Anda di halaman 1dari 15

JUDUL MAKALAH.

Pendidikan Keluarga di Sekolah dan Masyarakat..

Dosen Pengampu Mata Kuliah;


Andi Rahmat Abidin,M.pd.

Diajukan sebagai sala satu Syarat tugas mata


Kuliah
Pengantar pendidikan kelompok 4 kelas B
Sememrter III prodi Pendidikan Agama Islam IAIN Ambon
Di oleh:
1.Muhamad Alwan Alkadry
200301051.
2.Nona Auliya Seknun.
2003010
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) AMBON
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan pada sang Maha Pencipta yang telah memberi

kesehatan dan kesempatan, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dan hadir untuk

menambah wawasan kita semua. Shalawat dan salam kita haturkan untuk Rasulullah SAW.

Yang menjadi contoh terbaik bagi peradaban umat manusia.

Makalah ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pendekatan Studi Keislaman”

dengan judul makalah “Islam dan Hak Asasi Manusia” Kami menyadari sepenuhnya bahwa

dalam penyajian makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan

sarannya sangat kami harapkan dari teman-teman agar kedepannya kami bisa lebih baik lagi.

Akhir kata semoga apa yang kami utarakan dapat bernilai ibadah disisi Allah SWT.

Serta bermanfaat bagi kita semua maupun inspirasi terhadap pembaca.

Ambon, November 2014

Penyusun: Muhamad Alwan Alkadry

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A .1.1Latar Belakang............................................................................................1
B .1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
C. 1.3 Tujuan Masalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama......................................3

B. Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua..........................................4

C. Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan ketiga.....................................6

BAB III PENUTUP.

A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B.Sarang...................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan bagi setiap manusia mulai dari kecil
hingga ahir hayatnya, badan usaha yang bergerak atas berlangsungnya
pendidikan peserta didik dinamakan lembaga pendidikan. Secara garis besar, ada
tiga badan yang bertanggungjawab atas berlangsunganya pendidikan peserta didik dan biasa
dikenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan, yang meliputi: keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
Tiga badan tersebut memiliki sifat, fungsi, serta peran masing-masing yang mana
sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak itu sendiri. Maka, saya akan mencoba
menguraikan lebih lanjut tentang Tri Pusat Pendidikan baik yang formal ataupun nonformal

1. 2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran keluarga sebagai badan pendidikan pertama atau utama?


2. Apa saja peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal?
3. Bagaimana peran masyarakat sebagai badan pendidikan ketiga yang mereka adalah
merupakan aplikasi daripada pendidikan ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui peran keluarga sebagai badan pendidikan pertama atau utama.
2. Untuk mengetahui peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
3. Untuk mengetahui peran masyarakat sebagai badan pendidikan ketiga.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama

Keluarga adalah unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap
komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama Islam, anak adalah
amanat Allah. Amanat wajib dipertanggung jawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua
terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan
pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Ketika komponen yang ada di dalam
keluarga terutama orang tua salah dalam mendidikan anak, maka sulit untuk merubah sifat
anak tersebut. Karena pendidkan dari keluarga merupakan pondasi, Dan ketika pondasi
tersebut tidak bagus, maka seterusnya tidak akan bagus.
Keluarga terdiri atas dua kata: kawula dan warga. Di dalam bahasa Jawa kuno,
kawula berarti hamba. Maksudnya orang yang menghambakan diri. Warga artinya anggota.
Maksudnya, seseorang yang dalam lingkunganya mempunyai hak dan kewajiban atas
terselenggaranya segala sesuatu yang baik bagi lingkungannya[1]. Jadi keluarga, ialah satu
kesatuan, dimana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada kepentingan dan tujuan
kelompok tersebut. (Zahara Idris, 1992:83)
Kata "Keluarga" secara etimologi menurut K.H. Dewantara adalah sebagai berikut:

"Bagi bangsa kita perkataan "Keluarga" tadi kita kenal sebagai rangkaian perkataan-
perkataan "kawula" dan "warga". Sebagaimana kita ketahui, maka "kawula" itu tidak lain
artinya dari pada "abdi" yakni "hamba" sedangkan "warga" berarti "anggota".
Sebagai "abdi" di dalam "keluarga" wajiblah seseorang di situ menyerahkan segala
kepentingan-kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya sebagai "warga" atau
"anggota" berhak sepenuhnya pula untuk ikut mengurus segala kepentingan di dalam
keluarganya"[2]. (Abu Ahmadi, 1991:176)
Jika ditinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang
terdiri atas beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan antara
ayah ibu dan anak yang merupakan kesatuan kecil dari bentuk-bentuk
kesatuan masyarakat. (Abu Ahmadi, 1991:177)

Pendidikan keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena di samping keluarga


itu sendiri sebagai kesatuan kecil daribentuk kesatuan-kesatuan masyarakat[3], juga
karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai
dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak. Dengan
demikian nampaklah adanya satu hubungan erat antara keluarga dengan masyarakat.

2
Keluarga sebagai alam pendidikan pertama (Dasar). (Abu Ahmadi, 1991:177)
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan didalam keluarga. Orang
tua tanpa ada yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat
sebagai pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai pembimbing, sebagai pembina maupun
sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap
manusia. (Abu Ahmadi, 1991:177)
Anak mengisap norma-norma pada anggota keluarga, baik ayah maupun ibu.
Maka orang tua di dalam keluarga harus dan bahkan wajib kodrati untuk memperhatikan
anak-anaknya serta mendidiknya, sejak anak itu kecil, bahkan sejak anak itu masih
dalam kandungan sampai ahir hayat. Jadi tugas orang tua mendidik anak-anaknya itu
terlepas dari kedudukan, keahlian atau pengalaman dalam bidang pendidikan yang legal.
Bahkan menurut Imam Ghozali -."Anak adalah suatu amanat Tuhan kepada ibu bapaknya".
(Abu Ahmadi, 1991:178)
Anak adalah anggota keluarga, di mana orang tua adalah pemimpin keluarga,
sebagai penanggung jawab atas keselamatan anak-anaknya di dunia dan khususnya di
akhirat. (Abu Ahmadi, 1991:177)
Adapun sifat-sifat badan pendidikan keluarga, yaitu:
1. Lembaga pendidikan tertua
2. Lembaga pendidikan informal
3. Lembaga pendidikan pertama dan utama
4. Bersifat kodrati (Suwarno, 1982:66)
Selain itu, pendidikan keluarga juga memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
2. Menjamin kehidupan emosionil anak
3. Menanamkan dasar pendidikan moril
4. Memberikan dasar pendidikan sosial (Suwarno, 1982:67)
Dijelaskan juga bahwa keluarga memiliki beberapa peranan terhadap pendidikan
anak, yaitu:
1. Menurunkan sifat biologis atau susunan anatomi melalui hereditas, menurunkan susunan
urat syaraf, kapasitas inteligensi, motor and sensory equipment
2. Memberikan dasar-dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar, seperti pendidikan
agama, budi pekerti, sopan santun, estetia, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk
mematuhi peraturan-perturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan (Zahara Idris, 1992:84)

3
Diterangkan juga, bahwa orang tua memiliki fungsi peranan dalam lapangan
pendidikan dalam lingkungan keluarga, yaitu:
1. Pembiasaan
2. Pendidikan intelektual, moral, emosional,
3. Pendidikan kewarganegaraan, termasuk pendidikan politik,
4. Pengembangan moralitas, terutama moralitas agama (M. Said, 1985:131)

B. Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan Kedua

Sekolah juga merupakan pemegang peranan yang tak kalah penting dalam
pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di samping
keluarga sebagai pusat pendidikan yang membentuk akhlak seorang anak, sekolahpun
mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan formal (legal) untuk pembentukan
pribadi anak. (Abu Ahmadi, 1991:180)
Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang
sesuai.dengan bidang dan bakatnya masins-masing anak. Dengan sekolah, golongan atau
partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari
golongan atau partainya. Dengan sekolah, kaum beragama mendidik putra-putranya
untuk menjadi orang yang melanjutkan dan memperjuangkan agama. (Abu Ahmadi,
1991:180)
Karena sekolah itu sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat
pendidikan, maka dapatlah kita golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua
sesudah keluarga, lebihlebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan keluarga dengan
guru sebagai ganti orang yang harus ditaati. (Abu Ahmadi, 1991:181)
Lamanya pendidikan di sekolah juga ikut menentukan berhasil tidaknya pem-
bentukan pribadi, yaitu:
1. Sejak anak umur 4 atau 5 tahun ada yang sudah dimasukkan ke sekolah, yaitu
Sekolah Taman Kanak-Kanak atau Bustanul Atfal. Anak yang baru saja memiliki
bahasa dan mulai mengakui adanya gezah, oleh guru dididik dengan diasuh, diajari tata-cara,
dididik dengan kebijaksanaan.
2. Kemudian umur enam tahun (6 tahun) anak disekolahkan ke Sekolah Dasar atau Ibtidaiyah.
Mulailah anak diberi ilmu pengetahuan dasar di camping pendidikan. Selama enam tahun,
yaitu sampai dengan umur 12 tahun,anak terns menerus diberi pendidikan dan pengajaran.

4
3. Sekitar umur 13 tahun anak meneruskan ke sekolah tingkat Menengah Pertama atau
Tsanawiyah. Sampai dengan umur15 tahun, jadi selama tiga tahun anak mendapat didikan
yang berbeda dengan pendidikan di Sekolah Dasar, karena para pendidik tahu bahwa pada
anak sudah ada pengetahuan dasar dan pada masa ini anak telah kritis dan tahu akan nilai-
nilai kesusilaan, keindahan, kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan.
4. Sekitar umur 16 tahun anak melanjutkan ke sekolah Menengah Atas atau Aliyah
selama tiga tahun lagi. Pendidikan disini bersifat pematangan dengan adanya
pembagian sesuai dengan bakat si anak. Selesai di Sekolah tingkat ini anak berumur
kurang lebih 1.8 tahun, yang berarti sudah mulai masuk ke periode adoliscensi(masa
dewasa).
Jadi selama 14 tahun anak hidup di dalam pendidikar,sekolah.Waktu 14 tahun
adalah cukup lama untuk bisa ikutmenentukan pribadi anak. Ada pula sekolah yang
merangkaikan antara waktu Sekolah Menengah Pertama denganSekolah Menengah
Atas, seperti PGA 6 tashun (PendidikanGuru Agama enam tahun), Muallimin dan
Muallimat.

5. Bagi anak yang masih besar minatnya untuk melanjutkan kuat fikirannya serta mampu
biayanya, masih bisa melanjutkanstudinya ke Perguruan Tinggi atau Al-Jami'ah
selama tiga tahun (Sarjana Muda) atau lima tahun (Sarjana Lengkap). (Abu Ahmadi,
1991:181-182)
Pemerintah Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan ber-Undang-Undang Dasar
1945 dengan sekolah-sekolah negerinya tidak hanya mengharapkan agar anak-anak
dididik penuh dengan ilmu saja, tapi juga yang penting adalah membentuk anak-anak
bermental menjadi Pancasilais sejati, begitu pokok pesan Jendral Soeharto pada
peringatan Hari Pendidikan Nasional. Ini berarti, bahwa pertama-tama gurulah yang
harus mem-Pancasila-kan dirinya. Sebab hanya guru Pancasila dapat menyebarkan
Pancasila". (Abu Ahmadi, 1991:182)
Amanat Jenderal Soeharto (sekarang Presiders) pada tanggal 2 Mei 1967 itu
selanjutnya berpesan, agar guru-guru jangan menyia-nyiakan masa anak-anak didik
yang berharga, sebab mereka adalah harapan bangsa. Amanat ini ditujukan
kepadaguru-guru untuk mem-Pancasilakan dan meng-Orde Baru kananak-anak didik.Untuk
melaksanakan ini, seorang guru sekolah segala sikap tindakannya harus sebagai
contoh, baik itu dalamkelas sekolah maupun di luar sekolah, harus membantu ke arah
manusia yang benar-benar Pancasilais Orde Baru. (Abu Ahmadi, 1991:183)

5
Pancasila, di mana sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa harus
merupakan inti tujuan pendidikan, dengan agama sebagai uncut mutlaknya, sebab
Pancasila merupakan dasar dan pemberi arah dalam kehidupan bangsa Indonesia. (Abu
Ahmadi, 1991:183)
Menolak Pancasila berarti menolak kepribadian sendiri, mengingkari
Pancasila berati mengingkari adanya Tuhan dan mengingkari agama.Maka bagi kita,
Pancasila harus dilaksanakan dan diajarkan secara murni dan konsekuen. (Abu Ahmadi,
1991:183)
Sebab itu, tugas sekolah yang penting adalah membentuk manusia Pancasilais
sejati, yaitu manusia yang ber "Tauhid", ber-Perikemanusiaan, ber-Kebangsaan, ber-
Kedaulatan Rakyat dan ber- Keadilan Sosial. (Abu Ahmadi, 1991:183)
Dengan adanya amanat jenderal Soeharto pada tanggal 2 Mei1967 itu dapatlah
difahami, bahwa pemerintah memandang sekolah sangat berfungsi dalam
pembentukkan pribadi Pancasilais. Suatu peristiwa yang wajib kita syukuri adalah
adanya pergantian pemerintah dari Orde Lama menjadi pemerintah Orde Baru,
sehingga pelajaran agama dapat dilaksanakan disekolah-sekolah negeri, bahkan menjadi
mata pelajaran wajib yang ikut menentukan, baik di sekolah-sekolah rendah maupun
sampai ke Perguruan Tinggi. (Abu Ahmadi, 1991:183)
Dengan demikian, ada kesempatan yang baik untuk melaksanakan dakwah
Islamiyah di sekolah-sekolah negeri.

C. Masyarakat sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga

Masyarakat sebagai lembaga Pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah,


mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan bat asan
yang tidak j elas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-
jenis budayanya. (Abu Ahmadi, 1991:184)
Masalah pendidikan di Keluarga dan sekolah tidak bisa melepaskan dari nilai-niali
sosial budaya yang di junjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat.
Setiap masyarakat di manapun berada, tentu mempunyai karakteristik
tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan
karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-norma yang
universal dengan masyarakat pada umumnya. (Abu Ahmadi, 1991:184)
Di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh
warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya
dalam bertindak dan bersikap. (Abu Ahmadi, 1991:184)

6
Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturan-
aturan yang ditularkan oleh generasi tuakepada generasi mudanya. Penularan-
penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses
pendidikan masyarakat. (Abu Ahmadi, 1991:184)
Para tokoh agama atau tokoh masyarakat berperanan dalam penularan norma-
norma masyarakat di samping orang tuakepada anak-anak tentang adat-istiadat
atau tradisi atau sopan santun, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun
dalam pergaulan sehari-hari.Umpamanya norma-norma yang boleh diperbuat, yang
seharusnya diperbuat atau yang tabu diperbuat. (Abu Ahmadi, 1991:184)
Contoh tentang sopan santun orang Timur yang mengajarkan/ menentukan
cara memberi sesuatu kepada, atau menerima sesuatu dari orang lain dengan tangan
kanan.
Bagi orang Timur, menerima dan memberi dengan tangan kiri dinilai tidak
sopan, tidak tahu aturan, dianggap menghina atau meremehkan. Hal demikian tidak
berlaku bagi Orang Barat yang membolehkan menerima dan memberi dengan tangan kiri.
Orang Timur menganjurkan untuk Baling menyapa sesamatet angga bil a
bert emu di jal an. Bagi Orang Barat sapaan seseorang ada yang menganggap sok
ingin tahu urusan orang lain. (Abu Ahmadi, 1991:185)
Sesama Masyarakat Indonesiapun antara tempat yang satu dengan tempat
yang lain, antara suku yang satu dengan suku yang lain, tidak sama dalam hat adat dan
tradisi. Seperti adat suku-suku di Jawa, adat suku-suku di Sumatra, adat-adat suku di
Irian Jaya dan sebagainya dalam hat kelahiran, perkawinan dan kematian tidak
sama. Masing-masing adat itu ditularkan kepada generasi berikutnya. (Abu Ahmadi,
1991:185)
Sekira ada perubahan adat dan tradisi oleh generasi berikutnya dan perubahan
itu menguat di masyarakat maka perubahanitulah yang kemudian ditularkan kepada
generasi berikutnya.
Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orangatau lebih dan
bekerjasama di bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah merupakan
sumber pendidikan bagi warga masyarakat, seperti Lembaga-lembaga sosial budaya,
yayasanyayasan, organisasi-organisasi, perkumpulan-perkumpulan, yang kesemuanya itu
merupakan unsur-unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat. (Abu Ahmadi,
1991:185)

7
Lembaga-lembaga yang ada dalam maysarakat seperti Lembaga Dakwah,
Lembaga Hukum, Lembaga Bahasa, Lembaga Pengabdian dan Lembaga-lembaga
Sosial lainnya tidak sekedar menolong atau mencari keuntungan material, tetapi
juga melakukan aktivitas-aktivitas dengan menyampaikan ajaran melatih ketrampilan dan
menangani pengkaderan yang kesemuanya berperanan dalam pembentukan sikap
kepribadian orang-orang itu. (Abu Ahmadi, 1991:185)
Yayasan-yayasan yang ada dalam masyarakat banyak yang bergerak
langsung di bidang pendidikan, seperti mendirikan sekolah-sekolah swasta, baik
sekolah umum maupun sekolah agama, mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai
dengan Perguruan Tinggi.(Abu Ahmadi, 1991:185)
Pendidikan masyarakat adalah bagian integral pendidikan nasional yang mempunyai
tugas melaksanakan pendidikan kepada masyarakat diluar sekolah. Pendidikan yang alami
dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari
asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.dengan demikian, berarti
pengaruh pendidikan tersebut tampak lebih luas. Sebagaimana yang di kemukakan bahwa
masyarakat yang merupakan lembaga ketiga sebagai lembaga pendidikan, dalam konteks
menyelenggarakan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai salah satu lingkungan
terjadinya kegiatan pendidikan, masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar
berlangsungnya segala aktivitas yang menyangkut masalah pendidikan.
Masyarakat juga memiliki peran terhadap pendidikan, yaitu:
1. Masyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah .
2. Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah tetap
membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat .
3. Masyarakat ikut menyediakan berbagai sumber untuk sekolah.
4. Masyarakat ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung-gedung
pembelajaran, musium, perpustakaan, panggung –panggung kesenian, dll.
5. Masyarakat sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar.
Dengandemikian, jelas sekali bahwa peran masyarakat sangatlah besar terhadap
pendidikan sekolah. Pendidikan selalu diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai
kehidupan manusia. Didalam pengembangan nilai, tersirat pengertian, manfaat yang ingin
dicapai oleh manusia di dalam hidupnya. Jadi, apa yang ingin dikembangkan merupakan apa
yang dapat dimanfaatkan dari arah pengembangan itu sendiri.

8
Pendidikan tidak bisa lepas dari efek-efek luar yang saling mempengaruhi
keberadaanya, terutama bagi masyarakat sekitarnya, yang mempunyai hubungan saling
ketergantungan. Dalam hal ini pengaruh masyarakat pada dasarnya tergantung pada luas
tidaknya kualitas out put pendidikan itu sendiri. Semakin besar out put tersebut dengan
disertai kualitas yang mantap, dalam artian mampu mencetak SDM yang berkualitas maka
tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi masyarakat.
Dengan demikian, bila lembaga pendidikan dimaksudkan mampu melahirkan produk-
produknya yang berkualitas tentu saja hal ini merupakan investasi bagi penyedia
SDM.Investasi ini sangat penting untuk perkembangan kemajuan masyarakat sebab manusia
itu sendiri adalah subjek setiap perkembangan, perubahan, dan kemajuan dalam masyarakat.

9
BAB III
PENUTUP.

A .KESIMPULAN;

1. Antara tiga komponen penyelenggara pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat)


masing-masing mempunyai korelasi. Artinya, ketika anak didik berada dalam posisi
ketiga (masyarakat), tidaklah hilang peranan keluarga dan sekolah. Ketika anak
tersebut mendapat suatu masalah yang solusinya tidak ditemukan di masyarakat maka
dia harus flashback kepada sekolah bahkan keluarga karena antara tiga badan tersebut
terdapat hubungan atau kesinambungan yang sangat erat.
2. Keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama yang merupakan
pondasi pendidikan anak terutama masalah akhlak untuk melanjutkan pendidikan yang
selanjutnya yaitu sekolah (formal) . Seseorang akan menjadi warga masyarakat yang
baik sangat tergantung pada sfat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga dimana
anak dibesarkan dan kelak kehidupan anak tersebut jika mempengaruhi masyarakat
sekitarnya sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting kehidupan
anak sebelum masuk sekolah dan terjun ke dalam masyarakat.

B. SARAN.

1. untuk melaksakan pendidikan keluarga yang demikian kompleks, maka langka yang harus
dikembangkan dalan menyusun konsep yang di rancang secara jelas dan dapat di
aktualisasikan dalam di suatu lingkungan keluarga.

2. dalam mengatasi ketidak keseimbangan antara pendidikan sekolah dan pendidikan


keluarga perlu di tempu upaya untuk mengidentifiksai bidang- bidang pendidikan yang
menjadi tanggung jawab keluarga dan bidang-bidang yang menjadi tanggung jawab sekolah.

3. pemberdayaan pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang mengekuti konsep siklus


kehidupan(life chele) yang di mulai dari usia sekolah,remaja, dan usia pranika sampai dengan
mencari calon orang tua, hingga secara umum meski pun berbeda budaya mereka dapat
mengatahui apa yang mereka lakukan.

10
DAFTAR PURTAKA

Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991

Idris, Zahara, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Grasindo, 1992


Said, M., Ilmu Pendidikan, Bandung: Penerbit Alumni, 1985
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Surabaya: IKAPI, 1982
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan,Surabaya: Usana Offset
Printing, 1981

11

Anda mungkin juga menyukai