Anda di halaman 1dari 6

Imunisasi BCG merupakan salah satu imunisasi yang wajib diberikan pada bayi.

Ada
baiknya kita benar-benar paham manfaat imunisasi ini.

Imunisasi BCG merupakan kepanjangan dari Bacillus Calmette-Guérin yang berfungsi


melindungi bayi dari infeksi tuberkulosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG pada bayi di
Indonesia umumnya dilakukan pada usia bayi baru lahir, paling lambat diberikan sebelum bayi
berusia 3 bulan.

Untuk bayi yang akan diberikan imunisasi BCG setelah usia 3 bulan, sebelumnya harus menjalani
tes tuberkulin.Hal ini berkaitan dengan tingginya risiko peradangan lokal dan terjadinya bekas
luka serta kemungkinan terjangkit tuberkulosis secara aktif.

Mencegah Penyakit Menular

Vaksin BCG terbuat dari bakteri tuberkulosis yang telah dilemahkan dan tidak akan
menyebabkan sang penerima vaksin menjadi sakit. Mycobacterium bovine, yang paling mirip
dengan bakteri tuberkulosis manusia, akan memicu sistem imun. Sistem imun akan menghasilkan
sel-sel untuk melindungi kita dari bakteri tuberkulosis. Imunisasi BCG sangat efektif mencegah
penyakit tuberkulosis, termasuk bentuk yang paling berbahaya yaitu tuberkulosis meningitis pada
anak.

Tak hanya berisiko menginfeksi paru-paru, tuberkulosis juga dapat menjangkiti bagian tubuh lain
seperti sendi, tulang, selaput otak (meninges), dan ginjal. Tuberkulosis sangat berbahaya karena
mudah menyebar melalui cipratan cairan bersin atau batuk dan air liur yang tanpa sengaja
terhirup oleh orang lain.

Meski hampir serupa penyebaran pilek atau flu, tuberkulosis umumnya memerlukan waktu
kontak lebih lama sebelum seseorang menderita TBC. Misalnya, ketika seorang anggota keluarga
terkena tuberkulosis, maka anggota keluarga lain yang tinggal di rumah yang sama memiliki
peluang lebih tinggi untuk tertular.

Efek Samping

Setelah mendapat imunisasi BCG, tidak perlu panik apabila akan muncul seperti luka melepuh di
lokasi suntikan. Tak jarang terasa sakit dan lebam selama beberapa hari.

Setelah 2-6 minggu, titik suntikan dapat membesar hingga diameter 7 mm dan mengeras karena
cairan yang berada di permukaan mengering. Kemudian meninggalkan bekas luka yang kecil.

Sebagian orang  dapat saja mengalami bekas luka yang lebih berat, namun umumnya akan
sembuh setelah beberapa minggu.

BCG sangat jarang menimbulkan efek samping berupa reaksi alergi anafilaktik. Tapi tetap lebih
baik untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan jika timbul alergi. Lakukan
imunisasi dengan tenaga ahli terlatih yang mengetahui penanganan alergi dengan tepat.

Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Imunisasi BCG

Dosis imunisasi BCG sebanyak 0,05 ml untuk bayi di bawah usia satu tahun. Umumnya
penyuntikan imunisasi dilakukan pada lengan bagian kiri atas. Lengan bagian tersebut tidak boleh
diberikan imunisasi lain, minimal selama tiga bulan.

Meski tergolong imunisasi wajib, ada beberapa kondisi bayi yang membuat pemberian imunisasi
BCG perlu ditunda, seperti :

 Demam tinggi.
 Infeksi kulit.
 HIV positif.
 Pengobatan kanker atau kondisi lain yang memperlemah sistem imunitas.
 Diketahui mengalami reaksi anafilaktik terhadap imunisasi BCG.
 Bayi yang pernah terkena tuberkulosis atau berada di rumah dengan salah seorang
anggota keluarga terjangkit tuberkulosis.

Imunisasi BCG merupakan tindakan yang penting untuk melindungi kesehatan bayi. Namun,
perhatikan pula kondisi bayi sebelum melakukan imunisasi. Jika perlu, konsultasikan dengan
dokter spesialis anak untuk solusi terbaik.
Imunisasi

Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah program pencegahan penyakit menular yang diterapkan dengan


memberikan vaksin sehingga orang tersbut imun atau resisten terhadap penyakit tersebut.
Program imunisasi dimulai sejak usia bayi hinggan masuk usia sekolah. Melalui program
ini, anak akan diberikan vaksin yang berisi jenis bakteri atau virus tertentu yang sudah
dilemahkan atau dinonaktifkan guna merangsang sistem imun dan membentuk antibodi di
dalam tubuh mereka. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi bermanfaat untuk
melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus tersebut di masa yang akan datang.

Metode pemberian vaksin dalam imunisasi beragam, ada yang dengan cara disuntikkan,
dimasukkan (ditetesi) ke dalam mulut, atau bahkan disemprotkan ke dalam mulut atau
hidung. Sejumlah vaksin ada yang hanya diberikan sekali seumur hidup dan ada juga
yang perlu diberikan secara berkala agar kekebalan tubuh terbentuk dengan sempurna.

Bayi baru lahir memang telah memiliki antibodi dari ibunya yang diterima saat masih di
dalam kandungan, namun kekebalan ini hanya dapat bertahan hingga beberapa minggu
atau bulan saja. Setelah itu, bayi akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit
dan perlu mulai memproduksi antibodi sendiri. Dengan imunisasi, sistem kekebalan
tubuh anak akan siap untuk menghadapi serangan penyakit tertentu di masa depan, seperti
cacar, campak, polio, tetanus, dan gondongan, sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan.
Imunisasi juga bisa membantu mencegah epidemi penyakit menular serta menekan
pengeluaran karena biaya pencegahan lebih murah daripada biaya pengobatan.

Efek Samping Imunisasi


Umumnya efek samping imunisasi tergolong ringan, misalnya:

 Nyeri atau bekas berwarna kemerahan di bagian yang disuntik


 Demam
 Mual
 Pusing
 Hilang nafsu makan
Untuk efek samping yang tergolong parah (misalnya kejang dan reaksi alergi), jarang sekali
terjadi.

Pertimbangkanlah kembali jika Anda berencana untuk tidak menyertakan anak ke dalam
program imunisasi karena risiko efek samping vaksinasi itu sendiri lebih kecil
dibandingkan manfaatnya sepanjang hidup.

Jenis-jenis Vaksin Imunisasi di Indonesia


Berikut ini adalah jenis-jenis vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) dalam program imunisasi, di antaranya:

 Hepatitis B
 Polio
 BCG
 DTP
 Campak
 Hib
 PCV
 Rotavirus
 Influenza
 MMR
 Tifoid
 Hepatitis A
 Varisela
 HPV

Di Indonesia, vaksin hepatitis B, polio, BCG, DTP dan campak merupakan imunisasi wajib.
Sedangkan sisanya merupakan vaksinasi yang direkomendasikan.

Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi hati berbahaya yang disebabkan oleh virus
melalui cairan tubuh dan darah. Pemberian vaksin hepatitis B bisa dilakukan pertama kali pada
anak setelah kelahirannya. Selanjutnya vaksin ini bisa kembali diberikan pada saat anak berusia
satu bulan dan pemberian ketiga di kisaran usia 3-6 bulan.

Efek samping vaksin hepatitis B yang tergolong umum adalah demam dan rasa lelah pada
anak. Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah gatal-gatal, kulit menjadi
kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.

Polio
Polio merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan, sesak napas, dan
terkadang kematian. Pemberian vaksin polio harus dilakukan dalam satu rangkaian, yaitu pada
saat anak baru dilahirkan dan pada saat anak berusia dua, empat, serta enam bulan. Vaksin ini
selanjutnya bisa diberikan kembali di usia satu setengah tahun, dan yang terakhir di usia lima
tahun.

Efek samping vaksin polio yang paling umum adalah demam dan kehilangan nafsu
makan, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah reaksi alergi berupa
gatal, kulit kemerahan, wajah membengkak hingga susah bernapas atau menelan.

BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis  atau yang lebih dikenal sebagai
TBC. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang dapat ditularkan melalui hubungan dekat
dengan orang yang terinfeksi TB, seperti hidup di rumah yang sama.

Pemberian vaksin BCG hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat anak baru dilahirkan
hingga berusia dua bulan. Efek samping vaksin BCG yang paling umum adalah
munculnya benjolan bekas suntik pada kulit, sedangkan efek samping yang sangat jarang
terjadi adalah reaksi alergi.
DTP
Vaksin DTP merupakan jenis vaksin gabungan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit
difteri, tetanus, dan pertusis. Pertusis lebih dikenal dengan sebutan batuk rejan.

Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan sesak napas, radang
paru-paru, hingga masalah pada jantung dan kematian. Sedangkan tetanus merupakan
penyakit kejang dan kaku otot yang sama mematikannya. Dan yang terakhir adalah batuk
rejan atau pertusis, yaitu penyakit batuk parah yang dapat mengganggu pernapasan. Sama
seperti difteri, batuk rejan juga dapat menyebabkan radang paru-paru, kerusakan otak,
bahkan kematian.

Pemberian vaksin DTP harus dilakukan lima kali, yaitu pada saat anak berusia:

 Dua bulan
 Empat bulan
 Enam bulan
 Satu setengah tahun
 Lima tahun

Vaksin DTP tidak dilisensikan untuk anak-anak usia di atas tujuh tahun, remaja, atau dewasa.
Namun vaksin sejenis yang disebut Tdap bisa diberikan pada usia 12 tahun. Efek samping vaksin
DTP yang tergolong umum adalah rasa nyeri, demam, dan mual. Efek samping yang jarang
terjadi adalah kejang-kejang.

Campak
Campak adalah penyakit virus yang menyebabkan demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan,
radang mata, dan ruam. Vaksin campak diberikan tiga kali yaitu pada saat anak berusia sembilan
bulan, dua tahun, dan enam tahun.

MMR

Selain vaksin campak biasa, ada pilihan alternatif yaitu vaksin MMR yang merupakan
vaksin kombinasi. Vaksin ini merupakan gabungan antara vaksin campak, gondong, dan
campak Jerman.

Gondong merupakan penyakit virus yang menyebabkan terjadinya pembengkakan


kelenjar parotis di bawah telinga. Gejala lain dari gondong adalah demam, nyeri sendi,
dan sakit kepala. Campak Jerman merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan
nyeri sendi, pilek, demam, pembengkakan kelenjar di sekitar kepala dan leher, serta
munculnya ruam berwarna merah pada kulit.

Pemberian vaksin MMR dilakukan dua kali, yaitu saat anak berusia satu tahun tiga bulan
dan saat anak berusia 15-18 bulan dengan minimal jarak 6 bulan dengan pemberian
vaksin campak. Pemberian kedua diberikan saat anak berusia 6 tahun. Sebagai patokan,
imunisasi campak diberikan dua kali atau MMR dua kali.

Efek samping vaksin MMR yang paling umum adalah demam dan efek samping yang
jarang terjadi adalah sakit kepala, ruam berwarna ungu pada kulit, muntah, nyeri pada
tangan atau kaki, dan leher kaku.

Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya adalah isu autisme akibat
pemberian vaksin MMR. Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak
ditemukan kaitan yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.

Hib
Vaksin Hib diberikan untuk mencegah infeksi mematikan yang disebabkan oleh bakteri
haemophilus influenza tipe B. Beberapa kondisi parah yang dapat disebabkan virus Hib adalah
meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru-paru), septic arthritis (radang sendi),
dan pericarditis (radang kantong jantung).
Pemberian vaksin Hib harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak berusia dua bulan,
empat bulan, enam bulan, dan 18 bulan. Efek samping yang mungkin terjadi setelah
vaksin Hib adalah reaksi alergi berupa kemerahan dan gatal.

Pneumokokus
Vaksin pneumokokus (PCV) diberikan untuk mencegah penyakit pneumonia, meningitis, dan
septikemia yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae.

Pemberian vaksin ini harus dilakukan secara berangkai, yaitu saat anak berusia dua,
empat, dan enam bulan. Selanjutnya pemberian vaksin dapat kembali dilakukan saat anak
berusia 12-15 bulan.

Efek samping vaksin PCV yang bisa terjadi adalah pembengkakan dan warna kemerahan
pada bagian yang disuntik, serta diikuti dengan demam ringan.

Rotavirus
Vaksin rotavirus merupakan jenis vaksin untuk mencegah diare. Pemberian vaksin ini dilakukan
secara berangkai, yaitu pada saat anak berumur 10 minggu dan 6 minggu (maksimal pada usia 6
bulan). Efek samping vaksin rotavirus yang paling umum diare ringan. Efek pada bayi dapat
menyebabkannya menjadi lebih rewel.

Varisela
Vaksin varisela merupakan vaksin untuk mencegah penyakit cacar air yang disebabkan oleh virus
varicella zoster. Vaksin ini diberikan pada anak berusia satu tahun ke atas. Vaksin diberikan dua
kali jika anak berusia di atas 13 tahun dengan jarak waktu 4-8 minggu.

Efek samping pemberian vaksin varisela yang tergolong umum adalah kemerahan dan
nyeri pada bagian yang disuntik. Dan efek samping yang tergolong lebih jarang adalah
ruam kulit.

HPV
Vaksin HPV diberikan kepada remaja perempuan untuk mencegah kanker serviks atau kanker
pada leher rahim yang sebagian besar kasusnya disebabkan oleh virus human papillomavirus.
Vaksin HPV dapat diberikan sejak anak berumur 10 hingga 26 tahun. Efek samping pemberian
vaksin HPV yang tergolong umum adalah:

 Sakit kepala
 Nyeri, bengkak, gatal, memar, dan merah pada bagian kulit yang disuntik
 Demam
 Nyeri tangan dan kaki
 Mual

Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah urtikaria atau biduran.

Hepatitis A
Vaksin hepatitis A diperuntukkan mencegah penyakit hepatitis A yang disebabkan oleh virus.
Vaksin ini harus diberikan dua kali mulai usia 2 tahun. Suntikan pertama dan kedua harus
berjarak 6 bulan atau 12 bulan.

Efek samping vaksin hepatitis A yang umum adalah demam dan rasa lelah, sedangkan
efek samping yang tergolong jarang adalah gatal-gatal, batuk, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.

Tifus
Vaksin tifus diberikan untuk mencegah penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri salmonella
typhi. Gejala penyakit ini meliputi demam, diare, dan sakit kepala.Jika tidak segera ditangani,
gejala tersebut bisa memburuk, dan menyebabkan berbagai komplikasi, seperti infeksi usus dan
perforasi (robek) usus.
Pemberian vaksin tifus bisa dilakukan pada saat anak berusia 2 tahun dengan frekuensi
pengulangan tiap tiga tahun sekali. Efek samping pemberian vaksin tifus yang mungkin
saja terjadi adalah:

 Nyeri, bengkak, dan merah pada bagian yang disuntik


 Demam
 Sakit kepala
 Tidak enak badan
 Sakit perut
 Diare

Influenza
Vaksin influenza diberikan untuk mencegah virus-virus influenza. Vaksinasi pada anak-anak bisa
dilakukan sejak mereka berusia enam bulan dengan frekuensi pengulangan satu kali tiap tahun.
Efek samping vaksin influenza di antaranya adalah demam, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot,
dan sakit kepala. Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah bersin-bersin, sesak napas,
sakit pada telinga, dan gatal-gatal

Anda mungkin juga menyukai