Anda di halaman 1dari 7
Fiat Justisia Jurnal Lmu Hukum Volume ! No. gusts 2007 ISSN 1978-5186 STUDIKOMPERATIF SISTEM GADAI KONVENSIONAL DENGAN GADAISYARIAH DI INDONESIA Aprifianti ABSTRAK Layanan lenbaga pegadaian di Indonesia, selain memberlakukan sistem gadai konvensional yang diatur dalam PP No. 103 Tahun 2000 Tentang Perum Pegadaian, juga memberlakukan sistem gadai syariah berdasarkan ketentuan syariat Islam yang bersumber pada Al Qur'an. Pada gadai konvensional dikenakan bunga pinjaman yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda untuk jasa yang dilakukannya, sedangkan pada gadai syartah tidak dikenakan bunga. Nasabah dikenakan jasa wang titipan, pemeliharaan, penjagaan serta biay penaksiran yang ditetapkan di awal perjanjian. Kata Kunci: Gadai Konvensional, Gadai Syariah A. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Untuk mencapai tujuan tersebut baik pemerintah maupun masyarakat baik perseorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang cukup besar. Seiring dengan itu kebutuhan akan dana menjadi masalah yang sangat sulit. Keadaan seperti ini tidak dapat terus menerus berkembang, karena akan mempengaruhi kehidupan masyarakat yang selalu dalam kesulitan. Dalam kondisi demikian masyarakat sangat berharap memperoleh bantuan dana baik untuk tujuan konsumtif maupun untuk tambahan modal usaha. Pemerintah berusaha membantu masyarakat dengan menyediakan fasilitas kredit. Jalan alternatif bagi masyarakat adalah mendapatkan dana dengan menghubungi lembaga pegadaian terdekat, Berdasarkan PP No.10 Tahun 1990 Tentang Perum Pegadaian, fungsi Perum Pegadaian sebagai agen pembangunan ekonomi yang lebih dinamis dan bertanggungjawab yang berorientasi pada pelayanan unum (public service) dan mencari keuntungan (profit oriented). Perum pegadaian merupakan satu-satunya lembaga keuangan bukan bank yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan usaha pembiayaan dalam bentuk penyaluran kredit dalam jangka waktu pendek dengan menggunakan sistem gadai, Sistem gadai adalah sistem yang menjalankan pemberian kredit atau peminjaman uang dengan menggadaikan suatu barang sebagai jaminan hutang, pada saat Jatuh tempo uang pinjaman harus dikembalikan dan jika lewat dari masa tempo yang telah ditentukan maka barang jaminannya akan dilelang sebagai pelunasan hutang, Perum pegadaian yang saat ini telah berusia ebity dari |00 tahun dikancah lembaga keuangan bukan bank di Indonesia merupakan suatu institusi penyedia dana dengan syarat mudah dan sederhana dan bersifat konvensional. Hal tersebut berarti bahwa pelaksanaannya mengacu pada sistem hukum positif di Indonesia yang berlaku saat ini dan berbagai peraturan perundang- undangan tentang gadai yang telah disepakati bersama-sama, Dalam perkembangannya, pegadaian yang berperan sebagai pengantara keuangan masyarakat (Financial Intermediary) telah melebarkan sayapnya dengan memberlakukan pola pegadaian dengan sistem syariah, hal ini sebagai salah satu bentuk akibat positif diundangkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan semua ketentuan pelaksananya baik berupa peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan dan surat edaran Bank Indonesia. Pemerintah telah memberikan peluang bagi berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah. Hal ini menimbulkan kesempatan bagi 173 Fiat Justisia: Jurnal tlmu Hukum Volume | No.2 Met-Agustus 2007 pegadaian untuk secara kreatif mengembangkan ide dengan mendirikan pegadaian dengan sistem syariah, Dengan penerapan pola pegadaian syariah, memungkinkan perusahaan pegadaian untuk proaktif dan lebih produktif menghasilkan produk jasa keuangan, Keinginan Perum Pegadaian untuk menerapkan sistem gadai syariah selain gadai konvensional dikarenakan adanya amanah untuk menegaskan misi yang harus diemban oleh pegadaian yaitu ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit atas dasar hukum gadai dan melakukan usaha Jain yang menguntungkan Misi ini tidak berubah hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tentang Perum Pegadaian yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Implementasi operasional gadai syariah hampir sama dengan gadai konvensional. Seperti halnya gadai konvensional, gadai syariah juga menyalurkan wang pinjaman dengan jaminan barang bergerak, prosedur dan syarat untuk memperoleh pinjaman sangat mudah begitu pula dalam melunasi pinjaman setelah masa jatuh tempo tiba. Penelitian ini hendak memaparkan gadai berdasarkan sistem konvensional dan syariah. Pendekatan dilakukan secara komparatif, mempergunakan metode yuridis normative atas data sekunder. Analisis data secara kualitatif. B. HASIL DAN PEMBAHASAN Gadai Konyensional dan Gadai Syariah Gadai merupakan suatu perjanjian riil karena gadai hanya ada manakala benda yang akan digadaikan secara fisik telah dikeluarkan dari kekuasaan pemberi gadai atas kesepakatan para pihak, Pengertian gadai (pand) menurut Pasal 1150 KUHPdt mengandung arti suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang, atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan 174 daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan, Beberapa pengertian dalam gadai (konvensional), yaitu : pinjam meminjam wang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan dan apabila batas waktu tersebut tiba temyata tidak bisa ditebus maka barang tanggungan tersebut menjadi hak yang memberi pinjaman, merupakan kredit jangka panjang dengan jaminan sekuritas yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan dengan ketentuan setiap saat dapat diperpanjang, Gadai konvensional pelaksanaannya didasarkan pada hukum positifdi Indonesia yang berlaku pada saat ini yang berkenaan dengan gadai dan membayar bunga bersamaan pokoknya, Istilah gadai dari bahasa Arab disebut rahn dan dapat juga dinamai al-habsu. Secara etimologis, arti rah adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Istilah- istilah yang dipakai dalam gadai syariah adalah rahn (gadai), murtahin (penerima barang), rahin (yang menyerahkan barang), marhun (barang jaminan),' Gadai syariah, pelaksanaannya menitik- beratkan pada dilarangnya praktek ijon, riba dan pinjaman tidak wajar yang dilarang agama. Dengan demikian gadai syariah mengacu pada norma-norma keagamaan yang bersifat mengikat dan segala apa yang dilarang, diperbolehkan dan diwajibkan bagi setiap muslim berdasarkan Al- Qur'an dan hadist. Dasar Hukum Gadai Konyensional dan Gadai Syariah Dasar Hukum Gadai Konvensional a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1150 sid 1160). b, Staatsblad No.8] tanggal 29 Maret 1928 tentang aturan Dasar Pegadaian ‘Charaman Pasarib Sinar Grafika, Jak 1996.tukiem Perjanjian dalam Islam him. 139, Fiat Justis Jurnal tmu Hukum Volume | No.2 Mei-Agustus 2007 ISSN 1978-5186 « Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1990 ‘Tentang Pengalihan Bentuk Perjan Pegadaian ‘menjadi Perum Pegadaian, Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 ‘Tentang Perusahaan Umum Pegadaian . Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian No.5/ 1994 Tentang Pemasaran Jasa Taksiran dan Jasa Penitipan Barang. Surat EdaranDireksi Perum Pegadaian No. 11/ 1994 Tentang Tanggal Jatuh Tempo Kredit dan Lelang, Keputusan Direksi Perum Pegadaian No.OPP.2/67/5/1998 Tentang Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC), . Keputusan Direksi Perum Pegadaian No.73/ OP.1,0021 1/1999 Tentang Perubahan Tingkat ‘Sewa Modal, Surat Edaran Direksi Perusahaan umum Pegadaian No.32 Tahun 2001 Tentang Penggolongan dan Minimum Uang Pinjaman. Dasar Hukum Gadai Syariah »._ Al-Hadis Al- Qur'an: QS. Al-Bagarah ayat 283, secara eksplisit menyebutkan barang tanggungan dipegang oleh yang berpiutang. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai objek gadai atau jaminan dalam dunia perbankan, HR Asy’Syafii, Al Daraquthni dan tbnu Majah. Dari Abu Hurairah ra., Nabi Muhammad SAW bersabda: Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya, la memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasai- Bukhari Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah a (menjaganya). Apabila n, maka air Susunya yang, deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluar- kan biaya (menjaganya). Kepada orang yang naik dan minum maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya 4d. Ijtihad: Mengenai pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat ‘mengenai hal ini. Sayyid Sabiq mengatakan rahm adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu, Menurut Syafi’i Antonio, rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai? Landasan ini juga kemudian diperkuat dengan adanya Fatwa Dewan Syariah Nasional ‘No.25/DSN-MUI/II/2002 tentang Rahn tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan cara menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn diperbolehkan Mekanisme Pengajuan Gadai Gadai Konvensional Untuk melakukan perjanjian gadai, diantara para pihak harus saling mengikatkan diri untuk suatu objek tertentu yang dapat mengakibatkan suatu hubungan hukum dari perjanjian gadai. Dalam perjanjian gadai ini mencakup tentang yarat-syarat pengajuan gadai yang disetujui para pihak dan tata cara/ mekanisme pengajuannya. Suatu perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan diberi akibat hukum (legal concluded contract). Syarat sahnya suatu perjanjian termuat dalam Pasal 1320 KUHPdt. Perjanjian gadai adalah perjanjian pelengkap dari suatu perjanjian pokok hutang piutang dengan disertakan benda bergerak sebagai jaminan. Perjanjian gadai terjadi pada saat Sayyid Sabiq. 1987 1987. Fikih Sunnah Al Maar, Bandung, him. 34 ) MSyafi'i Amtonto, 2001. Bank Syariah: Dari Teort ke Prakiek, 7 Gema Insani Press, Jakarta, hm. 47 175 Fiat Justisia Jurnal Mm Hukum Volume ? No.2 Mei-Agustus 2007 penyerahan barang jaminan. Gadai menjadi tidak sah apabitla barang jaminan tidak diserahkan pada penerima gadai (Pasal 1152 Ayat (2) KUHPdt). Mekanisme atau cara kerja gadai konvensional ini adalah orang yang perlu uang (pemohon) datang langsung ke pegadaian terdekat dengan membawa kartu identitas dan menyerahkan barang jaminan yang akan digadaikan, Pemohon terlebih dahulu mengisi surat permintaan kredit, barang jaminan ditaksir oleh petugas, dan nilai taksirannya akan diberikan dalam bentuk wang dan dicantumkan dalam Surat Bukti Kredit (SBK). Penandatanganan SBK oleh para pihak menandakan bahwa perjanjian gadai sudah berlaku sampai jangka waktu yang telah disepakati oleh mereka. Pada saat itupula para pihak sudah mulai menjalankan hak dan Kewajibannya masing-masing. Layaknya sebagai lembaga keuangen lainnya, dalam gadai onvensionalpun mengenakan bunga pinjaman (sewa modal) yang bersifat akumulatif. Gadai Syariab Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah, menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a, Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang, jaminan) sampai semua hutang rahin (yang menyerah- kan barang) dilunasi. b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilaimarhun dan pemanfaatannyaitu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya, ¢. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin, 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan ‘marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman, fe, Penjualan markun terjadi jika telah sampai Jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk melunasi hutangnya, apabila rahin tetap tidak melunasi hutangnya maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai 176 dengan syariah. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. f.Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Bedan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Dalam proses pengajuan pinjaman pada gadai syariah, rahin terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat yaitu menyerahkan foto copy KTP atau tanda identitas lain, mengisi formulir permintaan raf, menyerahkan barang jaminan (marhun).Pada gadai syariah tidak ‘ikenakan bunga atau jasa uang seperti yang dilakukan pada gadai konvensional. Marhun yang digadaikan sifatnya adalah penitipan barang. Tempat penitipan inilah yang dibayar jas Jasa penitipan ini tidak serta merta ‘dikalikan dengan prosentase tertentu, tapi dikaitkan dengan suatu rate tertentu. Misalnya marhunnya berupa emas sekian gram sampai sekian gram, maka jasa penitipannya sekian. Selain jasa penitipan juga dipungut biaya pemeliharaan marhun, penjagaan serta biaya taksiran. Pelaksanaan Gadai Gadai Konvensional Gadai merupakan penyedia jasa keuangan yang paling instant, maksudnya wang akan segera disediakan begitu barang agunan/jaminan diserabkan. Masyarakat pengguna jasa Perum Pegadaian dalam melaksanakan perjanjian gadai (konvensional) diharuskan menyerahkan harta bergeraknya di kantor pegadaian terdekat disertai pemberian hak untuk melakukan Jelang apabila setelah waktu perjanjian habis, nasabah tidak menebus barang jaminan. Hasil lelang dipergunakan untuk melunasi pokok pinjaman disertai sewa modal (bunga) ditambah biaya lelang. Fiat Justisia Jurnal Hmu Hukum Volume | No.2 Mei-Agustus 2007 ISSN 1978-5186 Dalam menjalankan usahanya Perum pegadaian tidak dibenarkan menarik dana dari masyarakat, baik dalam bentuk giro, deposito ataupun bentuk tabungan lainnya, Pegadaian tidak seperti lembaga keuangan bank yang memberikan kredit jangka menengah atau jangka panjang. Sifat pemberian kreditnya adalah untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yaitu tiga sampai enam bulan dengan jumtah yang relatif kecil, misalnya minimum Rp. 5000.00 dan maksimumRp.20 juta. ‘Untuk mendapatkan pinjaman, barang- barang yang akan digadaikan terlebih dahulu diperiksa keadan ngnya termasuk kelengkapan yang disyaratkan, Kemudian barang jaminan ditaksir oleh petugas, Tujuannya adalah menghitung besarnya jumlah pinjaman yang dapat diperoleh, Penaksir menetapkan harga pedoman standar, taksiran uang pinjaman (UP) kemudian diajukan kepada Kepala Kantopr Cabang selakuk Kuasa Pemutus Kredit (KPK). Jika besarnya UP yangtelah diputuskan oleh penaksir maupun KPK telah disepakati debitur maka diterbitkan Surat Bukti Kredit (SBK). Pada SBK tersebut dimuat nama dan alamat nasabah, keterangan barang jaminan, besarnya taksiran dan wang pinjaman. ‘Setelah ditandatangani nasabah dan penaksir serta KPK, SBK diserahkan kepada nasabah. Nasabah menerima uang pinjaman yang diberikan kasir sejumlah yang tertera dalam SBK, dengan terlwebih dahulu membayar biaya penyimpanan dan asuransi yang telah ditetapkan sesuai dengan besatnya wang pinjaman dan jenis barang jaminan yang diagunkan* Gadai berakhir setelah para pihak menjalankan hak dan kewajibannya. Pelunasan pinjaman tidak harus menunggu jatuh tempo, artinya bila jangka waktu pinjaman adalah 4 bulan maka penggadai dapat saja melunasi kendati priode pinjaman belum berakhir. Konsckuensinya jelas bahwa makin cepat dilunasi maka makin sedikit pula beban bunga yang ditanggung. Adapun fangkah-langkah yang ditempuh dalam pelunasan kredit adalah: a. Nasabah menyerahkan SBK kepada kasir untuk dihitung sewa modalnya. Berdasarkan perhitungan dari pembantu kasir, nasabah menyerahkan pembayaran kepada pemegang kas. Kemudian kasir menginformasikan c Franto Pandia, dk, 2005. Lembaga Kewangan. Rhineka ‘Cepia, Jakarta, him, 76. pembayaran lunas uang pinjaman kepada petugas penyimpan barang jaminan, Setelah ang pelunasan diserahkan maka SBK diberi cap tanggal pelunasan. b, Setelah pelunasan, petugas penyimpan jjaminan, menyerahkan barang jaminan kepada petugas pengeluar barang jaminan untuk kemudian diserahkan kepada nasabah, ‘Sebelumnya barang diperiksa terlebih dahulu untuk menunjukkan bahwa barang tersebut tidak tertukar dan nilainya serta keadaannya sama dengan waktu barang itu diserahkan. Pelunasan uang pinjaman dan penyerahan barang jaminan menunjukkan bahwa perjanjian itu berakhie. ¢. Jika telah sampai pada tanggal yang telah ditetapkan, debitur masih belum memenuhi kewajibannya baik melalui pembayaran hutang berikut biaya-biaya fain, pembaharuan hutang (gadai ulang) maka sesuai dengan hak Perum Pegadaian akan menjual barang jaminan tersebut dengan cara lelang, Dari hasi! penjualan lelang diperhitungkan uang pinjaman dan sewa modal penuh dan apabila ada sisa, maka diserahkan kepada debitur sebagai wang kelebihan setelah dikurangi 3% bea lelang penjualan Gadai Syariah Gadai syariah dibenarkan dalam sistem perbankan syariah dan berdiri atas perjanjian dengan sistem bagi hasil antara Perum Pegadaian dengan Bank Muamalat Indonesia. Hal ini tertuang dalam perjanjian musyarakah antara BMI dengan Pegadaian No. 446/SP300. 233/2002 dan No.015/BMI/PKS/X11/2002. Gadai syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pelaksanaannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharabah (bagi hesil), Dalam melakukan gadai syariah, telah ditentukan rukun dan syarat dalam pelaksanaan- nya, yaitu: a. jab qabul (sighor), dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis atau lisan. b. Orang yang bertransaksi terdiri dari rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai). Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig schingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu 177 Fiat Justisia Jurnal lmu Hukum Volume | No.2 Mei-Agustus 2007 perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syariat Islam. c. Adanya barang yang digadaikan (marhun).. Barang yang akan digadaikan harus dapat diserahterimakan, bermanfaat, tidak bersatu dengan harta lain, milik dan dikuasai oleh rahin. d, Adanya Mar fun bih (uang pinjaman) sebagai alas gadai. Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba. Berdasarkan landasan konsep ral, pada dasarnya gadai syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu: a. Akad Rahn, rain yang dimaksud adalah menahan harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini lembaga gadai syariah menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. b. Akad Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi lembaga gadai syariah untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad* Untuk dapat memperoleh layanan dari gadai syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan marhun (emas, kendaraan barang- barang elektronik dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan fotocopy tanda identitas yang dimilikinya. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran marhun yang dijadikan jaminan untuk dijadikan patokan perhitungan pengenaan sewa titipan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai ekonomi dan harga pasaran setempat (HPS), Maksimum marhun bik (uang pinjaman) yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran marhun, Adapun ketentuan pelayanan dalam gadai syariah, adalah: ‘TARdul Ghofir Anshori, 2006. Gadai Syariah di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yozyakarta, him. 122. 178 a. Rahin menjaminkan marhun kepada Pegadaian Syariah untuk mendapatkan marhun bih (wang pinjaman). Kemudian pegadaian menaksir harga marhun untuk dijadikan dasar dalam menentukan besarnya ‘marhun bih (uang pinjaman), b. Pegadaian syariah dan rahin sepakat dalam perjanjian gadai . Akad gadai ini meliputijumlah pinjaman, biaya jasa simpan dan administrasi dan waktu pengembalian pinjaman adalah selama 120 hari atau 4 bulan. ¢. Rabin menebus marhun setelah jatuh tempo. Apabila pada saat jatuh tempo rahin belum dapat mengembalikan wang pinjaman maka akad dapat diperpanjang | (satu) kali masa Jatuh tempo demikian seterusnya, d, Apabila rahin tidak dapat mengembalikan uang pinjaman dan tidak dapat memper- panjang akad gadai, maka pihak pegadaian syariah akan melakukan kegiatan pelelangan (penjualan) atas marhun sebagai upaya pengembalian marhun bih (wang pinjaman) berserta jasa simpan. Pemberitahuan penjualan marfun dilakukan paling lambat 5 hari sebelum tanggal penjualan melalui media cetak atau media elektronik setempat dan atau diumumkan dipapn pengumuman kantor cabang pegadaian syariah setempat juga dapat melalui surat pemberitahuan ke alamat rahin. Rahin dapat diberikan kelonggaran untuk melakukan penebusan marhun/pelunasan marhun bih (uang pinjaman) setiap saat sebelum jangka waktu 120 hari. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi atau hanya membayar jasa simpanannya saja jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman vang. C. PENUTUP Keberadaan pegadaian sebagai lembaga keuangan bukan bank adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai. Untuk mencapai tujuan tersebut pegadaian melaksanakan berbagai usaha, baik yang bersifat pelayanan publik maupun yang bersifat business oriented. Sejalan dengan tujuan tersebut Fiat Justisia Jurnal Hmu Hukum Volume 1 No.2 Mei-Agustus 2007 ISSN 1978-5186 pegadaian harus mampu menghasilkan tingkat pelayanan dan kualitas yang baik bagi nasabahnya baik bagi nasabah pada gadai konvensional ‘maupun pada nasabah gadai syariah. Lembaga pegadaian dikenal masyarakat Karena lembaga ini mengelola penyaluran dana dalam bentuk kredit atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat dan hemat. Dan pegadaian juga membantu masyarakat terhindar dari praktek ijon, riba atau pegadaian gelap (illegal pawnshop). Layanan lembaga pegadaian di Indonesia, di samping memberlakukan sistem gadai konvensional yang diatur dalam PP No, 103 Tahun 2000 Tentang Perum Pegadaian, juga diberlakukan sistem gadai syariah yang dalam pelaksanaannya berdasarkan ketentuan syariat Islam yang bersumber pada Al Qur'an dan hadist juga diperkuat oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn. Fatwa ini menyatakan bahwa pinjaman dengan cara menggadaikan barang sebags jaminan hutang dalam bentuk rahn (gadai) diperbolehkan. Dalam pelaksanaannya pada gadai konvensional dikenakan bunga pinjaman yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda untuk jasa yang dilakukannya. Pada gadai syariah tidak dikenakan bunga namun nasabah dikenakan jasa uang titipan, pemeliharaan, penjagaan serta biaya penaksiran yang ditetapkan di awal perjanjian, DAFTAR PUSTAKA Darus Badrulzaman, Mariam. 1991, Bab-Bab tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia. Citra Aditya, Bandung. Ensiklopedi Hukum Islam.2001, Gadai. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Ghofur Anshori, Abdul. 2006. Gadai Syariah di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Pandia, Frianto, dkk. 2005. Lembaga Keuangan. Rhineka Cipta , Jakarta. Pasaribu, Chairuman.1996, Hukum Perjanjian dalam Islam. Sinar Grafika, Jakarta. Sabiq, Sayyid, 1987, Fikih Sunnah. Al Maarif, Bandung. Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Diskripsi dan Iustrasi, Ekonisia, Yogyakarta. Syafi'i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press, Jakarta. Peraturan Pemerintah No.103 Thun 2000 Tentang Perusahaan Umum Pegadaian. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.25/ DSN-MUI/II1/2002 Tentang Rahn. 179

Anda mungkin juga menyukai