3305
.id
go
s.
bp
b.
ka
en
um
eb
//k
s:
tp
ht
i
ANALISIS KEMISKINAN
ISBN : 978-602-5476-95-2
No. Publikasi : 33050.2102
Katalog : 3205028.3305
Ukuran Buku : 21 cm x 29,7 cm
Jumlah Halaman : viii + 41 halaman
id
Naskah:
.
go
BPS Kabupaten Kebumen s.
bp
Penyunting:
b.
ka
Gambar Sampul:
bu
Diterbitkan oleh:
s
tp
Dicetak oleh:
CV. Retsmart Grafindo
Sumber Ilustrasi:
canva.com
id
.
go
s.
bp
Desain dan Tata Letak : Dwi Agus Styawan, S.Si.
b.
ka
en
m
bu
ke
s ://
tp
ht
ht
tp
s://
ke
bu
m
en
ka
b.
bp
s.
go
.id
KATA PENGANTAR
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi perhatian serius
pemerintah. Salah satu aspek penting dalam mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan
adalah penyediaan data kemiskinan yang akurat. Setiap tahun, BPS berupaya menyajikan data
terkait kemiskinan salah satunya melalui publikasi Analisis Kemiskinan Kabupaten Kebumen
2020. Publikasi ini berisi data dan informasi mengenai kemiskinan serta indikator/variabel lain
yang terkait dengan isu kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Data dan informasi yang tersaji
pada publikasi ini bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode Maret
2020, dan periode-periode sebelumnya untuk memperoleh data series kemiskinan.
id
.
go
pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Pada akhirnya, kami menyampaikan
s.
apresiasi tinggi dan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan
bp
b.
sumbangsih dalam penyelesaian publikasi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat
ka
en
Kabupaten Kebumen
v
ht
tp
s://
ke
bu
m
en
ka
b.
bp
s.
go
.id
Daftar Isi
. id
go
2.3. Metodologi Penghitungan Kemiskinan ....................................................................... 6
s.
2.4. Konsep dan Definisi .................................................................................................... 7
bp
b.
2.4.1. Pendidikan............................................................................................................ 7
ka
vii
BAB IV. KARAKTERISTIK PENDUDUK MISKIN KEBUMEN 2020 ......................... 34
4.1. Pendidikan ................................................................................................................. 34
4.2. Ketenagakerjaan ........................................................................................................ 35
4.3. Fasilitas Perumahan ................................................................................................... 36
4.4. Program pemerintah................................................................................................... 37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 39
5.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 39
5.2. Saran .......................................................................................................................... 40
REFERENSI ........................................................................................................................... 41
. id
go
s.
bp
b.
ka
en
m
bu
ke
s ://
tp
ht
viii
BAB I
PENDAHULUAN
id
kemiskinan. Program-program tersebut terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan kepala daerah
.
go
sesuai dengan karakteristik setiap daerah. s.
bp
Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan dan pengentasan
b.
ka
kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data
en
membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk
ke
miskin dengan tujuan memperbaiki kondisi mereka. Oleh karena itu, data-data tersebut harus
://
s
tersedia bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga hingga level kabupaten/kota.
tp
ht
1
mencakup angka kemiskinan periode 1976-1981. Sejak itu, setiap tiga tahun, BPS menghitung
jumlah penduduk miskin di Indonesia bersamaan dengan pengumpulan data konsumsi rumah
tangga melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Sejak 2002, penghitungan angka
kemiskinan dilakukan setiap tahun dengan dilaksanakannya survei modul konsumsi rumah
tangga melalui Susenas.
Pemutakhiran metode pengukuran kemiskinan dilakukan pada 1998. Pemutakhiran
tersebut dengan menyempurnakan keranjang makanan (food basket) dan komponen bukan
makanan berdasarkan survei terbatas di sepuluh provinsi. Penghitungan garis kemiskinan
makanan didasarkan pada kebutuhan energy minimum penduduk Indonesia sebesar 2.100
kilokalori per hari, yang merupakan rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) 1978. Metode ini menghasilkan perluasan komoditas dalam keranjang makanan di
setiap daerah, yang menghasilkan 52 jenis komoditas dalam keranjang makanan nasional.
id
Penghitungan garis kemiskinan bukan makanan didasarkan pada 51 komoditas di perkotaan
.
go
dan 47 komoditas di perdesaan yang mencakup perumahan, pakaian dan alas kaki, perawatan
s.
bp
kesehatan, biaya pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
b.
ka
1. Mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin Kabupaten Kebumen tahun 2020.
ke
://
2
BAB II.
KAJIAN PUSTAKA
id
layak tidak tercapai (World Bank, 2006). Lebih lanjut, Bank Dunia menggunakan
.
go
s.
ketidakcukupan sandang, pangan, dan papan, ketidakmampuan untuk mengakses perawatan
bp
kesehatan, serta rendahnya akses terhadap pendidikan, sebagai indikator untuk menandai
b.
ka
seseorang dikategorikan miskin atau tidak. Sementara itu, United Nations (2006)
en
memenuhi kebutuhan dasar. Sebagaimana Bank Dunia, PBB juga mengajukan beberapa
ke
indikator teknis yang dapat digunakan sebagai penanda miskin atau tidaknya seseorang, seperti
://
s
kurang gizi, buta huruf, kesehatan yang buruk, pakaian dan perumahan yang tidak layak, serta
tp
ht
ketidakberdayaan.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan definisi kemiskinan sebagai kondisi
ketika taraf hidup seseorang dianggap lebih rendah dari standar kemiskinan yang dikenal
sebagai garis kemiskinan. Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan dalam menentukan garis
kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan relatif. Adapun menurut sifatnya,
kemiskinan terbagi menjadi dua, yaitu kemiskinan sementara (transient poverty) dan
kemiskinan kronis (chronic poverty). Penduduk yang tergolong miskin sementara adalah
mereka yang pengeluaran rumah tangganya berada di bawah garis kemiskinan. Mereka
menjadi miskin karena perekonomian secara umum memburuk sehingga pendapatannya tidak
mencukupi kebutuhan minimumnya. Kelompok penduduk ini akan tergolong tidak miskin jika
kondisi perekonomian membaik karena mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang memberikan
penghidupan lebih baik.
3
Pada hampir semua negara berkembang, penghitungan kemiskinan cenderung
menggunakan pendekatan absolut. Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan, yaitu
pendapatan US$1 per hari, sebagai standar daya beli di berbagai negara. Garis kemiskinan
absolut adalah nilai nominal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yang meliputi
kelompok makanan dan kelompok bukan makanan. Kemiskinan, menurut pendekatan
kemiskinan absolut, akan turun ketika seluruh penduduk dalam satu daerah mengalami
peningkatan pendapatan pada tingkat yang sama. Kondisi ini biasa dikenal sebagai
pertumbuhan yang memiliki dampak netral pada ketimpangan (inequality-neutral growth).
Sebaliknya di negara maju, penghitungan kemiskinan biasanya menggunakan
pendekatan relatif, yang disebut garis kemiskinan yang relatif tinggi (strongly relative poverty
line). Negara-negara tersebut biasanya menggunakan nilai konstan terhadap nilai rata-rata atau
nilai tengah pendapatan masyarakat di satu daerah. Jika seluruh penduduk di daerah mengalami
id
pertumbuhan pendapatan pada tingkat yang sama, kemiskinan tidak akan mengalami
.
go
perubahan nilai garis kemiskinan dan, bahkan, akan meningkat. Di antara sekian negara maju,
s.
bp
Amerika Serikat adalah satu-satunya negara maju yang menggunakan garis kemiskinan absolut
b.
ka
kesejahteraan antar kelompok masyarakat (Zahra, Fatin A, Afuwu, & Auliyah R, 2019).
s
tp
Mereka yang berada di lapisan terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat
ht
digolongkan sebagai penduduk miskin. Dalam kategori seperti ini, dapat saja mereka yang
digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak dasarnya, namun tingkat
keterpenuhannya berada di lapisan terbawah.
Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok
penduduk. Pendekatan ketimpangan ini tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan,
tetapi pada besarnya perbedaan antara kelompok pendapatan/pengeluaran, misalkan antara 20
atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian
yang berorientasi pada pendekatan ketimpangan ini lebih fokus pada upaya memperkecil
perbedaan antara mereka yang miskin dan mereka yang tidak miskin. Sementara itu, garis
kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antardaerah
dan antarwaktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama. Namun untuk
menentukan sasaran program yang ditujukan untuk penduduk miskin, ukuran kemiskinan
relatif bisa digunakan.
4
2.4.2. Kemiskinan absolut
Konsep kemiskinan absolut atau kemiskinan mutlak berkaitan dengan standar hidup
minimum yang dianggap layak di satu daerah pada waktu tertentu (Puspita, 2015). Pada konsep
ini seseorang disebut miskin jika kehidupannya dianggap lebih rendah daripada tingkat
kehidupan layak. Kehidupan layak menjadi garis pemisah antara miskin dan tidak miskin, atau
dengan garis kemiskinan. Kemiskinan absolut bisa dipahami sebagai perbedaan antara tingkat
pendapatan seseorang dan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar. Seseorang disebut miskin, menurut konsep kemiskinan absolut, jika tidak bisa
memenuhi kebutuhan pokok minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan, yang diperlukan untuk bisa hidup layak dan bekerja secara optimal. Kebutuhan
pokok minimum biasanya diterjemahkan dalam ukuran finansial, mengingat banyaknya
dimensi yang harus dipenuhi untuk menggambarkan kehidupan yang layak.
id
Salah satu kelebihan konsep kemiskinan absolut adalah kemampuannya untuk
.
go
diperbandingkan antarwaktu dan antardaerah, dengan catatan definisi kemiskinan tidak
s.
bp
mengalami perubahan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat kehidupan dikatakan miskin atau
b.
ka
tidak bergantung pada struktur rumah tangga. Pada 2010, menurut Biro Sensus Amerika
en
Serikat, untuk satu keluarga yang beranggotakan empat orang, tanpa anak di bawah usia 18
m
bu
tahun, jumlah pendapatan minimal adalah US$22.541. Sementara untuk keluarga dengan
ke
tambahan dua anak dengan jumlah orang dewasa tetap empat orang, jumlah pendapatan
s ://
minimalnya US$22.162 per tahun. Definisi kemiskinan yang tidak berubah ini membuat
tp
ht
konsep kemiskinan absolut bisa digunakan untuk menilai apakah kebijakan penanggulangan
kemiskinan berhasil atau tidak.
5
mereka menjadi serba berkekurangan, tak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan
bermartabat sebagai manusia.
Sementara itu, kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor-
faktor adat dan budaya dari suatu daerah tertentu (Syawie, 2011). Adat atau budaya tersebut
membelenggu seseorang sehingga tetap melekat dengan kemiskinan. Padahal indikator
kemiskinan tersebut seyogyanya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan
dengan mengabaikan faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang
melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik.
id
.
go
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Tahap pertama adalah
s.
menentukan penduduk referensi yaitu 20 persen penduduk yang berada di atas Garis
bp
b.
Kemiskinan Sementara (GKS). Penentuan GKS untuk tingkat Kabupaten/Kota dengan cara:
ka
en
m
bu
ke
s://
tp
ht
Catatan:
Untuk mencari GKS pada tingkat kabupaten ke-i digunakan elastisitas provinsi ke-j di
level perdesaan.
Untuk mencari GKS pada tingkat kota ke-i digunakan elastisitas provinsi ke-j di level
perkotaan.
Untuk kabupaten/kota yang bukan kota inflasi, laju inflasinya diperoleh dari
kabupaten/kota yang berdekatan (pendekatan sister city).
6
Langkah berikutnya adalah menentukan persentase penduduk miskin (P0) sementara
kabupaten/kota ke-i di provinsi ke-j yaitu dengan cara mengalikan pertumbuhan P0 provinsi
ke-j periode t ke t-1 dengan P0 kabupaten ke-i pada tahun t-1. Langkah ketiga adalah
menetapkan Garis Kemiskinan dengan cara menarik titik potong antara GKS dan P0 sementara.
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
id
.
go
Angka melek huruf adalah proporsi penduduk miskin yang dapat membaca dan menulis
s.
bp
kalimat sederhana dalam aksara tertentu, yaitu huruf latin, huruf arab, atau huruf
b.
lainnya. Publikasi ini menyajikan angka melek huruf penduduk miskin untuk kelompok
ka
Angka partisipasi sekolah adalah proporsi dari penduduk miskin yang masih
bu
ke
bersekolah. Publikasi ini menyajikan angka partisipasi sekolah penduduk miskin pada
://
berusia sekolah.
2.4.2. Ketenagakerjaan
Bekerja adalah kegiatan penduduk miskin usia 15 tahun ke atas dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan yang dilakukan
paling sedikit selama satu jam berturut-turut dalam seminggu terakhir.
Bekerja di sektor informal adalah penduduk miskin yang mempunyai status/kedudukan
dalam pekerjaan utamanya adalah berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak
tetap/buruh tidak dibayar, pekerja bebas, atau pekerja keluarga/tidak dibayar.
Bekerja di sektor formal adalah penduduk miskin yang mempunyai status/kedudukan
dalam pekerjaan utamanya adalah bekerja dibantu buruh tetap/buruh dibayar atau
buruh/karyawan/pegawai.
7
Bekerja di sektor pertanian adalah penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian
tanaman padi dan palawija, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan
dan pertanian lainnya.
Bekerja di sektor bukan pertanian adalah penduduk miskin yang bekerja selain di sektor
pertanian, seperti pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan gas,
konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan, transportasi, keuangan,
jasa atau lainnya.
Tidak bekerja adalah penduduk miskin yang menjadi pencari pekerjaan/menganggur
dan bukan angkatan kerja (penduduk miskin yang tidak bekerja maupun tidak mencari
pekerjaan).
id
.
go
terlindung, mata air terlindung yang jarak penampungan kotoran/limbah ≥ 10 meter.
s.
bp
Rumah tangga pengguna air layak adalah rumah tangga miskin yang menggunakan
b.
sumber utama air minum dari air tidak sustain (air hujan), air terlindung maupun tidak
ka
en
terlindung dengan syarat sumber mandi/cuci/dll yang digunakan berasal dari air
m
terlindung.
bu
ke
menggunakan fasilitas tempat pembuangan air besar yang digunakan oleh rumah
s
tp
8
bahan pangan di pedagang bahan pangan atau disebut e-warung yang bekerja sama
dengan Bank Penyalur. Bahan pangan dalam program BPNT ini adalah beras dan/atau
telur.
. id
go
Harapan Lama Sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang
s.
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dapat
bp
b.
jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah
en
m
yaitu program wajib belajar. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup
bu
dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Sumber
ke
://
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Pengeluaran per kapita disesuaikan ditentukan dari
ht
nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita
setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level
kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar
2012=100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 96 komoditas
dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non
makanan. Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao.
9
BAB III.
350 30
309,6
id
300 279,4
.
25
go
263,1 262,8
25,37 251,1
24,06 242,3 241,9 235,9
s.
250 233,4
22,7
bp
22,4 20
21,32 208,7 201,3 211,09
20,5 20,44 19,86
b.
200 19,6
ka
150
m
10
bu
100
ke
5
://
50
s
tp
ht
0 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin
Grafik 3.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Kebumen, 2009 – 2020
10
6,00
4,87
5,00
3,94 4,08
3,68 3,78
4,00 3,57 3,62
3,35
2,78
3,00 2,48 2,58 2,62
2,00
1,34 1,19
0,96 1,11 0,99
0,92 0,91
0,75 0,61 0,65
1,00 0,55 0,55
0,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
id
2009 – 2020
.
go
s.
bp
Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran
b.
masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks,
ka
en
semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Grafik 3.2 menunjukkan
m
bahwa selama periode 2009 – 2020, indeks kedalaman kemiskinan relatif berfluktuasi. Secara
bu
ke
umum pada periode tersebut, indeks kedalaman kemiskinan turun dari 4,87 menjadi 2,62. Akan
://
tetapi selama tiga periode terakhir (2018 – 2020), indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten
s
tp
ht
Kebumen cenderung meningkat, dari 2,48 menjadi 2,62. Peningkatan ini mengindikasikan
bahwa kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan
cenderung semakin melebar. Potret ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan, sebab rata-rata pengeluaran
penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Secara keseluruhan, Grafik 3.2
membuktikan bahwa selama periode 2009 – 2020 indeks keparahan kemiskinan cenderung
menurun dari 1,34 menjadi 0,55. Penurunan ini menandakan ketimpangan pengeluaran di
antara penduduk miskin di Kabupaten Kebumen relatif semakin kecil. Penurunan indeks
kedalaman kemiskinan juga menggambarkan bahwa kondisi penduduk miskin di Kabupaten
Kebumen semakin homogen. Hal ini tentu memudahkan Pemerintah Daerah Kabupaten
11
Kebumen dalam penentuan program pengentasan kemiskinan, sebab cukup dengan program
yang sama akan menghasilkan respon yang relatif sama.
id
krisis ekonomi atau kesehatan.
.
go
20
s.
bp
18
b.
16
ka
14
en
12
m
10
bu
8
ke
6
://
4
s
tp
2
ht
0
Blora
Pati
Klaten
Kota Semarang
Kota Salatiga
Jepara
Kota Magelang
Kota Tegal
Rembang
Temanggung
Semarang
Kota Surakarta
Boyolali
Wonogiri
Kendal
Cilacap
Wonosobo
Karanganyar
Kota Pekalongan
Sukoharjo
Tegal
Jawa Tengah
Purworejo
Purbalingga
Brebes
Banjarnegara
Kudus
Batang
Magelang
Grobogan
Demak
Sragen
Pemalang
Pekalongan
Banyumas
Kebumen
Grafik 3.3. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota,
2020
12
kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin lebih tinggi dibandingkan dengan
kemiskinan Provinsi Jawa Tengah. Hal yang menarik adalah seluruh kabupaten/kota sekitar
Kebumen dan Kawasan Barlingmascakeb masuk dalam kategori ini, yaitu Wonosobo,
Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, Purworejo, dan Cilacap. Apabila dibandingkan antar
kabupaten-kabupaten tersebut, Cilacap dan Purworejo menjadi Kabupaten dengan persentase
penduduk miskin terkecil di Kawasan Barlingmascakeb, yakni masing-masing sebesar 11,46
persen dan 11,78 persen.
20,32
19,60
18,80
17,59
17,58
17,47
17,36
17,21
17,05
16,82
16,63
15,90
15,64
15,62
15,46
15,03
14,76
13,94
13,81
13,50
13,26
12,53
11,78
11,67
11,46
.i11,45
11,25
s. 10,73
d
go
bp
b.
ka
en
m
Grafik 3.4. Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota sekitar Kebumen, 2017 – 2020
s
tp
ht
Grafik 3.4 menyajikan potret yang menarik bahwa pada 2017 dan 2018, persentase
penduduk miskin Kabupaten Kebumen lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten
Wonosobo. Akan tetapi, sejak 2019 persentase penduduk miskin Kabupaten Kebumen menjadi
lebih tinggi daripada Kabupaten Wonosobo. Potret ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran
bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen terkait kebijakan/program pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Wonosobo yang secara siginifikan mampu menurunkan tingkat
kemiskinan di wilayahnya. Selain itu, hal ini sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
efektivitas kebijakan/program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kebumen selama tiga
tahun terakhir.
13
Provinsi Jawa Tengah, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kebumen masih relatif
tinggi. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan pengentasan
kemiskinan yang lebih efektif, komprehensif, dan tepat sasaran. Perumusan kebijakan-
kebijakan ini membutuhkan data-data dasar mengenai kondisi Kabupaten Kebumen, baik dari
aspek ekonomi, sosial, ataupun demografi. Selain itu, data terkait gambaran karakteristik
penduduk miskin di Kabupaten Kebumen juga mutlak diperlukan. Data ini bertujuan agar
seluruh kebijakan pengentasan kemiskinan dapat berjalan lebih optimal dan tepat sasaran.
id
.
go
seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang
s.
dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sementara itu,
bp
b.
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
ka
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas
en
m
dasar harga berlaku berguna untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas
bu
dasar harga konstan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari suatu periode ke periode,
ke
://
7,00
6,15 6,28
5,79
6,00 5,52 5,58
5,01 5,15
4,88
5,00 4,57
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Secara umum, perekonomian Kabupaten Kebumen relatif baik. Hal ini tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas 5 persen, kecuali pada tahun 2012 dan 2013 yang
14
mengalami perlambatan menjadi 4,88 persen dan 4,57 persen. Bahkan pada periode 2016 –
2019, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen terus meningkat dari 5,01 persen menjadi
5,58 persen (Grafik 3.5). Peningkatan ini menunjukkan kesuksesan kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Kebumen dalam menjaga kondusivitas iklim usaha, sehingga jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan cenderung terus bertambah.
id
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4,43
.
go
D. Pengadaan Listrik dan Gas 7,2
C. Industri Pengolahan s. 7,18
bp
B. Pertambangan dan Penggalian 3,24
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,54
b.
ka
-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
en
Grafik 3.6. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kebumen menurut Lapangan Usaha, 2019
m
bu
ke
positif, kecuali lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang melambat sebesar
s
tp
0,54 persen (Grafik 3.6). Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada lapangan usaha informasi
ht
dan komunikasi yang tumbuh 15,48 persen. Pertumbuhan ini menggambarkan bahwa usaha di
bidang informasi dan komunikasi semakin menggeliat. Dalam era industri 4.0, pertumbuhan
sektor ini akan menjadi kunci keberhasilan suatu daerah dalam memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di daerahnya.
Berikutnya, lapangan usaha lain yang juga mengalami pertumbuhan positif relatif tinggi adalah
sektor jasa, yaitu jasa perusahaan dan jasa lainnya dengan pertumbuhan masing-masing sebesar
10,11 persen dan 10,78 persen. Pertumbuhan sektor jasa ini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa perekonomian Kabupaten Kebumen semakin berkembang dengan mulai tumbuhnya
sektor-sektor terkait kebutuhan tersier masyarakat, yaitu sektor jasa-jasa.
15
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 3.7. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kebumen, dan
id
Kabupaten/Kota sekitar, 2011 – 2019
.
go
s.
Grafik 3.7 menunjukkan bahwa pada dasarnya apabila dibandingkan dengan
bp
b.
periode 2011 – 2019, Kebumen tidak pernah menjadi kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi
en
m
terendah. Bahkan, selama dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen
bu
selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah. Pada 2020, perekonomian
ke
://
Kabupaten Kebumen mampu tumbuh sebesar 5,58 persen, sedangkan rata-rata Provinsi Jawa
s
tp
Hal yang menarik adalah walaupun dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi,
tapi persentase penduduk miskin di Kebumen juga masih tinggi. Hal ini menggambarkan
bahwa kue pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut relatif tidak dinikmati oleh masyarakat
Kebumen secara luas. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut belum
diikuti dengan pemerataan pendapatan masyarakat Kebumen. Kondisi ini sekaligus juga
menunjukkan mulai melemahnya mekanisme trickle down effect, sehingga pesatnya
pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin, tetapi
16
justru menimbulkan gejala peningkatan kemiskinan absolut, ketimpangan distribusi
pendapatan, dan pengangguran (Suryahadi et al., 2006).
50 45,88
43,19
45
40
40,93
35
30 27,94
25
26,18
20 15,88
15
10
id
0
.
go
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian
s.
Manufaktur Jasa-jasa
bp
b.
Grafik 3.8. Distribusi PDRB Kabupaten Kebumen menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2019
ka
en
Indikator lain untuk melihat perekonomian suatu daerah adalah bagaimana struktur
m
bu
ekonomi di daerah tersebut. Struktur ekonomi ditentukan oleh besarnya peranan berbagai
ke
lapangan usaha ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa di suatu daerah. Struktur
://
s
ekonomi yang terbentuk dari nilai tambah setiap lapangan usaha menggambarkan seberapa
tp
ht
besar ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi setiap lapangan usaha.
Grafik 3.8 menggambarkan bahwa selama periode 2005 – 2019, terjadi pergeseran struktur
ekonomi di Kabupaten Kebumen. Semula, perekonomian Kabupaten Kebumen cenderung
ditopang oleh sektor pertanian, tapi kemudian bergeser menjadi sektor jasa. Pada 2019, sektor
jasa menyumbang 45,88 persen dari total PDRB Kabupaten Kebumen. Adapun sumbangan
sektor manufaktur dan pertanian masing-masing sebesar 27,94 persen dan 26,18 persen. Hal
yang menarik adalah sumbangan selama periode 2005 – 2019, sumbangan sektor pertanian
terhadap PDRB Kabupaten Kebumen cenderung menurun, sedangkan sektor manufaktur dan
jasa cenderung terus meningkat.
17
pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pengentasan kemiskinan. Oleh karena
itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen perlu mengetahui gambaran demografi
diantaranya jumlah penduduk, rasio jenis kelamin, struktur piramida penduduk, dan rasio
ketergantungan penduduk.
1.400.000
1.197.982
1.161.719
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
id
400.000
.
go
200.000 s.
bp
b.
0
ka
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
en
Grafik 3.4.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Kebumen menurut Jenis Kelamin, 2010 – 2019
ke
://
meningkat, dari 1.161.719 jiwa menjadi 1.197.982 jiwa, atau naik 3,12 persen (Grafik 3.4.1).
Berdasarkan jenis kelamin, selama periode tersebut jumlah penduduk perempuan selalu lebih
banyak daripada laki-laki. Pada 2019, lebih dari separuh penduduk Kabupaten Kebumen adalah
perempuan, sedangkan laki-laki hanya sebesar 49,78 persen. Pada 2019, rasio jenis kelamin di
Kabupaten Kebumen sebesar 99,13, yang berarti terdapat 99 laki-laki per 100 wanita. Oleh
karena itu, kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen harus responsif gender dengan
melibatkan atau memberdayakan perempuan dalam setiap proses perumusan kebijakan
pembangunan, mulai tahap pengusulan hingga eksekusi program. Pemberdayaan perempuan
ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan perempuan dan partisipasi perempuan
dalam pasar kerja. Peningkatan partisipasi perempuan dalam pasar kerja tentu akan
meningkatkan pula pendapatan suatu rumah tangga, sehingga secara tidak langsung
memperbesar peluang keluar dari jurang kemiskinan (Rahman & Wulansari, 2018).
18
id
.
go
s.
bp
b.
ka
en
m
bu
ke
s://
tp
ht
19
Grafik 3.4.2 juga menyajikan potret menarik mengenai perkembangan jumlah
penduduk usia produktif/usia kerja (15 – 64 tahun), yakni bagian tengah piramida penduduk
yang sebagian cenderung melebar (kelompok umur 40 – 64 tahun) dan sebagian lain
menyempit (kelompok umur 20 – 39 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa pada satu sisi terjadi
peningkatan jumlah penduduk pada kelompok umur 40 – 64 tahun, tapi pada sisi lain jumlah
penduduk berumur 20 – 39 tahun cenderung menurun. Kondisi ini menggambarkan penduduk
usia kerja di Kebumen justru didominasi oleh penduduk yang cenderung menuju tua,
sebaliknya penduduk yang berumur lebih muda cenderung memilih tidak tinggal di Kebumen.
Hal ini diduga disebabkan relatif minimnya kesempatan kerja di Kebumen, sehingga mereka
cenderung memutuskan bekerja dan bertempat tinggal di luar Kebumen untuk memperoleh
kesejahteraan yang lebih baik. Sementara itu, semakin bertambahnya jumlah penduduk berusia
relatif tua tentu juga berpengaruh terhadap penurunan produktivitas kerja, sehingga mereka
id
relatif semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (Amalia, 2017).
.
go
s.
57,00
bp
56,62
b.
56,50 56,81
ka
56,00
55,52
m
55,29
bu
55,50
55,68
ke
55,00
s ://
54,50
tp
ht
54,48
54,00
53,50
53,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dan semakin berkurangnya jumlah penduduk
berumur relatif muda berdampak pada beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif.
Hal ini tercermin dari Grafik 3.4.3 yang menunjukkan adanya peningkatan rasio
ketergantunggan penduduk di Kebumen selama tiga tahun terakhir, yakni dari 54,48 pada 2017
menjadi 55,98 pada 2019. Hal ini berarti pada 2019, setiap 100 penduduk usia kerja (produktif)
mempunyai tanggungan sebanyak 56 penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Peningkatan rasio ketergantungan penduduk juga mengindikasikan semakin tingginya beban
yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang
20
belum produktif dan tidak produktif lagi. Peningkatan ini juga menyebabkan Kebumen
cenderung semakin jauh dari bonus demografi atau demographic dividend. Hal ini tentu
berdampak pada semakin hilangnya kesempatan Kebumen meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya atau mengentaskan kemiskinan melalui pemanfaatan bonus demografi, yaitu
pemberdayaan penduduk usia produktif.
id
.
go
pendapatan yang dibelanjakan untuk komoditas bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan
s.
dapat disimpan sebagai tabungan atau diinvestasikan. Pola pengeluaran merupakan salah satu
bp
b.
variabel yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk.
ka
Semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka
en
m
450.000 419.138
396.781
://
380.504
400.000
s
tp
331.367
350.000
ht
293.258 362.440
300.000 332.949 323.790
250.000 300.023
261.155
200.000
150.000
100.000
50.000
0
2015 2016 2017 2018 2019
21
penduduk Kabupaten Kebumen relatif belum maju atau sejahtera, sebab salah satu ciri wilayah
maju adalah pengeluaran konsumsi penduduk didominasi oleh kebutuhan nonmakanan.
Rokok
Makanan dan minuman jadi
Konsumsi lainnya
Bumbu-bumbuan
Bahan minuman
Minyak dan kelapa
Buah-buahan
Kacang-kacangan
Sayur-sayuran
Telur dan susu
Daging
Ikan/udang/cumi/kerang
Umbi-umbian
Padi-padian
id
0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000
.
go
Perkotaan + Perdesaan Perdesaan
s. Perkotaan
bp
b.
berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal dan Jenis Kelompok Komoditas Makanan, 2019
en
penduduk Kabupaten Kebumen digunakan untuk kebutuhan makanan/minuman jadi dan padi-
ke
padian, yaitu masing-masing sekitar Rp. 125.667 dan Rp. 55.376 perbulan (Grafik 3.5.2). Hal
://
s
tp
yang menarik adalah konsumsi rokok penduduk Kabupaten Kebumen relatif tinggi sebesar Rp.
ht
48.799 rupiah, sedangkan konsumsi ikan/udang/cumi/kerang dan daging justru relatif kecil,
yakni masing-masing sebesar Rp. 15.971 dan 15.748 perbulan. Berdasarkan wilayah tempat
tinggal, juga terdapat potret yang menarik. Rokok, ikan/udang/cumi/kerang, buah-buahan, dan
sayur-sayuran justru lebih banyak dikonsumsi oleh penduduk Kabupaten Kebumen yang
tinggal pedesaan. Adapun penduduk perkotaan cenderung lebih banyak mengkonsumsi
makanan/minuman jadi, daging, serta telur dan susu.
22
Keperluan pesta dan upacara/kenduri
id
berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal dan Jenis Kelompok Komoditas Nonmakanan, 2019
.
go
Berdasarkan jenis kelompok komoditas nonmakanan, sebagian besar pengeluaran
s.
bp
perkapita penduduk Kebumen digunakan untuk kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah
b.
ka
tangga sebesar Rp. 158.564 perbulan (Grafik 3.5.3). Adapun pengeluaran perkapita terkecil
en
adalah untuk kebutuhan pesta dan upacara/kenduri sebesar Rp. 13.938 perbulan. Berdasarkan
m
bu
wilayah tempat tinggal, terdapat potret yang menarik. Pengeluaran perkapita komoditas tahan
ke
lama serta pakaian, alas kaki, dan tutup kepala dari penduduk yang tinggal di pedesaan justru
s ://
pesta dan upacara/kenduri penduduk yang tinggal di perkotaancenderung lebih besar daripada
pedesaan. Padahal kegiatan pesta dan upacara/kenduri biasanya identik dengan masyarakat
pedesaan.
23
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo
Grafik 3.6.1. Upah Minimum Kabupaten Kebumen dan Kabupaten/Kota Sekitar (rupiah),
2018 – 2020
. id
go
Selama periode 2018 – 2020, upah minimum Kabupaten Kebumen dan kabupaten/kota
s.
bp
sekitar terus meningkat. Pada 2020, upah minimum Kabupaten Kebumen tercatat sebesar Rp.
b.
1.835.000, terendah kedua setelah Kabupaten Banjarnegara yang sebesar Rp. 1.748.000
ka
en
(Grafik 3.6.1). Relatif rendahnya upah minimum kabupaten ini tentu akan berdampak pada
m
itu, kabupaten yang memiliki upah minimum tertinggi adalah Cilacap dan Purbalingga.dengan
://
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo
Grafik 3.6.2. Rata-rata Upah/Gaji Bersih sebulan Pekerja Formal Kabupaten Kebumen dan
Kabupaten/Kota Sekitar (rupiah) menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2019
24
Pada 2019, secara keseluruhan rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja formal di
Kabupaten Kebumen sebesar 1,95 juta rupiah (Grafik 3.6.2). Apabila dibandingkan dengan
kabupaten/kota sekitar, rata-rata upah/gaji bersih sebulan ini hanya lebih tinggi dibandingkan
dengan Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga yang masing-masing sebesar 1,87 juta dan 1,84
juta rupiah. Adapun kabupaten yang memiliki rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja formal
adalah Kabupaten Cilacap dan Banyumas yang masing-masing sebesar 2,31 juta dan 2,18 juta
rupiah. Hal menarik lain dari Grafik 13 adalah rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja formal
Kabupaten Kebumen di sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten
sekitar, yaitu tercatat sebesar 1,1 juta rupiah. Padahal, pertanian merupakan sektor andalan
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
1.800.000
1.600.000
. id
1.400.000
go
1.200.000 s.
bp
1.000.000
b.
ka
800.000
en
600.000
m
bu
400.000
ke
200.000
://
0
s
tp
Grafik 3.6.3. Rata-rata Upah/Gaji Bersih sebulan Pekerja Informal Kabupaten Kebumen dan
Kabupaten/Kota Sekitar (rupiah) menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2019
Senada dengan pekerja formal, rata-rata upah/gaji bersih pekerja informal Kabupaten
Kebumen rendah. Bahkan, apabila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten sekitar,
upah/gaji bersih pekerja informal Kebumen tercatat paling rendah, yaitu sebesar 1,09 juta
rupiah (Grafik 3.6.3). Rata-rata upah/gaji bersih ini pun lebih rendah daripada UMK Kebumen
yang telah ditetapkan. juga lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten sekitar.
Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, jasa menjadi sektor dengan rata-rata upah/gaji bersih
sebulan terkecil, yakni 1,24 juta rupiah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
umum rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja di Kabupaten Kebumen relatif rendah, baik
pekerja formal atau informal. Relatif rendahnya rata-rata upah/gaji bersih ini tentu
25
menghambat penduduk dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, sekaligus keluar dari
lingkaran setan kemiskinan (Kusdiyanti, 2015).
9
8,12 8,02
8
7
6,12 6,07
6 5,58 5,58
5,18 4,76
5
4,14
3,66 3,58
4 3,25
3
id
0
.
go
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2017 2018 2019 2020
s.
Grafik 3.6.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Kebumen, 2008 – 2020
bp
b.
ka
Pada dasarnya selama periode 2008 – 2020, Pemerintah Kabupaten Kebumen berhasil
en
menurunkan tingkat pengangguran terbuka, dari 6,12 persen menjadi 4,76 persen (Grafik
m
bu
3.6.4). Capaian ini tentunya perlu diapresiasi sebagai wujud keberhasilan program
ke
ketenagakerjaan dan pembangunan secara luas. Akan tetapi, pada 2020 tingkat pengangguran
s ://
terbuka Kabupaten Kebumen kembali meningkat menjadi 6,07 persen. Secara tidak langsung,
tp
ht
peningkatan ini sebagai dampak dari pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia dan negara-
negara lain. Pandemi memaksa perusahaan menghentikan aktivitas produksi, sehingga
memaksa mereka merumahkan sebagian/seluruh karyawan. Kondisi ini mengakibatkan
meningkatnya jumlah pengangguran di Kabupaten Kebumen. Peningkatan jumlah
pengangguran ini secara tidak langsung memicu terjadinya lonjakan persentase penduduk
miskin di Kebumen pada 2020.
26
3,38%
7,54%
7,38%
Grafik 3.6.4. Persentase Penduduk 15 tahun ke atas di Kabupaten Kebumen yang termasuk
Pengangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi, 2019
. id
go
Grafik 3.6.4 menyajikan potret menarik. Pengangguran terbuka di Kabupaten Kebumen
s.
bp
justru didominasi oleh penduduk berpendidikan SMK, sebesar 60,03 persen. Hal ini cukup
b.
ironis, sebab SMK seharusnya mencetak lulusan yang siap kerja. Akan tetapi para lulusan SMK
ka
en
ini justru sulit terserap dalam pasar kerja. Kondisi ini diduga disebabkan oleh adanya miss-
m
match antara keahlian atau keterampilan lulusan SMK dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh
bu
ke
pasar kerja. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya memberikan fokus kebijakan pengentasan
://
kemiskinan melalui penyesuaian kurikulum SMK dengan kebutuhan pasar kerja saat ini dan
s
tp
masa yang akan datang. Hal ini bertujuan agar para lulusan SMK dapat masuk ke dalam pasar
ht
27
Hidup saat lahir (UHH), yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru
lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat
kelahiran sama sepanjang usia bayi. Dimensi pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata
Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata
lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Harapan
Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan
akan ditempuh oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Sementara itu, dimensi
standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang
ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP/
Purchasing Power Parity) atas dasar harga konstan 2012.
IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan,
dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan melalui standarisasi nilai
id
minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks. Karena IPM merupakan indikator
.
go
yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan manusia dalam jangka panjang,
s.
bp
maka memahaminya difokuskan pada dua aspek, yaitu kecepatan dan status pencapaian indeks.
b.
ka
3. IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator dalam penentuan Dana Alokasi Umum.
4. Komponen IPM merupakan indikator yang digunakan dalam penghitungan Dana
Insentif Daerah.
28
74
71,73 71,87
72 71,12
70,52
69,98
69,49
70 68,78
68,02
67,21 69,6 69,81
68 66,64 68,8
68,29
66 67,41
66,87
65,67
64 64,86
64,05 64,47
62
60
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 3.7.1. IPM Kabupaten Kebumen dan Provinsi Jawa Tengah, 2011 – 2020
id
.
go
Secara umum, pembangunan manusia Kebumen terus mengalami kemajuan selama
s.
periode 2011 – 2020 (Grafik 3.7.1). IPM Kebumen meningkat dari 64,05 pada tahun 2011
bp
b.
menjadi 69,81 pada tahun 2020. Selama periode tersebut, IPM Kebumen rata-rata tumbuh
ka
sebesar 0,96 persen per tahun. Pada periode 2019 – 2020, IPM Kebumen hanya tumbuh tipis
en
m
0,30 persen atau meningkat 0,21 poin. Peningkatan pada periode ini lebih rendah dibandingkan
bu
dengan periode 2018 – 2019, yang naik sebesar 0,80 poin, maupun pada periode 2017 – 2018,
ke
://
yang naik sebesar 0,51 poin. Hal ini disebabkan adanya wabah Covid-19 yang telah berdampak
s
tp
pada menurunnya rata-rata pengeluaran perkapita penduduk Kebumen pada tahun 2020.
ht
Dengan capaian IPM pada 2020 ini, maka status pembangunan manusia Kebumen termasuk
dalam kategori sedang.
IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dengan tiga aspek esensial
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas
dari peningkatan setiap komponen penyusunannya. Dalam satu dekade terakhir, peningkatan
nilai indeks masing-masing komponen telah membuat IPM Kebumen terus meningkat dari
tahun ke tahun.
29
3.7.1. Dimensi umur panjang dan hidup sehat
73,6
73,40
73,4
73,22
73,2 73,11
72,98
73 72,87
72,77
72,8 72,67
72,61
72,6 72,49
72,36
72,4
72,2
72
71,8
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
id
Grafik 3.7.2. Umur Harapan Hidup Saat Lahir Penduduk Kabupaten Kebumen, 2011 – 2020
.
go
s.
Umur Harapan Hidup saat lahir yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan
bp
hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2011 – 2020, Umur Harapan
b.
ka
Hidup saat lahir di Kebumen meningkat sebesar 0,18 tahun. Selama periode tersebut, secara
en
rata-rata Umur Harapan Hidup tumbuh sebesar 0,16 persen per tahun. Pada tahun 2011, Umur
m
bu
Harapan Hidup saat lahir tercatat sebesar 72,36 tahun, dan sembilan tahun kemudian (2020)
ke
16
10
7,29 7,34 7,53 7,54
8 6,75 7,04 7,05
6,29 6,30 6,39
6
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
HLS RLS
Grafik 3.7.2. Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Kebumen,
2011 – 2020
30
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu Harapan Lama
Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah penduduk yang berusia 25 tahun ke atas. Kedua indikator
ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Grafik 3.7.2). Selama periode 2011 –
2020, Harapan Lama Sekolah di Kebumen telah meningkat sebesar 0,30 tahun, sedangkan
Rata-rata Lama Sekolah meningkat tipis 0,01 tahun.
Selama periode 2011 hingga 2020, Harapan Lama Sekolah rata-rata tumbuh sebesar
1,52 persen per tahun. Meningkatnya Harapan Lama Sekolah menjadi sinyal positif bahwa
semakin banyak penduduk Kebumen yang bersekolah dengan capaian kelas yang semakin
tinggi. Pada tahun 2020, Harapan Lama Sekolah telah mencapai 13,34 tahun. Hal ini berarti
bahwa anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan mereka hingga
lulus SMA atau D1. Sementara itu pada periode yang sama, Rata-rata Lama Sekolah tumbuh
2,05 persen per tahun. Pertumbuhan yang positif ini merupakan modal penting dalam
id
membangun kualitas manusia di Kebumen menjadi lebih baik. Pada tahun 2020, Rata-rata
.
go
Lama Sekolah di Kabupaten Kebumen mencapai 7,54 tahun. Hal ini berarti bahwa secara rata-
s.
bp
rata, penduduk Kebumen usia 25 tahun ke atas telah mengenyam pendidikan hingga jenjang
b.
ka
SMP kelas I.
en
m
10.000 9.305
8.846 9.066 8.901
8.757
://
9.000 8.276
s
7.755
tp
7.638 7.730
8.000 7.457
ht
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Dimensi terakhir yang mewakili kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak
yang direpresentasikan oleh pengeluaran perkapita disesuaikan (harga konstan 2012). Pada
tahun 2020, pengeluaran per kapita masyarakat di Kebumen mencapai Rp 8.901
31
ribu/orang/tahun (Grafik 3.7.3). Pengeluaran perkapita pada tahun 2020 ini lebih rendah dari
nilai pada tahun 2019 yang mencapai Rp 9.066 ribu/orang/tahun. Wabah Covid-19 yang
melanda Kebumen mulai awal Maret 2020, secara tidak langsung telah menekan perekonomian
dan berdampak pada menurunnya sebagian besar pendapatan penduduk Kebumen. Hal ini juga
berimbas pada menurunnya pengeluaran rumah tangga secara umum. Selain itu, penurunan ini
juga mengindikasikan terjadinya pelemahan daya beli masyarakat Kebumen. Pelemahan daya
beli ini menyebabkan masyarakat relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik
kebutuhan makanan atau nonmakanan. Kondisi inilah yang secara tidak langsung memberikan
andil terhadap peningkatan jumlah maupun persentase penduduk miskin di Kabupaten
Kebumen.
3.8. Inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi penting yang
id
.
go
dapat memberikan informasi mengenai perkembangan harga barang/jasa yang dibayar oleh
s.
konsumen. Penghitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari sekelompok
bp
b.
tetap barang/jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Perubahan IHK dari waktu ke
ka
waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
en
m
daya beli dari uang yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semakin
s
tp
tinggi inflasi maka semakin rendah nilai uang dan semakin rendah daya belinya. Perkembangan
ht
inflasi juga berdampak pada perubahan nilai aset dan kewajiban, serta nilai kontrak/transaksi
bisnis. IHK/ Inflasi merupakan indikator pergerakan antara permintaan dan penawaran di pasar
riil, juga terkait erat dengan perubahan tingkat suku bunga, produktivitas ekonomi, nilai tukar
rupiah dengan valuta asing, indeksasi anggaran dan parameter ekonomi lainnya.
IHK merupakan indikator yang sangat penting yang banyak digunakan secara luas oleh
berbagai kalangan. Beberapa kegunaan utama IHK adalah sebagai berikut:
1. Sebagai indikator yang paling banyak digunakan untuk mengukur inflasi di Indonesia,
IHK merupakan ukuran dari efektivitas dari kebijakan ekonomi pemerintah.
2. Pada sektor swasta, perjanjian kerja sama secara otomatis mengaitkan penyesuaian
kenaikan gaji terhadap kenaikan IHK. Beberapa perusahaan swasta dan individu juga
menggunakan IHK untuk menjaga kesesuaian tarif sewa dan pembayaran tunjangan
sesuai dengan perubahan harga.
32
3. IHK atau komponennya sering digunakan untuk mengakomodasi perubahan harga dan
menghasilkan indikator ekonomi yang telah mengeluarkan faktor inflasi.
3,5 3,25
3,01
2,91
3 2,71
2,5
2,18
1,5
0,5
id
2015 2016 2017 2018 2019
.
go
Grafik 3.8.1. Inflasi Kabupaten Kebumen 2015 – 2019
s.
bp
b.
periode 2015 – 2019. Pada periode tersebut inflasi di Kabupaten Kebumen relatif terkendali.
en
m
Bahkan selama tiga tahun terakhir, 2017 – 2019, inflasi di Kebumen cenderung menurun dari
bu
3,25 menjadi 2,18. Pada satu sisi, relatif rendahnya inflasi ini menandakan bahwa secara umum
ke
://
tidak terdapat lonjakan harga barang atau jasa di Kebumen. Akan tetapi pada sisi lain, relatif
s
tp
keleseuan ekonomi, terutama dari sisi dunia usaha/industri. Bagi pelaku usaha/industri,
semakin rendahnya inflasi menunjukkan semakin menurunnya permintaan masyarakat
terhadap barang atau jasa. Hal ini sekaligus menggambarkan melemahnya daya beli
masyarakat Kebumen. Penurunan permintaan terhadap barang/jasa juga berimbas pada
penurunan produktifitas dan pendapatan masyarakat. Berbagai kondisi ini secara tidak
langsung menimbulkan lonjakan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kebumen.
33
BAB IV.
4.1. Pendidikan
80
70
60 54,47
48,78
50
48,17
40
30 25,47
. id
go
20
s. 20,06
10
bp
3,05
b.
0
ka
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
en
Beberapa hasil kajian membuktikan bahwa pendidikan memiliki kaitan erat dengan
kemiskinan. Seseorang yang berpendidikan relatif lebih tinggi, maka kemungkinan seseorang
tersebut masuk dalam kategori penduduk miskin semakin kecil (Indriani, 2018; Zahra et al.,
2019; Syapsan et al., 2020). Akan tetapi, hasil kajian relatif berbeda dengan potret karakteristik
penduduk miskin di Kabupaten Kebumen. Lebih dari separuh penduduk miskin di Kabupaten
Kebumen justru berpendidikan SD/SMP (Grafik 4.1). Adapun persentase penduduk miskin
yang berpendidikan di bawah SD, yaitu tidak tamat SD atau belum/tidak pernah bersekolah,
hanya mencapai 25,47 persen. Sementara itu, penduduk miskin yang berpendidikan SMA ke
atas relatif kecil, yakni 20,06 persen.
Grafik 4.1 juga menyuguhkan potret menarik dengan melihat tren karakteristik
penduduk miskin berdasarkan tingkat pendidikan selama 2009 – 2020. Persentase penduduk
miskin berpendidikan di bawah SD pada periode tersebut cenderung menurun. Demikian pula
dengan persentase penduduk miskin berpendidikan SD/SMP yang selama tiga tahun terakhir
34
menunjukkan tren yang menurun. Sebaliknya, persentase penduduk miskin berpendidikan
SMA ke atas selama 2009 – 2020 memiliki tren yang cenderung meningkat. Bahkan persentase
penduduk miskin berpendidikan SMA ke atas bertambah relatif besar, yaitu dari 3,05 persen
menjadi 20,06 persen. Kondisi ini dimungkinkan karena penduduk yang berpendidikan relatif
rendah (SD/SMP atau di bawah SD) cenderung menerima pekerjaan apapun, sedangkan
penduduk berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) akan cenderung memilih pekerjaan sesuai
latar belakang pendidikan mereka. Hal ini menyebabkan penduduk berpendidikan lebih tinggi
relatif sulit memperoleh pendapatan, sehingga peluang menjadi penduduk miskin cenderung
semakin besar.
4.2. Ketenagakerjaan
Kemiskinan dapat ditinjau dari perspektif ketenagakerjaan. Kebijakan-kebijakan
ketenagakerjaan yang tepat akan dapat mendukung program pengentasan kemiskinan.
id.
go
Indikator yang dapat digunakan antara lain karakteristik penduduk miskin berdasarkan
s.
lapangan pekerjaan utama dan status pekerjaan utama. Melalui potret ini, pemerintah dapat
bp
b.
mereka bekerja di sektor pertanian atau nonpertanian, dan apakah mereka bekerja di sektor
en
m
50
s ://
45 41,40
tp
40
ht
35,07
35
32,93 37,20
30 32,00
25 21,40
20
15
10
5
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
35
Pada 2020, sebagian besar penduduk miskin di Kabupaten Kebumen tidak bekerja
dengan persentase 41,40 persen (Grafik 4.2). Hal yang menarik adalah justru 37,20 persen
penduduk miskin Kabupaten Kebumen bekerja di bidang nonpertanian, sedangkan penduduk
miskin yang bekerja di bidang pertanian hanya 21,40 persen. Data ini menggambarkan bahwa
bidang pertanian justru relatif lebih tahan terhadap kemiskinan dibandingkan dengan
nonpertanian. Hal ini juga tercermin dari tren selama 2011 – 2020, yaitu penduduk miskin yang
bekerja di bidang pertanian cenderung menurun dari 35,07 persen menjadi 21,40 persen.
Sebaliknya, pada periode yang sama, penduduk miskin yang bekerja di bidang nonpertanian
memiliki tren yang cenderung meningkat dari 32,93 persen menjadi 37,20 persen. Demikian
halnya dengan tren penduduk miskin yang tidak bekerja juga cenderung bertambah dari 32
persen menjadi 41,40 persen.
.id
go
Karakteristik penduduk miskin juga dapat ditinjau dari aspek fasilitas perumahan, yaitu
s.
penggunaan air layak dan jamban sendiri/bersama. Data ini dapat digunakan oleh pemerintah
bp
b.
untuk mengetahui profil penduduk miskin Kabupaten Kebumen, apakah mereka telah
ka
menggunakan air layak dalam berbagai keperluan atau tidak. Selain itu, melalui data ini
en
m
120
tp
ht
96,59 97,76
100 91,15
86,47 83,94 85,27
81,54
80 76,06 73,69
69,77 68,54 68,31
60,03
56,49
60
40
20
0
Banjarnegara Purbalingga Banyumas Cilacap Kebumen Wonosobo Purworejo
Grafik 4.3. Persentase Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten/Kota
Sekitar yang Menggunakan Air Layak dan Jamban Sendiri/Bersama, 2020
36
Grafik 4.3 menunjukkan kondisi fasilitas perumahan penduduk miskin di Kabupaten
Kebumen relatif baik dibandingkan dengan kabupaten/kota sekitar, terutama dari aspek
penggunaan jamban sendiri/bersama. Pada 2020, lebih dari 96 persen penduduk miskin di
Kabupaten Kebumen telah menggunakan jamban sendiri/bersama. Persentase ini, apabila
dibandingkan dengan kabupaten/kota sekitar, merupakan persentase tertinggi kedua setelah
Kabupaten Purworejo yang sebesar 97,76 persen. Akan tetapi, capaian ini masih menyisakan
pekekrjaan rumah dari sisi penggunaan air layak. Pada 2020, penduduk miskin di Kabupaten
Kebumen yang menggunakan air layak sebesar 56,49 persen. Persentase ini merupakan
persentase terkecil diantara kabupaten/kota sekitar.
. id
go
pemerintah pusat. Beberapa program tersebut antara lain program subsidi beras dan bantuan
s.
pangan non tunai. Program-program ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan
bp
b.
perlindungan sosial bagi penduduk miskin, sehingga mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan
ka
Tabel 4.1.
bu
Pangan Non Tunai (BPNT)/Program Sembako, Rata-rata Jumlah dan Harga Beras
://
37
Tabel 4.1 menjelaskan bahwa tidak lebih dari separuh rumah tangga (ruta) miskin di
Kabupaten Kebumen yang menerima manfaat program sembako. Adapun kabupaten lain di
sekitar Kebumen capaiannya telah lebih dari 50 persen. Bahkan, Kabupaten Wonosobo hampir
60 persen ruta miskin telah menerima manfaat program sembako. Potret ini menunjukkan
bahwa program bantuan pangan nontunai/program sembako di Kebumen relatif belum tepat
sasaran. Sementara itu, rata-rata beras yang diterima oleh ruta miskin di Kebumen adalah
hampir 12 kg, dengan rata-rata harga Rp. 9.843/kg.
id.
go
s.
bp
b.
ka
en
m
bu
ke
s://
tp
ht
38
BAB V.
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat kemiskinan Kabupaten Kebumen masih relatif tinggi di Jawa Tengah.
2. Mayoritas penduduk miskin berpendidikan SD/SMP, pengeluaran perkapita perbulan
untuk komoditas makanan, bekerja di sektor informal, dan jika dibandingkan dengan
kabupaten sekitar, relatif sedikit yang menggunakan air layak.
3. Secara umum, sebagian besar penduduk kebumen mengkonsumsi komoditas makanan
berupa makanan/minuman jadi, padi-padian, dan rokok. Adapun komoditas
nonmakanan, mayoritas pengeluaran untuk kebutuhan perumahan/fasilitas rumah
tangga, aneka komoditas dan jasa, serta komoditas tahan lama.
id.
go
4. Program bantuan sosial, khususnya terkait BPNT dan Program Sembako, relatif belum
s.
optimal.
bp
b.
5. UMK Kebumen relatif rendah, bahkan rata-rata upah/gaji bersih sebulan pekerja
ka
6. TPT Kebumen pada 2020 masih relatif tinggi dan didominasi oleh penduduk
bu
berpendidikan SMK.
ke
://
7. Jumlah lowongan kerja di Kebumen relatif sedikit dan tidak sebanding dengan jumlah
s
tp
pencari kerja.
ht
8. IPM Kebumen pada 2020 termasuk dalam kategori sedang. Aspek pengeluaran per
kapita disesuaikan masih relatif rendah.
9. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen relatif tinggi. Akan tetapi hal ini
cenderung belum diikuti dengan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga
kemiskinan Kebuman relatif masih tinggi.
10. Inflasi di Kebumen relatif rendah yang menggambarkan lesunya kegiatan ekonomi dan
menurunnya daya beli masyarakat, sehingga mendorong lonjakan jumlah penduduk
miskin di Kebumen.
39
5.2. Saran
1. Optimalisasi perbaikan tata niaga komoditas di Kebumen, sehingga mencapai titik
keseimbangan antara produsen dan konsumen.
2. Efektivitas program bantuan atau perlindungan sosial bagi penduduk/rumah tangga
miskin.
3. Optimalisasi pengawasan penerapan upah minimum kabupaten, khususnya di
perusahaan/industri besar.
4. Deregulasi atau penyederhanaan birokrasi untuk menarik investasi di Kabupaten
Kebumen.
5. Optimalisasi pemberdayaan perempuan dalam pasar kerja.
6. Optimalisasi dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, khususnya
yang bersifat informal.
id
7. Pemanfaatan teknologi pertanian untuk memaksimalkan output usaha.
.
go
s.
bp
b.
ka
en
m
bu
ke
s ://
tp
ht
40
REFERENSI
id
Puspita, D. W. (2015). Analisis Determinan Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah. Jejak, 8(1),
.
100–107. https://doi.org/10.15294/jejak.v8i1.3858
go
s.
Rahman, A., & Wulansari, I. Y. (2018). Kerentanan kemiskinan: Pendugaan, Pemetaan,
bp
Penciri, dan Rekomendasi Kebijakan pada Data Sampel Kecil. Jurnal Aplikasi Statistika
b.
Sambodho, P., Syukri, M., & Mawardi, M. S. (2013). Field Report Studi Pengembangan Modul
m
Sen, Amartya. (1981). Poverty and Families: An Essay on Entitlement and Deprivation.
s
tp
Suharyadi, A., Suryadarma, D., & Sumarto, S. (2006). Economic Growth and Poverty
Reduction in Indonesia: The Effects of Location and Sectoral Components of Growth.
Jakarta: SMERU Research Institute.
Syapsan, Tampubolon, D., & Kornita, S. E. (2020). Kemiskinan Multidimensi dalam
Percepatan Pencapaian Sustainable Develoment Goals ( SDG's ), 17(1), 24–33.
Syawie, M. (2011). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Informasi, 16(03), 213–219.
United Nations. (2006). Handbook on Poverty Statistics: Concepts, Methods and Policy Use.
https://unstats.un.org/unsd/ methods/poverty/chapters.htm
World Bank. (2006). Making the New Indonesia Work for the Poor. The World Bank.
Zahra, A., Fatin A, A., Afuwu, H., & Auliyah R, R. (2019). Struktur Kemiskinan Indonesia:
Berapa Besar Pengaruh Kesehatan, Pendidikan dan Kelayakan Hunian? Jurnal Inovasi
Ekonomi, 4(02), 67–74. https://doi.org/10.22219/jiko.v4i2.9856
41
id.
go
s.
bp
b.
ka
en
m
bu
ke
s://
tp
ht