Anda di halaman 1dari 2

Fenomena pembayaran Prospektif

Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based


payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran
pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix
adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis
yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama,
pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. Sistem casemix
saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di negara-
negara maju dan sedang dikembangkan di negara-negara berkembang.

Selama beroperasi, BPJS Kesehatan mengalami banyak masalah, terutama terkait


warga miskin yang menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Salah satu
masalah yang mencolok adalah buruknya pelayanan kesehatan yang dialami oleh
pasien BPJS Kesehatan. Misalnya, masalah yang dialami oleh suami Ibu Iing (Siti
Jamilah), anggota Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), sebuah organisasi
rakyat miskin. Suami Ibu Iing terlambat didiagnosa menderita penyakit jantung,
sehingga akhirnya meninggal dunia.

Almarhum baru menerima diagnosa yang tepat setelah menerima berbagai diagnosa
lain yang tidak tepat. Pasalnya, pihak RS enggan menggunakan alat yang tepat
dalam melakukan diagnosa. Baru pada diagnosa yang kesekian, di RS yang
kesekian, dengan menggunakan alat yang disebut “teropong,” akhirnya diketahui
fungsi jantung almarhum sudah menurun hingga hanya 30 persen. Tindakan yang
harus dilakukan adalah operasi pemasangan ring pada jantung almarhum dengan
resiko kematian yang besar. Peristiwa ini pun berujung pada meninggalnya suami
Ibu Iing.

Masalah lain adalah penolakan pasien PBI oleh RS dengan alasan ketiadaan ruang
rawat inap kelas III. Dalam Perpres No. 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, manfaat
kelas ruang perawatan yang bisa didapat pasien PBI adalah ruang perawatan kelas
III.

Meski penolakan ini bisa disebabkan oleh karena kamarnya memang tidak ada.
Tetapi, bisa juga kamarnya sebenarnya ada, namun pihak RS berbohong, karena
enggan fasilitasnya dipakai oleh pasien PBI. Pihak RS memang sering berbohong
tentang ketersediaan ruang rawat inap bagi pasien BPJS Kesehatan. Karena itu,
ketika mengadvokasi pasien BPJS Kesehatan yang membutuhkan ruang rawat inap,
organiser SPRI biasanya memeriksa sendiri ke seluruh lantai RS apakah ada kamar
yang kosong atau tidak.

Kebohongan serupa juga ada saat pengambilan obat. Seringkali awalnya dikatakan
bahwa obat tertentu yang dibutuhkan tidak bisa diklaim. Namun, setelah ditekan,
baru diakui bahwa obat tersebut sebenarnya bisa diklaim. ”Tapi tetap obat dimainin
juga, ada suruh beli, karena tidak ditanggung katanya…. Saya langsung mengadu
ke Rio. Ternyata Rio telepon. Tidak lama, itu obat lancar. Tidak pakai beli, tidak
apa,” kata Ibu Iing. Petugas obat itu baru jujur kepada Ibu Iing, setelah mendapat
tekanan dari Rio Ayudhia, Sekretaris Wilayah SPRI DKI Jakarta.
Pertanyaannya, kenapa bisa muncul banyak masalah pelayanan buruk dalam BPJS
Kesehatan? Kenapa RS terlihat enggan fasilitasnya dipakai atau tidak serius dalam
menangani pasien BPJS Kesehatan? Banyak masalah pelayanan buruk ini berujung
pada sistem tarif BPJS Kesehatan dan logika akumulasi laba dari dunia fasilitas
kesehatan Indonesia. Yang dimaksud dengan sistem tarif di sini adalah sistem
pembayaran klaim fasilitas kesehatan oleh BPJS Kesehatan.

Pertanyaannya, kenapa BPJS Kesehatan menerapkan sistem tarif prospektif?


Karena BPJS Kesehatan dirancang bukan hanya untuk memberikan perlindungan
kesehatan, tetapi juga untuk menggalang dana dari masyarakat dalam rangka
membantu keuangan Negara. Oleh sebab itu, sampai derajat tertentu, BPJS
Kesehatan harus beroperasi dengan logika bisnis, menambah pendapatan dan
menekan pengeluaran. Sistem tarif prospektif yang menjadi salah satu penyebab
masalah pelayanan buruk, diterapkan dalam rangka menekan pengeluaran.

Fenomena sistem Retrospektif


Metode pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas
layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas
layanan yang diberikan, semakin banyaklayanan kesehatan yang diberikan semakin
besar biaya yang harus dibayarkan.

Fee for Service Payment-Payment per items


Merupakan metode pembayaran dengan cara pasien atau penanggung dana
membayar secara penuh kepada penyedia layanan kesehatan setelah layanan
kesehatan selesai dilakukan. Metode ini sering disebut sebagai pembayaran per
item pelayanan, misalnya berupa tindakan diagnosis, terapi, dan pelayanan
kesehatan. Jumlah yang dibayar sesuai dengan apa yang tertera pada tagihan.
Pembayaran dihitung per hari perawatan dengan cara lump sum per hari yang
dimulai ketika pasien melakukan admisi di rumah sakit. Metode ini merupakan
bentuk pembayaran
yang paling tidak efisien karena menyebabkan kenaikan biaya perawatan
kesehatan.
Fee for Service Payment-Payment per day

Metode ini menyatukan semua jasa yang dilakukan setiap harinya sehingga
pembayaran dilakukan secara lump sum untuk tiap hari rawat inap. Tidak adanya
insentif untuk melakukan prosedur yang mahal, namun ada insentif untuk
memperpanjang waktu tinggal di pusat layanan kesehatan atau Length of Stay
(LOS).

Anda mungkin juga menyukai