Latar Belakang
Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 34 provinsi di Indonesia pada Juli 2021,
NTP secara nasional turun 0,11 persen dibandingkan NTP Juni 2021, yaitu dari 103,59 menjadi
103,48. Penurunan NTP pada Juli 2021 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi
pertanian lebih rendah dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal.
Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai
skala usaha tani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu, persoalan membangun
kelembagaan di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar
petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja,
akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribusinessnya. Kelembagaan sebagai
prasyarat keharusan dalam pengembangan agribisnis yang bagian terbesar pelakunya petani
“kecil dan gurem” adalah membangun agribisnis berbasis korporasi petani berbadan hukum.
Secara substansial, upaya kelembagaan tersebut pada dasarnya dapat dipandang sebagai langkah
menuju rekonstruksi ulang dalam penguasaan dan akses sumberdaya produktif di bidang
pertanian. Pendekatan pembinaan pemerintah kepada kelompok tani (poktan)/gabungan
kelompok tani (gapoktan) selama ini lebih difokuskan pada perubahan sikap dan perilaku petani
dalam meningkatkan keterampilan, kemandirian dan keberlanjutan proses budidaya. Melalui
pendekatan korporasi petani berbasis kelembagaan yang berbadan hukum akan dilakukan
revitalisasi terhadap aktivitas pembinaan untuk lebih memperkuat aspek kelembagaan usaha
ekonominya.
Tujuan
Sasaran
Dasar Hukum