Anda di halaman 1dari 3

Wacana Negara Islam: Kajian Kritis

Kontruksi Pemikiran Khilafah Ala Hizbut Tahrir

PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan suatu aspek penting dalam kehidupan
manusia guna memberikan pengaruh yang positif terhadap kelompok ataupun
golongan yang dipimpin, tak terlepas pula di dalam hal ketatanegaraan yang
mutlak diperlukan adanya seorang pemimpin. Maka diharapkan dengan
adanya sosok seorang pemimpin ini dapat memberikan dorongan serta
memberikan keputusan yang tepat dan teratur secara sistematis serta terarah
berdasarkan instruksi dalam suatu hal permasalahan yang bersifat penting dan
darurat sehingga akhirnya bisa teratasi. Selain itu, fungsi kepemimpinan juga
haruslah selalu mengutamakan kepentingan umum karena kepemimpinan
bertujuan menggerakan seluruh anggotanya menuju arah yang lebih baik ke
depannya.
Dalam ajaran Islam seringkali menyebutkan bahwa kepemimpinan pada
dasarnya harus dilandasi pada nilai-nilai keadilan dan kebaikan sehingga
kepemimpinan tersebut non-otoriter karena Islam menyatakan larangan bagi
pemimpin untuk berlaku dzalim dan aniaya terhadap rakyatnya.
Hizbut Tahrir merupakan gerakan partai politik yang didirikan oleh
Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani di Palestina pada tahun 1953 yang kemudian
berusaha untuk menunjukan bentuk pemimpin yang sesuai dengan yang ajaran
Islam inginka, serta Taqiyuddin menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk
mencapai hal tersebut yakni ialah dengan sistem Khilafah. Namun untuk
merealisasikan tersebut bukanlah hal yang sederhana karena penawaran
mereka hanya sebatas teori yang tentu tidak menjamin ke depannya akan
selalu seperti yang diharapkan. Pemikiran khilafah pun tentunya akan
menimbulkan pertentangan baik dari perspektif kalangan non-muslim dan
bahkan dalam kalangan ulama umat muslim sendiri. Selain itu mekanisme
sistem kenegaraan yang kini terus berkembang meskipun tidak seragam dan
juga konsep khilafah yang harus berhadapan dengan Ideologi yang telah
kokoh berdiri sepenuhnya pasti akan menjadi tantangan berat bagi pemikiran
Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan sistem khilafahnya.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Rencana Hizbut Tahrir untuk Tata Pemerintahan Islam?
2. Seperti Apa Pemimpin Ideal menurut Perspektif Hizbut Tahrir jika
dikomparasikan dengan Masa Rasulullah?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan melalui jenis penelitian kepustakaan
(library research) dengan mengacu pada beberapa bahan bacaan seperti Buku
dan Jurnal.
PEMBAHASAN
1. Rencana (Planning) Hizbut Tahrir untuk Tata Pemerintahan Islam
Terbentuknya partai kebebasan ini merupakan wujud perjuangan
kembali institusi Khilafah al-Islamiyah yang jatuh saat kekhalifahan Turki
Utsmani, sehingga Hizbut Tahrir seakan mengemban amanah dalam
melanjutkan perjuangan kehidupan dakwah Islam di seluruh penjuru dunia.
Melalui konsep dan metode yang mereka yakini kebenarannya, Hizbut
Tahrir berupaya menyeru kaum muslim untuk kembali berkehidupan sesuai
nilai-nilai hukum syara. Sehingga Hizbut Tahrir tidak hanya memandang
Islam sebagai ritual dan budaya semata, melainkan juga sebagai suatu
keutuhan dan keyakinan Ideologi Islam maka dari itu kelompok ini
memiliki tujuan untuk membangkitkan kembali dari tekanan dan
diskriminasi kepemimpinan serta membebaskan umat Islam dari dominasi
pemikiran kufur serta terlepas dari pengaruh dan kekangan negara kafir.
Selain itu Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali “dawlah”
(negara) khilafah al-Islamiyah agar hukum Allah SWT dapat dijalankan
dan diberlakukan kembali sebagai pedoman dan petunjuk kehidupan
seluruh umat dan negara.
Dalam pergerakannya, Hizbut Tahrir membagi perencanaan menjadi
tiga tahap utama yakni Fase Doktrinasi, upaya ini merupakan penyebaran
pemikiran Hizbut Tahrir secara pribadi dengan tujuan masyarakat dapat
menerima keberadaan mereka dan Taqiyuddin an-Nabhani berperan
penting pada fase ini untuk menyampaikan secara langsung mengenai
doktrin Hizbut Tahrir kepada masyarakat.
Dan ketika masyarakat dinilai memberikan tanggapan yang positif,
Hizbut Tahrir melanjutkan dengan Fase Interaksi yang dimana di dalam
fase ini Hizbut Tahrir mengupayakan adanya koneksi serta interaksi yang
mendalam antara masyarakat dengan tujuan masyarakat sadar dan
memahami pentingnya realitas dakwah Islam sekaligus Hizbut Tahrir
menyingkirkan konsep pemikiran yang tidak sejalan dan bertentangan
dengan ajaran serta aqidah Islam dengan cara mempropagandakan
kelemahan dan kekurangan kepemimpinan yang menyimpang dengan
Islam.
Lalu setelah masyarakat mulai terkikis rasa kepercayaannya terhadap
kepemimpinan yang berkuasa, barulah Hizbut Tahrir menjalankan fase
terakhir yakni Fase Penerimaan Kekuasaan melalui pergerakan Negara
Islam dengan tujuan merealisasikan konsep negara Islam, yang kemudian
dilanjutkan dengan mengadakan pembentukan dan penyusunan Undang-
undang melalui pengamatan terhadap permasalahan dalam masyarakat lalu
membentuk kaidah umum sebagai rujukan Hakim dalam memberikan suatu
keputusan hukum dengan tujuan memberantas berbagai permasalahan yang
sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
2. Pemimpin Ideal Perspektif Hizbut Tahrir komparasi Masa Rasulullah
Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi kaum muslim di dunia
dalam menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan menjalankan dakwah
Islam ke seluruh penjuru dunia dengan berlandaskan dalil Al-Quran, As-
Sunnah dan Ijma’ Sahabat mengenai pengangkatan khalifah hukumnya
yakni wajib bagi seluruh kaum muslim. Hizbut Tahrir menginginkan
terbentuknya khilafah al-Islamiyah menjadi satu-satunya metode
penerapan konsep Islam dalam negara secara Kaffah.
Kriteria Pemimpin dalam Perspektif Hizbut Tahrir:
Menurut Hizbut Tahrir Kepala Pemerintahan Islam (khalifah) yang
ideal haruslah memenuhi persyaratan disebut sebagai “syuruth in iqad”
yang dalam hal tersebut Hizbut Tahrir beranggapan bahwa syarat utama
atau afdhaliyah menjadi seorang pemimpin ataupun khalifah yakni ialah
kemampuan Intelektualnya sebagaimana tercantum dalam buku “Struktur
Negara Khilafah” karya Hizbut Tahrir yang menyatakan bahwa terdapat
tujuh syarat kelayakan untuk menduduki jabatan khilafah yang dimana jika
salah satu syarat saja tidak terpenuhi maka tidak sah kekhalifahannya,
syarat in iqad tersebut terdiri dari yakni seorang Muslim, Laki-laki,
Baligh, Berakal, Berlaku Adil, Merdeka dan Memiliki Kemampuan
Memimpin.
Komparasi dengan Kriteria Pemimpin yang Diterapkan Rasulullah saw:
Negara dan pemerintahan Madinah bergoreskan keagamaan, yang
dikepalai oleh seorang Rasul yakni Muhammad SAW dan sekaligus
pemimpin agamanya. Ia membuat UU dengan dasar Al-Quran yang
meskipun Nabi adalah kepala pemerintahan namun kedaulatan ada di
tangan Allah. Muhammad SAW sebagai pelaksana namun ia tidak dapat
mengabaikan kepentingan dan kedaulatan rakyat. Negara Islam yang
dipimpin Muhammad memberi kemerdekaan individu, kebebasan
beragama, hak sebagai warga sosial dan negara, juga kedaulatan di tangan
Allah dan diakui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala negara sehingga
jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di
Madinah memiliki ciri tersendiri dan merupakan institusi yang berdaulat.
Dalam proses penyebarannya, Islam pada masa Nabi mengakomodir setiap
budaya lokal yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerintahanan
Islam.
Suatu perbedaan yang tidak disadari oleh Hizbut Tahrir ialah
keberhasilan pemerintahan dan kepemimpinan masa Rasulullah tidak
terbatas hanya dengan rumusan pasti seperti dalam kepemimpinan ideal
menurut Hizbut Tahrir, karena Rasulullah selalu merangkul dan
mengakomodir konsep pemikiran dari luar lingkupnya selama sesuai dan
tidak bertentangan atau berlawanan dengan nilai-ilai ajaran Islam.

Anda mungkin juga menyukai