Anda di halaman 1dari 7

Reverse Auction dan Strategi Pengadaan

Juni 20, 2020 PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 10,402 Dilihat

Pendahuluan

Pemasukan Penawaran Berulang (reverse auction) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16


tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018), sebagaimana
disebutkan di Pasal 1 angka 42 yang berbunyi “E-reverse Auction adalah metode penawaran
harga secara berulang.” Merupakan sebuah pilihan dalam proses pemilihan penyedia.

Mengapa saya sebutkan sebagai sebuah pilihan? Disebutkan dalam Pasal 50 ayat (11) bahwa
“Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse
Auction).”

Dengan demikian karena dibunyikan “dapat dilakukan”, maka dapat dipahami bahwa Reverse
Auction menjadi sebuah pilihan, boleh dilakukan, boleh juga tidak dilakukan.

Situasi seperti apa yang menjadikan reverse auction dari sisi manajemen pengadaan barang/jasa
pemerintah (PBJP)?

Aspek Regulasi

Ketentuan tentang Reverse Auction disebutkan dalam Perpres 16/2018 pada pasal-pasal sebagai
berikut :

 Pasal 1 angka 42 Perpres 16/2018;


 Pasal 50 ayat (11) Perpres 16/2018;

Dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 tahun 2018
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan melalui Penyedia (PerLKPP 9/2018), kembali
keberadaan E-Reverse Auction disebutkan di :

 Halaman 27 Lampiran PerLKPP, berbunyi “Metode penyampaian penawaran dalam


Tender Cepat menggunakan penyampaian penawaran harga berulang (E-reverse
Auction).”
 Halaman 41 Lampiran PerLKPP bagian 3.8
 Halaman 76 Lampiran PerLKPP bagian 4.2.8
 Halaman 90 Lampiran PerLKPP bagian 5.1.2
 Halaman 95 hingga 96 Lampiran PerLKPP bagian 5.5

Apakah yang dimaksud dengan pemasukan penawaran berulang atau dikenal dengan reverse
auction yang dilakukan secara elektronik pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) ini?
e-Reverse Auction atau Pemasukan penawaran berulang secara elektronik dijelaskan dalam
PerLKPP 9/2018 merupakan metode penyampaian penawaran secara berulang yang dapat
dilaksanakan dengan :

1. Sebagai tindak lanjut tender yang hanya terdapat 2 (dua) penawaran yang lulus evaluasi
teknis untuk berkompetisi kembali dengan cara menyampaikan penawaran harga lebih
dari 1 (satu) kali dan bersifat lebih rendah dari penawaran sebelumnya.
2. Sebagai metode penyampaian penawaran harga berulang dalam Tender Cepat yang
ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan.

e-Reverse Auction dapat digunakan antara lain :

1. Barang/Jasa rutin, volume besar, dan resikonya rendah;


2. Barang/Jasa yang memiliki spesifikasi sederhana dan tidak ada perbedaan spesifikasi
antar Pelaku Usaha;
3. Tidak ada tambahan layanan atau pekerjaan lain yang spesifik, misalnya tidak ada
penambahan pekerjaan instalasi; dan/atau
4. Pada pasar persaingan kompetitif dengan jumlah sekurangkurangnya 2 (dua) peserta yang
mampu dan bersedia berpartisipasi pada E-reverse Auction;

Contoh produk/komoditas yang bisa diadakan melalui E-reverse Auction:

1. bahan bangunan seperti baja, besi, beton, pipa tembaga;


2. peralatan teknologi informasi standar seperti komputer desktop, perangkat lunak standar,
modem, toner catridge;
3. alat tulis kantor;
4. bahan kimia dan beberapa produk farmasi umum; atau
5. pakaian dan seragam dengan ukuran, warna, dan volume yang standar

Dalam e-Reverse Auction :

 Selama dalam proses E-reverse Auction, identitas penawar dirahasiakan.


 Peserta yang mengikuti E-reverse Auction adalah peserta yang memenuhi persyaratan
teknis dan tidak dapat mengubah substansi penawaran teknis yang telah
disampaikan/dievaluasi.
 Aplikasi menampilkan informasi urutan posisi penawaran (positional bidding).
 Jangka waktu pelaksanaan E-reverse Auction ditentukan berdasarkan kompleksitas
pekerjaan dan/atau persaingan pasar.

Dalam proses e-Purchasing ketika terdapat dua atau lebih penyedia yang dapat menyediakan
barang/jasa, untuk mendapatkan penawaran terbaik dapat dilakukan e-Reverse Auction yang
Tata cara dan panduan pengguna (user guide) aplikasi E-reverse Auction dalam E-purchasing
ditetapkan oleh Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP.

Dalam proses tender/seleksi jasa konsultansi perorangan, e-reverse auction dilakukan dengan
ketentuan :
 Dalam hal terdapat 2 (dua) penawaran yang lulus administrasi teknis, Peserta dapat
diberikan kesempatan untuk berkompetisi kembali dengan cara menyampaikan
penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali dan bersifat lebih rendah dari penawaran
sebelumnya.
 Pokja Pemilihan mengundang Peserta melakukan E-reverse Auction dengan
mencantumkan jadwal pelaksanaan.
 Peserta menyampaikan penawaran berulang dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.
 Peserta menyampaikan penawaran harga melalui fitur penyampaian penawaran pada
aplikasi SPSE atau sistem pengaman dokumen berdasarkan alokasi waktu (batch) atau
secara real time sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen.
 Setelah masa penyampaian penawaran berakhir maka sistem akan menginformasikan
peringkat dapat berdasarkan Urutan Posisi Penawaran (positional bidding) secara real
time sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen.

Aspek Strategi Pengadaan Publik

Dalam Pengadaan Barang/Jasa Publik atau Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah selain aspek
adanya regulasi yang membatasi sehingga tidak dapat sebebas Pengadaan barang/Jasa
Privat/Swasta, namun pada proses manajemen nya selama tidak diatur dalam Peraturan
Perundang-Undangan dapat menggunakan kajian dari teori-teori atau konsep yang berlaku secara
umum.

Salah satu konsep dalam Pengadaan barang/jasa yang berlaku secara umum adalah pada Supply
Positioning Model yang dikembangkan Peter Kraljic, yaitu mengkategorikan Pengadaan
barang/jasa berdasarkan nilai pembelian dan besar kecilnya risiko, dimana tujuan kategori ini
untuk membuat skala prioritas penggunaan sumber daya dan waktu serta membantu
pengembangan strategi pasokan barang/jasa.

Kembali ke E-Reverse Auction, dalam buku excellence in Public Sector Procurement yang
ditulis oleh Stuart Emmett dan Paul Wright disebutkan bahwa “best value” akan lebih sulit
diperoleh dengan reverse auction, dengan demikian penggunaan metode pengadaan yang lebih
“tradisional” lah yang lebih tepat.

Maka tidaklah mengherankan ketika dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat lebih tepatnya pada Pasal 91 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 14 tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui
Penyedia  (PermenPUPR 14/2020) menyebutkan bahwa “Metode penyampaian penawaran
harga secara berulang pada Tender (e-reverse auction) tidak diberlakukan untuk Jasa
Konsultansi Konstruksi dan Pekerjaan Konstruksi.”, dihilangkannya Reverse Auction ini lebih
karena “best value” pada pekerjaan jasa konstruksi tidak dapat dicapai dengan menggunakan
reverse auction.

Kembali kepada apa yang dituliskan oleh Stuart Emmet dan Paul Wright, bahwa penekanan
reverse auction adalah pada spesifikasi yang jelas dan sederhana yang cenderung
karakteristiknya berfokus pada keputusan dapat diperoleh nya harga terendah, dengan demikian
menurut Stuart Emmet dan Paul Wright yang lebih tepat menggunakan metode Reverse Auction
dicontohkan adalah pada barang/jasa yang berada dalam kuadran leverage atau routine dari
matriks Kraljic.

Setiap organisasi memerlukan rancangan strategi dari pengadaan barang/jasa nya sendiri-sendiri,
strategi ini bisa dibentuk di tiap tingkatan baik tingkat nasional, daerah provinsi, maupun daerah
Kabupaten/Kota, pembatasan dari tidak dilakukannya penggunaan Reverse Auction oleh Lex
Specialis PermenPUPR 14/2020 boleh lah kita anggap pekerjaan konstruksi tidak berada dalam
kuadran routine maupun leverage dengan demikian pekerjaan konstruksi termasuk dalam
bottleneck atau critical.

Bagaimana dengan Pekerjaan selain jasa konstruksi? Apakah lantas termasuk dalam kuadran
routine maupun leverage sehingga semuanya bisa menggunakan e-Reverse Auction?
Jawabannya kembali pada kalimat pembuka paragraf sebelumnya, yaitu “setiap organisasi
memerlkan rancangan strategi dari pengadaan barang/jasa nya sendiri-sendiri”, yang dilakukan
oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah sesuai dengan kewenangannya
yang juga diamanatkan pada Pasal 86 ayat (1) Perpres 16/2018.

Kraljic Matriks oleh Peter Kraljic telah beberapa kali disebutkan diatas, apa sih Kraljic Matrix
ini? Secara simpel digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Buku Informasi Jenis Kompetensi Melakukan Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah Level 3, LKPP.

Strategi Pengadaan dan Jenis Komoditas Barang/Jasa

Kembali ke buku Stuart Emmet dan Paul Wright, maka karakteristik tiap kuadran dari matriks
Peter Kraljic diatas adalah sebagai berikut :

1. Bottle Neck
o Keberadaan penyedia : Lebih sedikit dan memerlukan spesialisasi, cenderung
monopolistik, oligopoli;
o Kekuatan tawar : Berada pada Pemasok;
o Alternatif : dapat dikatakan tidak ada substitusi atau kalaupun ada hanya sedikit;
o Biaya untuk mencari pengganti : Akan menjadi semakin tinggi bila memutuskan
tidak menggunakan penyedia yang tersedia di pasar;
o Hubungan dengan penyedia : Sebaiknya menggunakan persetujuan pasokan
jangka panjang;
o Kebutuhan : Membutuhkan keamanan dan kepastian dari pemasok atas
ketersediaan barang/jasa dan diperlukan untuk menemukan alternatif sumber;
o Petugas Pelaku Pengadaan : Pembeli tingkat tinggi dengan pengetahuan pasar dan
memiliki rencana kontingensi;
o Metode Pencarian Penyedia : Tender Terbatas atau Negosiasi dengan satu
sumber;
o Tingkat Pelayanan : Respon Cepat, barang/jasa bersifat kritis;;
2. Critical Items
o Keberadaan penyedia : Pemasok sedikit hingga jumlahnya terbatas;
o Kekuatan tawar : Saling membutuhkan / saling ketergantungan antara pengguna
dan pemasok;
o Alternatif : dalam interval tidak ada alternatif hingga sedikit;
o Biaya untuk mencari pengganti : menengah hingga berbiaya tinggi;
o Hubungan dengan penyedia : Kemitraan jangka panjang dan kolaborasi dengan
pemasok yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan;
o Kebutuhan : Membutuhkan keamanan dan kepastian dari ketersediaan pasokan
barang/jasa;
o Petugas Pelaku Pengadaan : Pembeli tingkat tinggi, yang senantiasa melakukan
implementasi dan pemantauan;
o Metode Pencarian Penyedia : Tender/Pemilihan penyedia berbasis kompetitif;
o Tingkat Pelayanan : Dimungkinkan melakukan Kontrak Payung, siap panggil
dengan manajemen inventaris oleh vendor, barang/jasa bersifat kritis;
3. Routine Items
o Keberadaan penyedia : Penyedianya ada banyak;
o Kekuatan tawar : Independen, pemasok dan pembeli tidak terikat karena
kebutuhan;
o Alternatif : ada banyak alternatif atas barang/jasa;
o Biaya untuk mencari pengganti : berbiaya rendah;
o Hubungan dengan penyedia : Kemitraan jangka pendek;
o Kebutuhan : Tersedia banyak pilihan sehingga perlu disederhanakan variasi
pilihan produk / proses pemilihannya atau proses pasokan perlu disederhanakan;
o Petugas Pelaku Pengadaan : Pembeli tingkat menengah;
o Metode Pencarian Penyedia : Tender/Pemilihan penyedia berbasis kompetitif,
atau jalur pencarian penyedia yang lebih rendah;
o Tingkat Pelayanan : dapat memilih langsung, dapat menggunakan kontrak
persetujuan, dapat melakukan spot buying, dapat juga membeli secara daring;
4. Leverage Items
o Keberadaan penyedia : Penyedianya ada sangat banyak;
o Kekuatan tawar : ada pada pembeli;
o Alternatif : ada banyak alternatif atas barang/jasa;
o Biaya untuk mencari pengganti : berbiaya menengah hingga berbiaya rendah;
o Hubungan dengan penyedia : Kemitraan jangka pendek, bila pembelian jangka
panjang maka dapat dikonsentrasikan untuk meningkatkan kekuatan pembelian;
o Kebutuhan : Yang diperlukan adalah pemasok dengan biaya terendah;
o Petugas Pelaku Pengadaan : Pembeli tingkat menengah;
o Metode Pencarian Penyedia : Tender/Pemilihan penyedia berbasis kompetitif dan
terbuka, atau jalur pencarian penyedia yang lebih rendah, reverse auction;
o Tingkat Pelayanan : dapat memilih langsung, dapat menggunakan kontrak
persetujuan, dapat melakukan spot buying, dapat juga membeli secara daring,
bukti pembelian standar;

Berdasarkan penjelasan yang dikutip dari buku Stuart Emmet dan Paul Wright reverse auction
lebih tepat dilakukan pada barang yang bersifat leverage. Idealnya untuk mempermudah kapan
dilakukan reverse auction atau tidak, selain memperhatikan Peraturan Perundangan yang lebih
tinggi, hendaknya memang Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah dapat menindaklanjuti
Perpres 16/2018 sebagaimana Pasal 86 Perpres 16/2018 dengan Peraturan masing-masing.

Pengaturan berupa pedoman untuk menentukan kapan Reverse Auction diperlukan berdasarkan
karakteristik komoditas yang berlaku disesuaikan dengan strategi dan kebijakan keberhasilan
Menteri/Lembaga/Daerah dalam cakupan internal, namun ketika berbicara hal ini maka kita
berbicara jangka menengah hingga panjang, bagaimana identitfikasi saat ini? Selain dari apa
yang sudah ditetapkan tidak diperkenankan e-Reverse Auction seperti Pekerjaan Jasa Konstruksi,
maka boleh merujuk pada Perpres 16/2018 dan PerLKPP 9/2018 tentunya dengan optimasi
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik komoditas berdasarkan jenis Kraljic Matrix.

Pada prinsipnya tidak seluruh komoditas memerlukan reverse auction, selama memang tidak
diatur wajib menggunakan reverse auction atau ketika reverse auction tidak menjadi tahapan
yang telah wajib dilalui maka prinsipnya reverse auction menjadi sebuah pilihan, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 50 ayat (11) Perpres 16/2018, dengan demikian Perpres 16/2018 ini
benar-benar fleksibel dan lentur ketika tidak berbicara ketentuan yang wajib diikuti, namun tetap
memperhatikan aspek pengadaan publik dengan mengatur kewajiban yang mutlak harus dipenuhi
jika memang diatur.

Kesimpulan

1. E-Reverse Auction bersifat pilihan dan sudah ditetapkan dalam dokumen pemilihan akan
diberlakukan atau tidak berdasarkan pertimbangan yang dapat dipertanggung-jawabkan,
dan tentunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh
bila ada Peraturan khusus (lex specialis) yang menyatakan tidak dapat digunakan reverse
auction pada jenis pengadaan tertentu, maka dalam pelaksanaannya tidak boleh
menggunakan reverse auction;
2. Ketika tidak terdapat pengaturan khusus, maka acuannya adalah Perpres 16/2018, apabila
disebutkan dalam Perpres 16/2018 dapat menggunakan, maka dapat dipahami boleh
digunakan boleh tidak digunakan sesuai dengan pertimbangan teknis manajemen
pengadaan dan strategi pengadaan yang digunakan;
3. Ketika disebutkan menggunakan tahapan e-reverse auction (tanpa kata “dapat”) dan e-
reverse auction merupakan tahapan yang digunakan dalam proses pemilihan penyedia
sebagai tahapannya maka e-reverse auction tetap dijalankan sesuai pedoman tersebut;
4. Ketika E-Reverse Auction ditetapkan diberlakukan dalam Dokumen Pemilihan namun
pada pelaksanaannya tidak dilakukan, maka terjadi kekeliruan administrasi;
5. Ketika E-Reverse Auction ditetapkan tidak diberlakukan dalam Dokumen Pemilihan
namun pada pelaksanaannya dilakukan, maka terjadi kekeliruan administrasi;
6. Fleksibilitas terhadap yang tidak diatur memungkinkan dilakukan optimasi untuk
memanfaatkan Reverse Auction secara tepat berdasarkan kesesuaian pekerjaan
pengadaan barang/jasa nya.
7. Lakukan analisa berdasarkan Kraljic Matrix, termasuk kategori apa pengadaan anda? Bila
memang cocok dikenakan Reverse Auction maka tuliskan dan komunikasikan pada
Kelompok Kerja Pemilihan, tentunya melakukan penulisan ini narasinya harus didukung
fakta, data, dan analisa yang memadai.

Berdasarkan paparan yang dituliskan, maka tidaklah berlebihan bila kita mengapresiasi para
penyusun Perpres 16/2018 yang memang telah memikirkan kesesuaian dan kelaziman dunia
pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga tidaklah berlebihan bila disebutkan bahwa Perpres
16/2018 merupakan Peraturan Pengadaan Publik di Republik Indonesia yang disusun
berdasarkan best practices.

Anda mungkin juga menyukai