Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau
lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan,
dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu
keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum (IAPI, 2013). Kecurangan (fraud)
tersebut seringkali dilakukan dengan memanipulasi pencatatan laporan keuangan,
penghilangan dokumen, dan pemalsuan dokumen dan mark-up. Dalam prakteknya para
pelaku kecurangan (fraud) tidak hanya terjadi pada pegawai tingkat bawah saja tetapi
juga dilakukan oleh para pegawai tingkat atas. Semakin tinggi tingkat kekuasaan atau
jabatan pegawai maka akan mengindikasi semakin besar juga jumlah tindakan
kecurangan.
Di Indonesia hingga saat ini kasus kecurangan (fraud) masih banyak terjadi. Pada
tahun 2018, Corruption Perception Index (CPI) menjelaskan bahwa Indonesia
menempati posisi ke 89 dari 180 negara dengan jumlah skor CPI adalah 38 dari skala 0-
100 (0 berarti tingkat korupsi sangat tinggi dan 100 berarti tingkat korupsi kecil negara
sangat bersih). Dan hal itu menjelaskan bahwa tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia
masih masuk dalam kategori relatif tinggi korupsi. Contoh praktek korupsi yang
dilakukan di Indonesia seperti memanipulasi laporan keuangan, penyuapan, maupun
pencucian uang (money laundering). Salah satu kasus pada PT.Kimia Farma tahun 2002
yang melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada laporan keuangan yang
berpengaruh terhadap pasar modal.
Oleh karena itu dibutuhkan jasa akuntan publik untuk memeriksa apakah laporan
keuangan yang di sajikan telah sesuai dan meminimalisir terjadinya kecurangan dalam
laporann keuangan tersebut. Untuk melakukan tugas pengauditan atau pemeriksaan,
auditor memerlukan pengetahuan pengauditan dalam bidang auditing, akuntansi dan
hukum dalam memerangi kecurangan (fraud). Dengan demikian peran dan tanggung
jawab auditor cukup tinggi dalam hal menangani kasus kecurangan (fraud) baik yang
terdeteksi maupun kecurangan yang belum terdeteksi.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana Cara Memerangi Kecurangan (fraud) pada perusahaan ?


2. Apakah Kewajiban atau Tanggung jawab Auditor terhadap kecurangan yang
terdeteksi dan yang tidak terdetesi ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Cara Memerangi Kecurangan (fraud) pada perusahaan


2. Untuk mengetaui kewajiban/tanggungjawab auditor terhadap kecurangan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Memerangi Kecurangan (Fraud)

W. Steve Albercht dalam bukunya Fraud Examination (2003) telah menjelaskan


bahwa terdapat 4 pilar utama dalam memerangi fraud, yaitu:
1. Pencegahan Fraud (fraud prevention)
2. Pendeteksian Fraud (fraud detection)
3. Investigasi Fraud (fraud Investigation)
4. Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up legal action)

Untuk dapat memerangi terjadinya kecurangan (fraud), dibutuhkan kompetensi dan


pengetahuan yang relevan diantaranya :

1. Kemampuan analitis, merupakan suatu proses analitis dimana pemeriksa atau


auditor mengidentifikasikan jenis kecurangan yang terjadi dan gejala yang
timbul serta cara – cara untuk memeriksa dan menindaklanjuti gejala
kecurangan yang ditemukan.
2. Kemampuan komunikasi, komunikasi merupakan hal yang penting dalam semua
bidang, termasuk juga dalam pemeriksaan fraud. Pemeriksa fraud menghabiskan
kebanyakan waktunya dengan melakukan komunikasi baik secara langsung
seperti interview maupun secara tidak langsung melalui kuesioner. Informasi
yang diperoleh melalui komunikasi tersebut kemudian disampaikan kepada
pihak – pihak yang terkait.
3. Pengetahuan tentang teknologi, dengan bantuan teknologi, pemeriksa dapat
menganalisa data yang berjumlah sangat besar dalam waktu yang sangat singkat.

Berdasarkan 4 pilar utama dalam memerangi kecurangan (fraud) yang disebutkan


diatas, maka penjelasannya sebagai berikut :

1. Pencegahan Fraud (fraud prevention)


Pencegahan fraud Tuanakota (2010) menjelaskan bahwa pencegahan tindakan
fraud dapat dimulai dari pengendalian intern. Pencegahan fraud semakin cepat
dilakukan maka akan memberikan dampat semakin baik untuk keberlangsungan
organisasi tersebut. Dalam hal ini Tuanakotta (2010) membagi pengendalian
intern menjadi dua bagian. Yang pertama adalah pengendalian intern aktif dan
yang kedua adalah pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian
intern aktif adalah to prevent, mencegah. Kata kunci untuk pengendalian intern
pasif adalah to deter, mencegah karena konsekuensinya terlalu besar, membuat
jera. Pencegahan fraud yang efektif mencakup dua aktivitas sebagai berikut:
1. Menciptakan dan menjaga budaya kejujuran dan beretika
Secara umum organisasi akan menggunakan beberapa pendekatan untuk
menciptakan budaya kejujuran dan beretika, yaitu :
 Memastikan bahwa para manajer memberikan contoh perilaku yang baik
dan benar untuk bawahan.
 Mempekerjakan karyawan yang tepat. Untuk mencegah fraud, langkah
yang paling awal adalah dengan mempekerjakan orang-orang yang jujur
dan beretika.
 Mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapai organisasi ke seluruh
karyawan dan mengharuskan adanya konfirmasi tertulis secara periodik
yang berisi pernyataan setuju atas tujuan organisasi tersebut.
 Menciptakan lingkungan kerja yang positif dan jujur. Pada kebanyakan
kasus, fraud terjadi jika karyawan merasa terancam atau diabaikan oleh
perusahaan.
2. Menciptakan dan menjaga kebijakan yang efektif
untuk menangani fraud jika sampai terjadi. Jika fraud terjadi, tidak semua
perusahaan konsisten dengan apa yang tertulis diperaturan sehingga pelaku
fraud merasa diampuni. Menilai risiko yang dapat terjadi dan melakukan respon
yang tepat untuk mengurangi resiko dan menghilangkan peluang terjadi
kecurangan (fraud).

2. Pendeteksian Fraud
Tuanakotta (2010) memaparkan bahwa mendeteksi fraud bisa dilakukan dengan
mengunakan fraud audit. Fraud audit atau audit investigasi Suatu pengujian
mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan
nuntuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai
untuk kebutuhan pembuktian di pengadilan. Pendeteksian fraud umumnya
dilakukan jika ada gejala tertentu, namun terkadang gejala yang timbul hanya
sebagian kecil. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadiya fraud, perusahaan harus
mengubah konsep pendeteksian fraud yang awalnya reaktif atau hanya mencari bila
ada gejala menjadi proaktif yaitu melakukan pencarian fraud secara rutin walaupun
tidak ada gejala yang nampak karena bisa saja gejala tersebut tidak secara eksplisit.
Terdapat beberapa langkah dalam mendeteksi fraud yaitu :
a. Dengan memahami aktivitas organisasi dan mengenal serta memahami
seluruh sektor usaha. Pada pemahaman itu diidentifikasi apakah organisasi
telah menerapkan pengendalian intern yang andal baik dalam rancangan
struktur pengendalian maupun dalam pelaksanaan.
b. Dengan memahami tanda-tanda penyebab terjadinya fraud. Tanda-tanda
penyebab terjadinya fraud berupa berbagai keanehan, keganjilan, dan
penyimpangan dari keadaan yang seharusnya serta kelemahan dalam
pengendalian intern. Pendeteksian fraud terhadap gejala dan tanda-tanda
fraud dapat pula dilakukan terhadap kondisi atau situasi tertentu yang
disebut bendera merah (red flags) yaitu suatu kondisi yang memberi isyarat
dini terjadinya fraud (fraud warning signs).
c. Dengan critical point of auditing dan teknik analisis kepekaan. Critical point
of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas catatan
akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya.

3. Investigasi Fraud

Investigasi fraud atau yang sering disebut audit investigatif merupakan sebuah
kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diketahui atau
diindikasinya sebuah peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat memberikan
cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi kepastian
suatu kebenaran. Tujuan utama dari investigasi fraud bukan untuk mencari
siapa pelakunya, namun menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya (search
the truth). Bukti-bukti yang dapat dikumpulkan dari kegiatan investigasi fraud,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bukti testimoni (Testimonial Evidence), bukti berupa pernyataan –
pernyataan ini diperoleh dengan cara interview, interogasi, dan tes kejujuran.
b. Bukti dokumen (Documentary Evidence), bukti jenis ini diperoleh dari
dokumen berupa kertas, data komputer dan bukti tertulis dan elektronik
lainnya.
c. Bukti fisik (Physical Evidence), bisa berupa sidik jari, bekas alur ban
kendaraan, senjata, barang yang dicuri, dan bukti berwujud lainnya yang
berkaitan dengan fraud yang terjadi.
d. Observasi personal (Observation Personal), proses ini melibatkan bukti –
bukti yang terlihat, terdengar, terasa, yang dirasakan oleh investigator
sendiri.

4. Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up legal action)

Ketika fraud sudah terjadi, pihak yang dirugikan seperti perusahaan


maupun stockholder harus menentukan tindak lanjut apa yang harus dilakukan untuk
menangani fraud tersebut, baik secara perdata, pidana, maupun secara
kekeluargaan. Seharusnya ketika tindakan fraud terjadi, perusahaan harus bertekad
mengambil tindakan hukum bagi pelaku fraud. Namun sayang, Kebanyakan
manajemen perusahaan lebih memilih untuk hanya memecat pelaku fraud, tanpa
melakukan tindakan hukum lebih lanjut. Hal ini banyak dilakukan oleh manajemen
perusahaan karena tindakan hukum yang mahal, memakan waktu banyak, terkadang
dapat menjatuhkan nama baik perusahaan, dan sering dianggap tidak mengahasilkan
apa-apa dari waktu yang digunakan. Penegakan hukum tersebut meliputi :
a. Civil Action (Tindakan Perdata)
Tujuan dari tindakan perdata ini adalah untuk memperbaiki keuangan atau
aset lainnya dari tindakan pelaku fraud.
b. Criminal Action (Tindakan Hukum)
Tindakan hukum hanya dapat dilakukan oleh perwakilan pengacara atau
perwakilan menurut hukum. Perusahaan yang ingin mengambil tindakan
hukum terhadap pelaku fraud harus bekerja sama dengan perwakilan
federal, lokal, dan daerah untuk menuntut pelaku fraud. Sanksi hukum
pelaku fraud biasanya adalah denda atau hukuman penjara, atau keduanya,
sanksi hukum juga dapat berupa persetujuan pengembalian dari dana yang
dicuri selama beberapa periode. Sanksi hukum ini juga yang biasanya
diambil dalam kasus fraud. Tindakan pidana akan berhasil jika ada bukti
bukti yang logis bahwa pelaku fraud memang dengan sengaja mencuri uang
atau aset lainnya.
Secara garis besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan
tanggung jawab manajemen, akan tetapi internal auditor diharapkan dapat melakukan
4 hal tersebut di atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dalam
perkembangannya penugasan dalam memerangi kecurangan saat ini telah mengarah
pada profesi tersendiri, seperti Certified Fraud Examiners (CFE) ataupun akuntan
forensik. Auditor harus waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya
peluang atau kemungkinan terjadinya kecurangan. Auditor harus mampu bertindak
secara proaktif dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya kecurangan, khususnya
keterlibatan secara aktif dalam mengevaluasi struktur pengendalian intern organisasi
baik sektor publik maupun bisnis. Efektivitas auditor dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan sering kali terkendala oleh waktu dan besarnya biaya untuk menilai atau
menguji prosedur, kebijakan manajemen dan pengujian atas pengendalian.

2.2 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERHADAP KECURANGAN YANG


TERDETEKSI DAN TIDAK TERDETEKSI
Seorang auditor dalam menjalankan tugasnya tentu akan menghadapi berbagai macam
permasalahan. Terkadang masalah tersebut dapat mengerucut pada istilah yang disebut
“kecurangan”. Tugas utama auditor khususnya dalam akuntansi adalah memeriksa
laporan keuangan klien dan memastikan tingkat kewajarannya. Lalu bagaimana jika
laporan keuangan tersebut ada indikasi terjadinya kecurangan? Kemudian apa tanggung
jawab auditor apabila kecurangan tidak terdeteksi? bagaimana reaksi dan tindakan yang
diambil oleh auditor? dimana tanggung jawab auditor ketika laporan tersebut sudah
dipublish ke publik? tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih oleh auditor
karena berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut yang harus kita lakukan adalah :
1. Pertama perlu mengetahui apa tanggung jawab perusahaan
Dalam SPAP SA 240 (2013) tanggung jawab utama untuk pencegahan dan
pendeteksian kecurangan berada pada dua pihak yaitu yang bertanggung jawab
atas tata kelola dan manajemen. Merupakan hal penting bahwa manajemen,
dengan pengawasan oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola,
menekankan pencegahan kecurangan, yang dapat mengurangi peluang terjadinya
kecuangan dan pencegahan (fraud deterrence), yang dapat membujuk individu-
individu agar tidak melakukan kecurangan karena memungkinkan akan
terdeteksi dan terkena hukuman.
2. Lalu, apa yang menjadi tanggung jawab auditor
Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SA bertanggung jawab untuk
memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan secara keseluruhan
bebas dari kesalahan penyajian material, yang disebabkan oleh kecurangan atau
kesalahan. Karena keterbatasan bawaan suatu audit, maka selalu ada risiko yang
tidak terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan mungkin tidak akan terdeteksi,walaupun audit telah direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik berdasarkan SA. Dalam memperoleh keyakinan yang
memadai, auditor bertanggung jawab untuk menjaga skeptisisme profesional
selama audit, mempertimbangkan potensi terjadinya pengabaian pengendalian
oleh manajemen, dan menyadari adanya fakta bahwa prosedur audit yang efektif
untuk mendeteksi “kesalahan” mungkin tidak akan efektif dalam mendeteksi
“kecurangan”
3. Kemudian, Apa yang menyebaban adanya kecurangan tidak dapat
terdeteksi oleh auditor?
Hal ini disebabkan kecurangan mungkin melibatkan skema yang canggih dan
terorganisasisecara cermat yang dirancang untuk menutupinya, seperti
pemalsuan, secara sengaja gagalmencatat transaksi, atau penyajian keliru yang
disengaja kepada auditor. Usaha-usaha penyembunyian tersebut mungkin akan
lebih sulit untuk dideteksi jika disertai dengan kolusi. Kolusi dapat
menyebabkan auditor percaya bahwa bukti audit meyakinkan, walaupun
padakenyataannya bukti tersebut palsu. Selanjutnya,

4. Kewajiban yang harus dilakukan auditor mengenai kecurangan yang tidak


terdeteksi yaitu :
- meminta keterangan dari manajemen atau audit internal pengetahuan
tentang kecurangan ygaktual, diduga, dicurigai berdapak pada entitas.
- memperoleh pemahaman tentang bagaimana pihak yang bertanggung jawab
terhadap tata kelola melakukan pengawasan terhadap proses yang
diterapkan oleh manajemen dalam mengidentifikasi dan merespons risiko
kecurangan dalam entitas dan pengendalian internal yg telah ditetapkan oleh
manajemen untuk mengurangi risiko tersebut.
- mengevaluasi apakah hubungan tidak biasa atau tidak terduga yang telah
diidentifikasi ketika melaksanakan prosedur analitis, termasuk yang terkait
dengan akun pendapatan, dapat mengindikasikan adanya risiko kesalahan
penyajian material yang diakibatkan oleh kecurangan.
- mengevaluasi apakah informasi yang diperoleh dari prosedur penilaian
risiko lain dari aktivitas terkait yang telah dilaksanakan mengindikasikan
bahwa terdapat satu atau lebih faktor risiko kecurangan.
- Usaha terakhir meminta bantuan kepada yang lebih ahli dan berpengalaman
dalam mendeteksi kecurangan atau yang disebut audit investigative
berbadan hukum yang berwenang seperti (Polisi, BPK, Inspektotrat, dll)
5. Namun jika ternyata benar ada kecurangan proses audit yang dilakukan :
- Jika auditor mengidentifikasi adanya kesalahan penyajian baik material atau
tidak, dan auditor memiliki alasan untuk mempercayai bahwa itu mungkin
merupakan atau akibat dari kecurangan dan bahwa manajemen terlibat
didalamnya, maka auditor harus mengevaluasi ulang penilaian risiko
kesalahan penyajian material yang diakibatkan oleh kecurangan dan
dampaknya terhadap sifat, saat, dan luas prosedur audit untuk merespons
risiko yang telah ditentukan.
- Auditor juga harus mempertimbangkan apakah keadaan atau kondisi
mengindikasikan adanya kemungkinan kolusi yang melibatkan karyawan,
manajemen, atau pihak ketiga ketika mempertimbangkan kembali keandalan
bukti audit.
- Jika auditor mengkonfirmasikan bahwa, atau tidak dapat menyimpulkan
tentang apakah ada kesalahan pada laporan keuangan dalam penyajian
secara material yang diakibatkan oleh kecurangan, maka auditor harus
mengevaluasi dampaknya terhadap audit.
6. Selanjutnya, jika ada kecurangan yang terdeteksi maka auditor dapat
melapor :
Auditor dapat mengkomunikasikan hasil temuan tersebut kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola jika ada indikasi manajemen yang melakukan
kecurangan. Selain itu, auditor juga dapat mengkomunikasikan hasil temuannya
kepada badan pengatur dan penegak hukum. Meskipun tugas profesional auditor
untuk menjaga kerahasiaan informasi klien mungkin menghalangi pelaporan
tersebut, tanggung jawab hukum auditor dapat mengabaikan tugas menjaga
kerahasiaan tersebut dalam beberapa kondisi seperti peraturan perundang-
undangan (termasuk keputusan pengadilan).

Selain itu auditor harus memperoleh “representasi tertulis” dari manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola yang
mengungkapkan tentang:
- tanggung jawab mereka dlm merancang, implementasi, memelihara
internal control.
- pengetahuan tentang penilaian manajemen atas risiko kesalahan akibat
kecurangan.
- pengetahuan tentang kecurangan yg melibatkan manajemen dan
karyawan
- pengetahuan adanya dugaan kecurangan yg berdampak kepada laporan
keuangan entitas, yang dikomunikasikan oleh karyawan, mantan
karyawan, analis, badan pengatur dan lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam hal memerangi kecurangan yang harus diperhatikan adalah peran penting
dari auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan tersebut
diantaranya hal-hal yang mencakup Pencegahan Fraud (fraud prevention),
Pendeteksian Fraud (fraud detection), Investigasi Fraud (fraud Investigation),
Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up legal action). Secara garis
besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan tanggung jawab
manajemen, akan tetapi auditor diharapkan dapat melakukan tiga hal tersebut di
atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dan auditor bertanggung
jawab kepada kecurangan hanya sebatas sepengetahuannya dalam proses audit,
karena dalam audit laporan keuangan tidak terdapat kewajiban untuk menelusuri
kecurangan tersebut hanya sebatas menilai dan melaporkan saja, karena untuk
menelusuri kecurangan dibutuhkan teknik dan jasa audit lain yang disebut audit
investigatif.

Anda mungkin juga menyukai