JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020 SOAL 1. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Menurut pendapat Anda, apakah dalam menyelenggaraan negara Indonesia saat ini, pemerintah benar-benar menempatkan Konstitusi (UUD NRI 1945) sebagai hukum dasar? 2. Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang, negara Indonesia beberapa kali mengalami pergantian Konstitusi. Mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950, kemudian kembali ke UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Uraikan, mengapa hal ini terjadi? Lengkapi uraian Anda dengan pendapat ahli! 3. Apakah Konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar? Uraikan pendapat Anda didukung dengan pendapat ahli! 4. Salah satu prinsip demokrasi adalah menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan. Uraikan pendapat Anda, apakah warga negara saat ini benar-benar ditempatkan sebagai sumber utama kedaulatan? Lengkapi uraian Anda dengan pendapat ahli! 5. Apakah Indonesia adalah negara yang menganut sistem the rule of law? Uraikan pendapat Anda disertai dengan pendapat para ahli! 6. Uraikan, bagaimana kemampuan pemerintah dalam penegakkan the rule of law di era orde baru dan reformasi? Mana yang lebih baik menurut pandangan Anda dalam penegakkan the rule of law? 7. Cobalah cari kasus pelanggaran hukum yang terkait dengan prinsip the rule of law di Indonesia, dan tanggapilah pelanggaran kasus tersebut! 8. Inti the rule of law adalah adanya jaminan keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Bagaimana tanggapan Anda mengenai jaminan keadilan sosial kepada masyarakat saat ini? Lengkapi uraian Anda dengan memberikan satu contoh dalam kehidupan dimasyarakat! 9. Salah satu prinsip the rule of law adalah adanya persamaan dihadapan hukum dari semua golongan. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini? JAWAB : 1. Menurut pendapat saya Ya, karena dalam penyelenggaraan Negara Indonesia sendiri pemerintah telah menempatkan konstitusi (UUD NRI 1945) sebagai hukum dasar. Hal tersebut dapat terlhat jelas dimana sebagai bagian dari pemerintahan misalnya saja presiden sebagai kepala pemerintahan yang menjalankan tugasnya dibatasi dengan kekuasaannya. Namun pelaksanaan konstitusi tersebut belumlah sempurna untuk beberapa pihak dari pemerintah contohnya yaitu penetapan beberapa UU yang di duga menguntungkan pihak pihak tertentu dari pemerintahan, dan hal ini menjadi polemik di masyarakat. Namun menurut saya pelaksanaan Konstitusi (UUD NRI 1945) di Indonesia masih sangat kuat sebagai hukum dasar. 2. Menurut saya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergantian Konstitusi di Indonesia pada kala itu yakni adanya pengaruh dari kolonial belanda. Dimana pada masa itu , sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak lapang jalannya karena kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali kekuasaannya ( Ni’matul Huda, 2005 : 124). Desakan Belanda ini begitu kuat sehingga memaksa bangsa Indonesia harus berpikir politis dalam rangka mengelabui Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda untuk menjadi negara Serikat tetapi tidak berlangsung lama. Selain itu faktor lainnya yakni penyusunan kontitusi itu sendiri yang tergesa gesa sehingga demokrasi tidak berjalan maksimal dan adanya rakyat yang merugi akibat konstitusi tersebut. Secara filosafis UUD 1945 telah mencampurkan antara paham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik, sehingga mempengaruhi sistem demokrasi yang tidak bisa berjalan dengan sempurna. Rakyat merasa banyak dirugikan, demokrasi terberangus dan lain sebagainya kemudian terjadi tuntutan perubahan sistem ketatanegaraan yang berawal dari perubahan konstitusi, maka untuk menjadi konstitusi yang kuat harus dilakukan perubahan, agar dapat memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi politik dan pemerintahan yang demokrasi ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 177). 3. Menurut saya konstitusi dan UUD itu berbeda,ini saya dasarkan dalam pandangan Herman Heller mengemukakan bahwa Konsitusi memiliki arti yang lebih luas dari UUD, sehingga dalam uraian selanjutnya diadakan pembagian dalam tiga bagian sebagai berikut: Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, dalam pengertian ini Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die Politische Verfassung Als Gesell Schaftliche Wirklich Keit), jadi Konstitusi belum dalam arti yuridis. Konstitusi dalam arti kesatuan kaidah yaitu Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang mengandung arti yuridis (Die Verselbstandingte Rechtverfassung). Konstitusi yang tertulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi berlaku dalam suatu negara (Die Geschrieben Verfassung). Jika diperhatikan pendapat Herman Heller di atas maka dapat disimpulkan bahwa, Undang-Undang Dasar merupakan bagian dari Konstitusi yang tertulis sedangkan Konstitusi di samping yang bersifat yuridis termasuk juga di dalamnya mengandung pengertian secara sosiologis dan politis. Dengan demikian maka Konstitusi tidak hanya dipahami secara sederhana tetapi dalam makna yang lebih luas artinya, karena negara memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat kompleks dan mendasar. Maka harus diatur secara jelas dan tegas oleh negara. Di samping itu dalam perkembangan ilmu pengetahuan, Konstitusi telah dilakukan berbagai pendekatan baik dari kajian hukum, tatanegara maupun ilmu politik, oleh sebab itu dalam berbagai penafsiran para ahli Konstitusi itu bisa memiliki muatan politik dan hukum, dan bahkan ada yang lebih bermuatan politis dari pada bermuatan hukum atau yuridis. 4. Menurut saya warga negara saat ini masih menempati sumber utama dari kedaulatan, dimana menurut Mustjib SH, mengatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini terlihat dari pelaksanaan undang-undang itu sendiri di Indonesia seperti tetap adanya pemilu sebagai bentuk kedaulatan rakyat dalam memilih pimpinan dan perwakilannya. 5. Menurut saya Indonesia adalah Negara yang menganut sistem the rule of law (Negara Hukum). Dalam perspektif yang substansial (material) rule of law (Negara Hukum) di ukur dari sisi keadilan. Salah satu ciri Negara hukum Menurut Magnis Suseno yakni “berdasarkan sebuah UndangUndang Dasar yang menjamin hak-hak asasi manusia. Hukum harus sesuai dengan paham keadilan masyarakat dan menjamin hak-hak asasi manusia”. Dari ciri tersebut ditegaskan bahwa adil atau keadilan merupakan ciri dari Negara yang menganut sistem the rule of law (Negara Hukum). Dalam konteks Negara Indonesia ciri-ciri Negara hukum tersebut ditemukan dalam UUD 1945 yakni pada pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang menyebutkan bahwa “kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikeadilan”. Selain itu pada alinea kedua pula menyebutkan bahwa …mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur” dan pasal pasal lainnya yang memuat keadilan itu sendiri yang terkandung dalam UUD 1945. 6. Berikut uraian kemampuan pemerintah dalam penegakan the rule of law di era orde baru dan reformasi. Dalam sejarah perkembangan negara Indonesia sejak berdirinya (17-08-1945) sampai sekarang ini ternyata realisasi negara hukum (the rule of law) masih jauh dari yang dicitacitakan. Dari segala kekurangan pemerintahan-pemerintahan masa lalu dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia, pemerintahan rezim Orde Baru dapat disebut sebagai yang paling gagal. Bukan saja gagal, tetapi bahkan lebih lanjut rezim tersebut secara langsung atau tidak langsung menginjak-injak hukum, mengabaikan hukum, menyalahgunakan hukum, dan merekayasa hukum demi menjamin kelangsungan kekuasaannya. Di bawah rezim Orde Baru hokum (the rule of law) dijadikan alat yang efektif untuk melaksanakan dominasi politik, mengontrol, mengendalikan, dan mengintervensi lembaga-lembaga negara dan parpol-parpol agar tidak membahayakan kekuasaannya. Itulah salah satu identitas rezim diktatur Orde Baru di Indonesia yang berlangsung selama 32 tahun. Selanjutnya di era Reformasi, keadaan ini sedikit membaik. Kebebasan berorganisasi dan berpolitik mulai mendapatkan tempatnya. Lembaga-lembaga hukum tidak lagi sepenuhnya dikendalikan pemerintah. Kasus-kasus yang melibatkan mantan pejabat-pejabat negeri ini telah dapat dimejahijaukan meskipun penyelesaiannya tidak menggembirakan. Kasus KKN Suharto dan kronikroninya diselesaikan dengan sangat manipulatif. Misalnya kasus korupsi jamsostek sebesar Rp 7,2 milyar yang diloloskan oleh Suharto sewaktu masih berkuasa tanpa melalui proses pengadilan, lolos pula di era reformasi berdasarkan Surat Putusan Pemberhentian Perkara (SPPP) Jaksa Agung dikarenakan tidak ditemukannya cukup bukti. Hal ini tentu cukup memukul “rasa keadilan” masyarakat. 1. Wajah hukum kita dewasa ini sedikit sumringah dengan mulai banyaknya proses hukum terhadap orangorang “besar” yang dalam beberapa waktu lalu seakan tabu. Proses hukum terhadap mantan Presiden, anggota DPR RI, mentri dan mantan mentri, Jendral TNI, Kabulog, Gubernur, dan Bupati/Kepala Daerah adalah suatu yang lumrah terjadi meskipun penyelesaian hukum dalam persidangan dan hasil keputusannya adalah masalah lain. Setidaknya tidak ada kesan lagi manusia yang “kebal” hukum di negara Indonesia ini. Jadi, berdasarkan uraian dari penegakan the rule of law dari kedua era di atas menurut saya penegakan the rule of law yang baik yakni pada era reformasi. 7. Ajaran tentang Rule of Law adalah suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa hukum harus memerintah suatu negara dan bukan keputusan pejabat- pejabat secara individual. • Karakteristik masyarakat madani antara lain: (1) diakui semangat pluralism. Artinya pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat diletakkan, sehingga mau tidak mau pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas, yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan penting adalah sebuah perdaban yang kosmopolit akan tercipta manakala manusia memiliki sikap inklusif, dan mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, identitas sejati atas parameter otentik agama tetap terjaga; (2) tingginya sikap toleransi. Baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar, dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun, juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup berdampingan, dan saling menghormati satu sama lain; (3) tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi adalah suatu pilihan bersama-sama membangun, dan memperjuangkan perikehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan kepada Tuhan yang tinggi, hidup berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, mengamalkan nilai hidup modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganegaraan, akhlak dan moral yang baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, dan menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, dan lembaga masyarakat. Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bias dipisahkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebiasaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Lingkungan dan akar sejarah kita, warga dan bangsa Indonesia, sudah diketahui baik kekurangan maupun kelemahan, juga diketahui keunggulan dan kelebihannya. Pengadilan yang diharapkan oleh masyarakat untuk menyelesaian kasus, malah justru menambah runyam permasalahan, karena dalam kasus Meiliana, Ahok dan kasus-kasus penistaan agama lain sebenarnya yang dilanggar adalah "Etika Bernegara" dan "Norma Bermasyarakat". Tempat kasus-kasus seperti ini bukanlah Pengadilan, karena kasus-kasus ini bukan "kejahatan" sehingga tidak perlu dipidana. Perbuatan dalam kasus-kasus seperti Meliana, Ahok dan kasus pelanggaran terhadap norma Pancasila seharusnya tidak perlu di Mala in Prohibita kan oleh negara dengan membawanya ke ranah pidana termasuk sebenarnya mengaturnya dalam pasal KUHP. Membawanya ke ranah pidana justru akan memperuncing keadaan dan mengganggu kerukunan antar umat beragama. Selain itu dalam Konsep Hukum Pidana terdapat Asas yang dinamakan "Ultimum Remidium" atau kesubsideran hukum dan sanksi pidana. Asas yang diperkenalkan pertama kali oleh Mentri Kehakiman Belanda ini mengatakan bahwa "Pidana" itu harus dilakukan sebagai UPAYA TERAKHIR, yang ini berarti bahwa "Setiap orang harus menilai kerugian dan kelebihan" dijatuhkannya Pidana tersebut". Konsep Ultimum Remidium ini mempunyai filosofi yang mirip dengan "Musyawarah Mufakat" dalam Pancasila, yaitu semua masalah diusahakan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Jika tidak tercapai kata musyawarah baru dilakukan upaya lain. Dalam Kasus Penistaan Agama seperti Kasus Meiliana membawanya ke jalur litigasi justru tambah merunyamkan masalah. 8. Pendapat saya terkait jaminan keadilan sosial kepada masyarakat saat ini yakni, pemerintah melalui lembaga-lembaga terkaitnya telah memberi banyak jaminan akan keadilan sosial tersebut. Contohnya saja yakni adanya pembangunan ekonomi untuk pemerataan penyaluran sumber daya. Ini dilakukan agar semua masyarakat dapat merasakan atau memanfaatkan hasil dari sumber daya tersebut. 9. Saya sangat setuju dengan prinsip the rule of law, adanya persamaan dihadapan hukum dari semua golongan. Konsep Rule by Law memberikan penekanan kepada adanya kepastian hukum. Dimana hukum dapat menjadi sebuah alat yang memiliki kepastian untuk memberikan ruang lingkup dan batasan yang sudah jelas bagi para subyek hukum, sehingga subyek hukum akan bertindak sesuai dengan apa yang sudah ditentukan, penentuan terhadap tindakan subyek hukum tersebut dirumuskan dalam bentuk Undang-Undang.