Pada Sabtu kemarin, Presiden Joko Widodo melalui konferensi pers yang ditayangkan pada
akun YouTube Sekretariat Presiden, resmi mengumumkan keputusan terkait kenaikan harga
bahan bakar minyam (BBM) bersubsidi. Harga pertalite pun naik menjadi Rp.10.000 per liter
dari harga sebelumnya yakni, Rp.7.650 per liter. Meskipun menuai banyak pergolakan oleh
masyarakat, tak dapat dipungkiri bahwa pengalihan subsidi BBM ini merupakan keputusan berat
Kenaikan harga BBM bersubsidi ini mengisyaratkan bahwa akan terjadi gejolak pada
beberapa sektor lain, sebagaimana yang diperkirakan oleh seorang ekonom dari Institute of
Development of Economics and Finance, Nauliul Huda. Prediksi terdekat terkait dampak
kenaikan BBM bersubsidi terlihat pada kenaikan inflasi yang mungkin saja akan meningkat.
Pada awal Semptember ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi di Indonesia
pada bulan Juli 2022 yang tumbuh 0,64% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Dalam praktik ekonomi sehari-hari, secara otomatis kenaikan harga solar akan mendorong
kenaikan harga barang yang akan diangkut oleh kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar
dan pertalite. Harga kebutuhan masyarakat disinyalir akan semakin meningkat pula, mulai dari
harga sayuran, kebutuhan pokok lain, hingga barang-barang non-esensial. Tentu saja, kalangan
masyarakat yang paling rentan terkena dampak signifikan dari keputusan ini adalah masyarakat
menengah ke bawah.
Tidak hanya pada skala sektor ekonomi, kenaikan BBM ini juga akan berimbas pada aspek
sosial masyarakat Indonesia. Penggunaan BBM sangat diperlukan dalam kegiatan operasional
sebuah perusahaan, sehingga jika harga BBM semakin tinggi maka akan menyulitkan
pembiayaan produksi di hampir seluruh lini bisnis. Pada akhirnya, perusahaan akan