PENDAHULUAN
Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau
lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan,
dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu
keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum (IAPI, 2013). Kecurangan (fraud)
tersebut seringkali dilakukan dengan memanipulasi pencatatan laporan keuangan,
penghilangan dokumen, dan pemalsuan dokumen dan mark-up. Dalam prakteknya para
pelaku kecurangan (fraud) tidak hanya terjadi pada pegawai tingkat bawah saja tetapi
juga dilakukan oleh para pegawai tingkat atas. Semakin tinggi tingkat kekuasaan atau
jabatan pegawai maka akan mengindikasi semakin besar juga jumlah tindakan
kecurangan.
Di Indonesia hingga saat ini kasus kecurangan (fraud) masih banyak terjadi. Pada
tahun 2018, Corruption Perception Index (CPI) menjelaskan bahwa Indonesia
menempati posisi ke 89 dari 180 negara dengan jumlah skor CPI adalah 38 dari skala 0-
100 (0 berarti tingkat korupsi sangat tinggi dan 100 berarti tingkat korupsi kecil negara
sangat bersih). Dan hal itu menjelaskan bahwa tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia
masih masuk dalam kategori relatif tinggi korupsi. Contoh praktek korupsi yang
dilakukan di Indonesia seperti memanipulasi laporan keuangan, penyuapan, maupun
pencucian uang (money laundering). Salah satu kasus pada PT.Kimia Farma tahun 2002
yang melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada laporan keuangan yang
berpengaruh terhadap pasar modal.
Oleh karena itu dibutuhkan jasa akuntan publik untuk memeriksa apakah laporan
keuangan yang di sajikan telah sesuai dan meminimalisir terjadinya kecurangan dalam
laporann keuangan tersebut. Untuk melakukan tugas pengauditan atau pemeriksaan,
auditor memerlukan pengetahuan pengauditan dalam bidang auditing, akuntansi dan
hukum dalam memerangi kecurangan (fraud). Dengan demikian peran dan tanggung
jawab auditor cukup tinggi dalam hal menangani kasus kecurangan (fraud) baik yang
terdeteksi maupun kecurangan yang belum terdeteksi.
1.2 Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
2. Pendeteksian Fraud
Tuanakotta (2010) memaparkan bahwa mendeteksi fraud bisa dilakukan dengan
mengunakan fraud audit. Fraud audit atau audit investigasi Suatu pengujian
mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan
nuntuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai
untuk kebutuhan pembuktian di pengadilan. Pendeteksian fraud umumnya
dilakukan jika ada gejala tertentu, namun terkadang gejala yang timbul hanya
sebagian kecil. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadiya fraud, perusahaan harus
mengubah konsep pendeteksian fraud yang awalnya reaktif atau hanya mencari bila
ada gejala menjadi proaktif yaitu melakukan pencarian fraud secara rutin walaupun
tidak ada gejala yang nampak karena bisa saja gejala tersebut tidak secara eksplisit.
Terdapat beberapa langkah dalam mendeteksi fraud yaitu :
a. Dengan memahami aktivitas organisasi dan mengenal serta memahami
seluruh sektor usaha. Pada pemahaman itu diidentifikasi apakah organisasi
telah menerapkan pengendalian intern yang andal baik dalam rancangan
struktur pengendalian maupun dalam pelaksanaan.
b. Dengan memahami tanda-tanda penyebab terjadinya fraud. Tanda-tanda
penyebab terjadinya fraud berupa berbagai keanehan, keganjilan, dan
penyimpangan dari keadaan yang seharusnya serta kelemahan dalam
pengendalian intern. Pendeteksian fraud terhadap gejala dan tanda-tanda
fraud dapat pula dilakukan terhadap kondisi atau situasi tertentu yang
disebut bendera merah (red flags) yaitu suatu kondisi yang memberi isyarat
dini terjadinya fraud (fraud warning signs).
c. Dengan critical point of auditing dan teknik analisis kepekaan. Critical point
of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas catatan
akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya.
3. Investigasi Fraud
Investigasi fraud atau yang sering disebut audit investigatif merupakan sebuah
kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diketahui atau
diindikasinya sebuah peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat memberikan
cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi kepastian
suatu kebenaran. Tujuan utama dari investigasi fraud bukan untuk mencari
siapa pelakunya, namun menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya (search
the truth). Bukti-bukti yang dapat dikumpulkan dari kegiatan investigasi fraud,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bukti testimoni (Testimonial Evidence), bukti berupa pernyataan –
pernyataan ini diperoleh dengan cara interview, interogasi, dan tes kejujuran.
b. Bukti dokumen (Documentary Evidence), bukti jenis ini diperoleh dari
dokumen berupa kertas, data komputer dan bukti tertulis dan elektronik
lainnya.
c. Bukti fisik (Physical Evidence), bisa berupa sidik jari, bekas alur ban
kendaraan, senjata, barang yang dicuri, dan bukti berwujud lainnya yang
berkaitan dengan fraud yang terjadi.
d. Observasi personal (Observation Personal), proses ini melibatkan bukti –
bukti yang terlihat, terdengar, terasa, yang dirasakan oleh investigator
sendiri.
Selain itu auditor harus memperoleh “representasi tertulis” dari manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola yang
mengungkapkan tentang:
- tanggung jawab mereka dlm merancang, implementasi, memelihara
internal control.
- pengetahuan tentang penilaian manajemen atas risiko kesalahan akibat
kecurangan.
- pengetahuan tentang kecurangan yg melibatkan manajemen dan
karyawan
- pengetahuan adanya dugaan kecurangan yg berdampak kepada laporan
keuangan entitas, yang dikomunikasikan oleh karyawan, mantan
karyawan, analis, badan pengatur dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam hal memerangi kecurangan yang harus diperhatikan adalah peran penting
dari auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan tersebut
diantaranya hal-hal yang mencakup Pencegahan Fraud (fraud prevention),
Pendeteksian Fraud (fraud detection), Investigasi Fraud (fraud Investigation),
Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up legal action). Secara garis
besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan tanggung jawab
manajemen, akan tetapi auditor diharapkan dapat melakukan tiga hal tersebut di
atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dan auditor bertanggung
jawab kepada kecurangan hanya sebatas sepengetahuannya dalam proses audit,
karena dalam audit laporan keuangan tidak terdapat kewajiban untuk menelusuri
kecurangan tersebut hanya sebatas menilai dan melaporkan saja, karena untuk
menelusuri kecurangan dibutuhkan teknik dan jasa audit lain yang disebut audit
investigatif.