Anda di halaman 1dari 3

TUGAS KASUS MANAJEMEN KEPERAWATAN

NAMA : YARMI ANGGRAINI

NIM : 01701013

DOSEN : NS. ERNI MUSMILER, M.KEP

TUGAS : MANAJEMEN KEPERAWATAN

1.1 Kasus Tn. C berusia 40 tahun. Seseorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya
(Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C
mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh
pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam penanganan pasien di rumah sakit
tersebut.

Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas
tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien
mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien
tersebut.

Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan memperhatikan antara keinginan/hak
meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang
diterapkan dirumah sakit. Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk
mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak
menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter.

1.2 Pertanyaan Pilih strategi penyelesaian konflik eksternal yang sesuai berdasarkan hasil data dan
identifikasi masalah, kemudian susun rencana solusi terhadap keluarga yang anda tawarkan!

1.3 Jawaban
2.1 Pengkajian

a. Analisa Situasi Tn. C berusia 40 tahun. Seseorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri
hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis).
Ketika Tn. C mengalami henti jantung, paramedis akan melakukan resusitasi untuk menyelamatkan
kehidupan Tn. C, tetapi pihak keluarga Tn. C meminta rumah sakit untuk menghentikan prosedur
pengobatan dan meminta tindakan euthanasia terhadap Tn. C dengan alasan Tn. C berhak untuk bebas dari
rasa sakit dan meninggal dengan tenang. Namun permintaan keluarga tersebut bertentangan dengan
prosedur dan kebijakan rumah sakit serta moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap
pasien yang diterapkan dirumah sakit.

b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang Adanya keinginan euthanasia dari pihak pasien dan
keluarga pada dasarnya memang bertentangan dengan kebijakan dan kode etik yang ada di rumah sakit.
Didalam management sebuah RS tentu ada pelaksanaan Hospital by law dan medical by law yang berupa
peraturan, regulasi dan SOP yang setiap RS bisa berbeda-beda pola walaupun subtansinya sama. Secara
Umum Strutural dan Fungsional RS pasti ada Bagian yang disebut "Komite Medik" yang langsung
bertanggungjawab kepada Diraktur, Untuk kasus tersebut diatas Rekomendasi hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan, diagnosa,terapi maupun penentuan prognosanya harus atas rekomendasi dari komite
medik dan rekomendasi inilah yang dipakai oleh management RS untuk disampaikan kepada pihak-pihak
yang terkait. Kasus diatas disebut dengan kasus permintaan "Euthanasia" atau mengakhiri kehidupan
dengan cara medis yang biasanya dilakukan dg penyuntikan kepada pasien tersebut. Dibeberapa negara
seperti di Eropa banyak negara yang melegalkan atau memperbolehkan Euthanasia. Indonesia termasuk
negara yang tidak memperbolehkan euthanasia. Sehingga dengan jelas rumah sakit tidak berhak untuk
melakukan tindakan euthanasia terhadap pasien.

c. Tujuan Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai euthanasia dari segi kesehatan, agama,
hukum dan sosial untuk agar keluarga dapat memeahami dan mengerti jika tindakan euthanasia diambil
apa saja konsekuensi yang harus dihadapi oleh keluarga.

2.2 Identifikasi

- Menjelaskan kepada keluarga mengenai euthanasia dari berbagai sudut pandang, konsekuensi yang
dihadapi. Dalam hal ini pihak rumah sakit dan pihak keluarga dapat bertemu dalam satu forum dengan
didampingi para ahli dari berbagai sudut pengetahuan baik dari kesehatan, agama, hukum dan sosial untuk
saling memaparkan jika tindakan euthanasia diambil apa konsekuensinya dan dalam hal ini membiarkan
keluarga mengambil keputusan.

- Memperlakukan pihak klien dan keluarga sebagai teman dalam penyelesaikan masalah, bukan sebagai
musuh.

- Mendengarkan baik-baik pendapat keluarga mengenai apa yang mereka rasakan serta apa yang pasien
rasakan selama ini dan memperhatikan gerakan tubuhnya - Menggunakan bahasa komunikasi dengan
bahasa yang mudah dimengerti dan tidak berbelit-belit.

- Mempersiapkan antisipasi apabila terjadi penolakan dari pihak keluarga.

- Tunjukkan keterbukaan dan rasa empati terhadap pendapat yang diajukan oleh pihak keluarga apabila
mereka mau menerima penjelasan dari pihak rumah sakit.

- Bersikap asertif bukan agresif.

- Konsisten terhadap apa yang telah dianggap benar.

- Hindari sikap yang tidak baik, trik yang tidak baik seperti manipulasi, tergesa-gesa dalam proses
negosiasi, terkesan memaksakan kehendak, membuat hanya satu pilihan, menekankan pada satu pendapat.

2.3 Intervensi Menggunakan negosiasi untuk menyelesaikan konflik yang di alami oleh rumah sakit
tentang keinginan klien untuk melakukan euthanasia terhadap Tn. C dengan cara sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi mengenai masalah yang dialami oleh keluarga dalam merawat Tn. C serta
latar belakang Tn. C dan keluarga ingin melakukan euthanasia.

2. Didalam management sebuah Rumah Sakit tentu ada pelaksanaan Hospital by law dan medical by law
yang berupa peraturan, regulasi dan SOP yang setiap Rumah Sakit bisa berbeda-beda pola walaupun
subtansinya sama. Secara Umum Strutural dan Fungsional RS pasti ada Bagian yang disebut "Komite
Medik" yang langsung bertanggungjawab kepada Direktur, untuk kasus rekomendasi hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan, diagnosa,terapi maupun penentuan prognosanya harus atas rekomendasi dari
komite medik dan rekomendasi inilah yang dipakai oleh management RS untuk disampaikan kepada
pihak-pihak yang terkait.

3. Memberikan pilihan alternatif untuk keluarga apabila tetap ingin melakukan euthanasia, maka pihak
Rumah Sakit dapat dengan tegas memberikan surat penolakan untuk melakukan authanasia dengan
menjadikan dasar penolakan adalah euthanasia bertentangan dengan etika, standar pelayanan dan
peraturan/hukum yang harus menjadi pegangan dan tidak boleh dilanggar oleh rumah sakit serta
menjelasakan dengan adanya pelanggaran dari ketiga hal tersebut bisa dikatakan sebagai suatu malpraktek.
Kode etik bagi tenaga kesehatan mewajibkan setiap tenaga kesehatan menghormati hak hidup setiap insan.
Sehingga, setiap tenaga kesehatan harus selalu bekerja agar dapat menyelamatkan jiwa pasien. Dari sudut
pandang hukum dalam KUHP pasal 344 " barang siapa menghilangkan jiwa orang lain,atas permintaan
orang itu sendiri yang disebutkan dengan nyata dan sungguh sungguh dihukum penjara selama lamanya
duabelas tahun". Dari pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa euthanasia merupakan tindakan yang
tidak dibenarkan di Indonesia sehingga merupakan tindakan ilegal yang dapat dijatuhi hukuman bagi
pelakunya. Hal ini juga harus dipahami oleh pihak keluarga. supaya tidak terjadi penuntutan maka harus
dikomunikasikan oleh pihak RS, sejauh mana tindakan yang akan dilakukan oleh pihak RS (sesuai
kebijakan dan prosedur di RS) dan sejauh mana keluarga menyetujui tindakan yang akan dilakukan oleh
pihak RS, karena pada dasarnya pelayanan yang dilakukan adalah kesepakatan antara pihak RS dengan
pasien/keluarganya.

4. Pihak rumah sakit dan pihak keluarga dapat bertemu dalam satu forum dengan didampingi para ahli
dari berbagai sudut pengetahuan baik dari kesehatan, agama, hukum dan sosial untuk saling memaparkan
jika tindakan euthanasia diambil apa konsekuensinya dan dalam hal ini membiarkan keluarga mengambil
keputusan.

Anda mungkin juga menyukai