i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Sumarto, 2019). Budaya menjadi
sebuah bentuk dari ekspresi masyarakat dan preservasi sejarah yang masih hidup
sampai sekarang. Budaya tidak terbatas ke bentuk apapun selama hal tersebut
merupakan hasil dari konstruksi masyarakat yang diwariskan turun-temurun.
Contoh umum budaya masyarakat bisa berbentuk bahasa, sistem pengetahuan,
sistem sosial, mata pencaharian, teknologi, kesenian, dan kepercayaan.
Rata-rata budaya yang eksis di negara manapun umumnya berakar dari
kepercayaan (Arroisi, 2021). Oleh karena itu, budaya dan religi dapat bercampur
menjadi satu. Sehingga tidak jarang bentuk budaya seperti tarian, adat, perayaan,
dan sebagainya berkaitan dengan religi. Contoh budaya yang berkaitan dengan
religi adalah Naik Dango. Upacara adat Naik Dango memiliki tujuan sebagai
ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Jubata (Sang Pencipta) atas panen padi
yang diperoleh (Saarni dkk, 2021). Kemudian, selain Naik Dango, juga terdapat
budaya Cap Go Meh. Cap Go Meh adalah akhir dari rangkaian perayaan tahun baru
Imlek yang dilakukan setiap tanggal 15 pada bulan pertama penanggalan Tionghoa
(Sanjaya dkk, 2022). Salah satu budaya masyarakat Tionghoa yang berkaitan
dengan Cap Go Meh dan berhubungan erat dengan kepercayaan, adalah budaya
Tatung. Tatung yang dalam bahasa Mandarinnya disebut dengan Jitong adalah hasil
kepercayaan masyarakat yang istimewa (Purmintasari dan Yulita, 2017)
Tatung adalah hasil atau produk yang berasal dari upacara agama Dao.
Eksistensi Tatung bermula dari kedatangan etnis Tionghoa ke Singkawang melalui
undangan Sultan Brunei Darussalam. Saat itu, terjadi wabah penyakit campak yang
memakan cukup banyak korban dari kalangan masyarakat Tionghoa. Tatung
kemudian menjadi sosok yang menyembuhkan etnis Tionghoa dari wabah penyakit
tersebut (Suryadi dan Azeharie, 2020). Sejak itu, masyarakat Singkawang
khususnya masyarakat Tionghoa menjadikan praktik Tatung sebagai sebuah
budaya yang dijalankan untuk menyembuhkan penyakit dan mengusir roh jahat.
Atraksi Tatung dilaksanakan pada saat pelaksanaan Festival Cap Go Meh di Kota
Singkawang setiap tahunnya. Atraksi Tatung di Kota Singkawang merupakan
atraksi Tatung terbesar yang diadakan karena atraksi Tatung tersebut diikuti hingga
mencapai 1000 Tatung (Djunaid dkk, 2022). Pada pelaksanaan atraksi ini, Tatung
akan diarak mengelilingi Kota Singkawang dalam keadaan “tidak sadar” karena
mereka telah dirasuki oleh roh baik yang mengendalikan mereka. Berkat roh baik
yang merasuki tubuh seorang Tatung, mereka dapat melakukan hal-hal yang tidak
dapat dilakukan manusia biasa, seperti menusukkan senjata tajam, memakan daging
hewan mentah, dan berjalan diatas pecahan kaca yang tajam. Ilmu Tatung bersifat
turun-temurun, yang artinya seseorang dapat menjadi Tatung jika ada pendahulu
2
dari keluarga yang menjadi Tatung. Ilmu Tatung merupakan sebuah anugerah yang
diberikan oleh dewa kepada manusia, sebagai perantara dewa dalam menolong
manusia. Budaya Tatung sudah diakui secara nasional ditandai dengan hadirnya
Presiden Joko Widodo pada perayaan Cap Go Meh tahun 2017 (Suryadi dan
Azeharie, 2020).
Tatung memiliki keunikan yang berbeda dari tradisi lainnya dikarenakan
fungsi dan nilai religiusnya yang dapat menjadi alat komunikasi antara dunia roh
dan dunia manusia (Juniardi & Marjito, 2018). Berbeda dengan perayaan Cap Go
Meh lainnya di dunia, Tatung menghadirkan atraksi dan tradisi yang sudah
terasimilasi dengan etnis Dayak yang berada di Kalimantan Barat. Oleh karena itu,
dalam perayaan Cap Go Meh, Tatung tidak hanya menampilkan budaya dari etnis
Tionghoa saja tetapi juga menampilkan kebudayaan yang bernuansa Dayak.
Keunikan dan atraksi ekstrim Tatung memiliki potensi pariwisata yang berstandar
internasional. Budaya Tatung sebagai atraksi dan destinasi pariwisata internasional
yang masih bisa dikembangkan, menjadi alasan mengapa penelitian ini harus
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kebudayaan adalah tradisi penting yang diwariskan dan dapat menjadi
kekuatan nasional suatu negara dalam bentuk soft power. Oleh karena itu, penelitian
ini mengkaji kebudayaan Tatung Tionghoa sebagai soft power yang memiliki
potensi pariwisata Internasional. Dapat diinterpretasi bahwa soft power adalah
kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan
daya tarik, bukan menggunakan penekanan atau pemaksaan seperti yang terjadi di
masa-masa sebelumnya (Yani dkk, 2018).
Kebudayaan Tatung yang dimiliki etnis Tionghoa merupakan suatu bentuk
tradisi masyarakat lokal yang memberikan dampak berupa soft power, yaitu warisan
budaya dan identitas daerah. Diplomasi kebudayaan yang sering disebut sebagai
soft diplomacy merupakan bagian dari soft power dan mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan dengan hard power sebagai salah satu langkah untuk menjalin
hubungan dengan negara lain juga sebagai pendamping serta pendukung dari usaha
hard power (Nuraini, 2017).
Budaya Tatung yang dilakukan oleh masyarakat Dayak-Tionghoa
merupakan suatu parade atraksi kesaktian yang mengikuti tradisi yang telah
diwariskan secara turun-temurun, yang dipercaya sebagai ritual Tolak Bala
terhadap kesialan dan wabah. Budaya merupakan suatu bentuk soft power yang
dimiliki negara untuk menjadi daya tarik dan pengaruh kepada banyak khalayak.
Potensi Tatung sebagai soft power dalam pengaruhnya sebagai penarik wisatawan
internasional sangat tinggi. Hal ini dilandasi oleh keunikan atraksi Tatung yang
berbeda dengan tradisi dan atraksi dari masyarakat Tionghoa lainnya di seluruh
dunia. Dalam teori soft power, warisan budaya dapat menjadi bentuk pengaruh dan
kekuatan untuk menarik banyak orang yang dapat memberikan keuntungan bagi
negara. Pariwisata budaya memiliki dimensi ekonomi yang sangat substansial
karena pendapatan yang diperoleh dari pariwisata mendukung pelestarian budaya
dan warisan budaya (Pitanatri, 2021). Tradisi Tatung yang berasal dari etnis
Tionghoa merupakan bentuk warisan budaya yang telah mengakar dalam
masyarakat, yang terus dilestarikan dan memiliki potensi ekonomi tinggi sebagai
atraksi pariwisata dan soft power yang dimiliki oleh negara Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti bersifat deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Jenis dan pendekatan yang digunakan dinilai mendukung
peneliti dalam mendapatkan informasi yang lengkap dan valid dari berbagai
perspektif sehingga peneliti mampu mendapat pemahaman mengenai budaya
Tatung yang mendalam. Hal tersebut tentunya diperlukan agar peneliti dapat
menentukan secara pasti potensi budaya Tatung sebagai aset pariwisata
internasional.
6
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
Tabel 4.1 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya
No Jenis Pengeluaran Sumber Dana Besaran Dana
Jumlah 12.000.000
Belmawa 10.000.000
Jumlah 12.000.000
DAFTAR PUSTAKA
Arroisi, J., dkk. 2021. Problematika Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Sebagai
Agama Asli Indonesia. Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial, dan Budaya.
6(2): 138-155. https://doi.org/10.25217/jf.v6i2.1739
Djunaid, I.S., dan Lisanti, F. 2022. Potential Attractiveness of Singkawang Cap Go
Meh Festival. Jurnal Cakrawala Ilmiah. 2(4): 1699-1708.
https://doi.org/10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v2i4.4600
Iga, S.M., dan Andi, A. 2021. Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas
Sosial Tradisi Si Semba' di Era Globalisasi (Studi penelitian di Daerah
Kandeapi Tikala, Toraja Utara). Pinisi Journal of Sociology Education
Review. 1(2): 1-10.
Juniardi, K. Marjito, E.R. 2018. Urgensi Pendidikan Multikultural dalam
Masyarakat Plural (Studi Kasus di Kota Singkawang). Handep. 1(2): 17-34.
https://doi.org/10.33652/handep.v1i2.11
Langgi, N.R., dan Susilaningsih. 2022. Analisis Implementasi Pendidikan
Keuangan pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 6(3): 2429-2438.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1625
Miles, M. B., dan Huberman, A. M. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI
Press.
Nuraini. 2017. Diplomasi Kebudayaan Jepang Terhadap Indonesia dalam
Mengembangkan Bahasa Jepang. JOM FISIP. 4(2).
Purmintasari, Y. D., dan Yulita, H. 2017. Tatung Perekat Budaya Singkawang,
Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. 14(1): 1-7.
http://dx.doi.org/10.21831/socia.v14i1.15886
Saarni. E., Sulha, dan Rohani. 2021. Nilai Kearifan Lokal dalam Upacara Adat Naik
Dango Sebagai Civic Culture Pada Masyarakat Dayak Kanayatn. Character
and Civic: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Karakter. 1(2): 41-
51.
Sanjaya, I., Suswandari, S., dan Gunawan, R. 2022. Nilai–Nilai Tradisi Budaya Cap
Go Meh pada Masyarakat Cina Benteng di Tangerang Sebagai Sumber
Pembelajaran di Sekolah. Satwika: Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan
Sosial. 6(2): 385–402. https://doi.org/10.22219/satwika.v6i2.23163
Sumarto. 2019. Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi,
Bahasa, Pengetahuan, Sosial, Kesenian dan Teknologi”. Jurnal
Literasiologi. 1(2): 144-159. https://doi.org/10.47783/literasiologi.v1i2.49
Suryadi, F.F., dan Azeharie, S. 2020. Tatung Sebagai Budaya Masyarakat Tionghoa
(Studi Komunikasi Ritual Tatung di Singkawang). Koneksi. 4(1): 90–97.
https://doi.org/10.24912/kn.v4i1.6615
11
12
13
14
15
4 NIDN 199012082023211020/0008129005
1 Diplomasi Wajib 3
11 Kewarganegaraan Wajib 2
1 Belanja Bahan
2 Belanja Sewa
3 Perjalanan Lokal
4 Lain-lain