical journal review ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan kita semua khususnya dalam hal stratifikasi sosial masyarakat. Saya
menyadari bahwa tugas critical journal review ini masih jauh dari kesempurnaan, apabila
dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, saya mohon maaf karna
sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman saya masih terbatas , karna keterbatasan ilmu
dan pemahaman saya yang belum seberapa.

Karena itu saya sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini. Saya berharap semoga tugas critical journal
review ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi saya khususnya. Atas perhatian nya
saya mengucapkan terima kasih .

Lubuk Pakam, 21 November 2020

Elisabet Juniawati Pardede

Nim : 3202411007

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................................1


DAFTAR ISI .....................................................................................................................................2
BAB I ..............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
1.1 Latar belakang ......................................................................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................3
1.4 Identitas Jurnal .....................................................................................................................4
BAB II .............................................................................................................................................5
RINGKASAN ISI JURNAL ..................................................................................................................5
1. RINGKASAN JURNAL UTAMA ..................................................................................................5
2. RINGKASAN JURNAL PEMBANDING ...................................................................................... 10
BAB III .......................................................................................................................................... 17
PEMBAHASAN/ANALISIS .............................................................................................................. 17
A. Pembahasan isi Journal ....................................................................................................... 17
B. Kelebihan dan kekurangan isi Journal .................................................................................. 18
BAB IV.......................................................................................................................................... 20
PENUTUP ..................................................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 20
B. Rekomendasi....................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang tidak dapat dihindari,artinya
terdapat pada setiap masyarakat.Masyarakat dengan segala aspek yang mencakup
didalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diketahui.Begitu pula
dengan sesuatu yang dihargai oleh masyarakat tersebut.

Sistem sosial dan budaya yang dipercayai sebagai hasil hubungan,komunikasi,


sosialisasi individu dalam masyarakat mempunyai pengaruh atas bentuk tatanan
lingkungan masyarakat. Akibat dari hubungan, komunikasi dan sosialisasi dalam
masyarakat sehingga terciptalah sistem sosial masyarakat yang menjadikan masyarakat
terbagi dalam lapisan-lapisan atau kedudukan berdasarkan kepercayaan, nilai, norma dan
adat istiadat dalam masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut kemudian membentuk tatanan
lingkungan pola lapisan permukiman masyarakat baik yang bersifat spatial maupun fisik
arsitektur bangunan.

Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berekedudukan sama
dalam kesatuan status sosial.Para anggota strata sosial tertentu sering kali memiliki jumlah
penghasilan yang relatif sama,namun lebih penting dari itu mereka memiliki sikap,nilai-
nilai dan gaya hidup yang sama.Semakin rendah kedudukan seseorang didalam pelapisan
sosial biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan hubungan sosialnya.Mereka orang-
orang yang berasal dari lapisan sosial yang rendah biasanya lebih sedikit berpartisipasi
dalam jenis organisasi apapun yang ada didalam masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulis agar dapat memperbaiki jurnalnya yang menurut saya kurang
memperkuat isi jurnal. Untuk reviewer seperti saya agar dapat menambah wawacan baru
tentang materi yang ada.

3
1.3 Manfaat

Manfaat untuk penulis yaitu agar dapat membuat jurnal dikemudian hari menjadi lebih
baik. Manfaat untuk reviewer dan pembacaagar dapat mengembangkan, meneliti, dan
menerapkannya didalam kehidupannya.

1.4 Identitas Jurnal

a. Jurnal Utama

1 Judul Artikel : Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan Terhadap Usaha


Ternak Sapi Potong
2 Nama : Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan
Journal
3 Edisi terbit : JiiP Volume 4 Nomor 2: 130-138, Desember 2018
4 Pengarang : Mursidin, Jumriah Syam
Jurnal
5 Penerbit : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
6 Kota terbit : Makassar
7 Nomor ISSN : pISSN 2355-0732, eISSN 2716-2222
8 Alamat Situs : http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/jiip/article/view/9857/6836

b. Jurnal Pembanding

1 Judul : Studi Literatur : Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Dalam


Artikel Pembentukan Pola Pemukiman
2 Nama : Jurnal Planologi
Journal
3 Edisi terbit : Vol. 15, No. 2, Oktober 2018
4 Pengarang : Boby Rahman , Ega Selviyanti
Jurnal
5 Penerbit : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
6 Kota terbit : Semarang
7 Nomor : E-ISSN : 2615-5257
ISSN P-ISSN : 1829-9172
8 Alamat : http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/psa
Situs

4
BAB II

RINGKASAN ISI JURNAL

1. RINGKASAN JURNAL UTAMA

A. Pendahuluan

Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat terutama pada sub sektor


peternakan perlu adanya perhatian khusus, mengingat kondisi Indonesia cukup mendukung
usaha budidaya dalam bidang peternakan. Peningkatan dan Pengembangan produk
peternakan merupakan salah satu tujuan yang diharapkan untuk memajukan sub sektor
peternakan khususnya ternak sapi potong. Kegiatan peternakan saat ini bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi sudah berkembang menjadi salah satu alternatif
usaha yang menguntungkan. Selain itu ternak sapi dalam tatanan kehidupan rakyat
Indonesia memiliki fungsi sosial dan ekonomi, oleh karena ternak dapat digunakan sebagai
tenaga kerja pengolah lahan pertanian, sumber uang tunai, sumber pendapatan, upacara
keagamaan, cendera mata, sumber pupuk organik, tenaga kerja dan dapat menaikkan status
sosial pada komunitas tertentu.

Pembangunan peternakan terutama pengembangan sapi potong perlu dilakukan


melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, modern, dan profesional dengan
memanfaatkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi usaha. Selain itu, usaha sapi
potong hendaknya didukung oleh industri pakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan
lokasi melalui pola yang terintegrasi. Untuk memenuhi kecukupan pangan, terutama
protein hewani, pengembangan usaha peternakan yang terintegrasi merupakan salah satu
pilar pembangunan sosial ekonomi. (Hamdi dkk, 2010). Desa dimaknai sebagai suatu
komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat.

Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran
atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil, yang
di dalamnya terdapat masyarakat yang hidup dengan keramahan dan keramahtamahan
(Wahyuningsih, 2011). Ditambahkan lagi oleh Abu (2013) bahwa masyarakat terbentuk
dari individu-individu. Individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan
membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.

5
Dengan adanya atau terjadinya kelompok sosial tersebut maka terbentuklah suatu pelapisan
masyarakat atau terbentuklah masyarakat yang berstrata.

Menurut Munandar (2011) bahwa Stratifikasi sosial sebenarnya telah ada sejak zaman
yunani kuno, hal tersebut dapat diketahui dengan adanya pendapat salah seorang filsuf
yunani yaitu Aristoteles yang mengatakan bahwa di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu
mereka yang tergolong kaya, menengah dan melarat, ditambahkan lagi oleh oleh Soerjono
(2012) bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri yang tetap.

Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan


dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya:
dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah. Pembedaan
dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang
dianggap berharga atau bernilai baik berharga atau bernilai secara sosial , ekonomi, politik,
hukum, budaya maupun dimensi lainnya dalam suatu kelompok sosial (komunitas). Pada
waktu itu, istilah kelas sosial digunakan dalam konteks penggolongan masyarakat terhadap
para pembayar pajak. Ketika itu ada dua masyarakat, yaitu masyarakat golongan kaya dan
miskin (Ralf, 2013). Kondisi di Desa Lompo Tengah dengan berbagai tingkatan serta
kesetaraan masyarakat khususnya para peternak dalam mengembangkan usaha peternakan
masih sangat kental, dengan mewariskan kepada generasi selanjutnya, konsep tersebut
memberikan pemahaman kritis mengenai beragam fenomena sosial masyarakat dalam
beternak. Dalam hirarki sosial masyarakat, orang yang memilki kekuasaan dapat dikatakan
berada pada posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
kekuasaan, dengan kata lain kepemilikan ternak serta lahan di desa Lompo Tengah sangat
berpengaruh untuk menunjang peningkatan usaha sapi potong, hal inilah yang dapat
menjadi indikator pengukuran bahwa masyarakat yang memiliki lahan yang luas serta
kepemilikan ternak merupakan masyarakat yang berada pada lapisan atas, namun dari
lapisan masyarakat golongan atas hanya terbilang beberapa peternak. Maka dari fenomena
inilah peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai peran staratifikasi sosial
terhadap peternak sapi potong di Desa Tanete Riaja.Berdasarkan uraian di atas maka hal
inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian mengenai “Peran Stratifikasi Sosial
Masyarakat Perdesaan Terhadap Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Lompo Tengah Kec.
Tanete Riaja Kab. Barru.

6
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalahnya
adalah bagaimana peran stratifikasi sosial masyarakat pedesaan terhadap usaha ternak sapi
potong. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peran stratifikasi sosial
masyarakat pedesaan terhadap usaha ternak sapi potong. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai sumber informasi kepada berbagai pihak terkait peran stratifikasi
sosial masyarakat pedesaan terhadap usaha ternak sapi potong.

B. METODE PENELITIAN

Jenis dan Lokasi Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berupa fakta-fakta atau
kejadian di lokasi penelitian yang berupa kalimat atau pernyataan yang sesuai dengan
kebutuhan dalam penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai
Oktober 2018 bertempat di Desa Lompo Tengah Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten
Barru, lokasi tersebut dipilih karena merupakan salah satu sentra peternakan sapi potong.

Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Data primer merupakan data yang bersumber dari hasil wawancara secara langsung dan
mendalam dari kelompok tani/ternak serta tokoh-tokoh adat di lokasi penelitian.
 Data sekunder merupakan data yang bersumber dari instansi Pemerintah di Desa
Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru serta intansi pemerintah
lainnya di Kabupaten Pinrang.

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian di Desa Lompo Tengah,
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru adalah FGD (Focus Group Discussion) dimana
dalam FGD ini dilakukan proses wawancara secara langsung terhadap masyarakat sekitar
serta instansi dan tokoh adat daerah penelitian. Yang dimaksud wawancara adalah proses
memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan penelitian/pengamatan dengan cara
tanya jawab kepada responden dengan menggunakan alat interview guide (panduan
wawancara).

Kegiatan yang dilakukan pada penelitian mengenai Dampak Stratifikasi Sosial Dalam
Masyarakat Perdesaan Terhadap Usaha Ternak Sapi Potong dengan menggunakan metode

7
FGD (Focus Group Discussion). FGD merupakan suatu diskusi yang dilakukan secara
sistematis dan terarah mengenai suatu masalah tertentu. FGD berfungsi sebagai
satusatunya metode penelitian atau metode utama untuk pengumpulan data dalam
penelitian.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

FGD (Focus Group Discussion) Desa Lompo Tengah Kec. Tanete Riaja Kab. Barru
Berdasrkan FGD penyuluan peternakan yang dilakukan dibalai Desa Lompo Tengah
diperoleh hasil wawancara, yaitu Kecamatan Tanete Riaja merupakan Kecamatan sentra
populasi sapi potong yang unggul dalam hal produksi sapi potong. Sesuai catatan sejarah
Kabupaten Barru pernah mengekspor sapi ke Inggris pada tahun 1970-an. Sentra
pengembangan sapi bali murni di daerah Sulawesi Selatan terdapat di 3 kabupaten, yaitu
Bone, Enrekang, dan Barru. Pada tahun 2014 Kecamatan tanete Riaja sudah mendapatkan
SK dari Kementrian Pertanian sebagai pusat pembibitan sapi bali. Di Kecamatan tanete
Riaja terdapat 24 kelompok tani/ternak, masing-masing kelompok tani/ternak diberikan
fasilitas berupa timbangan, tongkat ukur, dan pita ukur. Sapi-sapi yang ada dikelompok
tani/ternak Desa Lompo Tengah tidak boleh kawin saudara (inbreeding), hal ini
dikarenakan akan mempengaruhi pertumbuhan dari sapi tersebut sehigga berdampak pada
produktivitasnya. Maka dari itu kelompok tani ternak memiliki recording (pencatatan)
terhadap sapi mereka.

Dalam hal pengendalian penyakit dan pemeriksaan kesehatan, dinas Petrnakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Barru bekerjasama dengan Balai Besar Veteriner (BBVET)
Kabupaten Maros dalam hal pemeriksaan kesehatan terkhusus pada penyakit Brocelosis.
Selain bekerjasama dengan BBVET Maros, Dinas Peternakan dan Keehatan Hewan
Kabupaten Barru juga bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin Fakultas Petenan
dalam hal melaksanakan program pemerintahan, yaitu UPSUS SIWAB (Upaya Khusus
Sapi Indukan wajib Bunting). Telah banyak pencapaian dalam hal produksi ternak di
Kabupaten Barru, yaitu salah satunya pada tahun 2014-2015 telah menghasilkan pedet sapi
bali dengan berat lahir 20 kg dan langsung terekspos di Kemntrian Pertanian yang
merupakan hasil IB. Terkait pemasaran sapi potong pemerintah Kabupaten Barru telah
melaksanakan program, yaitu Shorum Sapi. Shorum sapi merupakan program untuk
memasarkan sapi potong yang didalamnya terdapat P3T Mandiri (Pos Pelayanan
Peternakan Terpadu Mandiri) yang berfungsi untuk megetahui pelaporan hewan seperti
8
program penanganan dan reaksi cepat. Dengan adanya P3T Mandiri, peternak bisa
langsung melaporkan kondisi ternaknya ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Barru.

Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Perdesaan

Terhadap Peternak Sapi Potong Stratifikasi sosial di Desa Lompo Tengah memiliki
peranan yang berkaitan dengan harga diri yang merupakan hak yang dimiliki oleh setiap
individu karena kedudukannya pada sebuah strata. Dalam setiap strata ini ditandai dengan
pangkat, simbul-simbul yang menonjol seperti peringkat atau peranan khusus dan juga
tingkah laku dalam keseharian khususnya pada peternak sapi potong. Desa Lompo tengah
terdapat orang-orang yang dihormati, berpendidikan memiliki kekuasaan dan wewenang
serta memiliki kekayaan. Hal tersebut mengindikasikan adanya lapisan-lapisan yang
disebut dengan stratifikasi sosial.

Dalam penelitian ini berbagai informasi terkait peran stratifikasi sosial terhadap
peternak sapi potong di Desa Lompo Tengah telah didapatkan melalui hasil wawancara
dengan metode FGD serta wawancara induvidu masing – masing pimpinan adat, penyuluh
dan peternak. Berbagai pendapat telah didapatkan sesuai dengan kebutuhan dalam
penelitian ini. Pimpinan adat Desa Lompo Tengah berpendapat bahwa stratifikasi sosial
yang terjadi di Desa Lompo Tengah memiliki peran yang cukup baik karena hubungan
antara kepala desa dengan kelompok tani/ternak saling bekerja sama dalam mencpai tujuan
kelompok tani/ternak yang disebabkan oleh tidak adanya keluhan dari peternak.

Hal ini pun di kemukakan oleh salah satu peternak bahwa kondisi tentang peran
stratifikasi sosial di Desa Lompo Tengah terbilang baik sebab hubungan antara pemimpin
dan warga masyarakat khususnya peternak tetap dalam kondisi saling menghargai satu
sama lain, bahkan dari segi hak-hak yang telah dipenuhi terdistribusi secara merata tanpa
melihat derajat dan statusnya. Tanggapan ini diperkuat oleh Jimmy (2012), bahwa peran
stratifikasi sosial yaitu untuk menyusun, mengatur, dan mengawasi hubungan manusia
dalam suatu masyarakat.

Startifikasi social masyarakat di Desa Lompo Tengah berperan dengan baik karena
hubungan antara kepala desa dengan kelompok tani yang memiliki pengelaman dalam
beternak saling bekerjasama dan membantu dengan sesama kelompok tani/ternak dalam
mencapai tujuan kelompok. Tanggapan ini diperkuat oleh Sastramiharja (2010), bahwa
9
stratifikasi social dalam suatu masyarakat memiliki peran sebagai alat untuk
mengkategorikan manusia ke dalam strata yang berbeda, maka dari situlah dapat
menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan.

Berbeda juga yang di kemukakan oleh pak Sulfi bahwa peran stratifikasi sosial
terhadap peternak di Desa Lompo Tengah berdampak positif, disebabkan meratanya
informasi yang didapat dari luar tanpa memandang status mereka serta berbagai bantuan
telah di dapatkan sehingga dapat membantu masyarakat dalam pemeliharaan ternak, begitu
pula yang dikatakan oleh ibu Hasna menyatakan hal yang sama bahwa komunikasi,
informasi dan bantuan pemerintah di Desa Lompo Tengah terbilang merata. Tanggapan ini
perkuat oleh penelitian Sastramiharja (2010), bahwa stratifikasi sosial dalam masyarakat
perdesaan yaitu melakukan kontribusi dan pemberian informasi dalam suatu masyarakat
sebagai alat pemersatu sedangkan menurut pendapat pak Yendre, salah satu anggota
kelompok tani/ternak di Desa Lompoh Tengah bahwa kelompoknnya kurang menjalin
kerjasama, hanya di waktu tertentu saja seperti acara adat dsb.

Namun dalam hal peternakan dan pertanian sangat kental bekerja secara induvidu
meski mereka dalam sebuah kelompok seperti halnya dalam pemberian sapi potong betina
produktif dan bantuan vaksin oleh pemerintah yang jarang didapatkan, hanya yang
mendapatkan keluarga dari pemimpin adat atau yang sangat akrab dengan pemimpin adat.
Pendapat ini tidak sesuai dengan penelitian Sastramiharja (2010), bahwa proses stratifikasi
sosial merupakan proses sosial dan tindakan-tindakan sistem yang akan menyesuaikan diri
atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya, sistem sosial tersebut mempunyai
elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan,
derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.

2. RINGKASAN JURNAL PEMBANDING

A. PENDAHULUAN

Lingkungan permukiman pada suatu wilayah secara universal terbentuk karena


berbagai unsur, diantaranya adalah budaya masyarakat. Budaya atau kebudayaan
masyarakat adalah keseluruhan sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang
dihasilkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,

10
yang kemudian secara alami menjadikan identitasnya melalui proses belajar
(Koentjaraningrat, 1992). Dasar budaya dalam masyarakat terbentuk dengan adanya
komunikasi yang secara fisik dapat terlihat sebagai hasil dari aktifitas manusia yang
dikenal sebagai pola tata ruang budaya (Rapoport, 1980) yaitu sebuah karya yang
menggambarkan secara visual terhadap perilaku, serta symbol dan nilai yang muncul dari
suatu kelompok masyarakat tertentu.

Permukiman merupakan salah satu hasil yang terbentuk dari eksistensi sistem dan tata
nilai yang dijalankan oleh masyarakat dalam kehidupan. Suatu permukiman masyarakat
dapat terbentuk akibat pengelompokan profesi, ekonomi, hak dan kewajiban (Aliya, 2004)
yang menjadi produk komunitas dan terbentuk secara alami dan berbeda satu dengan
lainnya. Dalam permukiman terdapat istilah konsep konstektual yang selaras untuk
bertempat tinggal, dari konsep inilah muncul keinginan untuk tinggal dan menetap bersama
dengan orang-orang sehingga membentuk unsur fisik spasial (berupa lokasi sebagai tempat
tinggal) dan unsur non fisik (berupa kegiatan bermasyarakat yang membentuk kebiasaan
dan adat istiadat masyarakat) dalam suatu wilayah yang di dalamnya terdapat tata
kehidupan sosial budaya. Implikasinya, banyak permukiman yang terpengaruh oleh nilai
dan perilaku budaya dalam kehidupan bermasyarakat sehingga membentuk lokasi tertentu
dan menjadi wujud ruang yang membentuk pola permukiman yang identik dengan sosial
budaya masyarakat itu sendiri.

Permukiman dalam masyarakat senantiasa tersusun secara alami oleh masyarakat


penghuninya berdasarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Hal ini menyiratkan
bahwa permukiman merupakan salah satu buah hasil dari kebudayaan yang tersusun atas
nilai, tradisi termasuk sistem strata sosial yang menjadi bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Sasaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ialah mengidentifikasi elemen
pembentuk stratifikasi sosial sebagai salah satu warisan budaya, mengidentifikasi elemen
stratifikasi sosial sebagai pembentuk permukiman masyarakat dan mengkaji bentuk pola
permukiman masyarakat yang terbentuk akibat stratifikasi sosial sebagai warisan budaya.

B. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif, dengan
pendekatan teknik analisis studi literatur. Studi literatur bertujuan untuk mendukung dan
meningkatkan pemahaman terhadap sebuah objek penelitian (Pusparinda dan Santoso,

11
2016). Pada Studi literaturpara peneliti akan melakukan pendalaman yang lebih luas dan
mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti (Kartiningrum, 2015). Menurut Danial
dan Warsiah (2009) Studi Literatur adalah merupakan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku buku, majalah yang berkaitan dengan
masalah dan tujuan penelitian. Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti
sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pengaruh stratifikasi sosial terhadap pola
permukiman masyarakat yang ditinjauh dari studi kasus permasalahan yang telah dikaji
sebelumnya. Adapaun studi kasus yang dikaji yaitu pengaruh stratifikasi sosial terhadap
pola permukiman dengan studi kasus : Madura, Kota Kerjaan Surakarta dan Bali. Ketiga
lokasi tersebut merupakan beberapa daerah dengan bentuk pola permukiman yang
dipengaruhi stratifikasi sosial atau lapisan sosial dalam masyarakat. Sehingga dari studi
kasus tersebut akan dijelaskan apa elemen pembentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat,
stratifikasi sosial yang mempengaruhi pola permukiman hingga bentuk pola permukiman
yang dipengaruhi oleh stratifikasi sosial itu sendiri.

1. Konsep Mancapat-Mancalima Dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam


Periode Kerajaan Pajang sampai dengan Surakarta.

Pemahaman masyarakat Jawa tradisonal tentang kota ialah suatu lingkungan berpagar
atau tembok yang didalam lingkungan tersebut merupakan tempat tinggal pemimpin, para
pejawab dan pegawai kerajaan yang disebut sebagai kutha. Namun, seiring perjalannan
waktu terjadu perubahan akan makna kutha yaitu sebuah lingkungan tidak lagi harus
ditutupi oleh pagar atau tembok tertentu. Penggambaran sebuah kota juga dapat dilihat dari
morfologi dan bentuk fisik yang berlatar belakang budaya-sosial masyarakat.

Elemen Stratifikasi Sosial sebagai bagian dari warisan budaya

Pada masa kota kerajaan Mataram Islam periode kerajaan Pajang sampai dengan
Surakarta. Ruang tersebut terbagi menjadi dua ruang yaitu ruang profan dan ruang sakral
yang didalamnya juga terdapat garis-garis imajiner yang memisahkan setiap ruang sebagai

12
salah satu bentuk perwujudan lapisan sosial. Berikut adalah gambaran garis-garis imajiner
yang terdapat pada masa kerajaan Mataram Islam menurut Santoso (1984):

Lingkaran ruang profan pada sistem kerajaan Mataram Islam terdiri atas tiga garis
imajiner yang dianggap lebih duniawi. Lingkaran ruang profane ini meliputilingkaran batas
keraton, lingkaran batas negara atau birokrasi kerajaan dan lingkaran mancanegara yang
merupakan lingkaran ruang diluar negara. Pada ruang profan raja dan keluarga raja, pejabat
tinggi keraton, maupun abdi dalem dapat memasuki ruang tersebut. Sehingga dapat dilihat
secara jelas bahwa pada ruang sakral tidak dapat dimasuki oleh semua orang sedangkan
ruang profane dapat digunakan oleh semua orang dari berbagai tingkatan lapisan
masyarakat.

Stratifikasi Sosial sebagai warisan budaya yang membentuk Pola Permukiman

Masyarakat Jawa pada umumnya masih meyakini keraton sebagai pusat dan merupajan
tempat tinggal Raja dan menjadikan sebagai kiblat dalam tata hidup dan tata nilai serta tata
permukiman masyarakat. Tata permukiman masyarakat Jawa terdapat hirarki ruang
sebagai manifestasi dari kedudukannya atau tingkatannya dalam masyarakat, misalnya
keraton sebagai tempat tinggal raja menjadi pusat permukiman dengan tingkat tertinggi
dan ruang-ruang lainnya membentuk lingkaran secara imajiner (melingkar mengikuti
pusat) secara bertingkat sejalan dengan status dalam masyarakat. Semakin rendah status
dalam masyarakat maka bertempat semakin luar dalam lingkar imajiner (semakin jauh dari
pusat) (Junianto, 2016). Perjalanan panjang sejarah kerjaan Matarm Islam yang dimulai
dengan berdirinya keraon Pajang di sebelah barat Surakarta, berpindah ke Kotagede hingga
berpindah di Kartasura sistem kehidupan masyarakt menjadi berubah.

2. Pengaruh Sistem Catur Wangsa terhadap Perwujudan Tata Spatial Kota


Peninggalan Kerajaan Hindu Di Bali: Kasus Kota Karangasem

Kota Karangasem merupakan salah satu kota peninggalan kerajaan Karangasem di


bali yang memiliki karakteristik spatial kota dan kehidupan masyarakat yang khas. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem sosial masyarakat yang terbagi menjadi beberapa golongan yaitu
catur wangsa (kelompok sosial) yang selanjutnya mempengaruhi penampakan kota
Karangasem secara fisik spatial.

13
Elemen Stratifikasi Sosial sebagai bagian dari warisan budaya

Kota Karangasem merupakan salah satu kota lama peninggalan kerajaan Hindu di Bali
yang masyarakatnya telah terbagi menjadi beberapa golongan dengan strata sosialnya.
Pembagian golongan atau kelompok tersebut didasarkan pada jenis pekerjaan, garis
keturunan da nasal masyarakatnya. Pembagian golongan masyarakat tersebut salah satunya
adalah catur wangsa.

Sistem catur wangsa mengelompokan masyarakat menjadi empat golongan


berdasarkan garis keturunan dan starata sosialnya dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh
masuknya agama Hindu di Bali. Selain catur wangsa, masyarakat Bali juga mengenal catur
warna dalam pengelompokan masyarakat. Catur warna terdiri dari dua kata yaitu, catur
adalah empat dan warna atau vri yaitu memilih pekerjaan. Sehingga catur warna diartikan
sebagai sistem pembagian masyarakat kedalam empat golongan berdasarkan konsep
dharma atau swadharma, yaitu sesuai dengan kewajiban, bakat atau jenis pekerjaan.

Stratifikasi Sosial sebagai warisan budaya yang membentuk Pola Permukiman

Berdasarkan pemabahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa masyarakat Bali


membagi masyarakatnya ke dalam 4 kelompok masyarakat yang disebut sebagai catur
wangsa. Catur wangsa terdiri atas kelompok brahmana, kstarya, wesya dan sudra. Tiap
kelompok masyarakat tersebut kemudian memiliki bentuk hunian yang khusus sesuai
dengan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat. Kelompok brahmana sebagai
kelompok masyarakat tingkat pertama memiliki hunian yang disebut geria. Puri adalah
isana bagi raja dan keluarganya yang merupakan golongan ksatria sedangkan punggawa
atau masyarakat dengan darah biru (bangsawan) yang tidak memegang kekuasaan dan
keluarganya tinggal dalam hunian yang disebut jero. Umah atau rumah adalah hunian bagi
golongan sudra.

3. Kajian Desain Lanskap Permukiman Tradisional Madura

Masyarakat Madura termasuk dalam masyarakat yang menganut hubungan hubungan


kekerabatan yang memperhitungkan atau mengikuti garis keturunan laki-laki dan
perempuan secara sama dan setara sehingga tidak ada perbedaan antara keluarga lakilaki
dan perempuan (Rifa’i, 2007). Namun, keterkaitan dalam keluarga sangat besar, hal ini
dapat terlihat dalam penataan permukiman masyarakat Madura.

14
Masyarakat Madura yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam menjadikan
pola sika dan perilaku masyarakat Madura didasarkan pada keyakinan kepada Allah
sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu sistem stratifikasi sosial, harga diri yang melekat
kuat serta sistem kekerabatan yang menjadi dasar dan landasan perilaku masyarakat
Madura (Wiyata, 2002).

Elemen Stratifikasi Sosial sebagai bagian dari warisan budaya

Secara garis besar pelapisan sosial meliputi tiga lapisan yaitu oreng kene sebagai
lapisan terbawah, ponggaba sebagai lapisan menengah, dan parjaji sebagai lapisan paling
atas (wiyata 2002). Oreng kene atau orang kecil adalah kelompok masyarakat biasa atau
kebanyakan. Mereka biasanya bekerja sebagai petani, nelayan, atau pengrajin. Lapisan
sosial menengah atau ponggaba meliputi para pegawai yang bekerja sebagai birokrat mulai
dari tingkat bawah hingga tinggi.

Lapisan paling atas atau parjaji adalah para bangsawan baik yang merupakan
keturunan raja maupun keturunan orang-orang yang diberi penghargaan oleh pemerintah
kolonial. Selain itu, juga terdapat pelapisan sosial masyrakat Madura menurut dimensi
agama yang terbagi menjadi dua lapisan yaitu santree dan bene santre. Kelompok santri
dibedakan menjadi tiga tingkatan, Kyai merupakan kelompok masyarakat yang berada
pada lapisan atas, bindara dianggap sebagai kelompok masyarakat menegah dan santri
sebagai kelompok masyarakat pada lapisan terbawah. Pada wilayah pedesaan Madura,
pelapisan sosial berdasarkan dimensi agama lebih diutamakan sehingga seorang Kyai yang
bertugas sebaga guru akan lebih didengar dan ditaati perintahnya dan nasihatnya
dibandingkan dengan pengusa daerah.

Stratifikasi Sosial sebagai warisan budaya yang membentuk Pola Permukiman

Permukiman masyarakat Madura selain dipengaruhi oleh lapisan sosial dalam


masyarakat, permukiman tradisional Madura juga dipengaruhi oleh mata pencaharian
penduduknya yang sebagian besar adalah adalah petani lahan kering sehingga bentuk pola
permukiman masyarakatnya mengelompok namun berpencar. Setiap keluarga yang
memeiliki hubungan kekerabatan cenderung hidup berkelompok namun terpisahkan oleh
lahan pertanian sehingga terlihat berpencar. Kedudukan seorang Kyai sebagai guru serta
panutan dalam masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat Madura akan musibah yang
terjadi jika melawan atau bertentangan dengan ajaran Kyai menjadikan masjid dan
15
pesantren sebagai pusat pelayanan dan aktivitas sosial masyarakat. Letak masjid dan
pondok pesantren ini pada umumnya berada pada jalur sirkulasi primer.

Stratifikasi sosial atau lapisan sosial merupakan salah satu hasil dari kebudayaan yang
berkembang dan dipertahankan oleh beberapa kelompok masyarakat tertentu.
Pembentukan permukiman masyarakat oleh stratifikasi atau lapisan masyarakat dapat
dijabarkan kedalam tiga proses yaitu konsep, proses dan produk. Konsep pada
pembentukan permukiman yang dipegaruhi oleh stratifikasi sosial merupakan landasan
dari terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat seperti yang dijelaskan oleh
Koentjaraningrat bahwa kebudayaan tersusun atas unsur keagamaan atau kepercayaan, ide,
gagasan, norma dan simbol. Unsur-unsur tersebut kebudayaan membentuk sosial budaya
masyarakat yang menjadi proses terbentuknya lapisan masyarakat. Yaitu sosial masyarakat
menciptakan sistem sosial dalam masyarakat dan budaya menciptakan adat kelakuan
masyarakat.

Terbentuknya sistem sosial dalam masyarakat, secara langsung akan membedakan


hak dan kewajiwan serta kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat yang dijelaskan
oleh Zainuddin Ali (2007) yaitu akan terdapat letak tidak seimbangan terhadap dua hal
tersebut yang berpengaruh kepada manusia sebagai anggota masyarakat. Perbedaan dan
ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban serta kewajiban dan tanggung jawab
tersebut yang kemudian membentuk lapisan-lapisan dalam masyarakat.

Perbedaan tersebut kemudian membentuk tatanan permukiman masyarakat.


Masyarakat dengan kedudukan tertinggi atau berada pada lapisan inti/pusat dalam
masyarakat akan membentuk tatanan permukiman yang tidak dapat dimasuki oleh semua
lapisan masyarakat yang menjadi ruang sakral dalam tatanan permukiman. Sedangkan
masyarakat yang berada pada lapisan yang lebih rendah juga akan membentuk ruang
kegiatannya yaitu ruang profan yang cenderung dapat dimasuki oleh semua lapisan dalam
masyarakat.

Hal ini terlihat jelas dalam pembentukan struktur kota Kerajaan Mataram Islam sampai
dengan Surakarta yang menjelaskan secara jelas bahwa lapisan masyarakat membentuk
tatanan permukiman masyarakat secara bertingkat dengan dalem yang merupakan tempat
tinggal raja dan keluarganya sebagai inti dari tatanan permukiman.

16
BAB III

PEMBAHASAN/ANALISIS

A. Pembahasan isi Journal

 Stratifikasi sosial menurut jurnal utama yang diulis oleh Mursidin, Jumriah Syam
adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan/atau
pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya:
dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah.
Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-
simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai baik berharga atau bernilai
secara sosial , ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya dalam
suatu kelompok sosial (komunitas). dan pada jurnal pembanding 2 yang ditulis oleh
Boby Rahman , Ega Selviyanti adalah suatu mempunyai peran pembentukan
permukiman masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut kemudian membentuk tatanan
lingkungan pola lapisan permukiman masyarakat baik yang bersifat spatial maupun
fisik arsitektur bangunan.
 Pada bagian pembahasan 2 ini, di bagian jurnal utama mengemukakan tentang
metode penelitian seperti: Jenis dan Lokasi Penelitian dan Sumber dan Metode
Pengumpulan Data serta memaparkan pembahasan dan hasil penelitian yang sangat
mendetail. Sedangkan pada bagian pembahasan 2 jurnal pembanding hanya
memaparkan bagian pembahasan dan hasil penelitian saja dan pembahasannya
tidak sedetail pembahasan yang ada pada jurnal utama.

17
B. Kelebihan dan kekurangan isi Journal

 Kelebihan

 Pada jurnal utama dari segi judul dan materi yang dibahas sudah sangat
bagus dan penjelasan yang dikemukakan juga sudah sangat rinci dan detail,
kemudian dari segi bahasa juga sudah baik karena bahasa yang dipakai
tidak terlalu berbelit belit sehingga mudah untuk dimengerti.selain itu judul
sudah jelas dengan topic yang dibahas, isi abstrak yang terdapat didalam
jurnal tersebut sudah spesifik dan jelas, terdapat Jenis dan Lokasi Penelitian
dan Sumber dan Metode Pengumpulan Data serta memaparkan pembahasan
dan hasil penelitian dan kesimpulan. Terdapat ISSN pada jurnal yang
menandakan bahwa jurnal tersebut resmi.
 Pada jurnal pembanding cara penulisan Jurnal menarik untuk dibaca dan
juga sudah tertara rapi buku ini banyak penjelasan tentang stratifikasi sosial
masyarakat dalam pembentukan pola pemukiman. Dari aspek tata Bahasa,
Jurnal ini mudah dimengerti menjelaskan tentang berbagai stratifikasi sosial
masyrakat pemimpin yang akurat juga menjelaskan tentang cara atau
strategi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Terdapat ISSN pada
jurnal yang menandakan bahwa jurnal tersebut resmi. Dan juga ada tertera
volumenya.
 Pada kedua jurnal ini ide-ide yang dituangkan oleh penulis penting dalam
menambah pengetahuan pembaca tentang stratifikasi sosial.Tidak ada
kesalahan/ error atas fakta dan interprestasi, karena hasil Penelitian yang
terdapat didalam jurnal tersebut berdasarkan fakta dan interprestasi yang
sudah dilakukan. Bahasa yang digunakan kebanyakan dari ide si penulis
sendiri. Terdapat ISSN pada jurnal yang menandakan bahwa jurnal tersebut
resmi. Dan juga ada tertera volumenya.

18
 Kekurangan
 Pada jurnal utama adalah berdasarkan keseluruhan jurnal, jurnal ini sudah
mendekati sempurna. tidak banyak kekurangan-kekurangan yang ada, hanya
saja sedikit kekurangan diantaranya kekurangan dalam jurnal ini adalah
Size font yang terlalu rapat dan tulisan terlalu kecil sehingga membuat mata
sakit saat melihatnya.
 Pada jurnal pembanding terlalu banyak pendapat dan sehingga mengurangi
kreatifitas penulis untuk menuangkan ide-idenya kedalam jurnal tersebut
dan hampis secara keseluruhan isi dari jurnal adalah pendapat para ahli.
 Pada jurnal pembanding tidak ada metode penelitiannya pada sub judul
maupun pada isi materi jurnal ini. Pada jurnal ini hanya memaparkan
mengenai hasil dan pembahasan stratifkasi sosial saja.

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stratifikasi sosial di Desa Lompo Tengah memiliki peranan yang berkaitan dengan
harga diri yang merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu karena kedudukannya
pada sebuah strata. Dalam setiap strata ini ditandai dengan pangkat, simbul-simbul yang
menonjol seperti peringkat atau peranan khusus dan juga tingkah laku dalam keseharian
khususnya pada peternak sapi potong.

Implikasinya, banyak permukiman yang terpengaruh oleh nilai dan perilaku budaya
dalam kehidupan bermasyarakat sehingga membentuk lokasi tertentu dan menjadi wujud
ruang yang membentuk pola permukiman yang identik dengan sosial budaya masyarakat
itu sendiri. Sehingga berdasarkan pembahasan dan hasil kajian tersebut, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Elemen-elemen pembentuk stratifikasi atau lapisan sosial dalam masyarakat berupa


keturunan sebagai elemen yang paling berpengaruh terhadap kelas sosial
masyarakat, kemudian terdapat elemen profesi dan bakat.
2. Stratifikasi sosial sebagai salah satu warisan budaya masyarakat berpengaruh
terhadap pembentukan permukiman masyarakat. Unsur-unsur kebudayaan yang
kuat dan tradisi masyarakat menyusun ruang permukiman kedalam konsepsi
lapisan ruang sakral dan ruang profan.
3. Pola permukiman yang terbentuk atas pengaruh startifikasi sosial atau lapisan sosial
dalam masyarakat cenderung memusat dan membentuk ruang-ruang imajiner
berdasarkan kelas atau status sosial dalam masyarakat.
4. Masyarakat dengan tingkat atau kelas sosial tertinggi berada pada pusat
permukiman masyarakat dan masyarakat dengan lapisan berikutnya mengikuti
tingkat tertinggi tersebut.

20
B. Rekomendasi

Diharapkan setelah membaca critical journal review ini pembaca lebih mengerti
tentang stratifikasi sosial masyarakat yang baik dan apa saja yang terkandung didalamnya
bisa menjadi pedoman untuk masyarakat setempat sehingga kita dapat memehami tentang
tatanan mengeni stratifikasi sosial yang dalam menambah wawasan masyarakat dan semua
masyarakat pasti mempelajari stratifikasi sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Mursidin, Jumriah Syam. 2018. Peran Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan Terhadap
Usaha Ternak Sapi Potong. Makasar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Boby Rahman , Ega Selviyanti. 2018. Studi Literatur : Peran Stratifikasi Sosial
Masyarakat Dalam Pembentukan Pola Pemukiman. Semarang: Universitas Islam Sultan
Agung Semarang

LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai