Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER

NAMA : ERMA LORA PRABAWATI


NIM : A2A218016

RANCANGAN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI MOLEKULER


“Deteksi Dini Bakteri Leptospira pada Reservoir”

A. Latar Belakang
Leptospirosis sebagai salah satu penyakit berbasis lingkungan, merupkan
penyakit zoonosis terabaikan yang disebabkan oleh bakteri Leptospira spp1.
Hewan terpenting dalam penularan leptospirosis adalah jenis binatang pengerat,
terutama tikus. Bakteri leptospira khususnya spesies L. ichterro haemorrhagiae
banyak menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus) dan tikus
rumah (Rattus diardii). Sedangkan hewan peliharaan seperti kucing, anjing,
kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan babi dapat menjadi hospes perantara dalam
penularan leptospirosis2.
Leptospirosis terjadi di beberapa provinsi di Indonesia, diantaranya
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Banten dan Kalimantan Selatan. Kasus leptospirosis terbanyak di Jawa Tengah,
dilaporkan setiap tahunnya dan mengalami peningkatan. Kasus dan kematian
leptospirosis di Jawa Tengah dilaporkan tahun 2014 dengan CFR sebesar
16.42%3, tahun 2015 dengan CFR sebesar 16.10%3 dan tahun 2016 dengan CFR
sebesar 18.29%4.
Leptospira mempunyai lebih dari 170 serovar pathogen yang telah
diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Bakteri spiral
dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok, seperti kait dari
bakteri leptospira menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan
berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, karena
ukurannya yang sangat kecil.5 Leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospira
pathogen yang diklasifikasikan menjadi beberapa spesies berdasarkan hibridisasi
DNA-DNA dan juga diklasifikasikan menjadi beberapa serovar berdasarkan tes
MAT.6
Kemajuan ilmu dan teknologi tentang penelitian biologi termasuk
penelitian vektor penyakit dengan memanfaatkan metode molekuler, salah
satunya PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode in vitro untuk
menghasilkan sejumlah besar fragmen DNA spesifik dengan panjang dan
sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah kecil template kompleks.7 PCR
merupakan suatu tehnik sangat kuat dan sensitive yang dapat diaplikasikan
dalam berbagai bidang salah satunya deteksi dini Leptospirosis.8

B. Rumusan Masalah
1. Adakah jenis-jenis tikus endemis di Provinsi Jawa Tengah yang
berpotensi sebagai reservoir Leptospira?
TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER
NAMA : ERMA LORA PRABAWATI
NIM : A2A218016

2. Berapa prevalensi tikus endemis di Provinsi Jawa Tengah yang


berpotensi sebagai reservoir Leptospira?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menghitung
prevalensi jenis-jenis tikus endemis di Provinsi Jawa Tengah yang berpotensi
sebagai reservoir Leptospira di berbagai ekosistem di Provinsi Jawa Tengah.

D. Keaslian Penelitian
1. Determinasi Serovar Bakteri Leptospira pada Reservoir di Kabupaten
Banyumas.9 Hasil penelitian menunjukkan spesies tikus yang tertangkap
hanya jenis Rattus tanezumi (70,6%) dan insektivora jenis Suncus
murinus (29,4%) dengan trap success 6,5%. Rattus tanezumi lebih
banyak yang tertangkap di dalam rumah (51%) dibandingkan di luar
rumah (49%) dengan jenis kelamin betina (66,7%) lebih banyak
dibandingkan tikus jantan (33,3%). Rattus tanezumi dan Suncus murinus
terbukti terinfeksi bakteri leptospira serovar L.icterohaemorrhagiae, L
javanica dan L.cynopteri dengan titer 1/100 yang merupakan jenis
bakteri Leptospira patogen pada manusia. 9
2. Identifikasi Hewan Reservoir di Daerah Peningkatan Kasus
Leptospirosis di Desa Pagedangan Ilir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten
Tangerang Tahun 2015.10 Hasil penelitian menunjukkan prevalensi
leptospira patogen pada tikus dengan uji PCR adalah 33% pada
penangkapan pertama dan 26% pada penangkapan kedua. Uji MAT
menunjukkan 14% positif pada Rattus norvegicus pada penangkapan
pertama. Rattus tanezumi dan Rattus norvegicus berpotensi sebagai
reservoir utama di Desa Pagedangan Ilir.

E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Design Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian observasi yaitu
metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan
secara cermat dan langsung dilapangan atau lokasi penelitia dengan
pendekatan cross sectional.
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2020
pada saat musim kemarau di Pelabuhan Tanjung Emas dan Pelabuhan
Tanjung Intan, Jawa Tengah.
TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER
NAMA : ERMA LORA PRABAWATI
NIM : A2A218016

3. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh tikus di Pelabuhan Tanjung
Emas dan Pelabuhan Tanjung Intan, Jawa Tengah.
4. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah seluruh tikus yang tertangkap di daerah
perimeter dan buffer Pelabuhan Tanjung Emas dan Pelabuhan Tanjung
Intan, Jawa Tengah. Daerah perimeter adalah daerah dalam pagar
pelabuhan yang diperuntukan untuk kapal bersandar, lokasi gudang,
tempat bongkar muat barang, kantor-kantor pemerintah dan swasta. 11
Daerah buffer yaitu lingkungan luar pagar pelabuhan tempat
permukiman penduduk dengan radius 400 m dari batas perimeter.11
5. Prosedur Penelitian
a. Cara Penangkapan Tikus
Penangkapan tikus dilakukan dengan menggunakan 100
perangkap tikus (live trap) selama 2 hari berturut-turut di daerah
buffer dan perimeter Pelabuhan Tanjung Emas dan Pelabuhan
Tanjung Intan, Jawa Tengah. Penangkapan tikus dilakukan
dengan memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 16.00
WIB dan diambil keesokan harinya antara pukul 06.00 –
09.00 WIB. Penangkapan di dalam rumah menggunakan 2
buah perangkap dengan diletakkan di dapur atau kamar, atau
tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus. Jumlah rumah
yang dipasangi perangkap sebanyak 25 rumah. Penangkapan
tikus di luar rumah/kebun menggunakan 50 perangkap. Tiap area
seluas lebih kurang 10 m2 dipasang 1 perangkap. Umpan
yang digunakan adalah kelapa bakar dan gorengan. Setiap pindah
lokasi, jenis umpan diganti dengan yang baru. Tikus yang
tertangkap dimasukkan ke dalam kantong kain dan dibawa ke
laboratorium lapangan.
b. Identifikasi Tikus dan Pengambilan Ginjal
Tikus diidentifikasi dengan melihat karakteristik morfologi.
Setelah diidentifikasi tikus dibedah dan diambil ginjalnya. Ginjal
dimasukkan dalam botol berisi alkohol 70% sebelum dilakukan
pemeriksaan secara biologi molekuler. Identifikasi Tikus dan
Pengambilan Ginjal Tikus diidentifikasi dengan melihat
karakteristik morfologi. Setelah diidentifikasi tikus dibedah dan
diambil ginjalnya. Ginjal dimasukkan dalam botol berisi alkohol
70% sebelum dilakukan pemeriksaan secara biologi molekuler.
TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER
NAMA : ERMA LORA PRABAWATI
NIM : A2A218016

c. Ektraksi DNA dan PCR


Isolasi DNA ginjal tikus dilakukan dengan mengambil
ginjal tikus, diekstraksi dengan reagen Genomic DNA Mini Kit.
Ginjal tikus dipotong 30 mg dan di masukkan dalam micro
tube. Ditambahkan 200 µl GT buffer ke dalam micro tube
kemudian di grinding hingga homogen. Sampel ditambah 20µl
proteinase K kemudian di vortex. Sampel diinkubasi pada suhu
60⁰C selama 30 menit, setiap 5 menit sekali dikocok. Sampel
ditambah 200µl GBT buffer kemudian di vortex. Sampel
diinkubasi pada suhu 60⁰C selama 20 menit dengan elution
buffer, setiap 5 menit sekali dikocok. Sampel ditambahkan 200µl
absolute etanol, di vortex selama 10 detik, dipindahkan ke
collection tube baru, di centrifuge dengan kecepatan 14000 rpm
selama 2 menit. Sampel dipindahkan ke collection tube baru,
ditambahkan 4 ml RNAse kemudian di vortex selama 5 menit.
Sampel diinkubasi selama 5 menit, ditambahkan 200 ml absolute
etanol di vortex selama 10 detik.
Sampel diletakkan ke dalam 2 ml collection tube, di
centrifuge selama 2 menit. Collection tube dibuang kemudian
diganti dengan collection tube yang baru, ditambahkan 400µl W1
buffer kemudian di centrifuge dengan kecepatan 14000 rpm
selama 30 detik. Collection tube dibuang kemudian diganti
dengan collection tube yang baru, ditambahkan 600 ml wash
buffer kemudian di centrifuge selama dengan kecepatan 14000
rpm 30 detik. Collection tube diganti dan di centrifuge tube
dengan kecepatan 14000 selama 3 menit. Collection tube
dipindahkan 1,5ml microcentrifuge tube, ditambahkan 100 ml
pre-heated elution buffer, ditunggu sampai 5 menit hingga elution
buffer meresap. Sampel di centrifuge dengan kecepatan 14000
rpm selama 30 detik untuk mengelusi DNA murni (DNA
template).
DNA disimpan pada suhu -200C. Pengujian DNA ginjal
tikus dilakukan dengan thermal cycler PCR (Polymerase Chain
Reaction) menggunakan primer spesifik untuk gen 16S rRNA
selama ±3-4 jam hingga proses pengujian selesai. Susunan primer
yang digunakan adalah (F)GCATCGAGAGGAATTAACATC,
dan (R)CATGCAAGTCA AGCGGAGTA. Setelah pengujian
selesai dilakukan elektroforesis, dan hasil sampel DNA ginjal
tikus dapat dilihat di Gel Documentation.
TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER
NAMA : ERMA LORA PRABAWATI
NIM : A2A218016

6. Teknik Pengumpulan Data


a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengukuran kepadatan tikus
wilayah perimeter dan buffer Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas
1 Semarang.
b. Data Skunder
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran kepustakaan,
berupa buku-buku, referensi dari internet serta literatur-literatur
yang ada hubungannya dengan objek penelitian.
7. Analisa Data
Hasil uji PCR positif dilanjutkan dengan sequencing untuk
melihat urutan susunan asam basanya. Penentuan spesies Leptospira
dengan membandingkan sequence hasil penelitian dengan sequence
asal GenBank menggunakan program BLAST
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST). Pohon filogeni disusun dengan
Mega 6.2 software.

F. Daftar Pustaka
1. CDC. Leptospirosis. Available at: www. cdc.gov/leptospirosis/ 2016
2. Setiawan, I Made. Clinical and Laboratory Aspect of Leptospirosis in
Humans volume.27- No.28. Universa Medicina; 2008
3. Dinkes Jateng. Triwulan 2 tahun 2016 (Triwulan 2, Vol. 3511351).
Semarang: Dinas Kesehatan Jateng; 2016
4. Kementrian Kesehatan RI. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2016; 2017
5. Widarso, Wifried dan Siti G. Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Pusat Data Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia. Jakarta. 2005
6. Widarso, Wifried dan Siti G. Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Pusat Data Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia. Jakarta. 2005
7. Handoyo D, dan Ari Rduretna. Prinsip Umum Dan Pelaksanaan
Polymerase Chain Reaction (PCR)[General Principles and
Implementation of PolymeraseChain Reaction]. 2000;9
8. Nasir. Bioteknologi Molekuler, Tekhnik Rekayasa Genetik Tanaman.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti; 2002.
9. Ramadhani, Tri., dkk. Determinasi Serovar Bakteri Leptospira pada
Reservoir di Kabupaten Banyumas. 2014 : 14 (1)
TUGAS UAS EPIDEMIOLOGI MOLEKULER
NAMA : ERMA LORA PRABAWATI
NIM : A2A218016

10. Sih Joharina, Arum., dkk. Identifikasi Hewan Reservoir di Daerah


Peningkatan Kasus Leptospirosis di Desa Pagedangan Ilir, Kecamatan
Kronjo, Kabupaten Tangerang Tahun 2015. 2018 : 10 (1)
11. Sulasmi, dan Sri Hastuti. Observasi Tingkat Kepadatan Tikus di
Lingkungan Buffer dan Perimeter Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.
2019 : 17

Anda mungkin juga menyukai