Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film merupakan salah satu media massa yang menampilkan rangkaian gambar
bergerak mengikuti alur cerita yang dimainkan oleh para pemeran yang diproduksi
untuk memberikan pesan kepada audiens. Hadirnya film umumnya mengangkat isu
kehidupan dan permasalahan yang ada di dunia nyata yang tak lepas dari konteks
budaya setempat. Salah satu isu dan realitas yang diangkat dalam sebuah film adalah
mengenai feminism dan ketidakadilan gender.

Legenda Puteri Gunung Ledang diangkat dalam karya tari berdasarkan film.
Film dalam bentuk VCD yang berjudul Puteri Gunung Ledang a Legendary Love,
karya Saw Teong Hin, yang dirilis pada tahun 2004 dan dikeluarkan oleh Golden
Satelit Marketing SDN BHD, Kuala Lumpur, mengangkat kisah dari legenda Puteri
Gunung Ledang. Puteri Gunung Ledang a Legendary Love dibintangi oleh pemain
film dari Malaysia, yaitu Tiara Jacquelina berperan sebagai Gusti Puteri Raden Ajeng
Retno Dumilah, M. Nasir berperan sebagai Hang Tuah, dan Dato’ Rahim Razali
berperan sebagai Sultan Mahmud Shah. Puteri Gunung Ledang a Legendary Love
juga dibintangi oleh pemain film dari Indonesia, yaitu Alex Komang sebagai Gusti
Adipati Handaya Ningrat, Christine Hakim sebagai pengasuh Gusti Puteri Raden
Ajeng Retno Dumilah, serta Sofia Jane sebagai Tun Teja.

Film Puteri Gunung Ledang berkisahkan tentang cinta sejati antara dua insan
yang terhalang oleh kasta dan takdir. Puteri Gunung Ledang atau yang disebut juga
Gusti Puteri Raden Ajeng Retno Dumilah merupakan wanita yang berparas cantik
yang merupakan adik dari Raja Kerajaan Majapahit yaitu Gusti Adipati Handaya
Ningrat. Kebesaran cinta Gusti Puteri Raden Ajeng Retno Dumilah membuatnya rela
jauh-jauh menuju Melaka untuk menyusul sang kekasihnya yaitu Hang Tuah. Namun
tak disangka, takdir tak meng-iyakan mereka. Berbagai permasalahan terjadi akibat
percintaan antara dua insan itu. Rencana awal Gusti Adipati Handaya Ningrat yaitu
menjodohkan Gusti Puteri Raden Ajeng Retno Dumilah dengan Sultan Mahmud
Syah, seorang sultan Kerajaan Melaka. Namun karena penolakan yang dilontarkan
oleh Gusti Puteri Raden Ajeng Retno Dumilah ia mendapat sumpah, sumpahnya yaitu
bagi siapa saja yang mengunjunginya di Gunung Ledang maka orang itu akan
bermuntahkan darah.

Berdasarkan data yang dikemukakan oleh World Economic Forum peringkat


kesetaraan gender di Indonesia dan Malaysia terbilang rendah. Indonesia menduduki
peringkat

Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan hubungan


sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin
laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Ini disebabkan yang dianggap
masakulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap feminine dalam budaya lain. Dengan
kata lain, ciri maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan
semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.

Ketidakadilan gender merupakan sebuah kondisi ketika salah satu gender


dirugikan bahkan menjadi korban ketika berhubungan dengan gender yang lain.
Ketidakadilan gender ini biasanya terjadi akibat adanya perbedaan ruang dan peran
bagi setiap gender dalam berbagai aspek. Perbedaan ruang dan peran ini biasanya
diciptakan oleh ideologi, struktur dan sistem sosial budaya yang dianut oleh
masyarakat. Perbedaan ruang dan peran dalam ketidakadilan gender dikelompokkan
dalam lima bentuk ketidakadilan gender. Lima bentuk ketidakadilan gender tersebut
adalah marginalisasi, subordinasi, pandangan stereotipe, kekerasan dan beban kerja.

Permasalahan atau fenomena, mengapa penulis memilih Film Puteri Gunung


Ledang menjadi bahan penelitian adalah karena di Indonesia dan Malaysia khususnya
masih terdapat ketidakadlian gender. Lalu kedudukan perempuan dalam karya sastra
maupun film masih didominasi oleh laki-laki. Salah satu bentuk ketidakadilan yang
dialami oleh tokoh Gusti Puteri Raden Ajeng Retno Dumilah yaitu tentang
marginalisasi yang membuatnya harus tunduk dan taat sebagai perempuan
bangsawan, yang mana takdir dan kodratnya adalah mengurus istana dan seyogyanya
tidak mengikuti kata hatinya untuk pergi ke negeri seberang untuk menyusul
kekasihnya yaitu Hang Tuah.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kritik sastra feminis
dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Alasan mengapa Film Puteri
Gunung Ledang cocok dianalisis menggunakan teori kritik sastra feminis ialah
diadalam film tersebut muncul adanya ketidakadilan gender yaitu diantaranya adalah
marginalisasi dan subordinasi yang dialami oleh tokoh Gusti Puteri Raden Ajeng
Retno Dumilah

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk ketidakadilan gender dalam Film Puteri Gunung Ledang

Anda mungkin juga menyukai