Melalui partai politik warga dapat menyalurkan atau
mengaktualisasikan arpirasi politiknya. Melalui parpol, akan tercipta kaderkader pemimpin masa depan bangsa. Melalui parpol itu pula kader-kader tersebut memegang tampuk kekuasaan. Sayangnya, peran parpol di Indonesia begitu dominan, yang membuat institusi lain seolah ‘tunduk’ padanya. Peran dominan partai politik itu terjadi dalam banyak sisi, antara lain dalam pemilihan Kepala Kepolisian RI (Kapolri), penentuan duta besar, dan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembagian kursi pemerintahan, kursi menteri, gubernur, bupati, dan pejabat lainnya, juga merupakan hasil konsolidasi peran partai politik nan sedang berkuasa saat ini.Begitu besarnya peran partai politik di sistem perpolitikan Indonesia, maka tak heran jika kerap muncul kegaduhan dan tekanan-tekanan politik. Itulah yang dialami Presiden Joko Widodo saat ini, ketika dia harus menyelesaikan kisruh antara KPK dan Polri. Tekanan elite parpol pengusung telah menempatkan Presiden berada dalam posisi terjepit. Ini tentu sangat tidak sehat bagi kehidupan bangsa dan negara.Sebagai pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, parpol (pengusung) mestinya bisa legowo dan membiarkan Presiden bekerja dengan tenang untuk mewujudkan agenda-agenda nasional. Parpol, terutama pimpinannya, tak perlu selalu menjadi master mind dalam percaturan pemilihan kepala daerah maupun menteri, dan dalam penentuan pimpinan lembaga.Di Indonesia sendiri ada beberapa partai politik yang dominan di pilih masyarakat , Center for Political Communication Studies (CPCS) telah melakukan survei selama periode 21 sampai 31 Januari 2022. Hasilnya, menunjukkan tingkat elektabilitas tiga partai politik diperkirakan mendominasi pada pemilihan umum atau Pemilu 2024 mendatang. ketiga partai politik tersebut antara lain PDI Perjuangan atau PDIP, Partai Gerindra, dan Golkar. Adapun torehan angka yang diraih ketiga partai politik itu masing-masing PDIP sebesar 15,8 persen, Gerindra 13,0 persen dan Golkar 8,1 persen.