Anda di halaman 1dari 6

Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya internet, banyak kanal media baru

bermunculan. Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan besar telah terjadi

sehubungan dengan cara masyarakat saat ini mengonsumsi media. Kini khalayak

dihadapkan dengan begitu banyak pilihan media dengan beragam konten informasi

dan hiburan. Sehingga, mereka tidak lagi menerima begitu saja apa yang disuguhkan

media, tetapi bisa mencari sesuai kebutuhan dan keinginan.

Dari tahun ke tahun, jumlah pengguna internet dan kanal media digital terus

meningkat. Menurut laporan We Are Social 2021, jumlah pengguna internet di

Indonesia mencapai 202,6 juta orang atau 73,7 persen dari total penduduk, meningkat

15,5 persen dari tahun sebelumnya. Lebih dari separuh penduduk usia dewasa telah

mengonsumsi konten digital melalui YouTube, aplikasi pemutar musik daring, media

sosial, dan podcast setiap bulan (https://andi.link/hootsuite, diakses 10 Maret 2022).

Fakta di atas diperkuat dengan pernyataan Atkin, bahwa kehadiran teknologi baru

dalam masyarakat, menyebabkan mereka dihadapkan dengan pilihan lebih banyak

dan media yang lebih beragam, sehingga motivasi dan kepuasan bahkan menjadi

komponen yang lebih krusial (Ruggiero, 2000).

Berkaca dari kondisi diatas, dapat dilihat bahwa eksistensi media massa arus

utama terutama radio menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain harus dapat

bertransformasi dan beradaptasi di tengah lingkaran digitalisasi, stasiun radio mesti

membangun kemandirian terhadap platform digital. Dengan demikian jika tidak


mengikuti perkembangan zaman, maka diprediksi radio perlahan-lahan akan

kehilagan pamornya.

Berdasarkan hasil survey indikator sosial budaya Badan Pusat Statistik (BSI)

masyarakat (usia 10 tahun ke atas) yang mendengarkan radio dalam seminggu

terakhir hanya 13,31% pada 2018. Angka ini merosot jauh dari 50,29% pada 2003

(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/23/hanya-13-persen-masyarakat-

yang-masih-mendengarkan-radio, diakses 23 Maret 2022).

Kemudian data dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada

18-20 Agustus 2021 dengan mengumpulkan sebanyak 522 responden berusia

minimal 17 tahun dari 34 provinsi, menggambarkan frekuensi mendengarkan radio

saat ini sebagai berikut :

Frekuensi Mendengarkan Siaran Radio

Dalam Seminggu Sebelum Pandemi Selama Pandemi

1-2 hari 19,2 % 18,1 %

3-5 hari 8,6 % 6,5 %

6-7 hari 17,1 % 13,6 %

Tidak pernah mendengarkan siaran 55,1 % 61,8 %

radio/ tida tahu

(https://www.kompas.id/baca/riset/2021/09/05/eksistensi-radio-menghibur-

pendengar-di-era-digital, diakses 23 Maret 2022)


Tabel hasil survei Litbang Kompas diatas menunjukkan bahwa hanya 45

persen responden yang masih mendengarkan radio, bahkan angka ini menurun

menjadi 38 persen sejak masa pandemi Covid-19. Hanya 13, 6 persen responden yang

masih meluangkan waktu setiap hari untuk mendengarkan siaran radio. Bahkan lebih

dari setengah persentase responden sama sekali tidak pernah mendengarkan siaran

radio dan tidak mengetahui siaran radio itu seperti apa.

Menurut seorang peneliti budaya pop Hikmat Darmawan, kemunculan

Podcast kini menjadi ancaman serius bagi radio yang merupakan media broadcast

berbentuk audio. Beberapa kelebihan Podcast diantaranya dapat diproduksi secara

mandiri dan penayangannya tidak terikat waktu, sedangkan radio memiliki tenggat

waktu yang ketat dan siarannya bersifat sekali tayang. Jadi, jika pendengar

melewatkan satu poin informasi yang ada dalam siaran radio, maka sulit untuk

mendapat klarifikasi (https://katalisnet.com, diakses 16 Maret 2022).

Di tengah persaingan antara media radio dan internet, peta persaingan industri

radio pun tidak kalah sengitnya. Dengan luas wilayah 11.257 kilometer persegi dan

jumlah penduduk sekitar 1,17 juta jiwa, di Provinsi Gorontalo terdapat 19 stasiun

radio swasta siaran, satu saluran daerah, dan dua saluran untuk RRI

(https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_stasiun_radio_di_Gorontalo, diakses 23 Maret

2022). Perbandingan jumlah radio, luas wilayah, dan jumlah penduduk tersebut

membuat persaingan radio lokal sangat ketat. Radio di Gorontalo yang tak mampu

bertahan dengan ketatnya persaingan dan tantangan disrupsi digital, akhirnya terpaksa
ditutup, dijual, atau paling tidak berganti nama dan menjadi bagian dari jaringan radio

nasional.

Dalam situasi industri radio yang semakin berat dan berubah cepat tentunya

sebuah stasiun radio harus mempunyai strategi yang tepat untuk mempertahankan

positioning-nya. Strategi merupakan simpulan taktik tentang bagaimana tujuan yang

diinginkan dapat diperoleh. Dengan demikian, strategi merupakan kumpulan taktik

dengan maksud mencapai tujuan dan sasaran dari perusahaan, institusi, atau badan.

Bila strateginya sudah benar, maka pertempuran sudah separuh dimenangkan.

Sebaliknya, bila pelaksanaannya kurang baik, pertempurannya lebih dari separuh

dinyatakan kalah (Sun Tzu, dalam Gerald A.Michaelson, 2004:289).

Radio Suara Rakyat Hulonthalo sebagai Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL)

di Provinsi Gorontalo semestinya harus mampu bertahan dan beradaptasi di era

digital saat ini. Mengingat tujuan dari Radio Suara RH sebagaimana yang tercantum

dalam Perda Nomor 12 Tahun 2014 tentang LPPL Radio Suara RH Pasal 5, “Radio

Suara RH mempunyai fungsi sebagai media informasi bidang keagamaan,

kependidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan, hiburan yang sehat, control dan

perekat sosial, serta pelestarian budaya bangsa dengan berorientasi pada kepentingan

seluruh lapisan masyarakat.”

Berangkat dari seberapa pentingnya positioning Radio Suara RH untuk

menyampaikan informasi timbal balik antara Pemerintah Daerah dan masyarakat,

serta antar masyarakat, maka sangat perlu bagi Radio Suara RH untuk menerapkan

strategi komunikasi pemasaran yang baik dalam mengkomunikasikan produk-


produknya. Banyaknya merek produk stasiun radio serta hadirnya kanal media baru

di era digital yang menawarkan konten informasi dan hiburan yang beragam,

menyebabkan tingginya persaingan.

Oleh sebab itu, setiap stasiun radio terutama Radio Suara RH dituntut agar

memahami keinginan dan kebutuhan pasar. Sebab, pengetahuan itulah yang akan

memberikan kemampuan untuk menentukan positioning yang tepat. Positioning

diibaratkan sebagai sebuah sifat inti merek yang diyakini dapat membedakan merek

yang dimiliki dengan yang lain di pasar. Juga, yang mendorong seseorang memilih

merek yang dimiliki. Inilah yang setiap perusahaan ingin orang lain pikirkan, rasakan

dan percaya tentang merek mereka. Ini menjadi prasyarat dasar untuk mewujudkan

komunikasi pemasaran terpadu mengingat positioning juga memberikan fokus

tunggal, tempat setiap aspek komunikasi dibangun. Tanpa positioning yang jelas,

tidak akan terjadi integrasi yang sesungguhnya.

Disinilah peran strategis komunikasi pemasaran yang dibutuhkan dalam

merancang komunikasi yang efektif dan efisien, sehingga dapat menciptakan persepsi

yang benar atas Radio Suara RH. Dengan ini diharapkan akan ada peningkatan

ketertarikan dan keinginan dari pendengar maupun calon pendengar yang pada

akhirnya memberikan loyalitasnya untuk menjadi pendengar setia Radio Suara RH.

Berdasarkan uraikan di atas, peneliti merasa bahwa Radio Suara Rakyat

Hulonthalo patut dijadikan bahan penelitian skripsi, khususnya berkaitan dengan

strategi komunikasi pemasaran dengan judul “Strategi Komunikasi Pemasaran

Untuk Membangun Brand Positioning Radio Suara Rakyat Hulonthalo”.

Anda mungkin juga menyukai