Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU 4

KEWARGANEGARAAN

OLEH

NAMA : SABRINA LESTARI


NIM : F1G119058

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
SOAL
1. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Menurut pendapat Anda, apakah dalam
menyelenggaraan negara Indonesia saat ini, pemerintah benar-benar
menempatkan Konstitusi (UUD NRI 1945) sebagai hukum dasar?
2. Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang, negara Indonesia beberapa
kali mengalami pergantian Konstitusi. Mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS
1949, UUD Sementara 1950, kemudian kembali ke UUD 1945 berdasarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Uraikan, mengapa hal ini terjadi? Lengkapi uraian
Anda dengan pendapat ahli!
3. Apakah Konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar? Uraikan pendapat
Anda didukung dengan pendapat ahli!
4. Salah satu prinsip demokrasi adalah menempatkan warga negara sebagai
sumber utama kedaulatan. Uraikan pendapat Anda, apakah warga negara saat
ini benar-benar ditempatkan sebagai sumber utama kedaulatan? Lengkapi
uraian Anda dengan pendapat ahli!
5. Apakah Indonesia adalah negara yang menganut sistem the rule of law?
Uraikan pendapat Anda disertai dengan pendapat para ahli!
6. Uraikan, bagaimana kemampuan pemerintah dalam penegakkan the rule of law
di era orde baru dan reformasi? Mana yang lebih baik menurut pandangan
Anda dalam penegakkan the rule of law?
7. Cobalah cari kasus pelanggaran hukum yang terkait dengan prinsip the rule of
law di Indonesia, dan tanggapilah pelanggaran kasus tersebut!
8. Inti the rule of law adalah adanya jaminan keadilan bagi masyarakatnya,
khususnya keadilan sosial. Bagaimana tanggapan Anda mengenai jaminan
keadilan sosial kepada masyarakat saat ini? Lengkapi uraian Anda dengan
memberikan satu contoh dalam kehidupan dimasyarakat!
9. Salah satu prinsip the rule of law adalah adanya persamaan dihadapan hukum
dari semua golongan. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini?
JAWAB :
1. Menurut pendapat saya Ya, karena dalam penyelenggaraan Negara Indonesia
sendiri pemerintah telah menempatkan konstitusi (UUD NRI 1945) sebagai
hukum dasar. Hal tersebut dapat terlhat jelas dimana sebagai bagian dari
pemerintahan misalnya saja presiden sebagai kepala pemerintahan yang
menjalankan tugasnya dibatasi dengan kekuasaannya. Namun pelaksanaan
konstitusi tersebut belumlah sempurna untuk beberapa pihak dari pemerintah
contohnya yaitu penetapan beberapa UU yang di duga menguntungkan pihak
pihak tertentu dari pemerintahan, dan hal ini menjadi polemik di masyarakat.
Namun menurut saya pelaksanaan Konstitusi (UUD NRI 1945) di Indonesia
masih sangat kuat sebagai hukum dasar.
2. Menurut saya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergantian Konstitusi
di Indonesia pada kala itu yakni adanya pengaruh dari kolonial belanda.
Dimana pada masa itu , sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak lapang
jalannya karena kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali
kekuasaannya ( Ni’matul Huda, 2005 : 124). Desakan Belanda ini begitu kuat
sehingga memaksa bangsa Indonesia harus berpikir politis dalam rangka
mengelabui Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda untuk menjadi
negara Serikat tetapi tidak berlangsung lama. Selain itu faktor lainnya yakni
penyusunan kontitusi itu sendiri yang tergesa gesa sehingga demokrasi tidak
berjalan maksimal dan adanya rakyat yang merugi akibat konstitusi tersebut.
Secara filosafis UUD 1945 telah mencampurkan antara paham kedaulatan
rakyat dengan faham integralistik, sehingga mempengaruhi sistem demokrasi
yang tidak bisa berjalan dengan sempurna. Rakyat merasa banyak dirugikan,
demokrasi terberangus dan lain sebagainya kemudian terjadi tuntutan
perubahan sistem ketatanegaraan yang berawal dari perubahan konstitusi, maka
untuk menjadi konstitusi yang kuat harus dilakukan perubahan, agar dapat
memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi politik dan pemerintahan yang
demokrasi ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 177).
3. Menurut saya konstitusi dan UUD itu berbeda,ini saya dasarkan dalam
pandangan Herman Heller mengemukakan bahwa Konsitusi memiliki arti yang
lebih luas dari UUD, sehingga dalam uraian selanjutnya diadakan pembagian
dalam tiga bagian sebagai berikut:
 Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, dalam pengertian ini
Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai
suatu kenyataan (Die Politische Verfassung Als Gesell Schaftliche Wirklich
Keit), jadi Konstitusi belum dalam arti yuridis.
 Konstitusi dalam arti kesatuan kaidah yaitu Konstitusi merupakan suatu
kesatuan kaidah yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang
mengandung arti yuridis (Die Verselbstandingte Rechtverfassung).
 Konstitusi yang tertulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang
tertinggi berlaku dalam suatu negara (Die Geschrieben Verfassung). Jika
diperhatikan pendapat Herman Heller di atas maka dapat disimpulkan
bahwa, Undang-Undang Dasar merupakan bagian dari Konstitusi yang
tertulis sedangkan Konstitusi di samping yang bersifat yuridis termasuk juga
di dalamnya mengandung pengertian secara sosiologis dan politis. Dengan
demikian maka Konstitusi tidak hanya dipahami secara sederhana tetapi
dalam makna yang lebih luas artinya, karena negara memiliki tugas dan
tanggung jawab yang sangat kompleks dan mendasar. Maka harus diatur
secara jelas dan tegas oleh negara. Di samping itu dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, Konstitusi telah dilakukan berbagai pendekatan baik dari
kajian hukum, tatanegara maupun ilmu politik, oleh sebab itu dalam
berbagai penafsiran para ahli Konstitusi itu bisa memiliki muatan politik
dan hukum, dan bahkan ada yang lebih bermuatan politis dari pada
bermuatan hukum atau yuridis.
4. Menurut saya warga negara saat ini masih menempati sumber utama dari
kedaulatan, dimana menurut Mustjib SH, mengatakan dalam Pasal 1 Ayat (2)
UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa “Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini terlihat dari
pelaksanaan undang-undang itu sendiri di Indonesia seperti tetap adanya
pemilu sebagai bentuk kedaulatan rakyat dalam memilih pimpinan dan
perwakilannya.
5. Menurut saya Indonesia adalah Negara yang menganut sistem the rule of law
(Negara Hukum). Dalam perspektif yang substansial (material) rule of law
(Negara Hukum) di ukur dari sisi keadilan. Salah satu ciri Negara hukum
Menurut Magnis Suseno yakni “berdasarkan sebuah UndangUndang Dasar
yang menjamin hak-hak asasi manusia. Hukum harus sesuai dengan paham
keadilan masyarakat dan menjamin hak-hak asasi manusia”. Dari ciri tersebut
ditegaskan bahwa adil atau keadilan merupakan ciri dari Negara yang
menganut sistem the rule of law (Negara Hukum). Dalam konteks Negara
Indonesia ciri-ciri Negara hukum tersebut ditemukan dalam UUD 1945 yakni
pada pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang menyebutkan bahwa
“kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikeadilan”. Selain itu pada alinea
kedua pula menyebutkan bahwa …mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur” dan pasal pasal lainnya yang memuat keadilan itu sendiri yang
terkandung dalam UUD 1945.
6. Berikut uraian kemampuan pemerintah dalam penegakan the rule of law di era
orde baru dan reformasi. Dalam sejarah perkembangan negara Indonesia sejak
berdirinya (17-08-1945) sampai sekarang ini ternyata realisasi negara hukum
(the rule of law) masih jauh dari yang dicitacitakan. Dari segala kekurangan
pemerintahan-pemerintahan masa lalu dalam mewujudkan negara hukum di
Indonesia, pemerintahan rezim Orde Baru dapat disebut sebagai yang paling
gagal. Bukan saja gagal, tetapi bahkan lebih lanjut rezim tersebut secara
langsung atau tidak langsung menginjak-injak hukum, mengabaikan hukum,
menyalahgunakan hukum, dan merekayasa hukum demi menjamin
kelangsungan kekuasaannya. Di bawah rezim Orde Baru hokum (the rule of
law) dijadikan alat yang efektif untuk melaksanakan dominasi politik,
mengontrol, mengendalikan, dan mengintervensi lembaga-lembaga negara dan
parpol-parpol agar tidak membahayakan kekuasaannya. Itulah salah satu
identitas rezim diktatur Orde Baru di Indonesia yang berlangsung selama 32
tahun. Selanjutnya di era Reformasi, keadaan ini sedikit membaik. Kebebasan
berorganisasi dan berpolitik mulai mendapatkan tempatnya. Lembaga-lembaga
hukum tidak lagi sepenuhnya dikendalikan pemerintah. Kasus-kasus yang
melibatkan mantan pejabat-pejabat negeri ini telah dapat dimejahijaukan
meskipun penyelesaiannya tidak menggembirakan. Kasus KKN Suharto dan
kronikroninya diselesaikan dengan sangat manipulatif. Misalnya kasus korupsi
jamsostek sebesar Rp 7,2 milyar yang diloloskan oleh Suharto sewaktu masih
berkuasa tanpa melalui proses pengadilan, lolos pula di era reformasi
berdasarkan Surat Putusan Pemberhentian Perkara (SPPP) Jaksa Agung
dikarenakan tidak ditemukannya cukup bukti. Hal ini tentu cukup memukul
“rasa keadilan” masyarakat. 1. Wajah hukum kita dewasa ini sedikit sumringah
dengan mulai banyaknya proses hukum terhadap orangorang “besar” yang
dalam beberapa waktu lalu seakan tabu. Proses hukum terhadap mantan
Presiden, anggota DPR RI, mentri dan mantan mentri, Jendral TNI, Kabulog,
Gubernur, dan Bupati/Kepala Daerah adalah suatu yang lumrah terjadi
meskipun penyelesaian hukum dalam persidangan dan hasil keputusannya
adalah masalah lain. Setidaknya tidak ada kesan lagi manusia yang “kebal”
hukum di negara Indonesia ini. Jadi, berdasarkan uraian dari penegakan the
rule of law dari kedua era di atas menurut saya penegakan the rule of law yang
baik yakni pada era reformasi.
7. Ajaran tentang Rule of Law adalah suatu prinsip hukum yang menyatakan
bahwa hukum harus memerintah suatu negara dan bukan keputusan pejabat-
pejabat secara individual.

Karakteristik masyarakat madani antara lain: (1) diakui semangat pluralism.
Artinya pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat
diletakkan, sehingga mau tidak mau pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang
abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given)
dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan
konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya
kreativitas, yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu
hal yang menjadi catatan penting adalah sebuah perdaban yang kosmopolit
akan tercipta manakala manusia memiliki sikap inklusif, dan mempunyai
kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun,
identitas sejati atas parameter otentik agama tetap terjaga; (2) tingginya sikap
toleransi. Baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat agama
lain. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar,
dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu,
Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan agama tidak semata-mata
mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun, juga
mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup berdampingan,
dan saling menghormati satu sama lain; (3) tegaknya prinsip demokrasi.
Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi adalah suatu
pilihan bersama-sama membangun, dan memperjuangkan perikehidupan warga
dan masyarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan kepada Tuhan yang tinggi,
hidup berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, mengamalkan
nilai hidup modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganegaraan, akhlak
dan moral yang baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat
keputusan, dan menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan
sosial, dan lembaga masyarakat.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bias dipisahkan dari
pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat,
pandangan hidup, kebiasaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat
bersama sebagai warga dan sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari
lingkungan serta sejarahnya. Lingkungan dan akar sejarah kita, warga dan
bangsa Indonesia, sudah diketahui baik kekurangan maupun kelemahan, juga
diketahui keunggulan dan kelebihannya.
Pengadilan yang diharapkan oleh masyarakat untuk menyelesaian kasus, malah
justru menambah runyam permasalahan, karena dalam kasus Meiliana, Ahok
dan kasus-kasus penistaan agama lain sebenarnya yang dilanggar adalah "Etika
Bernegara" dan "Norma Bermasyarakat". Tempat kasus-kasus seperti ini
bukanlah Pengadilan, karena kasus-kasus ini bukan "kejahatan" sehingga tidak
perlu dipidana.
Perbuatan dalam kasus-kasus seperti Meliana, Ahok dan kasus pelanggaran
terhadap norma Pancasila seharusnya tidak perlu di Mala in Prohibita kan oleh
negara dengan membawanya ke ranah pidana termasuk sebenarnya
mengaturnya dalam pasal KUHP.  Membawanya ke ranah pidana justru akan
memperuncing keadaan dan mengganggu kerukunan antar umat beragama.
Selain itu dalam Konsep Hukum Pidana terdapat Asas yang dinamakan
"Ultimum Remidium" atau kesubsideran hukum dan sanksi pidana. Asas yang
diperkenalkan pertama kali oleh Mentri Kehakiman Belanda ini mengatakan
bahwa "Pidana" itu harus dilakukan sebagai UPAYA TERAKHIR, yang ini
berarti bahwa "Setiap orang harus menilai kerugian dan kelebihan"
dijatuhkannya Pidana tersebut". Konsep Ultimum Remidium ini mempunyai
filosofi yang mirip dengan "Musyawarah Mufakat" dalam Pancasila, yaitu
semua masalah diusahakan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Jika tidak
tercapai kata musyawarah baru dilakukan upaya lain. Dalam Kasus Penistaan
Agama seperti Kasus Meiliana membawanya ke jalur litigasi justru tambah
merunyamkan masalah.  
8. Pendapat saya terkait jaminan keadilan sosial kepada masyarakat saat ini yakni,
pemerintah melalui lembaga-lembaga terkaitnya telah memberi banyak
jaminan akan keadilan sosial tersebut. Contohnya saja yakni adanya
pembangunan ekonomi untuk pemerataan penyaluran sumber daya. Ini
dilakukan agar semua masyarakat dapat merasakan atau memanfaatkan hasil
dari sumber daya tersebut.
9. Saya sangat setuju dengan prinsip the rule of law, adanya persamaan dihadapan
hukum dari semua golongan. Konsep Rule by Law memberikan penekanan
kepada adanya kepastian hukum. Dimana hukum dapat menjadi sebuah alat
yang memiliki kepastian untuk memberikan ruang lingkup dan batasan yang
sudah jelas bagi para subyek hukum, sehingga subyek hukum akan bertindak
sesuai dengan apa yang sudah ditentukan, penentuan terhadap tindakan subyek
hukum tersebut dirumuskan dalam bentuk Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai