Umumnya, mereka berprofesi sebagai petani. Salah satunya di desa Koto Enau,
kecil yang menjadi buruh tani dan menggarap lahan milik orang lain. Hal ini
sangat lumrah karena letak geografis desa ini diapit oleh dua sungai yang
sepanjang alirannya memiliki tanah gambut yang cocok untuk bertanam sawit.
Petani di desa ini dibedakan menjadi dua jenis, pertama, petani yang
memiliki lahan dan memiliki dana untuk membayar buruh tani mengolah kebun.
Kedua, petani yang memiliki lahan namun tidak ada modal untuk membiayai
pengolahan lahannya. Jenis kedua ini biasanya adalah kelompok petani miskin
yang menggarap lahan mereka bersama seluruh anggota keluarga selain orang tua
dan anak kecil. Kelompok ini sangat rentan terhadap permainan para toke sawit.
Mereka dengan senang hati memberikan bantuan ketika petani tidak memiliki
Dari keadaan ini, maka tidak heran kata miskin sering bersanding dengan
kata petani. Mereka terjebak pada lilitan hutang yang tak kunjung lepas. Selain
faktor ketiadaan modal, faktor naiknya harga-harga barang juga turut andil
pihak. Mulai dari pihak yang memegang kekuasaan dan pihak yang menjadi
Kekuasaan identik dengan keuntungan sepihak baik untuk diri sendiri maupun
peranan sosial yang penting dalam suatu masyarakat. Terutama pada kelimpahan
materi yang tidak merata di dalam suatu masyarakat misalnya antara kelompok
dimiliki secara materil atau sumber-sumber alam, pada akhirnya menjadi pola
ini kerawanan yang terjadi akibat tidak adanya akses modal untuk memenuhi
Misalnya kebutuhan pra tanam, misalnya menyiapkan lahan dan bibit hingga
sawit siap di panen. Selama itu, tengkulak atau toke siap sedia memberikan dana
untuk menjawab masalah tersebut tanpa jaminan apapun, selain menjual sawit
1
Roderick Martin. 1995. Sosiologi Kekuasaan, Jakarta : Rajawali Press, h. 98
dengan harga di bawah pasaran hingga hutang tersebut lunas. Hal ini
Petani di desa ini mayoritas memiliki hutang di toke sawit tempat mereka
menjual hasil panennya. Secara tidak sadar, para petani telah hidup bergantung
pada para toke. Para toke bebas menentukan harga, sementara para petani tak bisa
kemiskinan di Indonesia itu adalah petani. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesenjangan yang dialami oleh petani diberbagai daerah, misalnya desa Koto
Enau yang masih terjerat akan sistem permodalan oleh toke sawit. 2 Sehingga
masyarakat tersebut tidak mampu terlepas secara mudah dari tangan penguasa
toke sawit atau bisa disebabkan oleh tidak stabilnya harga sawit dari pabrik atau
modal lain yang menjadi gerbang dari ketergantungan dan kemiskinan petani.3
kaitan erat, sehingga menjadi satu permasalahan pokok yang bersumber dan
bermuara pada keterbelakangan. Seperti lingkaran setan, ketiga hal ini saling
2
Dr. Bustanul Arifin. 2005. Pembangunan Pertanian. Jakarta : Grasindo, h. 50
3
Tri Hadiyanto Sasongko. Potret Petani : Basis Pembaruan Agraria, Jakarta : Akatiga,
h.50
4
Prof.Sarbini Sumawinata. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan, Jakarta : Gramedia
Pustaka, h. 147
tingkat tabungan dan investasi yang rendah, namun tidak menutup kemungkinan
dalam faktor non-ekonomi. Banyak penduduk yang buta huruf, laju pertumbuhan
Keterbelakangan adalah konsep yang relatif, karena dapat dilihat sebagai hasil
perbandingan realitas dari berbagai sudut dan dari berbagai pertimbangan yakni
materil yang nyata. Misalnya, seperti kematian dini karena kelaparan atau
5
Johannes Muller, 2006. Perkembangan Masyarakat Lintas-Ilmu, Jakarta : Gramedia, h.
4
6
Prof. Dr. Winarno Surakhmad, 2009. Pendidikan Nasional : Strategi dan Tragedi, Jakarta :
Kompas, h. 50
7
Drs. Haris Munandar, MA, 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Erlangga, h. 156
Kemiskinan relatif belum tentu berakibat kemiskinan mutlak karena masih bisa
adalah karena adanya eksploitasi dari pihak yang lebih kuat kepada kuat yang
lebih lemah secara ekonomi. Dalam hal ini merujuk kepada Toke sebagai pemilik
modal terhadap petani yang membutuhkan pinjaman modal. Salah satu cara untuk
kedua belah pihak karena hal itu merugikan bagi salah satu pihak. Pembangunan
di desa, khususnya desa Koto Enau harus dilakukan secara mandiri tanpa bantuan
orang asing. Dalam hal ini bisa dilakukan koperasi simpan pinjam sesama petani
sawit di desa Koto Enau sehingga petani dapat menggunakan dana koperasi untuk
DAFTAR PUSTAKA
8
Johannes Muller, op.cit.,, h. 6
Arifin, Bustanul. 2005. Pembangunan Pertanian. Jakarta : Grasindo
Martin, Roderick. 1995. Sosiologi Kekuasaan, Jakarta : Rajawali Press
Muller, Johannes. 2006. Perkembangan Masyarakat Lintas-Ilmu, Jakarta :
Gramedia
Munandar, Haris 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Erlangga
Sasongko, Tri Hadiyanto. Potret Petani : Basis Pembaruan Agraria, Jakarta :
Akatiga
Sumawinata, Sarbini. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan, Jakarta : Gramedia
Pustaka
Surakhmad, Winarno. 2009. Pendidikan Nasional : Strategi dan Tragedi, Jakarta :
Kompas
ARTIKEL
Teori-Teori Ilmu Sosial
KETERGANTUNGAN PETANI-TOKE
DI DESA KOTO ENAU TAPAN
WETRI YANTI
1820712002