NIM : 2130209012 MK : Islam dan Ilmu Pengetahuan Meresume materi kelompok 3 tentang KLASIFIKASI ILMU HOLISTIK DAN INTEGRATIF
A. Pengertian Ilmu Holistik Integratif
Holistik integratif adalah pendidikan yang mengintegrasikan segala aspek dan nilai-nilai dalam pendidikan seperti nilai moral, etis, religius, psikologis, filosofis, dan sosial dalam kesatuan yang dilakukan secara menyeluruh antara jiwa dan badan serta aspek material dan aspek spiritual untuk memenuhi kebutuhan esensial anak. Holistik integratif tidak hanya mempelajari satu bidang pendidikan saja, tetapi juga pelajaran yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi, pola pengasuhan dan perlindungan untuk anak. B. Tujuan Holistik Intetegratif menurut perpres Seperti yang sudah dijelaskan di atas, tujuan utama dari PAUD holistik integratif sebenarnya telah tercantum dalam Peraturan Presiden (PERPRES) No 60 Tahun 2013 yang berbunyi:
1. Terselenggaranya layanan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif
menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia. 2. Terpenuhinya kebutuhan esensial anak usia dini secara utuh meliputi kesehatan dan gizi, rangsangan pendidikan, pembinaan moral-emosional dan pengasuhan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kelompok umur. 3. Terlindunginya anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan yang salah, dan eksploitasi di manapun anak berada. 4. Terselenggaranya pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar lembaga layanan terkait, sesuai kondisi wilayah dan 5. Terwujudnya komitmen seluruh unsur terkait yaitu orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dalam upaya Pengembangan Anak Usia Dini HolistikIntegratif.
C. Cara mengajarkan holistik integratif pada anak
Maka dari sebelum menyekolahkan anak di PAUD holistik integratif, hendaknya Mama memperhatikan 5 hal berikut ini: 1. Pengajar harus memiliki sikap yang ramah, penyayang dan mampu memotivasi siswasiswi secara tulus. 2. Pengajar harus memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya baik itu aspek emosi, sosial, kreatifitas dan aspek spiritual. 3. Pengajar harus mampu membina dan membentuk karakter siswa-siswi dengan memperhatikan 9 pilar karakter yang diberikan secara intensif dengan metode knowing atau mengetahui, loving atau mencintai, and acting the good atau melakukan kebaikan. 4. Pengajar harus memberikan pengalaman pembelajaran yang bersifat konkret, kontekstual dan mampu merangsang siswa belajar aktif, menyenangkan dan tanpa tekanan atau beban. 5. Pengajar harus memberikan kesempatan secara langsung bagi siswa-siswi untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang bersifat nyat. D. Memaknai Pendidikan Islam Berdasarkan pembacaan makna leksikal ―tarbiyah (tumbuh kembang, pendewasaan, pemimpinan, perbaikan, dan pemeliharaan), Abdurrahman al-Bani, seperti dikutip oleh Abdurrahman an-Nahlawi, berpendapat bahwa tarbiyah (pendidikan) mengandung empat muatan makna, yaitu: menjaga dan merawat fitrah anak didik, mengembangkan potensi dasar dan kompetensinya; mengarahkan fitrah (potensi dasar) itu menuju kesempurnaannya, dan proses pendewasaan manusia dilakukan secara gradasi, tidak instans, dan berkelanjutan. Selanjutnya, an-Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pengorganisasian atau pengelolaan aspek psikis dan sosial yang meniscayakan aktualisasi ajaran Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat. Pendidikan Islam adalah proses penyiapan jiwa dan raga manusia yang mampu mengemban aktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan yang bersumber dari alQur‘an dan as-Sunnah. Sementara itu, Khalid bin Hamid al-Hazimi berpendapat bahwa berdasarkan penelusuran makna ‖tarbiyah‖ dalam al-Qur‘an yang bermuara pada dua makna yaitu: hikmah, ilmu, ta’lîm dan ri’âyah atau pembinaan dan pemeliharaan, pendidikan Islam dikonsepsikan sebagai penumbuhkembangan manusia dalam berbagai aspek kehidupanya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai dengan sistem ajaran Islam.
E. Sistem Pendidikan Islam Holistik Integratif
Menurut Said Nursi, pendidikan Islam itu merupakan proses penyucian diri, perbaikan potensi diri, optimalisasi daya akal, spiritual, dan moralnya menuju kesempurnaan dan kemuliaan dirinya.. Karena itu, sains dan agama harus dikaji dan dikembangkan secara proporsional, holistik, dan integral. “Dengan cara ini, pelajar di sekolah-sekolah modern dapat dilindungi dari kekufuran, sekularisme dan sikap fanatisme buta. Para pelajar Muslim harus mempelajari berbagai disiplin ilmu dari Barat (Eropa dan Amerika) dan mengembalikan asal usul ilmu itu pada Islam. Sains modern harus diletakkan dalam bingkai cahaya tauhid (nur al-tauhîd) dan harus dilihat dengan pemikiran logis sesuai dengan cahaya al-Qur‘an. Sampai saat ini, belum banyak umat Islam yang menyadari pentingnya integrasi pendidikan agama dan umum, ditambah lagi dengan adanya sains kontemporer, sehingga menjadikan formulasi pendidikan Islam terkotak-kotak diwakili oleh dua tipologi. Pertama, tipe pendidikan antisains. Pendidikan ini bersifat apriori dan acuh takacuh. Kedua, pendidikan prosains, masing-masing pendidikan ada yang mengadapsi atau menerima tanpa curiga sedikit pun memasukkan kurikulum sains, sekaligus ada yang menerima dengan penuh kewaspadaan. Reintegrasi sistem pendidikan Islam perlu dilandasi dua prinsip operasional yang mengarah kepada pendidikan Islam holistik integratif. Pertama, pendidikan Islam pada hakekatnya merupakan sebuah usaha untuk mengembangkan dan meletakkan kerangka dasar bangunan dan teori pendidikan Islam di atas landasan dan sumber acuan murni, yaitu doktrin tauhid yang menekankan pada prinsip pemaduan ilmu agama (syari‘ah) dan umum (sains modern). Oleh karena itu, setiap rekonstruksi pendidikan Islam yang tidak berlandaskan dan tidak mengacu pada paradigma tauhid, tidak bisa dipandang sebagai reformasi pendidikan. Kedua, dalam realisasinya pendidikan Islam holistik harus mengacu kepada paradigma Tauhid (nûr al-tauhîd). Karena, tauhid merupakan basis worldview Muslim, sekaligus merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran- kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia dan takdir. Yang tidak kalah pentingnya untuk diintegrasikan dalam proses pendidikan menurut Nursi adalah pendidikan individu, pendidikan di rumah tangga, pendidikan dalam masyarakat, dan pendidikan oleh Negara.
F. Model Sistem Pendidikan Islam Holistik Integratif
Sejarah membuktikan bahwa para Nabi dan Rasul itu adalah para pendidik ulung yang sukses mendidik kaum atau umatnya, sehingga mampu melahirkan peradaban yang agung, meskipun peradaban yang diwariskan oleh Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw mengalami pasang-surut, bahkan kehancuran. Dalam konteks ini, Nabi/Rasul pendidik yang paling sukses adalah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau tidak hanya mendidik umatnya untuk menjadi khaira ummah (umat terbaik), melainkan juga membangun peradaban (Hadhârah, tammadun) Islam yang agung: humanis, universal, terbuka, berkeadaban, dan untuk semua. Dalam sebuah hadits, dinyatakan bahwa ―Aku diutus (oleh Allah) sebagai pendidik.‖ (HR. Ibn Majah).