Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Blakang

Depresi sampai kini tetap merupakan masalah yang cukup menganggu

kehidupan. Bila tidak ditangani dapat terjadi hal yang sangat buruk karena

dapat menimbulkan gangguan serius dalam fungsi sosial dan kualitas hidup

baik pada orang sakit maupun orang sehat. Depresi mempunyai hubungan

yang penting dengan kebanyakan penyakit kronik termasuk Penyakit Ginjal

Kronik (PGK) (Kilzieh et al,2008).

Prevalensi dan insidens depresi pada penderita gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis adalah tinggi yaitu berkisar sekitar 30%. (Chen,

Chang, Wang, & Jaw, 2003). Ketergantungan pada mesin dialisis seumur

hidup serta penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya

perubahan dalam kehidupan pasien yang akhirnya akan menyebabkan

depresi. Pasien biasanya sulit dalam mempertahankan pekerjaan, masalah

keuwangan, dorongan seksual yang menghilang dan impotensi, khawatir

terhadap perkahwinan dan ketakutan terhadap kematian (Davidson,

Reickmann, & Rapp, 2005).

Vazquez et al. (2005) pula mengkaji hubungan antara status

psikososial (termasuk depresi) dengan kualitas hidup ke atas 194 orang pasien

yang menjalani dialisis di Sepanyol. Hasil kajian menunjukkan simptom

depresi adalah berkaitan dengan kekurangan tahap kualitas hidup. Penurunan

kualitas hidup terlihat jelas pada kelompok pasien yang telah menjalani

hemodialisis dalam waktu yang lama. Kelompok pasien ini mengeluhkan

banyak permasalahan yang terkait dengan kesempatan beraktivitas, beban


biaya yang dikeluarkan, beban pembatasan konsumsi cairan, dan bahkan

pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Ginieri-Coccosis et al,

2008).

Data dari National Kidney and Urologic Disease Information

Clearinghouse (NKUDIC) (2012) pada akhir tahun 2009, prevalensi

penderita penyakit ginjal stadium akhir di Amerika Serikat yaitu 1.738

penderita persatu juta penduduk dan 370.274 diantaranya menjalani

hemodialisis. Populasi di Malaysia dengan 18 juta orang, diperkirakan

terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Menurut data PT Askes,

ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat ini

menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 juta perjumlah penduduk.

Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025.

Sebuah penelitian yang dilakukan dari Universitas Indonesia

menemukan bahwa prevalensi depresi pada penderita gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis mencapai 31,1% dan sebagian besar kualitas

hidup mereka lebih rendah dengan yang tidak menderita depresi (Wijaya,

2005).

Meskipun depresi merupakan penderitaan tambahan pada pasien-

pasien dialisis, namun usaha untuk mengatasinya, terutama intervensi

psikososial, hanya mendapat perhatian kecil tenaga medis (Chilcot et al,

2008). Sampai saat ini masih sedikit penelitian di Indonesia yang mengkaji

kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis, khususnya yang

mengalami depresi.
Menurut data di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Sragen, jumlah pasien rata-rata tiap bulan terdapat 50 pasien hemodialisa.

Fenomena di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap 6 orang pasien

hemodialisa, 5 orang pasien hemodialisa berdasarkan gambaran secara fisik

terdapat peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan

peningkatan respirasi, gambaran secara psikologis terlihat kontak mata

kurang, pasien mengatakan nyeri perut, mual, gemetar, anoreksia, mulut

terasa kering, takut dan cemas dengan tindakan hemodialisa yang akan

dilakukan, sesekali bloking dalam pembicaraan. Tingkat kecemasan

meningkat di ruang hemodialisa terjadi selama tindakan hemodialisa pertama,

pasien hemodialisa mengatakan takut dan cemas akan tindakan yang akan

dilakukan karena melihat begitu banyak mesin yang mengeluarkan bunyi

nyaring serta dengan banyaknya selang dan kabel yang dihubungkan antara

mesin dan tubuhnya, termasuk dalam tingkat kecemasan sedang. 1 orang

mengatakan tidak takut dan tidak cemas dengan tindakan hemodialisa karena

sudah menjalani tindakan hemodialisa lebih dari tiga kali. Berdasarkan data di

atas maka penelitian tentang kecemasan pada pasien hemodialisa perlu

dilakukan penelitian

Anda mungkin juga menyukai