Anda di halaman 1dari 47

PERENCANAAN KOMUNIKASI DALAM PROGRAM SIARAN BUDAYA

RADIO SUARA RAKYAT HULONTHALO

Proposal Penelitian

Disusun oleh :
DINI SALSABILAH GASIM
NIM 291418045

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI .............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………….…… 1

1.1 Latar Belakang Masalah..................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ........................................................... 6

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 7

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA………………………………………… 9

2.1 Perencanaan Komunikasi .................................................. 9

2.1.1 Definisi Perencanaan Komunikasi ............................ 9

2.1.2 Pendekatan dalam Perencanaan Komunikasi ........... 10

2.2 Model Perencanaan Komunikasi Assifi dan French .......... 11

2.3 Radio Sebagai Media Komunikasi ..................................... 14

2.3.1 Definisi Radio ........................................................... 14

2.3.2 Karakteristik Radio ................................................... 15

2.3.3 Proses Produksi Siaran Radio ................................... 16

i
2.4 Konsep Budaya .................................................................. 19

2.4.1 Definisi Budaya ........................................................ 19

2.4.2 Upaya-upaya Pelestarian Budaya Lokal .................. 20

2.4 Teori Hirarki Pengaruh terhadap Konten Media ................ 21

2.4 Penelitian Terdahulu .......................................................... 25

2.4 Kerangka Konseptual ......................................................... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………. 32

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................. 32

3.2 Jenis Dan Pendekatan Penelitian ....................................... 33

3.3 Subjek Penelitian................................................................ 34

3.4 Objek Penelitian ................................................................. 35

3.5 Sumber Data dalam Penelitian ........................................... 35

3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 36

3.7 Analisis Data ..................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA………….………………………………………… 41

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 23

Tabel 3.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 27

Tabel 3.2 Subjek Penelitian ......................................................................... 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Perencanaan Komunikasi Assifi dan French ............... 11

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual .............................................................. 20

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menjadi negara yang memiliki

keberagaman suku dan budaya. Dalam buku Keindonesiaan dalam Budaya (2007)

karya Edi Sedyawati, masing-masing daerah tentu memiliki ciri khasnya.

Keanekaragaman inilah yang menjadi kekuatan besar bagi bangsa Indonesia.

Sebagaimana termaktub dalam pasal 32 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan, “Negara

memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan

menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai

budayanya”. Amanat konstitusi ini memuat pesan bahwa pelestarian budaya harus

diperjuangkan baik oleh negara maupun masyarakat secara berkesinambungan.

Dapat dikatakan bahwa kebudayaan nasional berakar dari berbagai nilai

unggulan kebudayaan lokal atau daerah, yang kemudian menjadi warisan budaya

bangsa. Seiring berjalannya waktu, kebudayaan akan sangat dipengaruhi oleh

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, sebagai pelaku

budaya di masa depan, generasi muda harus mampu memanfaatkan sumberdaya

kebudayaan yang beragam untuk pembentukan ke-Indonesiaan (Kongres

Kebudayaan, 2013).

Davidson (1991) menuturkan penjabaran dari warisan budaya sebagai

“Produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi dan prestasi-prestasi spiritual

1
dimasa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa”.

Untuk itu, strategi kebudayaan harus dikembangkan secara sungguh-sungguh sebagai

suatu upaya dinamis untuk menjaga eksistensi dan nilai budaya dengan cara

melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan sebagaimana yang disyaratkan

pada Undang-undang Dasar (Triwardhani et. al, 2014).

Adapun pelestarian merupakan proses atau upaya proaktif yang dilakukan

dengan sadar dan ditujukan untuk memelihara, menjaga, memajukan, serta

mengembangkan aset kebudayaan yang berasal dari sekelompok masyarakat, meliputi

benda-benda, kegiatan berpola, serta gagasan (Kementerian Kebudayaan dan

Pariwisata, 2003). Seharusnya, pelestarian budaya bukan sekadar menyelamatkan

suatu budaya dari kepunahan atau semata-mata menjadikannya permanen. Tetapi,

sebagai gerakan yang mengukuhkan jati diri kebudayaan, dan yang tak kalah

pentingnya sebagai pendorong untuk menghadirkan rasa memiliki sejarah yang sama

di antara anggota masyarakat (Smith dalam Triwardani et. al, 2014).

Tantangan dalam pelestarian dan pengembangan budaya tidaklah mudah.

Kenyataannya, realisasi budaya lokal dalam kehidupan bermasyarakat belum berjalan

dengan semestinya. Masuknya unsur-unsur budaya asing melalui interaksi lintas

bangsa, menyebabkan masyarakat cenderung abai terhadap nilai-nilai kearifan lokal.

Di sisi lain, proses globalisasi juga membuka ruang bagi pergerakan kebudayaan

antar negara di seluruh dunia secara bebas dan massif yang mengarah pada

terciptanya koneksi global budaya.

2
Dalam konteks ini, penyeragaman menjadi barang yang saling dipertukarkan.

Hasil dari pertukaran tersebut ditandai dengan produksi global atas produk lokal dan

lokalisasi produk global. Konsekuensi menyedihkan dari fenomena ini adalah

gerakan lokalisasi budaya daerah yang akhirnya dipandang unik dan asing

dibandingkan dengan kekuatan global tersebut. Rentetan gejala sosial yang

diakibatkan globalisasi kembali mendesak para pengambil keputusan untuk

menentukan arah kebijakan baru dalam pengelolaan aset kebudayaan.

Kebudayaan daerah sebagai sumberdaya budaya merupakan wajah dari nilai-

nilai unggulan yang mengakar pada masyarakat setempat dan bersifat lokal.

Kedudukan budaya daerah atau budaya lokal ini dalam usaha pelestarian warisan

budaya menjadi sangat penting dalam pembangunan nasional. Untuk itu, ketahanan

budaya lokal perlu terus diperkuat di tengah perkembangan globalisasi budaya asing.

Ketidakberdayaan menghadapi kondisi ini sama saja dengan menyulut erosi sumber

identitas lokal yang ditandai dengan krisis identitas lokal. Menghadapi persoalan ini,

ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk memperkuat pertahanan budaya

lokal, di antaranya 1) Pembangunan Jati Diri Bangsa, 2) Pemahaman Falsafah

Budaya, 3) Penerbitan Peraturan Daerah, dan 4) Pemanfaatan Teknologi Informasi

(Mubah, 2011).

Media massa mempunyai peran strategis dalam melestarikan budaya lokal.

Pentingnya fungsi media massa dalam upaya ini, sehingga idealnya media massa

harus hadir diberbagai lapisan masyarakat. Salah satu media massa yang sampai

3
sekarang masih digemari masyarakat adalah radio. Radio mempunyai peran penting

dalam penyebaran informasi yang seimbang dan setimpal dimasyarakat lokal,

memiliki kebebasan dan tanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media

yaitu: informasi, pendidikan, hiburan, kontrol dan perekat sosial yang mengakibatkan

radio dijuluki sebagai the fifth estate atau kekuatan kelima (Ardianto, 2007).

Sebenarnya, radio lahir dari kebutuhan informasi publik, dalam hal ini radio memiliki

beban tuntutan publik sebagai saluran informasi dalam hubungan sosial, yang

seharusnya cenderung mengembangkan dan memajukan kebudayaan (Wibowo,

2012).

Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio Suara Rakyat Hulonthalo

(RH) yang selanjutnya disebut Radio Suara RH merupakan lembaga penyiaran publik

lokal yang berbentuk badan hukum dan didirikan oleh Pemerintah Provinsi

Gorontalo. LPPL Radio Suara RH sebagai media informasi yang berorientasi pada

layanan dan kepentingan masyarakat telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda)

Provinsi Gorontalo No. 12 Tahun 2014, “LPPL Suara RH merupakan media

komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya,

dan ekonomi. Memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial”.

Tentu menjadi tugas besar bagi Radio Suara RH untuk merepresentasikan

identitas budaya lokal dan jati diri masyarakat Gorontalo dengan muatan budaya dan

keunikan berbasis kearifan lokal. Berdasarkan pemaparan dari Sheila Julian salah satu

4
penyiar Radio Suara RH, terdapat dua puluh tiga program siaran, dua diantaranya

siaran yang menyuguhkan tema budaya lokal Provinsi Gorontalo. Kedua program

tersebut yaitu, “Banthayo Lo RH” dan “Lipu’u” yang disiarkan seminggu sekali.

Sheila menjelaskan, tujuan kedua program spesial budaya ini untuk menyasar seluruh

lapisan masyarakat Gorontalo. Selain itu, kedudukan dari kedua program ini hanya

sebagai program pendukung yang mengisi 30% dari keseluruhan program siaran.

Melihat sedikitnya alokasi waktu untuk siaran program-program yang memuat

budaya lokal, selaku LPPL, Radio Suara RH belum bisa dikatakan telah menjalankan

tugas pelestarian budaya lokal dengan maksimal. Tugas besar yang harus dijalankan

oleh LPPL ini rasanya tidak seimbang dengan porsi yang diberikan yakni hanya 30%

dengan durasi 1 X 180 menit jam siaran. Adanya kesenjangan peran LPPL Radio

Suara RH sebagai media publik yang harusnya menggencarkan pelestarian budaya

Gorontalo, memerlukan penanganan yang terencana dan terintegrasi, karena isu

pelestarian budaya daerah sangat berkaitan erat dengan identitas daerah. Jika

masyarakat tidak mendapat sentuhan yang lebih besar dengan kebudayaan lokal

terutama melalui media komunikasi radio, maka daerah akan terancam krisis

identitas.

Agar kegiatan berjalan dengan baik dan lancar, maka diperlukan sebuah

perencanaan komunikasi yang baik pula. Perencanaan komunikasi merupakan proses

pengalokasian sember daya komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi, yang

mencakup sumber daya semua aktivitas yang dirancang untuk mengubah perilaku.

5
Perencanaan komunikasi melibatkan pengambilan keputusan, pengendalian dan

penetapan alokasi sumber-sumber daya komunikasi secara logis (Cangara, 2013).

Perencanaan komunikasi yang baik akan menghasilkan sebuah model yang

baik untuk diterapkan dalam membuat suatu kebijakan. Langkah-langkah dalam

perencanaan komunikasi sesuai dengan model Assifi French, yaitu menganalisis

masalah, menganalisis khalayak, merumuskan tujuan, memilih media dan saluran

komunikasi, merencanakan produksi media, merencanakan manajemen, dan

melakukan evaluasi (Yasir, 2011).

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian adalah menganalisis

bagaimana perencanaan komunikasi yang dijalankan Radio Suara RH untuk

melestarikan dan menyebarluaskan budaya daerah Gorontalo melalui program siaran

budayanya.

1.2 Identifikasi Masalah

Perencanaan komunikasi berperan sangat penting dalam implementasi suatu

program, sehingga tujuan dari program seperti penyebarluasan gagasan untuk

penyadaran masyarakat bisa tercapai. Namun, untuk menyukseskan suatu program

seluruh stakeholder harus memahami tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan uraian

latar belakang diatas, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang muncul

antara lain:

1. Selaku lembaga penyiaran publik lokal (LPPL) yang memiliki peran strategis

dalam pelestarian budaya lokal, Radio Suara RH hanya memposisikan

6
program siaran budaya sebagai program pendukung dengan alokasi durasi

siaran 1 X 180 menit saja. Sehingga dapat dikatakan, Radio Suara RH belum

menjalankan tugas pelestarian budaya daerah dengan maksimal.

2. Upaya pelestarian budaya lokal yang hanya diimplementasikan pada dua

program siaran budaya saja yakni "Banthayo lo RH" dan "Lipu'u" masih

tergolong sedikit dan belum menyentuh kebutuhan masyarakat akan suguhan

informasi berbasis kearifan lokal secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan

perencanaan komunikasi di Radio Suara RH untuk mendorong tujuan

pelestarian budaya daerah Gorontalo.

1.3 Rumusan Masalah

Media massa dalam hal ini Lembaga Penyiaran Publik Lokal berupa radio

mempunyai kuasa menyebarluaskan gagasan untuk kesadaran masyarakat. Gagasan

atau pesan yang ingin disampaikan oleh media massa hanya bisa menyentuh

kesadaran masyarakat dengan maksimal apabila diimplementasikan melalui tahapan

perencanaan komunikasi yang baik. Dari uraian latar belakang dan identifikasi

masalah di atas, dirumuskan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana perencanaan komunikasi dalam program siaran budaya yang

dijalankan Radio Suara RH ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi isi pesan dalam program siaran budaya

dalam membentuk upaya pelestarian budaya lokal ?

7
1.4 Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk

“Mengetahui bagaimana perencanaan komunikasi Radio Suara RH dalam

menyebarluaskan dan melestarikan budaya daerah Gorontalo”.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara teroritis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi dan mengembangkan penelitian dalam ruang lingkup Perencanaan

Komunikasi serta diharapkan juga berguna untuk menunjang perkembangan ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung peneliti maupun

pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna

sebagai sumbangan pikiran, bahan masukan, serta referensi bagi Radio Suara RH

Gorontalo dalam merancang, merencanakan konsep dan perencanaan komunikasi

khususnya dalam misi menyebarluaskan budaya daerah Gorontalo. Sehingga lebih

terarah, efektif dan efisien, agar dapat mencapai hasil sesuai harapan. Juga bisa

menjadi rujukan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi terutama yang berkaitan

dengan kampanye pelestarian kebudayaan daerah dan perencanaan komunikasi.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Komunikasi

2.1.1 Definisi Perencanaan Komunikasi

Melihat pengertian perencanaan komunikasi terdapat dua unsur penting yaitu

perencanaan dan komunikasi. Menurut Waterston mendefinisikan perencanaan

adalah usaha yang sadar, terorganisasi, dan terus-menerus guna memilih alternatif

yang terbaik untuk mencapai tujuan tertentu (Cangara, 2013). Adapun komunikasi

menurut Carl I. Hovland adalah proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan

Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar

asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendy,

2002).

John Middleton dalam Cangara (2013) menjelaskan perencanaan komunikasi

sebagai proses pengalokasian sumber daya komunikasi untuk mencapai tujuan

organisasi. Sumber daya tersebut tidak saja mencakup media massa dan

komunikasi antar pribadi, tapi juga setiap aktivitas yang dirancang untuk

mengubah perilaku dan menciptakan keterampilan-keterampilan tertentu diantara

individu dan kelompok dalam ruang lingkup tugas-tugas yang dibebankan oleh

organisasi.

9
Jadi, dapat dikatakan bahwa perencanaan komunikasi adalah sebuah dokumen

tertulis yang harus mampu menjawab: (1) Apa yang ingin dicapai, (2) Mengapa

kita menginginkan ada hasil yang diperoleh, (3) Siapa yang menjadi target sasaran,

(4) Apa yang menjadi kata kunci pada pesan yang akan dibawakan, (5) Siapa yang

akan menjadi aktor dalam penyampaian pesan, dan bagaimana cara untuk memilih

dan menentukannya, (6) Menggunakan cara apa agar tujuan yang diinginkan

tercapai, (7) Bagaimana tipe saluran komunikasi yang bisa digunakan untuk

menyampaikan pesan, (8) Kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan setiap

pesan, (9) Bagaimana mengukur dan mengevaluasi hasil dari program yang

dijalankan (Cangara, 2013).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan komunikasi

sangat penting untuk dilakukan, mengingat dalam sebuah proses komunikasi yang

dijalankan tidak akan luput dari rintangan dan hambatan. Oleh karena itu,

perencanaan komunikasi dimaksudkan untuk mengatasi rintangan-rintangan

tersebut agar efektivitas komunikasi bisa tercapai. Selain itu, dari sisi fungsi dan

kegunaan, perencanaan komunikasi diperlukan untuk mengimplementasikan

program-program yang ingin dicapai, termasuk dalam hal penyebarluasan gagasan

budaya daerah Gorontalo.

2.1.2 Pendekatan dalam Perencanaan Komunikasi

Untuk menyusun sebuah perencanaan komunikasi, diperlukan pendekatan

seusia dengan tujuan dan target sasaran yang dicapai agar terarah dengan efektif.

10
Banfield dan Mayerson dalam Solihin (2009) menyatakan pendekatan perencanaan

dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :

1. Pendekatan Perencanaan Rasional Menyeluruh

a) Pendekatan perencanaan yang dilandasi suatu kebijaksanaan umum yang

merumuskan tujuan yang ingin dicapai sebagai suatu kesatuan.

b) Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh,

dan terpadu.

c) Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi.

2. Pendekatan Perencanaan Terpilah

a) Pendekatan perencanaan yang mempertimbangkan bagian-bagian

kebijaksanaan umum yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem

yang diprioritaskan.

b) Pendekataan Perencanaan Terpilah dalam pelaksanaannya lebih mudah dan

realistis.

2.2 Model Perencanaan Komunikasi Assifi dan French

Model perencanaan komunikasi yang dikembangkan oleh Assifi dan French

(1982) ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan model-model perencanaan

komunikasi yang ada sebelumnya. Hanya saja, model yang ditemukan oleh

Assifi dan French ini nampaknya lebih rinci dan runtut sampai pada tahap akhir,

yakni monitoring dan evaluasi (Cangara, 2013). Berikut langkah-langkah yang

ada dalam perencanaan komunikasi ini :

11
a) Menganalisis masalah

Hasil dari analisis masalah inilah yang akan menjadi titik tolak dalam

menyusun program perencanaan komunikasi. Masalah ada selisih antara

harapan dan kenyataan, atau selisih antara aspirasi dan realitas. Untuk

menemukan masalah, maka diperlukan fakta (Cangara, 2013).

b) Menganalisis khalayak

Memahami khalayak yang akan menjadi sasaran program komunikasi

adalah hal yang sangat penting, sebab semua arah aktifitas komunikasi

ditujuan kepada mereka. Khalayaklah yang akan menjadi tolak ukur

berhasil tidaknya suatu program.

c) Merumuskan tujuan

Tujuan adalah suatu keadaan atau perubahan yang diinginkan sesudah

pelaksanaan rencana. Dalam menetapkan tujuan, ada beberapa pertanyaan

yang sebaiknya mampu dijawab: Mengapa perlu melaksanakan kegiatan

komunikasi dan apa yang ingin digapai melalui kegiatan tersebut?

Kemudian-apakah tujuan yang ingin dicapai sesuai kebutuhan khalayak

sasaran? (Cangara, 2013).

d) Memilih media dan saluran komunikasi

Memilih media komunikasi perlu mempertimbangkan karakteristik isi dan

tujuan pesan, serta jenis media yang dimiliki khalayak. Pengetahuan

12
tentang pemilihan media dikalangan masyarakat harus diriset lebih dahulu

untuk menghindari pemborosan biaya, waktu, dan tenaga (Cangara, 2013).

e) Mengembangkan pesan

Pesan yang baik harus bisa dipersepsikan sama dengan khalayak sasaran

melalui serangkaian makna. Jika pesan bertujuan untuk program sosialisasi

untuk penyadaran masyarakat, maka pesan harus bersifat informatif.

f) Merencanakan produksi media

Setiap media yang dipilih memerlukan perencanaan produksi yang matang

agar hasil yang didapatkan nantinya maksimal dan sesuai tujuan yang

sudah ditetapkan (Yasir, 2011).

g) Merencanakan manajemen

Dalam program perencanaan komunikasi, dibutuhkan suatu pengelolaan

agar semua unsur yang terkait dalam program dapat terkoordinir dengan

baik. Pada langkah ini, perlu adanya penyusunan jadwal kegiatan,

pembagian tupoksi kerja dengan menentukan penanggungjawab masing-

masing bidang.

h) Merencanakan monitoring dan evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan suatu

program komunikasi. Tolak ukur dari evaluasi bisa berangkat dari tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan, apakah tercapai atau sebaliknya, apakah

13
tingkat pencapaiannya cukup atau tidak. Evaluasi dapat dilakukan melalui

dua cara, yakni evaluasi program dan evaluasi manajemen.

Gambar 2.1 Model Perencanaan Komunikasi Assifi dan French

Analisis masalah
Analisis khalayak
Menetapkan tujuan
Memilih media

Mengembangkan pesan
Memproduksi media
Melaksanakan program
Monitoring atau evaluasi

2.3 Radio sebagai Media Komunikasi

2.3.1 Definisi Radio

Radio adalah anak pertama dunia penyiaran. Suara adalah modal utama

terpaan radio ke khalayak. Menurut Alten dalam Masduki (2004),

mengemukakan bahwa suara dari penyiar memiliki komponen visual yang bisa

menciptakan gambar dalam benak pendengar“. Radio merupakan media auditif,

murah, merakyat dan bisa dibawa atau didengar dimana-mana. Radio berfungsi

sebagai media ekspresi, komunikasi, informasi, pendidikan dan hiburan. Radio

memiliki kekuatan terbesar sebagai media imajinasi, sebab sebagai media yang

14
buta, radio menstimulasi begitu banyak suara, dan berupaya memvisualisasikan

suara penyiarnya (Fiske, 2007).

Radio menciptakan imajinasi (theatre of mind) dan mudah akrab dengan

audiens. Karakteristik radio siaran, antara lain: auditori (untuk didengar), isi

siaran sepintas lalu dan tidak bisa diulang, identik dengan musik, mengandung

gangguan timbul-tenggelam (fading) dan teknis, akrab dan hangat, suara penyiar

hadir di rumah atau didekat pendengar. Sifat radio antara lain: heterogen, pribadi,

aktif, berpikir, interpretasi, menilai dan selektif dalam memilih gelombang siaran

sesuai selera (Romli, 2009).

2.3.2 Karakteristik Radio

a) Auditori

Sifat radio siaran adalah auditori, untuk didengar, karena hanya untuk

didengar, maka isi siaran yang sampai di telinga pendengar hanya sepintas itu

saja. Ini lain dengan suatu yang disiarkan melalui media surat kabar, majalah,

atau media dalam bentuk tulisan lainnya yang dapat dibaca, diperiksa, dan

ditelaah berulang kali.

b) Mengandung Gangguan

Setiap komunikasi dengan menggunakan bahasa dan bersifat massal akan

menghadapi dua faktor gangguan. Gangguan yang pertama ialah apa yang

disebut”semantic noise factor” dan gangguan yang kedua adalah “channel

noise factor” atau kadang-kadang disebut “mechanic noise factor”.

15
c) Akrab

Radio siaran sifatnya akrab, intim. Seorang penyiar radio seolaholah berada di

kamar pendengar yang dengan penuh hormat dan cekatan menghidangkan

acara-acara yang menggembirakan kepada penghuni rumah, sifat ini tidak

dimiliki oleh media lainnya kecuali televisi (Effendy, 1990).

2.3.3 Proses Produksi Siaran Radio

Proses produksi acara untuk radio bukan hal yang mudah, karena

membutuhkan perencanaan yang matang agar acara yang disiarkan sukses dan

tidak mengecewakan pendengar. Menurut Masduki (2004), membuat rencana

siaran berarti membuat konsep acara yang disajikan kepada pendengar. Tahapan-

tahapan produksi dalam program radio terdiri atas pra produksi, produksi, pasca

produksi (Wahyudi, 1996).

1) Pra Produksi

a) Planning

Perencanaan produksi paket acara siaran melalui diskusi kelompok,

disusun oleh tim kreatif bersama pelaksana siaran lainnya. Hasilnya

berupa proposal yang memuat nama acara, target pendengar, tujuan dan

target penempatan siaran, sumber materi kata dan musik, durasi, biaya

produksi dan promosi, serta crew yang akan terlibat meliputi produser,

presenter, operator, penulis naskah (Masduki, 2004).

Selain itu perencanan menurut JB Wahyudi (1994) diantaranya meliputi:

16
1. Perencanan siaran termasuk di dalamnya perencanan produksi dan

pengadaan materi yang dibeli dari rumah produksi (productin house),

serta menyusunnya menjadi rangkaian mata acara, baik harian,

mingguan, bulanan dan seterusnya sesuai dengan misi, fungsi, tugas

dan tujuan yang hendak dicapai.

2. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana

3. Perencanaan administrasi termasuk di dalamnya perencanan dana,

tenaga, pemasaran, dan sebagainya.

b) Collecting

Collecting adalah pencarian dan pengumpulan materi musik dan kata

yang dibutuhkan, termasuk menghubungi calon narasumber (jika acara

berbentuk talk show). Sumber materi berasal dari perpustakaan, media

massa, atau wawancara. Hasilnya materi-materi siaran yang memadai dan

siap untuk diolah dan diproduksi (Masduki, 2004).

c) Writing

Writing adalah tahapan dimana seluruh materi yang diperoleh, lalu

diklasifikasikan untuk ditulis secara utuh dalam kalimat yang siap baca

atau disusun sedemikian rupa dirangkai dengan naskah pembuka-penutup

siaran atau naskah selingan. Dalam siaran dakwah materi dapat berupa

semua bahan atau sumber yang dapat dipergunakan dalam berdakwah

dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Masduki, 2004).

17
2) Produksi

a) Vocal Recording

Vocal recording adalah tahapan perekaman suara presenter yang

membacakan naskah di ruang rekam (Masduki, 2004). Perekaman

biasanya digunakan untuk produksi acara seperti siaran hiburan, olahraga

dan siaran informasi. Sedangkan untuk program siaran interaktif tidak

melakukan perekaman terlebih dahulu karena siarannya secara langsung

baik di studio atau di lapangan.

b) Mixing

Mixing adalah penggabungan materi vocal presenter dengan berbagai

jenis musik pendukung dan lagu oleh operator dengan perangkat

teknologi yang analog atau digital, sehingga menghasilkan paket acara

yang siap siaran. Proses ini dilakukan dengan memperhatikan standar

kemasan setiap acara (Masduki, 2004)

c) On-Air

On-Air adalah penayangan acara sesuai jadwal yang direncanakan. Ini

merupakan tahapan penyajian seluruh materi yang telah direncanakan.

Pada saat on-air ada dua metode yang dilakukan oleh penyiar, yakni

siaran sendiri dan siaran berdua atau lebih (Masduki, 2004).

18
3) Pasca Produksi

Pasca produksi merupakan langkah terakhir ditahapan produksi yang

berupa evaluasi program yang telah disiarkan (Wahyudi, 1994). Sesuai siaran

atau penyiaran paket acara, tim produksi melakukan evaluasi untuk

pengembangan lebih lanjut. Evaluasi meliputi apa saja kelemahan materi,

teknis, koordinasi tim, dan sebagainya (Masduki, 2004). Evaluasi dipimpin

oleh produser yang dihadiri oleh seluruh crew produksi.

2.4 Konsep Budaya

2.4.1 Definisi Budaya

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, kata buddhaya adalah

bentuk jamak dari buddhi yang berarti “ budi” atau “ akal”. Secara etimologis,

kata “kebudayaan” berarti hal-hal yang yang berkaitan bengan “akal”.Namun ada

pula anggapan bahwa kata “budaya” berasal dari kata majemuk budidaya yang

berarti “daya dari budi” atau “daya dari akal” yang berupa cipta,karsa,dan rasa.

Kata “kebudayaan” itu sepadan dengan kata culture dalam bahasa inggris. Kata

culture itu sendiri berasal dari bahasa latin colere yang berarti merawat,

memelihara, menjaga, mengolah, terutama mengelolah tanah atau bertani.

Budaya menurut Barnouw (1985), bahwa “Budaya adalah sebagai

sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang di miliki bersama oleh

sekelompuk orang, yang di komunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya

lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Definisi budaya ini ”Kabur”,

19
artinya tidak ada aturan yang baku dan cepat untuk menentukan sebuah budaya

atau siapa-siapa yang termasuk dalam budaya tersebut. Dalam pengertian ini,

budaya adalah sebuah konstruk sosiopsikologis, suatu kesamaan dalam

sekelompok orang dalam fenomena psikologis seperti nilai, sikap, keyakinan dan

perilaku.

Adapun kebuyaan menurut Falsom (1928) adalah keseluruhan benda yang di

ciptakan manusia. Ia merupakan seperangkat alat-alat, kebiasaan-kebiasaan hidup

yang diciptakan manusia yang kemudian di turunkan dari generasi ke generasi

berikutnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan bahwa kebudayaan adalah

hasil daya pemikiran manusia baik bentuk abstrak maupun konkret. Daya pikir

manusialah yang di andalkan dalam kebudayaan, dengan kata lain manusialah

yang menciptakan kebudayaan tersebut sehingga dua unsur manusialah dan

budaya tidak dapat di pisahkan. Kebudayaan mempunyai tiga wujud yakni,

pertama wujud kebudayaan sebagai suatu khasanah dari ide-ide, gagasan, nilai-

nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya, kedua wujud kebudayaan sebagai

suatu khazanah aktivitas perilaku terpola dari manusia dalam mayarakat, dan

ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

2.4.2 Upaya-upaya Pelestarian Kebudayaan Lokal

Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 52 Tahun 2007 tentang

pedoman pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya

20
masyarakat pasal 3 yang berbunyi: “Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat

dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat Dilakukan dengan, (a) Konsep dasar, (b)

Program dasar, dan (c) Strategi pelaksanaan ”.

Adapun dalam Pasal 4 yang berbunyi tentang: “Konsep dasar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 huruf A meliputi, (a) Pengakomodasian

keanekaragaman lokal untuk memperkokoh kebudayaan nasional, (b) Penciptaan

stabilitas nasional di bidang ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, agama

maupun pertahanan, dan keamanan nasional, (c) Menjaga, melindungi, dan

membina adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat, (d)

Penumbuhkembangan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan, (e)

Partisipasi, kreatifitas, dan kemandirian masyarakat, (f) Media

menumbuhkembangkan modal sosial, dan (g) Terbentuknya komitmen dan

kemandirian masyarakat yang menjunjung tinggi nilai sosial budaya”.

2.5 Teori Hirarki Pengaruh

Teori Hirarki Pengaruh terhadap konten media diperkenalkan oleh Pamela J.

Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini menjelaskan tentang pengaruh

terhadap isi dari suatu konten media oleh pengaruh internal dan eksternal.

Shoemaker & Reese membagi menjadi beberapa level pengaruh konten media,

yaitu pengaruh dari individu awak media, pengaruh dari rutinitas media,

pengaruh dari organisasi media, pengaruh dari eksternal media, serta pengaruh

ideologi (Shoemaker et. al, 2013)

21
Teori ini mengasumsikan bagaimana pesan media yang disampaikan kepada

khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan

pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh sari internal media

berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, awak media yang

memproduksi konten, dan rutinitas media sehari-hari. Pengaruh faktor eksternal

media yang turut mempengaruhi konten media adalah para pengiklan, pangsa

pasar, kontrol pemerintah dan faktor eksternal lainnya.

Dalam teori ini akan terlihat seberapa besar hirarki pengaruh dalam sebuah

konten pada tiap-tiap level yang diperkenalkan oleh Shoemaker & Reese. Berikut

uraian dari setiap level dalam teori hirarki pengaruh media, yakni:

a. Level Pengaruh Individu Pekerja Media

Pengaruh individu merupakan pengaruh pertama pada sebuah

pemberitaan di media. Dalam penelitian ini, pengaruh tersebut bisa

digambarkan kepada penyiar, karena dalam hal ini mereka terjun langsung

mencari, mengumpulkan, dan membuat konten siaran. Faktor intra seorang

penyiar dalam hal ini berpotensi mempengaruhi konten dari sebuah media.

Faktor-faktor seperti latar belakang dan karakteristik, perilaku, nilai,

kepercayaan, serta profesionalitas dank ode etik yang diikuti seorang penyiar

atau awak media radio (Shoemaker et. al, 2013).

Disisi lain, Shoemaker & Reese juga menjelaskan bahwa nilai, perilaku,

dan kepercayaan, yang dianut oleh seorang penyiara atau awak media sebagai

22
pencari konten informasi tidak terlalu memberikan efek yang besar terhadap

sebuah konten, dikarenakan pengaruh dari level organisasi media dan

rutinitasnyalah yang lebih besar (Shoemaker et. al, 2013).

b. Level Rutinitas Media

Rutinitas media merupakan kebiasaan terpola sebuah media dalam

pengemasan konten siaran dan sudah dipraktekkan oleh awak media secara

berulang-uulang. Rutinitas pada suatu media menyumbangkan pengaruh

penting pada produksi isi simbolik karena menentukan bagaimana bentuk

produk yang dihasilkan oleh media. Sehingga, dalam menjalankan tugas-

tugasnya para awak media menggunakan aturan baku yang telah berlaku.

Rutinitas media terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu

sumber berita atau sumber informasi (suppliers), organisasi media

(processor), dan audiens (consumers). Ketiga unsur tersebut saling

berhubungan dan berkaitan secara berkelanjutan, hingga pada akhirnya

mebentuk rutinitas yang mempengaruhi pemberitaan atau konten siaran dari

sebuah media radio.

c. Level Pengaruh Organisasi Media

Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada

sebuah media, kebijakan, serta tujuan dari sebuah media. Berangkat dengan

level sebelumnya yakni, level individu dan level rutinitas media, level

organisasi ini lebih berpengaruh dari kedua level tersebut. Hal ini disebabkan

23
kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik media melalui kepala stasiun

(Shoemaker et. al, 2013).

Banyak unsur yang harus dikritisi dalam level organisasi ini, seperti

struktur organisasi media, kebijakan, dan metode dalam menetapkan

kebijakan. Hal ini ditimbulkan oleh kebijakan perusahaan yang mengikat,

sehingga dapat mempengaruhi konten yang diproduksi. Titik utama pada

level ini adalah pemimpin atau pemilik media yang menentukan arah

kebijakan.

d. Level Pengaruh Luar Media

Level keempat dari teori ini adalah level pengaruh pada konten media

yang berasal dari luar organisasi media, yang juga disebut sebagai level ekstra

media. Pengaruh-pengaruh dari luar media itu diantaranya berasal dari sumber

berita atau sumber informasi, pengiklan dan penonton, kontrol dari

pemerintah, pangsa pasar dan teknologi (Shoemaker et. al, 2013).

Faktor-faktor ekstra media tersebut memiliki kekuatan yang tidak hanya

berupa profit, tetapi juga politik yang kemudian akan mempengaruhi

penyajian konten media. Oleh karena itu, perlu bagi setiap media untuk tetap

memperhatikan penyajian konten media agar bisa sejalan dengan faktor-faktor

ekstra media tersebut demi kelangsungan operasional media.

24
e. Level Pengaruh Ideologi Media

Setiap media massa memiliki ideologi yang dipegang sebagai landasan

berpikir dalam memgambil keputusan. Pada level ini nampak bagaimana

media berfungsi sebagai penyalur kepentingan tertentu di masyarakat.

Bagaimana rutinitas media, nilai-nilai, dan struktur organisasi berkolaborasi

mempertahankan ideology yang dominan yang dapat membentuk karakter

sebuah media.

Level ideologi ini apabila dibandingkan dengan level-level lain cenderung

lebih abstrak karena berkaitan dengan cara seseorang menafsirkan realita.

Ideologi yang dianut oleh media bisa terlihat dari konten yang disajikan.

Namun kembali lagi, semua terletak pada kebijakan media (Shoemaker et. al,

2013).

2.6 Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian skripsi ini, peneliti juga mengumpulkan

beberapa penelitian lain sebagai referensi yang relevan dengan topik ini. Untuk

itu, akan dijabarkan perbedaan antara penelitian-penelitian relevan tersebut

dengan penelitian yang diangkat dalam skripsi ini.

Pertama, penelitian oleh Nurjannah dari Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP

Universitas Riau. Jurnal ini diterbitkan pada Jurnal Dakwah Risalah Volume 29,

Nomor 2 Tahun 2018 dengan judul “Perencanaan Komunikasi dalam

Pengembangan Potensi Pariwisata Kab. Bengkalis”. Penelitian ini bertujuan

25
untuk menganalisis potensi objek wisata di Kabupaten Bengkalis dan

perencanaan komunikasi dalam mengembangkan potensi wisata di Kabupaten

Bengkalis. Untuk menggapai tujuan penelitiannya, Nurjannah menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian eksploratif. Adapun proses

pengumpulan data dilakukan melalui teknik triangulasi, dimana observasi,

wawancara, FGD dan pengumpulan dokumen dilakukan sekaligus.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rencana strategis untuk

pembangunan kawasan wisata yang sekarang menjadi inti ekonomi Kabupaten

Bengkalis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan

dihampir semua kecamatan, yang memiliki karakter dan potensi yang hampir

sama, berdasarkan konten lokal di kawasan itu, seperti potensi wisata alam dan

budaya.

Perbedaan antara penelitian Nurjannah dan penelitian skripsi ini yakni terletak

pada model komunikasi yang digunakan. Dalam mendeskripsikan objek

penelitiannya, Nurjannah menggunakan Model Komunikasi Interaksional,

sedangkan penelitian skripsi ini menggunakan Model Perencanaan Komunikasi

Cutlip dan Center.

Kedua, penelitian oleh Neti Sumiati Hasandinata dari Kominfo Bandung.

Penelitian ini diterbitkan pada Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan,

Volume 15 Nomor 1 Tahun 2014, dengan judul “Siaran Bahasa Sunda di RRI

Bandung dan Upaya Pelestarian Budaya Lokal”. Tujuan dari penelitian ini adalah

26
untuk mendeskripsikan bagaimana RRI Bandung mengembangkan dan

melestarikan kesenian Sunda, bagaimana kendalanya dan bagaimana respon

pendengar.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, sedangkan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan

informan kunci yang terdiri dari beberapa pihak. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa RRI Bandung konsisten dalam melaksanakan siaran budaya Sunda

melalui Programa 4 dengan berbagai tampilan acara.

Perbedaan antara kedua penelitian ini terletak pada objek penelitian, yang

mana penelitian Hasandinata mengangkat soal pelestarian bahasa Sunda,

sedangkan penelitian ini mengangkat objek terkait pelestarian budaya lokal

gorontalo secara luas melalui program siaran budaya. Perbedaan lainnya terdapat

pada ranah topik penelitian terkait perencanaan komunikasi.

Ketiga, penelitian oleh Syahril Furqany, dkk dari Universitas Hasanuddin.

Penelitian ini diterbitkan pada Jurnal Komunikasi KAREBA, Volume 4, Nomor

1 Tahun 2015 dengan judul “Manajemen Program Siaran Lokal Aceh TV dalam

Upaya Penyebarluasan Syariat Islam dan Pelestarian Budaya Lokal”. Tujuan dari

penelitian ini adalah menganalisis aktivitas manajemen dan performa organisasi

media televise ACEH TV dalam upaya penyebarluasan syariat Islam dan

pelestarian budaya lokal di Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif

dengan menghadirkan beberapa informan terkait.

27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aceh TV sebagai media televise yang

berada di Aceh telah melakukan manajemen penyiaran sesuai dengan standar

broadcasting sebuah tv lokal. fungsi agenda setting media massa yang diterapkan

Aceh TV dalam mempengaruhi masyarakat Aceh untuk penyebarluasan syariat

islam dan menjaga kearifan lokal setempat. Hal ini terlihat dari semua program

acara yang ditayangkan merupakan program budaya lokal yang bernuansa syariat

Islam, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan.

Perbedaan antara penelitian Furqany, dkk dengan penelitian skripsi ini terletak

pada pembahasan. Adapun penelitian Furqany, dkk membahas soal manajemen

penyiaran, sedangkan penelitian skripsi ini membahas ranah perencanaan

komunikasi.

Lebih lanjut, penjabaran terkait penelitian-penelitian relevan dalam penelitian

skripsi ini telah dirangkum dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Judul
Metode
No. Penelitian/ Persamaan Perbedaan
Penelitian
Nama

1. Perencanaan Deskriptif Mendeskripsikan Model


Komunikasi kualitatif perencanaan komunikasi
dalam komunikasi untuk yang digunakan,
Pengembangan mencapai tujuan penelitian ini
Potensi program yang menggunakan
Pariwisata Kab. diangkat, sebagai Model
Bengkalis tujuan penelitian. Komunikasi
(Nurjannah, Interaksional.

28
2018).

2. Siaran Bahasa Deskriptif Fokus penelitian Perbedaan


Sunda di RRI kualitatif terhadap diobjek
Bandung dan bagaimana RRI penelitian dan
Upaya Bandung pembahasan
Pelestarian mengembangkan terkait
Budaya Lokal dan melestarikan Perencanaan
(Hasandinata, kesenian Sunda. Komunikasi,
2014). antara RRI
Bandung dan
Radio Suara
RH.

3. Manajemen Deskriptif Mendeskripsikan Berbeda pada


Program Siaran kualitatif upaya media pembahasan,
Lokal Aceh TV dalam penelitian
dalam Upaya menyebarluaskan Furqani et.al
Penyebarluasan budaya lokal dan membahas
Syariat Islam dan nilai-nilai manajemen
Pelestarian keyakinan program siaran,
Budaya Lokal masyarakat sedangkan
(Furgany et.al, setempat. penelitian ini
2015). membahas
perencanaan
komunikasi.

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini dimulai dengan kedudukan Radio

Suara Rakyat Hulonthalo (RH) sebagai Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL)

maka kewajiban dari LPPL ini untuk senantiasa melakukan penyiaran-penyiaran

atas program-program yang mengeksplorasi potensi kebudayaan Gorontalo.

29
Tentu dalam proses penyiaran, harus dilakukan Perencanaan Komunikasi

yang tepat. Baik itu melalui proses menemukan fakta, perencanaan program,

mengkomunikasikan temuan dan ide program kepada khalayak internal dan

eksternal, hingga mengevaluasi capaian dari program-program budaya di Radio

Suara RH.

Jika proses perencanaan komunikasi ini dijalankan dengan baik, maka hal ini

akan mendukung terjaganya eksistensi dan penyebarluasan budaya Gorontalo

kepada masyarakat pendengar. Kemudian, jika eksistensi budaya ini terjaga

melalui program siaran budaya Radio RH maka hal ini juga akan berdampak

kepada meluasnya cakupan pendengar dari Radio Suara RH.

Berdasarkan uraian diatas, berikut kerangka berpikir pada penelitian skripsi

ini tergambar dalam tabel kerangka berpikir di bawah ini :

30
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Sumber : Data Primer (2022)

31
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Stasiun Radio Suara Rakyat Hulonthalo, yang

berlokasi di Blokplan Perkantoran Provinsi Gorontalo, Desa Tinelo Ayula

Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango. Adapun waktu

penelitian akan dilaksanakan pada kisaran bulan Januari – Juni 2022. Berikut

rincian waktu rencana penelitian:

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

JADWAL KEGIATAN BULAN PELAKSANAAN 2022

JAN FEB MAR APR MEI JUN

1. Pra pelaksanaan penelitian

a. Observasi awal

b. Pengajuan judul penelitian

c. Pembuatan proposal penelitian

d. Pengurusan administrasi

32
e. Penentuan instrument penelitian

2. Pelaksanaan penelitian

a. Pengumpulan data

b. Proses bimbingan

c. Pengolahan data

3. Penyusunan laporan

a. Penyusunan

b. Penyusunan hasil penelitian

Sumber : Data Primer (2022)

3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif.

Moleong (2005) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara

holistik. Melalui deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

yang bertujuan untuk menggambarkan berbagai kondisi atau situasi yang timbul

33
di masyarakat yang menjadi objek penelitian, kemudian menarik ke permukaan

sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi dan situasi tersebut (Bungin,

2001). Melalui metode ini, peneliti berharap dapat menggali dan menggambarkan

secara mendalam tentang topik “Perencanaan komunikasi dalam program budaya

di Radio Suara RH”.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang dapat memberikan data maupun

informasi yang dibutuhkan terkait masalah perencanaan komunikasi pada

program siaran budaya di Radio Suara RH. Untuk mendapatkan data yang

kredibel, maka peneliti harus melakukan wawancara dengan informan yang

berkompeten sesuai dengan pertanyaan penelitian. Kriteria pemelihan informan

didasarkan pada kredibilitas dan keterlibatan secara langsung mereka dalam

program siaran budaya di Radio Suara RH. Berikut daftar informan dalam

penelitian ini :

Tabel 3.2 Subjek Penelitian

NO. NAMA POSISI/ JABATAN

1. Leisyawati Ali Kepala Stasiun Radio Suara RH

2. Mohamad Rifandy Wahab Koodinator Program dan Penyiaran

Radio Suara RH

3. Pak Kuni Penyiar dan Produser Program Siaran

34
“Lipu’u”

4. Ruslan Penyiar dan Produser Program Siaran

“Banthayo lo RH”

Sumber : Data Primer (2022)

3.4 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu, masalah atau fenomena berkaitan

Perencanaan Komunikasi dalam Program Budaya yang dilakukan di Radio Suara

RH Gorontalo. Dengan adanya objek penelitian ini, peneliti akan bisa menggali

informasi melalui Produser atau Koordinator Penyiaran dan Kepala Stasiun pada

stasiun radio ini terkait aktivitas menyebarluaskan budaya Gorontalo melalui

program budayanya.

3.5 Sumber Data dalam Penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian

ini terdapat dua sumber data yaitu :

a. Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber

asli atau pihak pertama yaitu Kepala Stasiun Radio Suara RH dan Produser

atau Koodinator Program dan Penyiaran yang nantinya akan memberikan

penjelasan melalui wawancara terkait perencanaan komunikasi, dalam hal ini

bagaimana strategi tersebut digunakan pihaknya untuk bisa melestarikan dan

menyebarluaskan budaya Gorontalo. Data primer ini diperoleh secara

langsung dari sumber asli tanpa perantara. Data ini dapat berupa opini

35
perseorangan dari subjek, baik secara individu maupun kelompok, hasil

observasi terhadap suatu benda, kejadian atau kegiatan, serta hasil pengujian

(Sangadji dan Sopiah, 2010).

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

sebagai penunjang dari sumber pertama. Sumber data penelitian ini

merupakan data yang tidak didapat langsung dari informan atau sumbernya.

Data tersebut bisa diraih melalui penelusuran dari internet, literatur, maupun

media lainnya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang akan diambil berasal

dari berbagai catatan, file atau dokumentasi berupa foto yang akan

mendukung proses menggali informasi seputar penelitian di Radio Suara RH.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian skripsi ini menggunakan beberapa

cara untuk memperoleh data atau informasi yang sistematis dan akurat dari objek

yang hendak diteliti. Sehingga validitas dari data atau informasi tersebut bisa

dipertanggung jawabkan. Berikut teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti :.

a. Wawancara Terstruktur. Teknik ini merupakan cara menghimpun bahan

keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak

berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditetapkan.

Sebagaimana dikemukakan Fulham (2001) bahwa “Wawancara sebagai

sebuah percakapan, biasanya dilakukan oleh dua orang”. Tujuan dari metode

36
ini untuk memperoleh informasi dan pemahaman mengenai suatu isu

berkaitan dengan tujuan utama dan pertanyaan penelitian.

b. Observasi Non Partisipan. Teknik observasi dilakukan oleh peneliti untuk

mengamati obyek penelitian secara langsung yang dapat dilakukan secara

terang-terangan atau samar-samar. Dapat pula peneliti akan secara fleksibel

mengamati kondisi dan tidak selamanya berterus terang terhadap subjek

penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang dirahasiakan oleh Radio Suara

RH bisa diperoleh.

c. Studi Dokumentasi. Teknik ini dalam penelitian kualitatif merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Satori dan

Komariah (2012) mengemukakan bahwa studi dokumentasi merupakan proses

mengumpulkan dokumen dan data yang diperlukan dalam permasalahan

penelitian, lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan

menambah kepercayaan, serta pembuktian suatu kejadian. Dengan studi

dokumentasi, peneliti mengakumulasikan serta mempelajari berbagai

dokumen dan data tentang isu penelitian skripsi ini. Dokumen atau file yang

terkumpul akan menjadi bukti serta data pendukung..

3.7 Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini didasarkan pada Model Perencanaan

Komunikasi yang dikembangkan oleh Assifi & French, yang dikembangkan

dalam delapan tahapan, yaitu :

37
a. Analisis Masalah

Menganalisis masalah merupakan langkah pertama dalam menjalankan

program perenecanaan komunikasi. Disini, peneliti akan melihat bagaimana

langkah konkrit yang dilakukan Radio Suara RH dalam menganalisis masalah

erosi identitas budaya lokal yang terjadi pada masyarakat Gorontalo, yang

selanjutnya yang akan digunakan Radio Suara RH sebagai titik berangkat

dalam menyusun program komunikasi.

b. Analisis Khalayak

Pada tahap kedua ini, peneliti akan melihat bagaimana Radio Suara RH

menganalisis apa yang dibutuhkan oleh khalayak sasarannya. Utamanya,

peneliti akan melihat bagaimana Radio Suara RH meriset kebutuhan sentuhan

siaran yang memuat budaya lokal pada segmentasi yang telah diklasifikasi

berdasarkan karakteristik-karakteristik yang telah ditetapkan.

c. Menetapkan Tujuan

Pada langkah ketiga perencanaan ini, terlebih dahulu peneliti akan mengulik

alasan Radio Suara RH mengangkat program siaran budaya yang saat ini telah

disiarkan dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, apa tujuan dari program

siaran yang telah ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan khalayak.

d. Memilih Media

Dikarenakan subjek dari penelitian ini adalah radio yang merupakan saluran

komunikasi massa, maka pada tahapan ini peneliti akan melihat selain media

38
radio, medium apa saja yang digunakan Radio Suara RH untuk

mempromosikan program budayanya agar bisa menjangkau khalayak

sasarannya.

e. Mengembangkan Pesan

Berdasarkan rancangan format program siaran budaya yang berbeda-beda

pada Radio Suara RH, peneliti ingin mengamati bagaimana penyajian pesan

pelestarian budaya dalam tiap program budaya ini dikemas dan

dikembangkan. Apakah pesan disajikan secara informatif ataukah dalam

bentuk dialog bersama pendengar.

f. Merencanakan Produksi Media

Pada tahap ini, peneliti ingin mengamati bagaimana perencaan produksi

program siaran budaya di Radio Suara RH. Dalam hal ini meliputi, lagu atau

music apa saja yang digunakan, penggunaan dan variasi ID Station yang

nantinya akan memaksimalkan proses penyampaian pesan pada program

siaran budaya.

g. Merencanakan Manajemen

Di tahap ini, peneliti ingin melihat bagaimana seluruh elemen yang

mendukung program siaran budaya ini dikoordinir. Mulai dari penyusunan

jadwal siaran, penentuan penyiar yang akan merepresentasikan program siaran

budaya, hingga penentuan penanggung jawab yang akan memproduksi elemen

siaran.

39
h. Monitoring dan Evaluasi

Pada tahap terakhir ini, peneliti ingin melihat apakah Radio Suara RH

melakukan monitoring dan evaluasi rutin terkait sejauh mana keberhasilan

atau capaian dari program siaran budaya ini. Tolak ukur dari keberhasilan

program berdasarkan tujuan program budaya yang telah dirumuskan Radio

Suara RH.

Setelah menganalisis program siaran budaya melalui tahapan-tahapan

perencanaan komunikasi di atas, berangkat dari itu peneliti ingin melihat

bagaimana hasil dari analisis perencanaan komunikasi ini dipengaruhi oleh

aspek-aspek yang berada dalam Radio Suara RH itu sendiri maupun aspek-aspek

diluar organisasi media ini. Untuk mendukung analisis tahap kedua ini, peneliti

akan melihatnya melalui Teori Hirarki Pengaruh pada konten program siaran

budaya Radio Suara RH.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan
Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
Barnouw, Victor. 1985. Culture and Personality. Dorsey Press, University of
California.

Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta: PT.


RajaGrafindo Aksara.
Davidson, G. 1991. “A Heritage Handbook” dalam Triwardhani, R dan Rochayanti,
C (eds). Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya Pelestarian
Budaya Lokal, Reformasi, Vol. 4.
Efendy, Onong Uchana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
------------------------------- 1990. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT. Raja.
Grafindo Persada.
Ernsteins, R. 2011. Governance and Communication for Sustainable Coastal
Development: The contents of this publication represent the views of the
publishers. The authorities are not responsible for the contents of this
project. INDECON (Indonesian Ecotourism Network). INDECON Brochure
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
J. B. Wahyudi. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran. Jakarta: Gramedia.

Komariah, Aan dan Satori, Djam'an. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bandung: Alfabeta.

Masduki. 2004. Menjadi Broadcaster Profesional. Jogjakarta : Lkis

Middelton, John. 1990. Approaches to Coomunication Planning, Paris. Unesco.


Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Rosdakarya.

41
Mubah. A Safaril. 2011. Strategi meningkatkan daya tahan budaya lokal dalam
menghadapi arus globalisasi. Departemen Hubungan Internasional, FISIP,
Universitas Airlangga, Surabaya. Vol. 24, Nomer 4.
Romli M., Asep Syamsul. 2009. Basic Announcing: Dasar-dasar Siaran Radio.
Bandung: Nuansa.

Sangadji, E.M, dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Yogyakarta.

Solihin, Ismail. 2009. Pengantar Manajemen. Erlangga, Jakarta


Yasir. 2011. Perencanaan Komunikasi. Pekanbaru: Pusat Pengembangan Pendidikan
Universitas Riau.
Wibowo, Fred. 2012. Teknik Produksi Program Siaran Radio. Yogyakarta: Rona
Pancaran Ilmu.
Sedyawati, Edy. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan
Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Rumusan Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 di Yogyakarta, 8-11 Oktober 2013.
Smith, L. 1996. “Significance Concepts in Australian Management Archeology”
dalam Triwardani, R dan Rochayanti, C (eds). Implementasi Kebijakan Desa
Budaya dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal, Reformasi, Vol. 4.
Wibowo, Fred. 2012. Teknik Produksi Program Radio Siaran Buku 1: Mengenal
Medium dan Program Radio Siaran (cet. Ke-1). Yograkarta: Grasia Book
Publisher.

42

Anda mungkin juga menyukai