Berdasarkan kedua teori di atas, maka kepuasan pelanggan terletak pada ekspektasi
pelanggan terhadap suatu produk. Pelanggan akan merasa puas jika produk yang mereka
sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka memperoleh dan
sikap yang ditunjukkan oleh pelanggan pasca mereka menggunakan suatu produk, sikap itu
bisa menunjukkan mereka senang atau mereka kecewa. Kesenangan pelanggan ini
diindikasikan bahwa pelanggan puas, sebaliknya jika pelanggan kecewa bisa dikatakan
Buttle mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah “respons berupa perasaan puas
yang timbul karena pengalaman mengkonsumsi suatu produk atau layanan, atau sebagian
kecil dari pengalaman itu”[5]. Sedangkan Lusch, Dunne dan Carver mengungkapkan
“Customers satisfaction is determined by whether or not the total shopping experience has
pengalaman pelanggan terhadap suatu produk. Pengalaman ini tentu pengalaman yang
menyenangkan dan memberikan rasa puas yang bisa dirasakan oleh pelanggan.
terhadap produk yang sedang mereka konsumsi. Penilaian yang dilakukan bermuara kepada
manfaat yang diberikan produk dan apakah manfaat yang ditawarkan itu bisa memenuhi
hasrat kebutuhan pelanggan atau tidak.Selanjutnya, Berma dan Evans berpendapat mengenai
“Customer satisfaction occurs when the value and customer service provided through a
retailling experience meet or exceed consumer expectations”. (Kepuasan pelanggan terjadi
ketika nilai dan layanan pelanggan yang disediakan melalui pengalaman ritel memenuhi atau
melebihi harapan konsumen)[8].
Teori ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan diibaratkan sebagai pertemuan
antara nilai dan layanan pelanggan sehingga mencapai titik yang pas. Ketika terjadi
Paul J. Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan tentang kepuasan pelanggan, yakni:
kesenangan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta memberikan manfaat lebih yang
mereka yakni :
Customer form expectations about the value and satisfaction that various market offerings
will deliver and buy accordingly. Satisfied customers buy again and tell others about their
good experience. (Pelanggan yang harapannya tentang nilai dan kepuasan mengenai berbagai
macam pasar akan memesan dan membeli secara langsung. Pelanggan yang puas akan
membeli lagi dan memberitahu orang lain tentang pengalaman baik mereka)[11].
Kedua teori diatas, menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk,
dipastikan pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh
pelanggan puas ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut mengenai pengalaman yang
memuaskan dirinya.
“Satisfaction is a big factor for many customers in remaining loyal. In your own
organization, your effort could be a deciding factor in customer ratings for the quality of
service rendered”. (Kepuasan merupakan faktor utama bagi banyak pelanggan untuk tetap
setia. Dalam organisasi anda sendiri, usaha anda bisa menjadi faktor penentu dalam peringkat
pelanggan untuk kualitas layanan yang diberikan)[12].
Teori ini dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan disini adalah kunci pertama
membuat pelanggan menjadi loyal atau setia untuk tetap menggunakan produk. Kepuasan
maksimal dan berbeda dengan pesaing dalam memberikan layanan atau service kepada
Teori lain, menurut Dann dan Dann mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah :
Satisfaction is a major driver of customer retention and customer loyalty. Whilst some
customers are purely price driven, most will base their purchase decision on the level to
which the product satisfies their needs. (Kepuasan adalah penggerak utama retensi pelanggan
dan loyalitas pelanggan. Sementara beberapa pelanggan yang murni menetapkan
terdorongnya harga, sebagian besar akan mendasarkan keputusan pembelian mereka pada
tingkat yang produk memenuhi kebutuhan mereka)[13].
Dari teori ini, kepuasan bisa membuat pelanggan menjadi loyal dan membuat pelanggan
memiliki intensitas waktu yang lama untuk berhubungan dengan perusahaan. Dan ketika
perusahaan menawakan harga yang sesuai bahkan bisa lebih murah maka pelanggan akan
Creating satisfied customers, and thus future sales, requires that customers continue to
believe that your brand meets their needs and offers superior value after they used it. You
must deliver as much or more value than your customers initially expected, and it must be
enough to satisfy their needs. Doing so requires an even greater understanding of consumer
behavior.(Menciptakan pelanggan yang puas, dan dengan demikian penjualan masa depan,
mengharuskan pelanggan tetap percaya bahwa merek memenuhi kebutuhan mereka dan
menawarkan nilai terbaik setelah mereka menggunakannya. Kita harus memberikan nilai
sebanyak-banyaknya atau lebih dari harapan awal pelanggan, dan itu harus cukup untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Membutuhkan pemahaman yang lebih besar tentang perilaku
konsumen)[14].
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan pelanggan yang puas,
perusahaan harus memberikan nilai pelanggan yang maksimal sehingga harapan pelanggan
dapar tercapai dan bahkan bisa melampaui harapan mereka. Dengan begitu, rasa puas yang
dirasakan oleh pelanggan, akan terus tercipta dan perusahaan untuk menjaga hal tersebut,
harus lebih paham dan mengerti kebutuhan dan harapan para pelanggan mereka.
“Satisfaction can be measured in terms of the gaps between what customers expect and what
they perceived they have received. (Kepuasan dapat diukur dalam hal kesenjangan antara apa
yang pelanggan harapkan dan apa yang mereka anggap telah mereka terima)”[15].
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan sesungguhnya bisa diukur, dengan
melihat harapan pelanggan terhadap suatu produk dan bagaimana perusahaan memenuhi
harapan tersebut. Jika memang hasil positif dan pelanggan merasa terpenuhi, maka bisa
bahwa:
spesifikasi produk atau fitur layanan, adanya persepsi terhadap suatu kualitas produk dan
pelayanan serta bagaimana harga yang diberikan perusahaan terhadap produk tersebut.
Menurut John W. Mullins dan Orville C. Walker, JR. juga mengemukakan bahwa :
Measures of customer satisfaction should examine both (1) customers expectations and
preferences concerning the various dimensions of product and service quality (such as
product performance, features, reliability, on-time delivery. competence of service personnel,
and so on). (2) their perceptions concerning how well the firm is meeting those expectations.
any gaps where customer expectations exceed their recent experiences may indicate fruitful
areas for the firm to work at improving customer value and satisfaction. (Mengukur kepuasan
pelanggan harus memeriksa baik (1) harapan pelanggan dan preferensi mengenai berbagai
dimensi kualitas produk dan layanan (seperti kinerja produk, fitur, kehandalan, pengiriman
tepat waktu. kompetensi tenaga pelayanan, dan sebagainya). (2) persepsi mereka mengenai
seberapa baik perusahaan yang memenuhi harapan mereka. setiap kesenjangan di mana
harapan pelanggan melebihi pengalaman baru-baru ini mereka dapat menunjukkan daerah
berbuah bagi perusahaan untuk bekerja untuk meningkatkan nilai pelanggan dan
kepuasan)[17].
Dari pendapat diatas, mengenai pengukuran kepuasan pelanggan pada butir nomor satu,
terdapat kata-kata mengenai dimensi kualitas produk dan layanan. Secara terperinci
dijelaskan mengenai dimensi tersebut. Pertama, dimensi kualitas produk. Beberapa indikator
antara lain:
1. Wujud (Tangibles)
2. Keandalan (Reliability)
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Emphaty)[19].
Dimensi layanan diatas, disebutkan memiliki lima indikator. Indikator pertama yakni
wujud (tangibles), terdiri dari fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana
komunikasi. Kedua yaitu keandalan (reliability), terdiri dari kemampuan karyawan untuk
melakukan layanan yang dijanjikan dan keakuratan. Ketiga, daya tanggap (responsiveness),
terdiri dari kesediaan karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang
cepat. Keempat, jaminan (assurance), terdiri dari pengetahuan, kesopanan karyawan dan
empati (emphaty), yang terdiri atas peduli terhadap pelanggan dan perhatian perusahaan
kepada pelanggan.
Menurut Irawan (2002), salah satu pencetus Indonesia Customer Satisfaction Award
(ICSA) dan penggagas ide Hari Pelanggan Nasional 2003, ada lima driver utama (faktor-
1. Kualitas produk
2. Harga
3. Kualitas layanan (service quality)
4. Faktor emosional (Emotional factor)
5. Berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa[20].
Secara terperinci dijelaskan bahwa kualitas produk terdiri dari enam elemen antara lain
performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Kualitas layanan juga
terdiri dari lima dimensi yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.
Selain itu, faktor emosional adalah suatu keadaan ketika pelanggan puas terhadap produk
tertentu karena produk tersebut memberikan emotional value yang terpancar dari citra merek
yang baik.
Customer loyalty is seen by Whitwell, Lukas and Doyle (2003) as being influenced by
satisfaction with the quality of the value offering, which in turn is affected by five factors: (1)
Realiability(2) Responsiveness (3) assurance(4) empathy (5) tangibles (Loyalitas pelanggan
yang dilihat oleh Whitwell, Lukas dan Doyle (2003) sebagai yang dipengaruhi oleh kepuasan
dengan kualitas menawarkan nilai, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh lima faktor: (1)
Keandalan (2) Daya Tanggap(3) Jaminan(4) empati(5) wujud)[21].
Teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan dapat dipengaruhi oleh lima faktor.
Pertama, keandalan adalah sejauh mana pelanggan dijanjikan dan bagaimana mampu untuk
memberikan kinerja yang dijanjikan. Kedua adalah daya tanggap adalah suatu sikap yang
mengacu pada kesediaan organisasi untuk pelanggan, dan untuk menyediakan layanan yang
cepat dan berguna. Ketiga adalah jaminan, merupakan kepercayaan pelanggan memiliki
karyawan dalam organisasi, dan kepercayaan yang muncul dari keyakinan bahwa organisasi
tahu apa yang dilakukannya. Faktor keempat adalah empati, merupakan tingkat ke mana
organisasi tersebut dianggap peduli tentang pelanggan individu. Faktor terakhir adalah wujud,
merupakan elemen fisik menawarkan nilai, mulai dari produk hingga pelayanan karyawan
O.C Ferrell dan Michael D. Hartline mengatakan bahwa ada beberapa hal yang pemasar
bisa lakukan untuk mengelola kepuasan pelanggan dalam upaya pemasaran mereka, antara
lain :
1. Lebih mungkin untuk menjadi pelanggan setia atau bahkan menganjurkan bagi perusahaan
2. Kurangnya kecenderungan untuk mengeksplorasi pemasok alternatif
3. Kurang sensitif terhadap harga
4. Kurangnya kecenderungan beralih ke pesaing
5. Lebih mungkin untuk menyebarkan berita baik dari mulut ke mulut tentang perusahaan dan
produk-produknya[23].
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan
adalah suatu perasaan senang yang langsung dirasakan oleh pelanggan ketika harapan
pelanggan terhadap suatu produk terpenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan.
Ketika seorang pelanggan merasa puas maka pelanggan bisa melakukan pembelian ulang
kembali bahkan pelanggan akan berbagi pengalaman yang menyenangkan kepada kerabat
mereka atas hasil yang memuaskan dirinya setelah mengonsumsi produk tersebut.
Kepuasan pelanggan memiliki beberapa indikator antara lain pertama, wujud (Tangibles)
dengan sub indikator fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi, kedua
keandalan (Reliability) dengan sub indikator kemampuan untuk melakukan layanan yang
dijanjikan dan akurat, ketiga daya Tanggap (Responsiveness) dengan sub indikator kesediaan
untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat, keempat jaminan
(Assurance) dengan sub indikator pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan
mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, dan kelima empati (Emphaty)