Anda di halaman 1dari 25

Tungau

Fitria Hariati Ramdhani


Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
2021/2022
Demodex brevis
Klasifikasi
 Kingdom : Animalia
 Filum : Arthropoda
 Subfilum : Chelicerata
 Kelas : Arachnida
 Ordo : Trombidiformis
 Famili : Demodicidae
 Genus : Demodex
 Spesies : Demodex brevis
Morfologi
 Tubuh elongated seperti cacing
 Berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.
 Memiliki tubuh tersegmentasi dengan segmen disusun dalam dua tagmata:
sebuah prosoma (cephalothorax) dan opisthosoma (perut).
 Semitransparan dengan segmen yang menyatu
 Betina lebih gemuk dan pendek dibanding jantan
 Ukuran = 0,15-0,2 mm
 Tungau dewasa memiliki empat pasang kaki
 Tungau bernapas melalui tracheae, stigmata (lubang kecil pada kulit), usus
dan kulit.
Siklus hidup Habitat
Manifestasi klinis
 Demodecosis  kudis akibat iritasi  rambut rontok, gatal dan peradangan

 Rosacea  disebabkan oleh tungau yang membusuk  gangguan kulit wajah yang ditandai
dengan kulit kemerahan dan bintik yang menyerupai jerawat yang berisi nanah
 Pityriasis folliculorum  Radang folikel rambut

 Blepharitis  Radang kelopak mata  gatal, bengkak, dan kemerahan di tepi kelopak mata 
Mata lelah
Epidemiologi
 Ditemukan pada manusia
 Prevelensi meningkat seiring usia
 Jarangditemukan pada anak-anak karena anak-anak memproduksi
sebum/minyak lebih sedikit
 Menular hanya pada satu spesies host
 Menular melalui kontak langsung
 Dalam kondisi normal tidak berbahaya, namun dalam kondisi wabah karena
kekebalan tubuh berkurang bisa berbahaya.
Pengobatan Pencegahan

 Kombinasi Ivermectin oral dan  membersihkan wajah minimal dua


permethrin topikal (dalam bentuk kali sehari dengan tidak menggunakan
cream) dapat menangani lesi secara sabun pembersih,
sempurna atau dapat digunakan
 menghindari kosmetik berbahan dasar
Metronidazol topikal atau sistemik dan
minyak,
Ivermectin oral 200 mg / kg (untuk
 facial treatment untuk menghilangkan
kasus berat).
sel-sel kulit mati.
Diagnosa

 Diagnosis klinis dapat dilakukan dengan cara mikroskopis (pita perekat,

kerokan kulit, kesan kulit, isi folikel yang diekspresikan, ekstraksi komedo,
pencukuran bulu) dalam preparasi kalium hidroksida (KOH) 10%
menunjukkan banyak telur dan tungau dewasa.

 Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan cara teknik biopsi permukaan kulit

dengan adhesi cyanoacrylic adalah metode yang digunakan untuk mengukur


kerapatan Demodex sp. pada kulit, akan terlihat penampakkan bagian
epidermis sampai dengan isi folikel-sebasea.
TDR (Tungau Debu Rumah) a.k.a
Dermatophagoides pteronyssinus
 Klasifikasi
Morfologi
 Bentuk bervariasi, umumnya lebih kurang bulat atau oval

 Kepala, toraks, dan abdomennya menyatu membentuk suatu badan tanpa segmen.

 Tubuh tungau dibagi menjadi empat bagian, yaitu daerah mulut dan bagian-bagiannya
(gnatosoma), daerah  pasangan kaki I dan II (propodosoma), daerah pasangan kaki III dan IV
(metapodosoma), dan daerah posterior (opistosoma).
 Tungau dewasa dan nimfa memiliki 8 kaki, sedangkan larva mempunyai 6 kaki.

 Ukuran tubuhnya berkisar antara 0,2  –  0,3 mm.

 Tubuhnya ditutupi oleh rambut-rambut  panjang yang disebut setae.

 Permukaan tubuhnya tampak transparan.

 TDR bersifat ovipar dan dalam perkembangannya melalui empat tahapan, yaitu telur, larva,
nimfa, dan bentuk dewasa.
 Waktu yang dibutuhkan oleh TDR dari stadium telur sampai menjadi dewasa kira-kira 20 hari.

 Stadium dewasa jantan berumur 60  –  80 hari, sedangkan tungau betina 100 -150 hari
tergantung suhu, kelembapan, serta jumlah makanan yang tersedia.
 Dalam berkembang biak, tungau debu rumah dapat berkembang paling baik pada suhu 25⁰C
dengan kelembapan rerata 75%. Pada suhu kurang dari 15⁰C atau lebih dari 35⁰C,
perkembangan tungau debu rumah akan jauh lebih lambat.
Siklus hidup Habitat
Epidemiologi
Manifestasi klinis
 Tungau debu merupakan alergen hirup sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit alergi

seperti dermatitis atopik, asma bronkial, dan rinitis.

 Meskipun tungau ini tidak menggigit dan tidak menularkan suatu penyakit, namun tungau

ini menghasilkan material atau bahan yang bersifat alergen.

 Bagian TDR yang mengandung alergen adalah kutikula, organ seks dan saluran cerna.

 Penyebabnya adalah enzim-enzim (terutama protease) yang keluar dari perut bersama-sama

kotorannya.

 Selain bagian badan, feses TDR juga mempunyai sifat antigenik.

 Antigen yang berasal dari tubuh TDR masuk kedalam tubuh manusia melalui  penetrasi

kulit, sedangkan yang berasal dari feses masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi.
Pencegahan Pengobatan
1. Menjaga kebersihan  Dekongestan, untuk meredakan hidung

2. Memindahkan penderita ke tersumbat


tempat yang lebih tinggi
 Suntikan imunoterapi alergi subkutan (SCIT)
3. Mengatur kelembaban rumah
 Obat lainnya sesuai jenis alerginya seperti
4. Penggunaan zat kimia
 Antihistamin, untuk mengurangi gatal

 Kortikosteroid, untuk meredakan peradangan

pada kulit

 Antagonis reseptor leukotrien, untuk

mengurangi reaksi alergi yang muncul


Diagnosis
 Diagnosis asma yang disebabkan oleh D. Pteronyssinus dapat ditegakkan
dengan tes kulit yang menggunakan ekstrak tungau debu.
 Mikrokopis
 Pemeriksaan IgE spesifik serum dalam mendiagnosis sensitisasi alergen
 PCR
Sarcoptes scabei
 Klasifikasi
Morfologi
 Badannya transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata,

dan tidak bermata.

 Kepala dan badan bulat

 Ukuran betina = 330-450 x 250-350 mikron

 Ukuran jantan = 200-240 x 150-200 mikron

 Memiliki 4 pasang kaki  2 pasang dibagian anterior dan 2 pasang dibagian

posterior

 Ujung-ujung kaki terdapat bulu panjang dan diakhiri dengan pulvilli yang

seperti lonceng (bell shaped)


Siklus hidup 
Epidemiologi
 Tungau penyebab penyakit scabies ini distribusinya hampir di seluruh dunia

namun kebanyakan di beberapa negara berkembang dimana prevalensi skabies


sekitar 6% - 27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak serta orang
dewasa.

 Di Indonesia banyak menyebar di kampung – kampung yang padat penduduknya,

di rumah penjara, asrama, dan panti asuhan yang kurang terjaga kebersihannya.
Terjadi juga pada satu keluarga atau tetangga yang berdekatan. Infestasi
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan keadaan demografis serta ekologisnya.
Manifestasi klinis
Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda cerdinal tersebut
 Mikroskopis dapat dilakukan dengan preparasi KOH
 Biopsi terowongan yang menunjukkan adanya tungau
Pengobatan Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai