Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS BUDAYA PADA POPULASI TIONGHOA

DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SUNRISE MODEL


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan holistik, transkultural dan terapi
komplementer

Disusun Oleh:
MUHAMMAD IQBAL 220120200003
NAFISAH SYAHIDAH 220120200017
SHERLY MANURUNG 220120200002
TOBI PITORA 220120200018

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Multikulturalisme didefinisikan sebagai pengakuan dan dorongan terhadap

pluralisme budaya; multi-budaya menjunjung tinggi dan berupaya untuk

melindungi keanekaragaman budaya (mis. bahasa-bahasa minoritas), dan pada

saat yang bersamaan memfokuskan diri pada hubungan budaya minoritas dengan

budaya mayoritas yang seringkali tidak seimbang (Jary dan Jary 1999:429).

Orang-orang Tionghoa yang telah menetap di Indonesia, pada umumnya

berasal dari suku-suku yang terdapat di tenggara Tiongkok, antara lain Hakka,

Hainan, Hokkian, Kantonis, Hokchia, dan Tiochiu. Sebagian besar dari orang-

orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana

mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah:

Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok,

Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Utara (Soegihartono, 2015).

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang Tionghoa Indonesia

telah di Indonesianisasikan, sebagian besar di antara mereka belum berasimilasi

seutuhnya. Demikian pula halnya, mereka merupakan kelompok-kelompok yang

heterogen. Mereka dibagi berdasarkan bahasa, agama, ideologi dan kelas.

Persamaan yang mereka miliki adalah kewarganegaraan Indonesia dan

penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. (Suryadinata, 2003).

Adanya fenomena terdapatnya populasi Tionghoa di Indonesia, merupakan

suatu fenomena budaya yang perlu diketahui dan dipahami oleh perawat,
meskipun asal suku Tionghoa ini bukan merupakan suku asli di Indonesia. Hal ini

bertujuan agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang utuh yang

tidak hanya berfokus pada kondisi fisik, namun secara keseluruhan yaitu bio-

psiko-sosial-cultural. Pada domain cultural ini perawat dituntut untuk tidak

membeda-bedakan klien berdasarkan budaya, dan perawat perlu memahami

budaya yang melekat pada klien. Pemahaman budaya oleh perawat dalam rangka

mendukung pemberian asuhan keperawatan merupakan konsep dari transkultural

nursing (Leininger, 2002).

Transkultural nursing merupakan suatu keilmuan terkait budaya pada

proses belajar dan praktek keperawatan yang berfoksus pada perbedaan dan

persamaan antar budaya yang terikat pada individu manusia sebagai objek yang

akan menerima asuhan keperawatan, konsep sehat dan sakit didasarkan pada nilai

budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, yang bertujuan dalam pemberian

asuhan keperawatan yang utuh khususnya terkait budaya dan keutuhan budaya

pada individu manusia (Leininger, 2002).

Oleh karena itu perawat perlu mengidentifikasi, menguji dan mengerti

terhadap fenomena budaya yang terjadi sehigga dapat menilai apakah budaya

tersebut dapat mendukung atau menghambat pemberian asuhan keperawatan

(Leininger & M.R, 2002). Mode konseptual yang dikembangkan oleh Leininger

dalam menjelaskan asuhan keperawatan berdasarkan konteks budaya,

digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Proses keperawatan

ini dapat digunakan perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi

terhadap masalah klien (Andrew & Boyle, 1995).


Pada proses pengkajian berdasarkan sunrise model ini perawat perlu

mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya.

Terdapat 7 komponen pengkajian pada Sunrise Model yaitu Faktor teknologi,

faktor agama dan falsafah, faktor sosial dan ketertarikan keluarga, nilai-nilai

budaya dan gaya hidup, faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, faktor

ekonomi, dan faktor pendidikan (Andrew & Boyle, 1995). Berdasarkan fenomena

tersebut pada makalah ini penulis bertujuan untuk melakukan analisa budaya pada

populasi Tionghoa di Indonesia menggunakan pendekatan sunrise model.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana gambaran budaya pada populasi Tionghoa di Indonesia berdasarkan
pendekatan Sunrise Model?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan analisa gambaran budaya pada populasi Tionghoa di Indonesia
berdasarkan pendekatan Sunrise Model?

1.3.2 Tujuan Khusus

- Mengidentifikasi budaya pada populasi Tionghoa di Indonesia berdasarkan

pendekatan Sunrise Model

- Menentukan masalah keperawatan transkultural yang mungkin muncul pada

populasi Tionghoa di Indonesia.

- Menganalisa strategi penatalaksanaan keperawatan transkultural terhadap

masalah keperawatan yang ada.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 The Sunrise Model (Teori Matahari terbit)

2.1.1 Definisi Konsep Sunrise Model

Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan

untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan

keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka

pikiran. Yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau

menjadi dasar untuk penyelidikan yang berfokus pada keperawatan profesional

dan sistem perawatan kesehatan secara umum.

Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau

garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem

terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak

terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka. Suatu hal yang perlu

diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori

dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar

seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional

lainya.

Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau

nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga

masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan

klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan
panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta

penelitian ilmiah.

Gambar 1. Sunrise Model (sumber: Leininger 2004)

2.1.2 Asuhan Keperawatan Transcultural dengan Pendekatan Sunrise Model


2.1.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi

masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and

Davidhizar, 1995). Menurut Leininger pengkajian dirancang berdasarkan 7

komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:

a) Faktor Teknologi ( Technological Factors )

Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk

memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam

pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan,

maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang


penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan

kesehatan saat ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit,

kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.

b. Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors)

Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan

motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi

kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di

atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti:

agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap

kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai

konsep diri yang utuh.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)

Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat: nama

lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal

lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam

anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang

dilakukan rutin oleh keluarga.

d. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa

yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan

dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa

yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan


pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan

dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.

e. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)

Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang

mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural.

Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,

jumlah anggota keluarga yang menunggu.

f. Faktor ekonomi (Economical Faktor)

Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang

dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi

yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya

kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain

seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan.

g. Faktor pendidikan (Educational Factor)

Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam

menmpuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi

pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti

ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai

dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar belakang

pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta kemampuan

belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak

terulang kembali.
2.1.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang

budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi

keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan

yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan

komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi

sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam

pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

2.1.2.3 Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah

suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu

proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan

yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada

tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and

Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien

tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya

klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya

yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a) Cultural care preservation/maintenance/ Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak

bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan

diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien

sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status

kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.


- Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses

melahirkan dan perawatan bayi

- Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan klien

- Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b) Cultural careaccomodation/negotiation /Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih

menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan

menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan.

- Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

- Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan

berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik

c) Cultual care repartening/reconstruction /Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki

merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup

klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup

yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan

keyakinan yang dianut.

- Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan

dan melaksanakannya

- Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

- Gunakan pihak ketiga bila perlu


- Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang

dapat dipahami oleh klien dan orang tua

- Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat

dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui

proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan

budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak

percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan

terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan

menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

2.1.2.4 Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap

keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan

kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau

beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan

budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan

yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi budaya Tionghoa dengan pendekatan Sunrise Model


Pada proses pengkajian berdasarkan sunrise model ini perawat perlu

mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya.

Terdapat 7 komponen pengkajian pada Sunrise Model yaitu Faktor teknologi,

faktor agama dan falsafah, faktor sosial dan ketertarikan keluarga, nilai-nilai

budaya dan gaya hidup, faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, faktor

ekonomi, dan faktor pendidikan (Andrew & Boyle, 1995)

3.1.1 Pengkajian Faktor Teknologi pada Populsi Tionghoa di Indonesia

3.1.2 Pengkajian Faktor Agama dan falsafah pada Populsi Tionghoa di Indonesia

3.1.3 Pengkajian Faktor sosial pada Populsi Tionghoa di Indonesia

3.1.4 Pengkajian Faktor nilai budaya dan gaya hidup pada Populsi Tionghoa di

Indonesia

3.1.5 Pengkajian Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku pada Populsi

Tionghoa di Indonesia

3.1.6 Pengkajian Faktor Ekonomi pada Populsi Tionghoa di Indonesia

3.1.7 Pengkajian Faktor Pendidikan pada Populsi Tionghoa di Indonesia

3.2 Diagnosa Keperawatan transkultural yang mungkin muncul pada


Populasi Tionghoa di Indonesia.
3.3 Strategi Penatalaksanaan
BAB IV
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Andrew, & Boyle. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed.
Philadelphia: JB Lippincot Company.
Jary, D. dan J. Jary (peny.) 1999 Unwin Hyman Dictionary of Sociology. Edisi
ke-2. Leicester: Bookmart Ltd.
Leininger, & M.R, M. (2002). Transcultural Nursing : Concepts, Theories,
Research and Practice. USA: Mc-Graw Hill Companies.
Suryadinata, L. (2003). Kebijakan Negara Indonesia Terhadap Etnik Tiongho:
Dari Asimilasi ke Multikulturalisme. ANTROPOLOGI INDONESIA 71, 1-
11.
Soegihartono. (2015). Pengaruh Akulturasi Tionghoa dan Jawa Dalam
Perkembangan Bisnis di Semarang. RESPONS.

Anda mungkin juga menyukai