MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL
MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
(Penelitian Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
Tahun Pelajaran 2008/2009)
SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Oleh
Ika Nurani
1301404003
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini Dosen Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang menerangkan bahwa :
Nama : Ika Nurani
NIM : 1301404003
Jurusan : Bimbingan dan Konseling
Judul Skripsi : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui
Layanan Bimbingan Kelompok ( Penelitian Pada Siswa
Kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Pelajaran
2008/2009)
Yang bersangkutan telah selesai bimbingan dan siap ujian dihadapan Sidang
Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Demikian surat ini agar digunakan sebagai mana mestinya.
Semarang. Februari 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Anwar Sutoyo, M. P.d Dra. Hj. Awalya, M .Pd
NIP. 131570048 NIP. 131754159
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas negeri Semarang pada tanggal 24 Februari 2009
Panitia :
Ketua Sekretaris
Drs. Hardjono, M. Pd Drs. Suharso, M.Pd Kons
NIP. 130781006 NIP. 131754158
Penguji Utama
Drs. Heru Mugiarso, M.Pd Kons
NIP. 131143234
Penguji / Pembimbing I Penguji / Pembimbing II
Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd Dra. Awalya, M .Pd
NIP. 131570048 NIP. 131754159
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan arang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2009
Ika Nurani
1301404003
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Yakinlah sesungguhnya Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar”
(Q. S. Al Baqoroh : 153)
”Jika keyakinan telah tertanam kuat pada jiwa dan kukuh bersemayam dalam hati, maka
setiap langkah dalam bencana akan menjadi karunia, setiap ujian akan menjadi anugerah dan
setiap peristiwa menjadi penghargaan dan pahala”
(La Tahzan)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang
saya kasihi dan sayangi :
1. Bapak dan ibu yang tiada hentinya selalu mendoakan
dan memberikan yang terbaik.
2. Mbak Nina dan Rafiul yang selalu memberiku
semangat.
3. Adik-adikku di kos Hidayah, terimakasih atas
kebersamaannya.
4. Teman-teman BK angkatan 2004 atas kerjasamanya.
5. Almamaterku.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
”Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Siswa Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1 SemarangTahun Ajaran 2008/2009”
Setelah membaca skripsi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh
pengetahuan yang luas tentang pelaksanaan bimbingan kelompok khususnya
bimbingan kelompok di sekolah dan kendala yang mungkin ditemukan. Sehingga
dapat mencari upaya-upaya lain yang dapat menghasilkan manfaat lebih besar dalam
membantu permasalahan siswa.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena itu
penulis mengucapkan terimkasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr. H. Sudjiono Sastroatmojo, M. Si Rektor Universitas Negeri Semarang
yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di tingkat Universitas.
2. Drs. H. Hardjono, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan
ijin penelitian.
3. Drs. H. Suharso, M. Pd Kons selaku Ketua jurusan Fakultas Ilmu Pendidikan yang
telah menyetujui judul penelitian ini.
4. Dr. H. Anwar Sutoyo, M. Pd dan Dra. Hj. Awalya, M.Pd selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, perhatian, masukan dan
pengarahan dengan sabar dan bijaksana serta memberikan dorongan dari awal
hingga akhir.
5. Tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kemajuan
penelitian.
vi
6. Dosen-dosen jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal
pengetahuan, bimbingan dan motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai
dengan selesai.
7. Drs. Toto selaku kepala sekolah SMA Kesatrian 1 Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian pada peneliti.
8. Dra. Hj. Retno Prasetyowati, Dra. Sri Murtini, Dra. Hj. Anisah, Dra Heli
Nursiska, dan Dra Muncar Widiarti selaku guru Bimbingan dan Konseling serta
guru-guru di SMA Kesatrian 1 Semarang yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama peneliti melakukan penelitian.
9. Siswa-siswi kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang atas kerjasamanya selama
penelitian.
10. Bapak dan ibu, serta keluarga yang tiada hentinya selalu mendoakan dan
memberikan yang terbaik.
11. Teman-teman jurusan BK, Tyas, Risa, mbak Anggra, Wesi, Ibad dan teman-teman
semua yang telah memberikan bantuan dan motivasinya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan baik semangat, doa dan hal lain yang dibutuhkan selama penyusunan
skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat demi memberi kontribusi nyata dalam
kemajuan dunia pendidikan.
Penulis
vii
ABSTRAK
Nurani, Ika. 2009. ”Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok (Penelitian Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1
Semarang Tahun Ajaran 2008/2009)”. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing: Dr. H. Anwar Sutoyo, M.Pd dan Dra. Hj. Awalya, M. Pd.
Kata Kunci : Kesehatan Mental, Bimbingan Kelompok
Kesehatan mental berkaitan erat dengan konsep biopsikososial, meliputi
konsep biologis, sosiologis dan psikologis. Konsep biologis berarti penyimpangan
yang gejalanya diketahui melalui diagnosis menggunakan alat bantu tertentu. Konsep
psikologis menunjuk perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif seseorang tentang
ketidaksehatannya serta keadaan tubuh dirasa kurang enak. Sedang konsep sosiologis
bermakna penerimaan sosial terhadap orang yang mengalami kesakitan atau
penyesuaian diri. Penyesuaian diri tersebut dalam kemampuan menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan masyarakat. Latar belakang permasalahan
yang ada di SMA Kesatrian 1 Semarang masih adanya siswa yang memiliki kesehatan
mental belum optimal. Tujuan dalam penelitian ini untuk meningkatkan kesehatan
mental siswa kelas X yang belum optimal.
Pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
dengan subyek penelitian siswa kelas X yang mempunyai kecenderungan kesehatan
mental yang belum optimal. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, tiap siklusnya
terdiri dari: (1). Penyusunan rencana tindakan, (2). Tindakan, (3). Observasi, (4).
Refleksi. Untuk memperoleh data digunakan skala psikologi kesehatan mental, selain
itu untuk pelengkap data digunakan pedoman observasi. Adapun untuk menguji
validitas dan reliabilitas digunakan rumus korelasi product moment dan KR21,
sedangkan analisanya menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti melalui bimbingan kelompok
dengan media bantuan peer counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah serta
media film menunjukkan tingkat kenaikan yang signifikan. Hasil kenaikan dari
kondisi awal menuju siklus I sebesar 8,2%, sedangkan setelah mendapatkan tindakan
pada siklus II terjadi kenaikan sebesar 17,3% dan semua siswa berada dalam kriteria
kesehatan mental yang tinggi. Perubahan perilaku siswa antara lain memiliki rasa
aman dalam keadaan yang ideal dan positif, memiliki tujuan hidup dan angan-angan
sesuai dengan kenyataan, mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai, memahami
diri dan memiliki kesadaran diri, menciptakan hubungan yang dapat diterima secara
sosial.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disarankan: (1)
Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental lebih optimal lagi dan
siswa dapat memanfaatkan layanan bimbingan kelompok melalui metode peer
counseling dipadukan diskusi dan ceramah, serta penggunaan multimedia seperti film,
(2). Bagi pembimbing: pembimbing dalam meningkatkan kesehatan mental siswa
kelas X hendaknya dirancang melalui bimbingan kelompok dengan metode peer
counseling dipadukan diskusi dan ceramah, serta penggunaan multimedia seperti film,
hendaknya memilih multimedia yang menarik dan memberiakan nilai positif serta
memperhatikan aspek psikologis anak, menginggat bahwa masalah kesehatan mental
siswa penting dan merupakan faktor pendukung keberhasilan pendidikan dalam
norma-norma kesehatan mental dilingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………....…....i
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... ii
PENGESAHAN ……..……................... …………………………………….......iii
PERNYATAAN …………………………………………………………......... ..iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................ v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
ABSTRAK............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................ 7
1.5 Sistematikan Skripsi......................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................................ 10
2.2 Kesehatan Mental............................................................................................ 13
2.2.1 Pengertian Kesehatan Mental.................................................................... 13
2.2.2 Prinsip-prinsip Kesehatan Mental.............................................................. 16
2.2.3 Ciri-ciri Mental Yang Sehat....................................................................... 18
2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Kekalutan Mental................................................ 24
2.3 Bimbingan Kelompok..................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok.............................................................. 29
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok.................................................................... 30
2.3.3 Jenis Bimbingan Kelompok ...................................................................... 32
2.3.4 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok........................................................... 33
2.3.5 Teknik-teknik Bimbingan Kelompok........................................................ 35
2.4 Peningkatan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok....... 39
2.5 Hipotesis Tindakan.......................................................................................... 40
ix
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Yang Digunakan............................................................................. 41
3.2 Subjek Penelitian................................................................................................ 43
3.3 Langkah-langkah Penelitian............................................................................... 44
3.3.1 Langkah Penelitian....................................................................................... 44
3.3.2 Pelaksanaan Tindakan.................................................................................. 49
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data..................................................................... 51
3.4.1 Skala Psikologi............................................................................................. 52
3.4.2 Pedoman Observasi................................................. ................................... 53
3.5 Validitas dan Reliabilitas Kesehatan Mental...................................................... 54
3.5.1 Validitas........................................................................................................ 55
3.5.2 Reliabilitas................................................................................................... 56
3.6 Teknik Analisis Data.......................................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian.................................................................................................. 58
4.1.1 Kondisi Awal............................................................................................... 58
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I............................................................................... 61
4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II............................................................................. 83
4.2 Pembahasan........................................................................................................ 95
4.3 Kendala Pelaksanaan Penelitian........................................................................ 102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................................................ 104
5.2 Saran.................................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 107
LAMPIRAN............................................................................................................ 109
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penyusunan Rencana Tindakan................................................................ 44
2. Norma Kriteria Kesehatan Mental............................................................ 47
3. Rencana Pelaksanaan Tindakan................................................................ 50
4. Kondisi Awal Kesehatan Mental............................................................... 59
5. Rencana Pelaksanaan Siklus I Tindakan I................................................. 63
6. Rencana Pelaksanaan Siklus I Tindakan II................................................ 69
7. Analisis Perorangan Pasca Siklus I............................................................ 72
8. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus I.......................................................... 76
9. Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus II................................................... 83
10. Analisis Perorangan Pasca Siklus II............................................................ 86
11. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus II....................................................... .89
12. Peningkatan Kesehatan Mental Siswa Secara Individu.............................. 96
13. Peningkatan Sub Variabel Kesehatan Mental Siswa................................... 95
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Siklus Pelaksanaan Tindakan........................................................ 50
2. Grafik Kondisi Awal Kesehatan Mental................................................... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : Halaman
1. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas.................................................................... 109
2. Surat Ijin Penelitian dari DIKNAS................................................................... 110
3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMA.......................... 111
4. Rencana Tindakan............................................................................................ 112
5. Pedoman Observasi.......................................................................................... 114
6. Kisi-kisi Uji Coba Skala Kesehatan Mental..................................................... 116
7. Skala Uji Coba Skala Kesehatan Mental.......................................................... 118
8. Analisis Validitas Uji Coba Skala Kesehatan Mental...................................... 123
9. Analisis Reliabilitas Uji Coba Skala Kesehatan Mental................................. 131
10. Kriteria Kesehatan Mental................................................................................ 132
11. Kisi-kisi Skala Kesehatan Mental.................................................................... 133
12. Skala Kesehatan Mental................................................................................... 135
13. Data Kondisi Awal Siswa................................................................................ 140
14. Data Penjaringan Anggota Bimbingan Kelompok........................................... 143
15. Analisis Hasil Penelitian.................................................................................. 144
16. Laporan Pelaksanaan Harian............................................................................ 153
17. Satuan Layanan ............................................................................................... 155
18. Materi Layanan................................................................................................. 159
19. Daftar Hadir Anggota....................................................................................... 167
20. Dokumentasi Penelitian.................................................................................... 174
21. Lembar Bimbingan Skripsi.............................................................................. 177
xiii
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara
mahluk lain ciptaanNya. Dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi
dengan mahluk lain sebagai mahluk pribadi maupun mahluk sosial. Maka dalam
setiap perbuatannya diperlukan keserasian dan ketenangan secara biologis,
psikologis dan sosial. Di setiap perbuatannya itu akan dinilai oleh sesama manusia
baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Untuk
dapat hidup selaras, serasi dan seimbang diperlukan perilaku yang wajar dengan
norma kesusilaan, karena berperilaku wajar merupakan harapan setiap orang.
Keluarga dan sekolah merupakan tempat bagi perkembangan kepribadian
manusia. Dalam keluarga anak mengenal lingkungan sosial yang akan membentuk
mental dan kedewasaannya. Sedangkan di dalam lingkungan sekolah, anak dalam
bertindak dan bertingkah laku diatur oleh suatu aturan, atau tata tertib yang dapat
membatasi siswa dalam bertingkah laku secara wajar sesuai dengan norma-norma
kehidupan di sekolah tersebut.
Tujuan Pendidikan Nasional menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional BAB III Pasal 3 “Pendidikan Nasional yang bermutu
diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Tujuan Pendidikan Nasional dapat dicapai dengan menumbuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan bermutu, memiliki intelektual, keimanan,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta mempunyai tanggung jawab terhadap
kepribadian, baik dalam lingkungan internal maupun dalam lingkungan eksternal
menjadi individu yang sehat seutuhnya.
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan
yang sama dengan tujuan pendidikan nasional, namun tidak selamanya
penyelenggaraan pendidikan bukan suatu hal yang sederhana namun bersifat
kompleks. Terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi, antara lain adanya
kendala yang bersumber dari siswa itu sendiri, disebut kendala intrinsik yang
berupa kemampuan fisik yang lemah, kesehatan yang sering terganggu dan
kepribadian siswa. Sedang kendala diluar siswa disebut kendala ekstrinsik,
contohnya antara lain kurangnya sarana dan prasarana sekolah, lingkungan yang
tidak mendukung siswa untuk belajar dan kendala lain seperti kurangnya
perhatian dari orang tua. Salah satu kendala yang berhubungan dengan
kepribadian siswa adalah siswa sulit dalam menyesuaikan diri didalam kelas yang
mempengaruhi kesehatan mental anak yang masih rendah. Oleh karena itu untuk
meningkatkan tercapainya tujuan pendidikan nasional salah satunya dengan
meningkatkan kesehatan mental pada siswa.
Menurut Notosoedirdjo (2005: 4) pengertian sehat yang dikemukakan
WHO merupakan keadaan ideal dari sisi biologis, psikologis dan sosial.
Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa yang disebut dengan sehat
tidak sekedar orang tersebut bebas dari suatu penyakit atau mengalami kecacatan,
namun lebih dari itu yaitu adanya kondisi sempurna secara biopsikososial.
Seseorang dalam kondisi kesehatan yang sempurna merupakan hal yang
sulit didapatkan, namun yang mendekati pada kondisi ideal dapat didapatkan.
Kesehatan mental ditinjau dari tiga dimensi, antara lain biologis, psikologis dan
sosiologis. Secara garis besar dimensi biologis merupakan suatu penyimpangan
yang simptomnya dapat diketahui melalui diagnosis, penyakit ini bersifat
independen terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial tanpa pengaruh
orang lain atau masyarakat. Konsep psikologis menunjuk pada perasaan, persepsi
atau pengalaman seseorang tentang keadaan tubuhnya yang dirasa tidak enak.
Sedangkan dalam konsep sosiologis, bermakna sebagai penerimaan sosial
terhadap seseorang yang sedang mengalami kesakitan.
Kesehatan mental individu yang bersangkutan mengalami keseimbangan,
mempunyai kestabilan emosi dalam menghadapi persoalan serta mendapatkan
kepuasan dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, sosial dan metafisis.
Kesanggupan untuk menyesuaikan diri maka akan terhindar dari kecemasan,
kegelisahan dan ketidakpuasan. Maka ia penuh semangat dan kebahagian dalam
hidupnya.
Kesehatan mental berpengaruh terhadap kestabilan nasional, baik dari
segi moral dan perilaku individu. Karena dalam negara yang tingkat kesehatan
mentalnya baik akan berpengaruh pada kehidupan masing-masing individu. Lebih
jauh dijelaskan dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46% di
antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia jumlah prostitusi anak
yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 71,281 orang, sedangkan 87.000
atau 50% dari total penjaja seks adalah remaja putri (www.damandiri.or.id)
Fenomena yang ada selama peneliti melakukan observasi dan hasil
wawancara dengan guru pembimbing bahwa di lapangan masih banyak siswa
yang sering berbicara kotor, merampas barang milik teman, mengganggu teman
yang sedang belajar, adapula yang pendiam, tidak bersemangat, tidak dapat
memanfaatkan potensi atau bakat, tidak pernah bertanya dan tidak mau maju
untuk tampil dalam setiap kesempatan serta kebiasaan perilaku penyesuaian diri
dengan teman atau warga di sekolah yang kurang.
Pihak sekolah telah berupaya meningkatkan kesehatan mental siswa
melalui layanan bimbingan dan konseling yang terdiri dari tujuh jenis layanan
bimbingan dan konseling. Kesemua layanan merupakan kegiatan bantuan dan
tuntunan yang diberikan pada siswa antara lain, layanan informasi, layanan
orientasi, layanan penguasaan konteks, layanan penempatan dan penyaluran,
konseling individu, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan berbagai
layanan pendukung bimbingan lainnya.
Disisi lain layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh
pihak sekolah dalam meningkatkan kesehatan mental belum berjalan dengan
optimal. Berkaitan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam rangka peningkatan kesehatan mental siswa dengan layanan
bimbingan konseling, salah satu jenis layanan dalam bimbingan dan konseling
yang dipandang tepat dalam membantu meningkatkan kesehatan mental siswa
adalah melalui layanan bimbingan kelompok, dengan tujuan penyelenggaraannya
untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, sosial dan upaya
pencegahan secara kelompok melalui dinamika kelompok, dengan adanya
dorongan dan motivasi kepada individu dalam kelompok untuk memanfaatkan
potensi secara maksimal sehingga dengan pelaksanaan bimbingan kelompok dapat
meningkatkan kesehatan mental siswa terutama dalam penyesuaian diri.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
Tahun Ajaran 2008/2009”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, masalah yang
muncul dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana pelaksanaan bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan
kesehatan mental siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran
2008/2009 ?
6
Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan dalam pertanyaan
penelitian yang lebih spesifik, adalah sebagai berikut :
1. Apakah layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kesehatan mental
siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 ?
2. Apa sajakah media yang digunakan dalam pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok dalam meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X SMA
Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 ?
3. Apa sajakah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan layanan
bimbingan kelompok dalam meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X
SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 ?
kelompok dalam meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X SMA
Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 ?
1. 3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai
adalah :
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan kelompok yang
dapat meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X SMA Kesatrian 1
Semarang Tahun Ajaran 2008/2009.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan khususnya Bimbingan dan Konseling tentang upaya
meningkatkan kesehatan mental siswa melalui layanan bimbingan
kelompok.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental
sehingga dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi, agar siswa
dapat mengembangkan potensi diri dengan memanfaatkan dinamika
kelompok dalam layanan bimbingan kelompok serta dapat mengambil
keputusan terbaik dalam hidupnya.
1.4.2.2 Bagi pembimbing
Diharapkan jika dalam pelaksanaan bimbingan kelompok dilakukan
kerjasama antara guru pembimbing dengan guru kelas, guru mata
pelajaran serta pihak sekolah terkait lainnya maka dapat dijalankan
konsep layanan bimbingan konseling dalam mendukung pencapaian
tujuan dari kegiatan bimbingan kelompok di sekolah yaitu peningkatan
kesehatan mental siswa.
1.5 Sistematika Skripsi
Sistematika penulisan skripsi merupakan gambaran mengenai garis besar
keseluruhan isi skripsi agar dapat memahami maksud karya penulisan, serta
merupakan susunan permasalahan-permasalahan yang akan dikaji dengan
langkah-langkah pembahasan yang tersusun dalam bab-bab sistematika skripsi
yang terdiri dari 3 bagian yaitu :
1.5.1 Bagian Awal
Bagian awal skripsi berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman
pengesahan, pernyataan, abstrak, motto dan persembahan, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar serta daftar lampiran.
1.5.2 Bagian Skripsi
Bab I Pendahuluan
Pada bab I meliputi : latar belakang masalah, permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi
Bab II Landasan Teori
Bab II berisi mengenai penelitian terdahulu, teori –teori yang
melandasi penelitian, yaitu teori kesehatan mental yang meliputi,
pengertian kesehatan mental, prinsip-prinsip kesehatan mental, ciri-
ciri mental sehat dan faktor-faktor kekalutan mental, dan teori
kelompok, tujuan, jenis bimbingan kelompok, tahapan dan teknik
bimbingan kelompok, upaya meningkatkan kesehatan mental serta
hipotesis tindakan.
Bab III Metodologi Penelitian
Pada bab ini disajikan metodologi penelitian yang meliputi,
pendekatan yang digunakan, subyek penelitian, langkah-langkah
penelitian, metode dan alat pengumpul data, validitas dan reliabilitas
serta teknik analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang berisi data masukan dari
masing-masing tahapan dalam siklus yang dilakukan selama
penelitian.
Bab V Simpulan dan Saran
Pada bab ini disajikan simpulan dan saran yang mendasar pada hasil
penelitian.
1.5.3 Bagian Akhir
Pada bagian akhir skripsi terdiri dari daftar pustaka dan lampiran
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan
oleh peneliti lain dengan tujuan mendapatkan hasil penelitian tertentu. Beberapa
penelitian tentang kesehatan mental dan bimbingan kelompok yang telah
dipublikasikan antara lain :
2.1.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Kesehatan Mental
2.1.1.1 Kontribusi Kesehatan Mental Terhadap Aktualisasi Diri Dalam
Belajar Pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling UNNES 2001
Peneliti : Sehu Mutroil, Mahasiswa BK UNNES angkatan tahun 1999
Berdasarkan penelitian ini kesehatan mental sebagai konsep dalam
mengelola dan mendaya gunakan makna, nilai-nilai dan potensi kehidupan yang
meliputi keinginan untuk hidup bermakna didunia dan akhirat yang dapat
dijadikan motivasi untuk menjadikan mahasiswa lebih beraktualisasi diri dalam
belajar.
Hasil penelitian menunjukkan parametrik product moment diperoleh rxy =
0,738. Oleh karena r hitung sebesar 0,738 sedangkan pada r table 0,355 pada taraf
signifikansi 5% atau pada tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dalam hal ini kedua
variabel aktualisasi diri dalam belajar pada mahasiswa dengan kontribusi
kesehatan mental dapat terjalin, dimana mahasiswa mempunyai perilaku dalam
hal iman dan taqwa serta dalam melaksanakan aktualisasi diri dalam belajar.
11
Keterkaitan penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
bahwa kontribusi kesehatan mental berpengaruh dalam aktualisasi diri dalam
belajar, sehingga kemungkinan besar upaya peningkatan kesehatan mental dapat
diterapkan di lingkungan siswa SMA melalui layanan bimbingan kelompok yang
tepat dan efisien.
2.1.1.2 Keefektifan Layanan Konseling Kelompok dengan Pendekatan
Rasional Emotif dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Kelayan Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2005/2006
Peneliti : Rina Kusumawardani, Mahasiswa BK UNNES angkatan tahun 2001
Peneliti menjelaskan bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas
dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan
sosialnya, sehingga seseorang yang sehat mentalnya itu sesuai dengan kapasitas
diri sendiri dapat hidup tepat yang selaras dengan lingkungannya, serta fungsi
jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup
sehingga terbebas dari konflik. Fenomena menunjukkan bahwa dipanti PPP
Mandiri Semarang terdapat masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial,
diantaranya korban narkoba, anak nakal dan masalah lainnya, serta diketahui
bahwa tingkat kesehatan mental mereka cenderung rendah.
Hasil penelitian dari metode analisis data yang digunakan adalah uji statistik
non parametrik dengan uji analisis U Mann Whitney. Dari perhitungan diskripsi
persentase pada pre test kelompok kontrol memperoleh 56,62% dan pada post test
diperoleh 60,09%. Sedangkan pada pre test kelompok eksperimen diperoleh
56,49% dan pada post test diperoleh 77,25%. Melalui layanan konseling
kelompok dengan pendekatan rasional emotif siswa belajar memperbaiki
keyakinan serta pandangan irasional menjadi rasional.
Penelitian mengenai kesehatan mental diatas dapat mendukung penelitian
yang akan dilakukan peneliti bahwa kesehatan mental seseorang dapat
12
dipengaruhi oleh pemikiran dirinya dan dapat dioptimalkan melalui layanan
konseling kelompok, seperti halnya peneliti akan meningkatkan kesehatan mental
siswa melalui layanan bimbingan kelompok.
2.1.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Bimbingan Kelompok
2.1.2.1 Upaya Mengembangkan Empati Melalui Media Bimbingan Kelompok
Pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling UNNES Angkatan 2005
Peneliti : Anis Fidyaningrum, Mahasiswa BK UNNES angkatan tahun 2001
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling
angkatan tahun 2005 menggunakan metode penelitian ”Action Research’ atau
penelitian tindakan. Peneliti melakukan penelitian pada mahasiswa dengan kriteria
empati sedang dan mahasiswa kriteria empati tinggi, melalui media kelompok
sebaya dan media film. Penelitian diadakan sebanyak II siklus (3 kali pelaksanaan
bimbingan kelompok) disetiap tindakan diberikan evaluasi untuk mengetahui
tingkat perkembangan empati mahasiswa. Kenaikan pada siklus I sebesar 2,8%
setelah siklus II naik 6,3%. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa empati
mahasiswa mengalami perkembangan setelah diberikan layanan bimbingan
kelompok.
2.1.2.1 Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Meningkatkan
Perkembangan Moral Remaja Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ungaran
Tahun Ajaran 2005/2006
Peneliti : Wahyu Munandar, Mahasiswa BK UNNES angkatan tahun 2001
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat perkembangan
moral remaja pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Semarang setelah mendapatkan
layanan bimbingan kelompok mengalami kenaikan sebelum diberikan layanan.
Sebelum diberikan layanan (pre test) skornya 64,47% atau 2,81 dalam kategori
13
(C), namun setelah mendapatkan layanan hasilnya naik 81,33% atau 3,09 dalam
kategori (B). Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa sudah ada peningkatan
dalam kareteristik moral yang dimiliki siswa setelah mendapatkan layanan
bimbingan kelompok.
Beberapa penelitian terdahulu yang tercantum diatas mengenai kesehatan
mental dan bimbingan kelompok mendukung dan memiliki keterkaitan dengan
penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Dari beberapa penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa kesehatan mental dapat berpengaruh terhadap
kondisi biologis, psikologis dan sosiologis seseorang dari berbagai tingkatan usia
serta tingkatan kesehatan mental seseorang dapat ditingkatkan, begitu pula bahwa
bimbingan kelompok efektif dalam penelitian untuk meningkatkan hasil yang
baik. Berkaitan dengan hal tersebut diatas peneliti berupaya meningkatkan
kesehatan mental pada siswa melalui layanan bimbingan kelompok.
2.2 Kesehatan Mental
Pembahasan tinjauan pustaka mengenai kesehatan mental dalam
penelitian ini terdiri dari pengertian kesehatan mental, prinsip-prinsip kesehatan
mental, ciri-ciri mental yang sehat dan faktor-faktor penyebab kekalutan mental.
2.2.1 Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental tidak dapat lepas dari konsep “sehat” dan “sakit”
dalam kehidupan manusia. Sehat (health) adalah konsep yang tidak dengan mudah
diartikan meskipun dapat kita rasakan dan diamati keadaanya. Sebagai acuan
14
merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu keadaan yang sempurna baik
fisik, mental maupun sosial yang tidak hanya terbebas dari penyakit, kelemahan
atau cacat. Seseorang yang tidak berpenyakitpun tentunya belum tentu dapat
dikatakan sehat yang semestinya dalam keadaan sempurna baik fisik, mental
maupun sosial atau keadaan sosial dari segi biologis, psikologis dan sosial.
Menurut Calhaun dalam Notosoedirdjo (2005: 4) kebalikan dari sehat
adalah ”sakit”. Konsep sakit dalam bahasa kita terdapat kaitan dengan bahasa
Inggris yaitu disease, illness dan sickness. Ketiga istilah tersebut mencerminkan
bahwa kata ”sakit” mengandung tiga pengertian yang berdimensi biopsikososial.
Secara khusus, disease berdimensi biologis, illness berdimensi psikologis dan
sickness berdimensi sosiologis.
Disease, penyakit berarti suatu penyimpangan yang gejalanya dapat
diketahui melalui diagnosis dengan menggunakan alat bantu tertentu. Penyakit ini
bersifat independen terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial tanpa
dipengaruhi keyakinan orang atau masyarakat terhadapnya. Illness adalah konsep
psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif
seseorang tentang ketidaksehatannya serta keadaan tubuh yang dirasa kurang
enak. Sedangkan sickness merupakan konsep sosiologis yang bermakna sebagai
penerimaan sosial terhadap seseorang sebagai orang yang sedang mengalami
kesakitan. Dalam keadaan ini, orang tersebut dibenarkan melepas tanggung jawab,
peran, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dilakukan saat sehat karena adanya
ketidaksehatannya.
15
Pengertian kesehatan mental menurut Michael dan Kirk Patrik dalam
Notosoedirdjo (2005: 25) menyatakan individu yang sehat mentalnya jika terbebas
dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan
sosialnya. Dapat dikatakan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya individu
dari gejala gangguan dan penyakit jiwa sehingga dapat memanfaatkan segala
potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa pada kebahagiaan
bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.
Sementara itu menurut El-Qussy sebagai mana dikutip oleh Sutoyo
(2004: 2-3) menyebutkan bahwa :
Kesehatan mental adalah keserasian yang sempurna atau integritas
antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam, disertai
kemampuan untuk menghindari kegoncangan-kegoncangan jiwa
yang ringan, yang biasa terjadi pada orang disamping secara positif
dapat merasakan kebahagiaan dan kemampuan.
Keserasian yang dimaksud adalah keserasian yang sempurna antara
pertentangan batin, sering mengeluh, bersedih hati, tidak bersemangat, tidak dapat
memikul tanggung jawab serta dalam hidupnya penuh dengan kegelisahan,
kecemasan, mudah diserang penyakit yang susah diobati. Hal tersebut
menyebabkan mereka tidak merasakan kebahagiaan.
Beberapa pengertian mengenai kesehatan mental di atas dapat ditekankan
mengenai konsep biopsikososial, yang meliputi konsep biologis, sosiologis dan
psikologis. Konsep biologis berarti suatu penyimpangan yang gejalanya dapat
diketahui melalui diagnosis dengan menggunakan alat bantu tertentu. Konsep
psikologis menunjuk pada perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif seseorang
16
tentang ketidaksehatannya serta keadaan tubuh yang dirasa kurang enak. Sedang
konsep sosiologis bermakna sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang
sebagai orang yang sedang mengalami kesakitan atau penyesuaian diri.
Penyesuaian diri tersebut antara lain dalam kemampuan menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan masyarakat.
2.2.2 Prinsip-prinsip Kesehatan Mental
Menurut Schnieders dalam Notosoedirdjo (2005: 31) prinsip-prinsip
dalam kesehatan mental antara lain :
(1) Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia
a. Kesehatan dan penyesuaian mental merupakan bagian yang tidak
terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik,
perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi
yang bermoral, intelektual, religius emosional dan sosial.
c. Kesehatan dan penyesuaian sosial memerlukan integrasi dan
pengendalian diri yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi,
hasrat, emosi dan sosial.
d. Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan
penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri
merupakan suatu keharusan.
e. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat meliputi
penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status atau harga
dirinya sendiri.
f. Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan
pengembangan terus menerus dalam diri seseorang mengenai
kebaikan moral, antara lain hukum, kebijaksanaan, ketabahan,
keteguhan hati, penolakan, kerendahan hati dan moral.
g. Mencapai dan memelihara kesehatan mental dalam penyesuaian diri
menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi
mengubah situasi dan mengubah kepribadian.
h. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang
terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan,
emosional dan perilaku.
(2) Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungan
a. Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung pada hubungan
interpersonal yang sehat, khususnya didalam kehidupan keluarga.
17
b. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada
kecukupan dalam kepuasan kerja.
c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang realistik
yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
(3) Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan
a. Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran
atas realitas terbesar dari dirinya yang menjadi tempat tergantung
kepada tindakan yang fundamental.
b. Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang
konstan antara manusia dengan Tuhan.
Prinsip tersebut berguna dalam upaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan mental. Prinsip dasar dari kesehatan mental adalah bahwa
kesehatan mental itu lebih dari tiadanya perilaku abnormal, kesehatan
mental tersebut merupakan konsep yang ideal dari sebagian besar
karakteristik kualitas hidup.
Sedangkan menurut Kartono (2000: 29), ada tiga prinsip pokok untuk
mendapatkan kesehatan mental, antara lain :
a. Pemenuhan kebutuhan pokok
Dalam kehidupan ini setiap mahluk hidup memiliki kebutuhan yang harus
dipenuhi yang berupa kebutuhan pokok (fisik dan psikis). Adanya
ketegangan, frustasi dan hambatan bila kebutuhan tersebut belum terpenuhi.
b. Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun
psikis. Kemudian timbullah kesadaran nilai diri dan kesadaran penguasaan
yang memberi rasa senang, panas dan bahagia.
c. Posisi dan status sosial
Individu ingin memiliki posisi dan status sosial dalam lingkungannya, serta
membutuhkan cinta kasih dan simpati, sebab cinta kasih dan simpati
18
menumbuhkan rasa aman dalam diri, keberanian dan harapan untuk masa
mendatang.
Kedua prinsip tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa kesehatan
mental seseorang dapat terjadi atau tercapai bila terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan baik jasmani maupun rohani, serta jika fungsi jiwa dapat berfungsi
secara harmonis sehingga mampu menyesuaiakan diri dan mengatasi masalah
yang timbul sehingga tercapainya kebahagiaan dalam hidup.
2.2.3 Ciri-ciri Mental Yang Sehat
Sehat dan normal seringkali diartikan dalam makna yang sama. Menurut
Korchin sebagai mana dikutip oleh Notosoedirdjo (2005: 12) normal mengandung
beberapa pengertian, antara lain :
a. Tidak adanya gangguan atau kesakitan.
Kalangan klasik menekankan bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit atau
gangguan jiwa. Orang yang mengalami neurosa dan lebih-lebih yang
menderita psikosa dianggap tidak sehat. Sedangkan orang yang tidak
mengalami neurosa dan psikosa dapat dikatakan sebagai orang yang sehat.
Sehat dengan pengertian ”terbebas dari gangguan” berarti jika ada gangguan
sedikit adanya, seseorang itu dianggap tidak sehat. Penyebabnya antara lain
ketegangan emosi, ketidaktenangan jiwa, kegelisahan, tekanan batin dan
persaingan.
19
b. Keadaan yang ideal atau keadaan mental yang positif.
Pengertian ini menegaskan bahwa kesehatan mental menjadi tujuan
yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi disadari bahwa kesehatan mental
itu bersifat kontinum. Jadi sedapat mungkin orang mendapatkan kondisi sehat
yang paling optimal dan berusaha terus untuk mencapai kondisi sehat yang
setinggi-tingginya dalam keadaan yang ideal atau mental yang positif.
c. Normal sebagai rata-rata pengertian statistik.
Metode statistik dilihat dari proses analisisnya lebih menjamin
objektifitas dalam membedakan mana yang normal dan yang tidak normal.
Dalam analisisnya menggunakan simbol angka dan rumus yang bersifat eksak.
Namun perlu diingat bahwa hasil pengukuran yang berupa angka-angka itu
diperoleh dari pengukuran yang bersifat tidak langsung terhadap objek yang
diukur atau belum tidak adanya satuan ukur yang pasti dan hasil
pengukurannya bersifat deskriptif yang tidak menunjukkan sifat mutlak tetapi
lebih condong pada relatif. Sehingga seseorang yang sehat mentalnya dapat
dilihat pada hasil pengukuran statistik.
d. Dapat diterima secara sosial.
Individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan
individu itu dapat berfungsi secara optimal, dapat hidup selaras dengan
lingkungan sekitarnya. Mengandung pengertian bahwa individu tersebut dapat
diterima dalam lingkungan sosialnya antara lain dapat mengadakan hubungan
dengan orang lain, dapat menghargai dan menghormati orang lain, serta
beberapa perilaku individu yang dapat diterima secara sosial.
20
e. Proses berlangsung secar wajar, terutama dalam tahapan perkembangan.
Kesehatan mental individu merupakan proses yang terus tumbuh,
berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, dapat
menemukan penyesuaian untuk berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial
dan tindakan dalam budayanya. Hal tersebut berarti individu dapat (a)
memiliki tujuan hidup yang sesuai dan dapat dicapai; (b) mempunyai usaha
yang cukup dan tekun dalam mencapai tujuan; (c) tujuan hidup tersebut
bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat.
Sedangkan Warga dalam Siswanto (2005: 24), adapun ciri-ciri individu
yang sehat atau normal pada umumnya adalah :
a. Bertingkahlaku menurut norma-norma sosial yang diakui dalam masyarakat.
Pengertian tersebut mengandung arti bahwa individu dapat bertingkah
laku menurut norma-norma sosial yang diakui di masyarakat. Hal ini
mencakup: (a) kemampuan untuk menilai sesuatu itu baik atau kurang tepat;
(b) dalam beberapa hal tergantung pada pandangan kelompok; (c) dapat
menghargai terhadap perbedaan dalam norma sosial.
b. Mampu mengelola emosi.
Pengelolaan emosi yang tepat antara lain mampu menjalin relasi yang
erat dan kuat seperti persahabatan, komunikasi sosial dan relasi cinta. Dalam
perilaku antara lain jarang kehilangan kontrol terhadap diri sendiri, penuh
tenggang rasa terhadap pengalaman orang lain, mampu menghayati
penderitaan dan kedudukan tanpa lupa diri, dapat memahami kondisi emosi
21
diri sendiri, belajar memperbaiki kekurangan serta bersikap wajar walau ada
tekanan.
c. Mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Individu tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya antara lain mampu
memahami potensi diri, dapat membentuk ide dan pemikiran baru, memiliki
harga diri yang memadai yaitu merasa ada nilai yang sebanding dengan pada
diri sendiri dan potensinya.
d. Dapat mengikuti kebiasaan sosial.
Kebiasaan sosial dalam kelompok dapat diikuti oleh individu tersebut,
artinya bahwa individu tersebut dapat mengikuti adat, tata cara, dan norma-
norma kelompok, tetap ajeg memperlihatkan rasa tanggung jawab,
persahabatan, loyalitas dalam melakukan aktifitas rekreasi yang sehat dengan
anggota lainnya dalam lingkungan sosial.
e. Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut
digerakkan untuk menuntun tingkah lakunya.
Individu tersebut mampu mengenali resiko dari setiap perbuatan dan
kemampuan tersebut digerakkan untuk menuntun tingkah lakunya, antara lain
dapat mengendalikan dirinya dengan tepat dan perilaku yang tepat tersebut
dijadikan jalan untuk menuntun perilakunya.
f. Mampu menunda keinginan sesaat untuk kepentingan jangka panjang.
Penundaan keinginan sesaat untuk keinginan jangka panjang dapat
dilakukan individu antara lain dengan motif-motif hidup yang sehat dan
22
kesadaran tinggi, berfikir realistis karena dapat membatasi ambisi-ambisi
dalam batas kenormalan, sehingga individu dapat meredam keinginan sesaat
untuk tujuan masa depan.
g. Mampu belajar dari pengalaman.
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak hanya
kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia praktik
tetapi elastisitas dan kemampuan menerima, oleh karena itu tidak terjadi
kekakuan dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas pekerjaan. Individu
juga dapat menilai batas kekuatan sendiri dan situasi yang dihadapi guna
meraih sukses.
h. Biasanya bersifat gembira.
Individu bersifat gembira baik dalam perilaku dan psikologisnya,
sebab ia mampu dalam mengelola emosi, tidak memiliki fantasi dan angan-
angan yang berlebihan, dengan besar hati sanggup menerima cobaan hidup,
memiliki kontrol yang riiil dan efisien dengan diri sendiri dan mudah
melakukan adaptasi dengan dilingkungannya.
Manisfestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow and
Mittelmann sebagai mana dikutip oleh Kartono (2000: 8) adalah sebagai berikut :
a. Memiliki rasa aman (sense of security).
b. Memiliki penilaian diri dan wawasan diri yang rasional dengan rasa
harga diri yang tidak berlebihan.
c. Punya spontanitas dan emosional yang tepat.
d. Memiliki dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat dan mampu
memuaskan dengan cara yang sehat.
e. Mempunyai pengetahuan diri yang cukup, dengan motif hidup yang
sehat dan kesadaran diri.
f. Memiliki tujuan hidup yang tepat, yang dapat dicapai dengan
kemampuan sendiri.
23
g. Mempunyai kemampuan belajar dari pengalaman hidup.
h. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan dan kebutuhan dari
kelompoknya.
i. Ada sikap emansipasi terhadap kelompoknya dan terhadap kebudayaan.
j. Ada integritas dalam kepribadianya, yaitu kebutuhan unsur jasmaniah
dan rohaniah.
Reaksi kenormalan pada tingkat psikologis dan sosial budaya biasanya
dapat dilihat pada kelakuan individu di tengah masyarakat atau kelompok
hidupnya. Reaksi tersebut normal, bila tepat dan sesuai dengan ide dan pola
tingkah laku kelompok. Karena itu normalitas atau kesehatan mental dapat
ditandai dengan: (1) integritas jiwa, (2) kesesuaian tingkah laku sendiri dengan
sosial, (3) adanya kesanggupan dalam melaksanakan tugas hidup dan tanggung
jawab sosial, (4) efisien dalam menaggapi realitas hidup.
Menurut Hasan Lunggulung sebagai mana dikutip oleh Sutoyo (2004:
12) sifat-sifat orang yang sehat mentalnya antara lain :
a. Bahwa seseorang menerima dirinya dengan pengertian menyadari segi-segi
kekuatan dan kelemahan dalam dirinya.
b. Jarak antara tingkat aspirasi dan potensinya yang realistik sesuai.
c. Ia mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai.
d. Ia mempunyai sifat serta merta yang sesuai.
e. Ia berhasil menciptakan hubungan sosial.
Beberapa ciri-ciri mental yang sehat diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa seseorang yang memiliki mental yang sehat antara lain (1) Memiliki rasa
aman dalam keadaan yang ideal dan positif; (2) Tidak adanya gangguan atau sakit
jiwa; (3) Memiliki tujuan hidup yang angan-angan sesuai dengan kenyataan; (4)
Memiliki dorongan dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani; (5) Mampu
24
mengoptimalkan potensi yang dimiliki; (6) Kemampuan belajar dari pengalaman
hidup; (7) Mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai; (8) Memahami diri dan
memiliki kesadaran diri; (9) Menciptakan hubungan yang dapat diterima secara
sosial.
2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Kekalutan Mental
Menurut Notosoedirdjo (2005: 61) terdapat empat faktor yang
berhubungan dengan kesehatan mental yaitu biologis, psikologis, lingkungan dan
sosio budaya. Keempat faktor ini perlu ada homeostatis yaitu keseimbangan yang
dinamis. Faktor-faktor ini secara singkat dijelaskan sebagai berikut, antara lain :
2.2.4.1 Faktor Biologis
Manusia mengenal dirinya pada mulanya dari dimensi biologisnya dan
dia memanfaatkan anggota tubuhnya untuk memenuhi kebutuhannya, baik makan,
minum, bekerja dan berbagai aktifitas lainnya. Tidak ada aktifitas manusia yang
tidak melibatkan dimensi biologis. Karena itu badan dengan unsurnya sangat
penting bagi kehidupan manusia. Faktor biologis memberikan kontribusi sangat
besar bagi kesehatan mental. Adanya beberapa aspek biologis yang secara
langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya otak, sistem
endokrin, genetik, sensori dan kondisi ibu selama hamil.
2.2.4.2 Faktor Psikologis
Aspek psikis manusia pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan
aspek biologis. Sebagian sub sistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis
selalu berinteraksi dengan aspek kemanusiaan, karena itu pulalah aspek psikis
25
tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam melihat manusia. Ada beberapa
aspek psikis yang berpengaruh terhadap kesehatan mental yaitu pengalaman awal,
proses pembelajaran, kebutuhan dan faktor psikologis yang lain.
2.2.4.3 Faktor Lingkungan
Didalam menjalankan kehidupannya manusia tidak dapat melepaskan
diri dari aspek lingkungan dan berinteraksi dengan alam sekitarnya. Hubungan
tersebut menunjukkan suatu ekosistem, dikarenakan interakasi antara manusia
dengan alam sekitarnya sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pada mulanya manusia hidup secara harmoni dengan alamnya.
Kebutuhan hidupnya hanya dapat dipenuhi dari kondisi alam sekitarnya,
khususnya kebutuhan biologis, makan, minum, tempat tinggal, karena hal tersebut
manusia tidak membutuhkan perubahan alam untuk memenuhi segenap
keinginannya.
Sejalan dengan pertambahan populasi manusia, kemajuan daya pikir dan
peradapan, hubungan manusia dengan alam mengalami perubahan, sejak
dirasakan adanya perubahan-perubahan kondisi alam baik secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebutuhan manusia, seperti interaksi sosial, mata
pencaharian, termasuk pemeliharaan kebersihan lingkungan kota.
2.2.4.4 Faktor Sosial Budaya
Secara sosiologis, individu merupakan representasi dari lingkungan
sosialnya. Segala yang terjadi dalam lingkungan sosialnya diamati, dipelajari dan
kehidupannya sendiri. Apa yang dilakukan, gagasan, dan perasaannya merupakan
26
hasil pembentukan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial secara nyata juga
mempengaruhi perilaku sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya.
Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi pola sehat dan sakitnya baik
kesehatan mental secara fisik maupun mental. Faktor dalam lingkungan sosial
yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental adalah stratifikasi
sosial, pekerjaan, keluarga, budaya, perubahan sosial dan stressor psikososial
lainnya. Dalam lingkungan sosial dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental
sehingga membentuk kesehatan mental yang positif tetapi pada sisi lain
lingkungan sosialnya dapat menjadi stressor yang dapat menggangu kesehatan
mental seseorang.
Menurut Kartono (2000: 30) ada 4 faktor penyebab kekalutan mental
(mental disorder), faktor tersebut adalah: terbentur pada standar dan norma sosial
tertentu, konflik kebudayaan, masa transisi di Indonesia, serta menanjaknya
aspirasi terhadap kemewahan materiil.
2.2.4.1 Terbentur pada standar dan norma sosial tertentu
Setiap manusia selalu memiliki kebutuhan dalam hidupnya, namun
kebutuhan psikologis ada pula yang dipaksa dikekang demi kebahagiaan manusia
atau demi kesejahteraan hidup bersama. Maka dari itu dibutuhkan peraturan,
larangan dan norma tertentu yang sudah dibakukan secara sah tersebut dapat
menganggu atau mengikat dirinya, dan bila hal tersebut mengikat secar terus
menerus maka ia akan berkembang kemudian mengalami gangguan penyakit
mental.
27
2.2.4.2 Konflik Kebudayaan (culture conflik)
Kondisi kebudayaan yang saling mempengaruhi, sering kali dapat
menyebabkan kesulitan dalam penyesuaian diri, sehingga akan terjadi bermacam-
macam konflik dalam masyarakat luas, berupa : (1) konflik antara individu
dengan masyarakat, (2) konflik antara nilai-nilai dengan tingkah laku diantara dua
kelompok sosial atau lebih, (3) konflik batin dalam diri pribadi sebagai akibat dari
partisipasinya pada beberapa kelompok sosial yang mengejar nilai-nilai yang
kontradiktif dan mempunyai standar normatif yang bertentangan satu dengan yang
lain. Dari beberapa konflik tersebut dapat menyebabkan banyak ketakutan dan
frustasi pada anggota masyarakat pada umumnya, lalu akan menumbuhkan rasa
kecemasan, tidak aman, serta ketakutan.
2.2.4.3 Masa Transisi di Indonesia
Perubahan masa transisi di Indonesia ini terjadi perubahan dari satu
periode ke masa lain, ditandai dengan adanya kegoncangan yang terdapatnya
perubahan dari norma sosial yang lama berubah pada norma sosial yang baru.
2.2.4.4 Menanjaknya Tingkat Aspirasi Terhadap Kemewahan Materiil
Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir maka semakin banyak
pula kebutuhan manusia. Dengan perkembangan tersebut, biasanya individu
mengukur tingkat kebahagiaan hidup dengan materi. Untuk dapat menumbuhkan
status sosial yang tinggi, banyak dilakukan persaingan. Dalam persaingan tersebut
apabila tidak adanya kesehatan mental yang tepat dan persaingan yang sehat,
banyak individu mengalami konflik dalam diri serta ketegangan untuk
mendapatkan status sosial.
28
Keterkaitan keseluruhan teori mengenai kesehatan mental yang terdiri
dari pengertian kesehatan mental, prinsip-prinsip kesehatan mental, ciri-ciri
mental yang sehat dan faktor-faktor penyebab kekalutan mental antara lain dengan
tinjauan pustaka mengenai kesehatan mental digunakan sebagai acuan rumusan
kesehatan mental dalam penelitian. Kesehatan mental pada penelitian yang
dimaksud mengenai konsep biopsikososial, meliputi konsep biologis, sosiologis
dan psikologis. Prinsip-prinsip kesehatan mental tidak lepas dari keterkaitan
ketercapaian kebutuhan seseorang untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani
maupun rohani, serta jika fungsi jiwa dapat berfungsi secara harmonis sehingga
mampu menyesuaiakan diri dan mengatasi masalah yang timbul sehingga
tercapainya kebahagiaan dalam hidup.
Seseorang yang sehat memiliki manisfestasi mental yang sehat antara
lain (1) integritas jiwa, (2) kesesuaian tingkah laku sendiri dengan sosial, (3)
adanya kesanggupan dalam melaksanakan tugas hidup dan tanggung jawab sosial,
(4) efisien dalam menaggapi realitas hidup.
Kesehatan mental tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,
beberapa faktor mengenai kekalutan mental akan mempengaruhi selama individu
masih dapat menemukan jalan keluar yang tepat dan wajar untuk memecahkan
kesulitan dalam hidupnya, serta pemenuhan kebutuhan, selama itu pula ia akan
mempunyai kesehatan mental jiwa dan keseimbangan dalam hidupnya. Sebab
kepuasan jasmani dan kepuasan psikis sangat berpengaruh terhadap kesehatan
mental individu.
29
2.3 Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dalam tinjauan pustaka penelitian ini terdiri dari
pengertian bimbingan kelompok, tujuan bimbingan kelompok, jenis-jenis
kelompok, tahapan bimbingan kelompok dan teknik-teknik bimbingan kelompok.
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Gazda sebagaimana dikutip oleh Romlah (2001: 3) bimbingan
kelompok adalah upaya penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah
pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan masalah
hubungan antara pribadi. Informasi tersebut diberikan terutama dengan tujuan
untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan
pemahaman terhadap orang lain.
Bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik dalam bimbingan
yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara
optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat serta nilai-nilai yang dianutnya
dan dilakasanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan
untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi diri
siswa (Romlah 2001:3)
Sedangkan menurut Winkel (2004: 543) mengatakan bahwa bimbingan
kelompok mengupayakan perubahan sikap dalam perilaku secara tidak langsung,
melalui penyampaian informasi yang menekankan pengolahan kognitif oleh para
peserta sehingga mereka dapat menerapkan sendiri suatu pengolahan kognitif
tentang informasi yang diberikan kepada anggota kelompok.
30
Beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang
diberikan pada klien yang dilaksanakan berupa suatu kegiatan layanan bimbingan
dan konseling yang diberikan oleh konselor dalam suasana kelompok untuk
membahas topik umum maupun beberapa hal yang berguna bagi perkembangan
dirinya, agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta
memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri dan orang
lain sehingga terbentuklah perilaku yang efektif.
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Winkel (2004: 548) mengemukakan tujuan dari layanan bimbingan
kelompok yaitu supaya orang yang mengikuti bimbingan kelompok mampu
mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangan sendiri dan tidak sekedar
mengikuti pendapat orang lain, mampu dalam mengambil sikap sendiri dan berani
menanggung sendiri konsekuensi-konsekuensi dan tindakannya.
Sementara tujuan bimbingan kelompok menurut Binnett sebagaimana
dikutip oleh Romlah (2001: 14-15) menyebutkan bahwa :
(1) Memberikan kepada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi
pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan,
pribadi dan sosial. Tujuan ini dapat dicapai dengan :
Mempelajari masalah hubungan antara pribadi yang terjadi dalam
kelompok yang dapat merubah perilaku individu dan kelompok.
31
Mempelajari secara kelompok masalah pertumbuhan dan pekembangan,
belajar dalam menyesuaikan diri, menerapkan pola hidup yang sehat.
pemahaman diri mengenai sikap, minat, kemampuan, kepribadian dan
kecenderungan penyesuaian sifat pribadi maupun sosial.
(2) Memberikan layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. Upaya yang
dilakukan antara lain :
Mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.
Menghilangkan ketegangan emosi, menambah pengertian mengenai
dinamika kepribadian.
(3) Untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada
melalui kegiatan bimbingan individual.
(4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif dengan
mempelajari masalah yang umum dialami oleh individu dengan meredakan
atau menghilangkan hambatan emosional melalui kegiatn kelompok, maka
pemahaman terhadap individu akan menjadi lebih mudah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa melalaui layanan bimbingan kelompok
diharapkan siswa mampu merencanakan serta mengarahkan dirinya, memiliki
sikap dan pandangan hidup yang tidak hanya sekedar meniru, dapat
mengungkapkan pendapat di depan umum, bersikap terbuka, lebih percaya diri,
dapat melakukan penyesuaian diri dan bersosialisasi dengan baik sehingga dapat
mencapai perkembangan diri seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan
potensi siswa.
32
2.3.3 Jenis-jenis Kelompok
Kelompok dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandangan,
misalnya sesuai besarnya anggota, sifat interaksi sosialnya, tingkat keakraban
hubungan antara anggotanya, variasi kepentingan anggotanya, jangka waktu
kebersamaannya, organisasinya atau kombinasi dari hal-hal tersebut.
Menurut Winkel (2004: 559) jenis-jenis kelompok antara lain : kelompok
primer dan sekunder, sociogroup dan psycogroup, kelompok yang terorganisasi
dan kelompok yang tidak terorganisasi, in group dan uot group, kelompok yang
keanggotaanya berdasar atas sukarela dan kelompok yang anggotanya diwajibkan,
kelompok tertutup dan kelompok terbuka.
Sedangkan menurut Romlah (2001: 23) jenis-jenis kelompok antara lain :
1. Kelompok Primer dan kelompok sekunder
Kelompok primer adalah kelompok yang anggotanya bertemu secara
langsung, hubungan akrab, saling membantu dan bersama-sama memecahkan
masalah yang dihadapi. Kelompok sekunder adalah kelompok yang hubungan
anggotanya tidak langsung, bersifat formal dan pertemuan para anggotanya
berlangsung pada saat tertentu.
2. Kelompok psikologis dan kelompok sosial
Kelompok psikologis mempunyai ciri antara lain bersifat informal dalam
arti hamper tidak mempunyai aturan dan andaikata adanya aturan sifatnya
sementara, bersifat sementara, hubungan pribadi yang mendalam diantara
anggotanya. Kelompok sosial memiliki ciri keanggotaannya sukarela maupun
33
tidak sukarela, mempunyai tujuan tertentu yang ditetapkan oleh anggotanya,
kegiatannya berorientasi pada tugas atau pemecahan masalah.
3. Kelompok In group dan out group
Kelompok in group adalah kelompok dimana anggotanya dengan sadar
mengidentifikasikan dirinya, melibatkan dirinya dan keikutsertaan dalam
kelompoknya. Kelompok out group tidak melibatkan diri dalam anggotanya
dan tidak ada rasa keikutsertaan dalam kelompok.
4. Kelompok tertutup dan berkesimanbungan
Kelompok tetutup adalah kelompok yang jumlah anggotanya tetap yaitu
individu yang dari awal sampai akhir menjadi anggota kelompok tersebut.
Kelompok berkesimambungan juga disebut dengan kelompok terbuka adalah
kelompok yang anggotanya dapat bertambah selama proses kegaiatan
berlangsung.
2.3.4 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok
Menurut Romlah (2001: 68) tahap-tahap dalam pelaksanaan bimbingan
kelompok antara lain :
1. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan terdiri dari tahap orientasi, tahap pembinaan norma
dan tujuan kelompok. Pada tahapan orintasi para anggota kelompok belajar
bagaimana kelompok berfungsi merumuskan tujuan, merasa aman dalam
kelompok, mengklasifikasikan harapannya, dan mencari tempat dalam
34
kelompok. Tujuannya untuk mengenal dan mengetahui masing-masing identitas
anggotanya dan mengembangkan tujuan dalam pelaksanaan kelompok.
Tahap pembinaan norma dan tujuan kelompok merupakan tahapan yang
penting dalam mengembangkan kelompok karena akan memberi arah pada
perkembangan kelompok menjadi produktif, interaksi anggota lebih lancar.
2. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan atau trahap produktifitas adalah tahapan dimana
kelompok telah tumbuh menjadi suatu tim yang produktif dan telah
mempraktikan keterampilan-keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Ciri dalam tahapan ini antara lain
bertambahnya keintiman hubungan antara anggota kelompok.
Pada tahapan ini diterapkan beberapa teknik-teknik dalam bimbingan
kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu, teknik yang digunakan antara
lain teknik pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah
(problem solving), permainan (role playing), permainan simulasi (simulation
games), karya wisata (field trip) dan teknik penciptaan suasana kekeluargaan
(home rome).
3. Tahap Pengakhiran
Tahap mengakhiri kelompok atau terminasi adalah tahapan dimana para
anggota akan meninggalkan kelompok karena kegiatan kelompok sudah
berakhir, waktu dalam terminasi kelompok berbeda-beda. Pada tahapan
terminasi kegiatan yang dilakukan antara lian rangkuman kegaiatan, saling
bertukar kesan, pesan-pesan positif dari anggota kelompok.
35
2.3.5 Teknik-teknik Bimbingan Kelompok
Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam penelitian ini antara lain :
Menurut Romlah (2001: 87) ada beberapa teknik dalam pelaksanaan
bimbingan kelompok, antara lain dengan teknik pemberian informasi, diskusi
kelompok, pemecahan masalah (problem solving), permainan (role playing),
permainan simulasi (simulation games), karya wisata (field trip) dan teknik
penciptaan suasana kekeluargaan (home rome).
Penjelasan dalam pemberian teknik bimbingan kelompok untuk lebih
jelasnya antara lain :
2.3.5.1 Teknik Pemberian Informasi (ceramah)
Teknik pemberian informasi sering disebut juga sebagai teknik
pemberian ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada
sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga
hal, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap penilaian.
Pada tahap perencanaan antara lain merumuskan tujuan apa yang hendak
dicapai dengan pemberian informasi, menentukan bahan yang akan diberikan
(apakah berupa fakta, konsep atau generalisasi) dan menentukan contoh yang
sesuai dengan bahan. Tahap pelaksanaan antara lain penyajian materi disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan tahap pengakhiran adalah
mengadakan penilaian apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Penilaian dapat
dilakukan secara lisan dengan menanyakan pendapat siswa mengenai materi yang
diterimanya, tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis baik dengan tes subjektif
maupun objektif.
36
Teknik pemberian informasi memiliki kelebihan dan kekuarangan.
Kelebihan teknik informasi antara lain: (a) Dapat melayani banyak orang, (b)
tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, (c) tidak terlalu banyak
aktifitas untuk melaksanakannya, (d) mudah dilaksanakan bila dibanding teknik
lain, (e) bila pembicara pandai menggunakan ”gambar-gambar” atau kata-kata
bahan pembicaraannya menarik. Kelemahannya antara lain: (a) Sering
dilaksanakan secara monolog sehingga membosankan, (b) individu mendengarkan
kurang aktif, (c) memerlukan keterampilan berbicara supaya penjelasan menjadi
menarik.
2.3.5.2 Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga
orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau dengan tujuan
untuk memperjelas suatu persoalan, serta untuk tujuan pengembangan pribadi.
Tujuan dari diskusi kelompok antara lain :
(a) Mengembangkan keterampilan-keterampilan kepemimpinan.
(b) Merangkum pendapat-pendapat kelompok.
(c) Mencapai suatu konsensus.
(d) Menjadi pendengar yang aktif.
(e) Mengatasi perbedaan yang tepat.
(f) Mengembangkan keterampilan-keterampilan memparafrase.
(g) Mengembangkan keterampilan-keterampilan belajar mandiri.
(h) Mengembangkan keterampilan menganalisa, mensintesis, dan menilai.
Keuntungan menggunakan diskusi kelompok antara lain : (a) Membuat
anggota kelompok lebih aktif karena tiap anggota diberi kesempatan untuk bicara
dan memberi sumbangan pada kelompok, (b) anggota kelompok saling bertukar
37
pengalaman , pikiran, perasaan, (c) melatih mendengarkan anggota kelompok
lainnya, (d) dapat meningkatkan pengertian terhadap diri sendiri dan orang lain,
(e) memberi kesempatan untuk menjadi pemimpin kelompok.
Kelemahan dalam diskusi kelompok antara lain : (a) Dapat menjadi salah
arah bila pemimpin kelompok tidak melaksanakan fungsi kepemimpinan dengan
baik, (b) diskusi kemungkinan dikuasai anggota tertentu sedangkan anggota lain
tidak diberi kesempatan, (c) membutuhkan waktu dan tempat yang luas, agar
suasana tercipta dengan kondusif.
2.3.5.3 Teknik Pemecahan Masalah (Problem Solving Techniques)
Teknik pemecahan masalah merupakan suatu proses kreatif dimana
individu menilai perubahan yang ada pada dirinya dan lingkungannya, membuat
pilihan baru, keputusan-keputusan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan
dan nilai hidupnya.
Langkah-langkah dalam teknik pemecahan masalah antara lain:
(a) Mengidentifikasi dan merumuskan suatu masalah,
(b) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah,
(c) Mencari alternatif pemecahan masalah,
(d) Memilih dan melaksanakan alternalif yang paling menguntungkan,
(e) Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
2.3.5.4 Teknik Permainan Peran (Role Playing)
Istilah permainan peran mempunyai empat macam arti yaitu : (1) Sesuatu
yang bersifat sandiwara, dimana pemain memainkan peran tertentu sesuai dengan
lakon yang sudah ditulis dengan tujuan hiburan, (2) sesuatu yang bersifat
sosiologis atau pola-pola perilaku yang ditentukan oleh norma sosial, (3) sesuatu
perilaku tiruan dimana seseorang berusaha berperilaku berlawanan dengan apa
38
yang sebenarnya diiginkan, (4) sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan dengan
tujuan untuk membantu memahami dirinya sendiri, meningkatkan keterampilan,
menganalisa perilaku bagaimana seseorang harus bertingkah laku.
2.3.5.5 Teknik Permainan Simulasi
Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk
merefleksi situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.
Permaian simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik bermain
peran dengan teknik diskusi. Topik permainan simulasi disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan latar belakang anak.
2.3.5.6 Teknik Karyawisata (field trip)
Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk
mengunjungi objek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari
dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus.
2.3.5.7 Teknik Penciptaan Suasana Kekeluargaan (home rome)
Teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar
jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan dan dipimpin oleh guru atau konselor.
Tujuan dari teknik ini untuk membina terciptanya suasana yang penuh
kekeluargaan seperti yang ada dirumah.
2.4 Peningkatan Kesehatan Mental Melalui Bimbingan Kelompok
Penelitian yang akan dibahas adalah upaya yang akan dilakukan dalam
meningkatkan kesehatan mental siswa melalui layanan bimbingan kelompok,
39
maka secara lebih lanjut dibahas apa sajakah upaya yang akan dilakukan dalam
meningkatkan kesehatan mental siswa.
Agar bimbingan kelompok menjadi efektif maka keanggotaan kelompok
tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota bimbingan
kelompok. Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 3-4 orang kurang begitu
optimal, dikarenakan dampak layanan hanya untuk sebagian kecil saja. Namun
sebaliknya, bila kelompok yang terlalu besar juga kurang efektif karena jumlah
peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individu dalam dinamika
kelompok menjadi kurang intensif. Dengan demikian layanan bimbingan
kelompok memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi sumber variasi
untuk memecahkan masalah tersebut.
Pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik-teknik yang mengacu
pada berkembangnya dinamika kelompok serta diikuti oleh seluruh anggota
kelompok dalam rangka pencapaian tujuan layanan. Teknik ini secara garis besar
meliputi komunikasi multi arah secara efektif, dimanis, dan terbuka. Dengan
peberian rangsangan dapat menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi,
analisis, perkembangan argumentasi, dorongan untuk memantapkan respon dan
aktivitas anggota kelompok, pelatihan untuk membentuk pola perilaku baru yang
dikehendaki. Teknik tersebut diterapkan pemimpin kelompok secara tepat waktu,
tepat isi, tepat sasaran dan tepat cara sehingga pemimpin kelompok dapat tampil
secara berwibawa, bijaksana, bersemangat, dan aktif berwawasan luas dan
terampil.
40
Upaya yang akan dilakukan dalam bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa adalah dengan beberapa upaya, yaitu
dengan teknik pemberian informasi dengan menggunakan materi layanan, diskusi
kelompok, menggunakan media seperti film yang dapat meningkatkan kesehatan
mental siswa.
2.5 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah ”Melalui
pelaksanaan layanan bimbingan kelompok yang dikelola dan dilaksanakan
dengan tepat dan benar dapat meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X SMA
Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009”.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Yang Digunakan
Berdasarkan pada latar belakang, perumusan masalah dan tujuan
dari penelitian skripsi ini maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan (jenis Eksperimen) karena dalam melakukan
penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana bimbingan kelompok
yang tepat untuk meningkatkan kesehatan mental siswa, dimungkinkan
terdapat lebih dari satu strategi atau teknik untuk mencapai suatu tujuan
instruktusional yang efektif dan efisien.
Menurut Arikunto (2002: 82) Penelitian tindakan adalah penelitian
tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran dan
hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan.
Burns dalam Madya (2006: 9) menyebutkan penelitian tindakan
merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam
situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang
dilakukan didalamnya yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para
peneliti, praktisi dan orang awam.
Tujuan utama melakukan penelitian tindakan adalah untuk
melakukan perubahan pada semua diri pesertanya dan perubahan situasi
42
tempat penelitian guna mencapai perbaikan praktik secara inkremental dan
berkelanjutan.
Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan pelaksanaan tindakan.
Kelebihan dalam penelitian tindakan menurut Shumsky dalam Madya (2006:
46) antara lain :
a. Kerjasama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki.
b. Kerjasama dalam penelitian tindakan mendorong kreativitas dan pemikiran
kritis.
c. Melalui kerjasama kemungkinan untuk berubah meningkat dari hasil
penelitian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, analisis
data dan penafsiran data.
d. Kerjasama dalam penelitian tindakan meningkatkan kesepakatan.
Penelitian tindakan juga mempunyai beberapa kelemahan antara
lain:
a. Berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik
dasar penelitian tidakan pada pihak peneliti.
b. Faktor waktu yang dapat berakibat pada merosotnya efisien dan efektifan
kerja.
c. Kesulitan untuk mengajak seseorang dalam melakukan perubahan.
d. Peneliti dalam melakukan penelitian dapat menjadi alat bagi seseorang
untuk mengesahkan metode, strategi, atau teknik itu biasa dilakukan
dengan hasil yang sama tanpa perubahan.
43
kelemahan-kelemahan penelitian tersebut yaitu, (1) Untuk mengatasi
kelemahan berkaitan dengan kurangnya pengetahuan peneliti, peneliti
berupaya mempelajari pendekatan penelitian tindakan dengan membaca buku
pembimbing yang berkompeten, (2) untuk mengatasi kelemahan yang
berkaitan dengan waktu, peneliti melakukan penjadwalan dan kesepakatan
dengan partisipan penelitian secara terpadu, (3) untuk mengatasi kelemahan
yang berkaitan dengan konsepsi proses kelompok, peneliti melakukan proses
kelemahan dalam penelitian tindakan diharapkan proses penelitian dapat
berjalan dengan baik.
Proses penelitian tindakan ada empat langkah yang disarankan oleh
Madya (2006: 15) antara lain (1) Penyusunan rencana, (2) Tindakan, (3)
Observasi, (4) Refleksi.
3.2 Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
tahun Pelajaran 2008/2009. Namun tidak semua siswa yang dijadikan partisipan
hanya siswa yang memiliki kecenderungan kesehatan mental yang rendah yang
dijadikan partisipan. Harapannya siswa yang memiliki kecenderungan kesehatan
mental yang rendah setelah terlibat dalam treatment yang dilakukan peneliti
menjadi semakin meningkat kesehatan mentalnya.
No Kegiatan Kegiatan Nyata (Riel) Yang Peneliti Lakukan
1. Identifikasi Melakukan pengambilan data awal (diagnosis
dan awal) mengenai kesehatan mental siswa melalui
Perumusan skala kesehatan mental.
Masalah Memilih siswa yang memiliki kecenderungan
mental yang rendah / sedang.
Merumuskan dan menggali penyebab utama
kecenderungan kesehatan mental yang rendah /
sedang.
Menentukan layanan bimbingan kelompok yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan
mental siswa.
2. Hipotesis Menentukan alternatif tindakan yang dapat
Tindakan dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental
siswa
Menentukan alternatif layanan bimbingan
44
3.3 Langkah-langkah Penelitian
3.3.1 Langkah-langkah Penelitian
a. Penyusunan Rencana
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun
dari segi prospektif pada tindakan, serta rencana itu harus memandang
kedepan. Adapun penyusunan yang penulis lakukan dalam penelitian ini
meliputi (a) Identifikasi dan perumusan masalah, (b) Menetapkan
hipotesis tindakan, (c) Menetapkan partisipan, dan (d) Menyusun rencana
tindakan. Penyusunan rencana yang penulis lakukan antara lain (dalam
tabel 1) :
Tabel 1. Penyusunan Rencana Tindakan
45
kelompok mengenai kesehatan mental dalam
meningkatkan taraf kesehatan mental secara
optimal dan intensif.
3. Partisipan Mempersiapkan partisipan yang terkait dalam
penelitian tindakan, yaitu siswa kelas X SMA
Kesatrian 1 Semarang yang memiliki
kecenderungan kesehatan mental yang rendah /
sedang dan guru pembimbing kelas X.
4. Rencana Melaksanakan tindakan layanan bimbingan
Tindakan kelompok dan mengoptimalkan hasil diagnosis
yang dapat meningkatkan kesehatan mental siswa
dengan bersiklus.
Dari keempat langkah tersebut dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :
a. Identifikasi dan perumusan masalah
Peneliti berupaya mengetahui bagaimana kencenderungan kesehatan
mental siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009
sebelum menyusun rencana penelitian yaitu menggunakan skala kesehatan
mental.
Perolehan data awal dapat diketahui penyebab utama siswa
mempunyai kecenderungan kesehatan mental yang belum optimal adalah (1)
kurangnya pemahaman dan pentingnya kesehatan mental bagi siswa, (2)
belum adanya diskusi antara siswa tentang arti pentingnya kesehatan mental
bagi masa depan siswa, (3) belum maksimalnya layanan bimbingan
konseling terutama layanan bimbingan kelompok (alat, kegiatan ataupun
46
orang) untuk meningkatkan kesehatan mental oleh pihak guru bimbingan
konseling.
b. Hipotesis tindakan
Bertolak dari kerangka konseptual tersebut diatas, ada beberapa
alternatif yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental
siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 yaitu
dengan (1) memberikan pemahaman tentang kesehatan mental dan arti
pentingnya kesehatan mental bagi siswa, (2) melakukan diskusi antara siswa
tentang arti pentingnya kesehatan mental, (3) memanfaatkan media
bimbingan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa.
Dalam memenuhi harapan tersebut, maka hipotesis tindakan yang
dilakukan yaitu:
1). Bimbingan kelompok dengan metode peer counseling dipadukan ceramah
dan diskusi sebagai upaya efektif dalam membangun pemahaman
terhadap kesehatan mental siswa. Alasan peneliti menggunakan metode
ini yaitu, dari tujuan diskusi kelompok antara lain (1) untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa, (3) untuk mengembangkan
pandangan baru mengenai hubungan antara siswa atau penyesuaian diri,
(4) agar siswa mampu untuk memecahkan sebuah masalah.
2). Memanfaatkan benda atau alat berupa multimedia audiovisual, yaitu
melihat film (VCD) yang isi ceritanya dapat membangkitkan kesehatan
mental siswa, mampu memberikan pelajaran kehidupan.
NO Rumus Norma Keterangan
1. x > μ + 1σ Kesehatan Apabila hasil
Mental tinggi perhitungan skala
kesehatan mental
partisipan lebih dari
rata-rata ideal
47
c. Partisipan
Pihak-pihak yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X
SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 yang mempunyai
kecenderungan kesehatan mental yang rendah. Sesuai dengan tujuannya
siswa yang mempunyai kesehatan mental yang rendah setelah terlibat dalam
ditambah 1 (satu)
penelitian ini kecenderungan kesehatan mental akan semakin berkembang.
Standar Deviasi ideal.
2. μ -1 σ < × < μ +1 σ Kesehatan Hasil perhitungan
Peneliti tidak hanya melibatkan siswa yang memiliki kesehatan
Mental sedang skala kesehatan
mental partisipan
mental yang rendah saja, namun mengkolaborasikan dengan siswa yang
lebih dari / sama
dengan rata-rata ideal
memiliki kesehatan mental yang sedang. Hal ini dilakukan dengan tujuan
dikurangi 1 (satu)
Standar Deviasi ideal
agar terjadi proses transfer (melalui tindakan dalam proses penelitian) dari
sampai kurang dari /
sama dengan rata-rata
siswa yang memiliki kecenderungan kesehatan mental yang rendah kepada
ideal ditambah 1
(satu) Standar Deviasi
siswa yang memiliki kesehatan mental yang sedang. ideal.
3. × < μ -1 σ Kesehatan Hasil perhitungan
Penggolongan kriteria siswa yang mempunyai kesehatan mental yang
Mental rendah skala kesehatan
mental partisipan
tinggi, sedang dan rendah menggunakan penilaian dengan skor standar
kurang dari rata-rata
ideal dikurangi 1
(Saifudin Azwar 2005: 163). Pemberian nilai menggunakan skor standar
(satu) Standar Deviasi
ideal.
dilakukan dengan mengubah skor hasil skala kesehatan mental ke dalam
bentuk penyimpangan dari mean dalam satuan deviasi standar. Dalam hal
inipun suatau pedoman pemberian nilai yang merupakan norma ditentukan
terlebih dahulu.
Tabel 2 Norma Kriteria Kesehatan Mental
48
Berdasarkan norma tersebut, siswa yang termasuk dalam golongan
kesehatan mental yang rendah yang dijadikan partisipan dalam penelitian ini
tidak menutup kemungkinan jika ternyata setelah diberlakukan norma
tersebut dalam pengolahan data pada skala kesehatan mental tidak ada yang
memenuhi kriteria (kesehatan mental yang rendah), maka peneliti
melibatkan siswa yang memiliki kesehatan mental yang sedang. Penekanan
utama dalam penelitian ini yaitu terjadinya peningkatan dari kondisi
kesehatan mental yang rendah / sedang menjadi meningkat.
Perilaku-perilaku partisipan nantinya akan dikembangkan menjadi
perilaku yang mendekati indikator kesehatan mental. Harapan yang ingin
dicapai bahwa kesehatan mental siswa akan lebih berkembang dan
meningkat. Adapun perilaku positif partisipan yang diharapkan akan muncul
49
setelah penelitian ini, yaitu : a) Memiliki rasa aman dalam keadaan ideal dan
positif, b) tidak adanya gangguan atau kejiwaan, (c) memiliki tujuan hidup
antara harapan sesuai dengan kenyataan, (d) memiliki dorongan dalam
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, (e) mampu mengoptimalkan
potensi yang dimiliki, (f) kemampuan belajar dari pengalaman hidup, (g)
mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai, (h) memahami diri dan
memiliki kesadaran diri, (i) menciptakan hubungan yang dapat diterima
secara sosial.
d. Rencana tindakan
Mengacu pada hipotesis tindakan dan partisipan diatas, maka rencana
tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa
melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMA Kesatrian 1
Semarang Tahun Ajaran 2008/2009 yaitu dengan memberikan layanan
bimbingan kelompok dengan metode peer counseling dipadukan dengan
ceramah dan diskusi, serta penggunaan media multimedia yakni film.
3.3.2 Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini direncanakan menggunakan desaian penelitian Action
Research yang didefinisikan sebagai bentuk layanan bimbingan kelompok
yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X SMA
Kesatrian 1 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009.
Penelitian ini menggunakan dua siklus, yakni siklus I dan siklus II,
yang terdiri atas (1) Rencana tindakan I, (2) pelaksanaan tindakan I, (3)
Kegiatan Rencana Yang Dilakukan Peneliti
Siklus I a. Perencanan I Membuat rencana tindakan I
Berdasar pada hasil tes kondisi awal
dan faktor penyebabnya maka
direncanakan tindakan I berupa
bimbingan kelompok.
Metode peer counseling dipadukan
dengan ceramah dan diskusi.
Membuat pedoman observasi.
Refleksi peningkatan kesehatan
mental siswa
50
observasi I, (4) refleksi I. Apabila dalam proses siklus 1 belum berhasil maka
dilanjutkan pada siklus II, yang terdiri atas (1) Rencana tindakan II, (2)
pelaksanaan tindakan II, (3) observasi II, (4) refleksi II.
Skema Siklus Pelaksanaan Tindakan
R1 R2
O1 RT1 O2 RT2
PT1 PT2
Siklus I Siklus II
Keterangan :
Siklus 1 : RT 1 : Rencana Tindakan 1 Siklus 2 : RT 1 : Rencana Tindakan 2
PT 1 : Pelaksanaan Tindakan 1 PT 2 : Pelaksanaan Tindakan 2
O1 : Observasi 1 O2 : Observasi 2
R1 : Refleksi 1 R2 : Refleksi 2
Kegiatan yang dilakukan peneliti pada setiap siklus baik siklus 1 dan
siklus 2 disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Rencana Pelaksanaan Tindakan
51
52
b. Tindakan I Memberikan layanan bimbingan
kelompok tentang menuju kesehatan
mental yang optimal
Melakukan peer counseling
dipadukan dengan diskusi dan
ceramah berkaitan dengan kesehatan
mental.
c. Pengamatan I
Selama pelaksanaan tindakan I
peneliti melakukan observasi
sekaligus evaluasi. Observasi
dilakukan terhadap aspek-aspek
yang memungkinkan terlihat pada
saat kegiatan layanan bimbingan
kelompok dengan menggunakan
pedoman observasi. Evaluasi
peningkatan kesehatan mental
dilakukan dengan memberikan post
d. Refleksi I test pada akhir pertemuan siklus I.
Pelaksanaan tindakan I dievaluasi,
dilanjutkan revisi atau perbaikan
pada setiap kelemahan-kelemahan
pelaksanaan tindakan.
Perbaikan pada sirklus II dengan
mengamati mengatasi kelemahan
yang ditemukan pada sirklus I
d. Refleksi Perbaikan kesehatan mental siswa
diharapkan mengalami
perkembangan dan jika ternyata
belum optimal akan dilanjutkan
dengan siklus III.
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data
Metode dan alat pengumpul data bertujuan untuk mengumpulkan data
tentang siswa yang mempunyai kecenderungan kesehatan mental yang rendah.
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala psikologis dan pedoman observasi.
3.4.1 Skala Psikologis
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan
alat pengumpul data berupa skala kesehatan mental. Metode ini dilakukan
untuk mengetahui kecenderungan siswa SMA Kesatrian 1 Semarang yang
mempunyai kecenderungan mental yang rendah. Skala kesehatan mental ini
digunakan sebelum dilaksanakannya tindakan (untuk mengetahui tingkat
kesehatan mental siswa).
Menurut Azwar (2005: 3-4) keunggulan dalam menggunakan skala
psikologis antara lain :
(1) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator
perilaku dari atribut yang bersangkutan.
(2) Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-
indikator perilaku dan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk
aitem-aitem.
53
(3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban ”benar” atau
”salah”, hanya saja jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda
pula.
Skala kesehatan mental berupa pertanyaan yang mungkin terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam skala kesehatan mental peneliti
menyediakan dua jawaban yaitu ”ya” bila pernyataan sesuai dan ”tidak” bila
pernyataan tidak sesuai dengan keadaan pada tiap aitem yang masing-masing
menunjukkan tingkat kesehatan mental. Dari skala kesehatan mental tersebut
diharapkan dapat mengkoordinasi kondisi psikologis responden, khususnya
mengenai kecenderungan kesehatan mental siswa.
3.4.2 Pedoman Observasi
Selain menggunakan skala kesehatan mental untuk memperoleh data
diperlukan juga observasi. Menuruti Arikunto (2002: 146-147) ”Observasi
adalah merupakan kegiatan pemuatan perhatian terhadap objek dengan
menggunakan alat indra”.
Pengumpulan data melalui observasi tentunya juga memiliki
kelebihan dan keterbatasan. Menurut Hadi (2002: 155) terdapat beberapa
catatan tentang kelebihan dan keterbatasan observasi, diantaranya yaitu :
Kelebihan observasi :
a. Subjek yang diselidiki dalam observasi lebih sedikit tuntutannya.
b. Merupakan alat yang langsung digunakan untuk menyelidiki bermacam-
macam gejala.
c. Memungkinkan pencatatan yang serentak dengan terjadinya satu gejala.
54
d. Banyak kejadian-kejadian penting yang diperoleh dengan pengamatan
langsung.
Keterbatasan observasi :
a. Pelaksanaan observasi jika para observee mengetahui bahwa sedang
dilakukan pengamatan maka kemungkinan akan menimbulkan kesan
yang menyenangkan atau bahkan sebaliknya.
observer dapat hadir untuk mengetahui kejadian itu.
c. Tugas observasi menjadi terganggu pada waktu ada peristiwa yang tidak
terduga-duga.
d. Terbatasi oleh lamanya kelangsungan kejadian yang bersangkutan.
Teknik observasi atau pengamatan dalam penelitian ini digunakan
sebagai pelengkap atau pendukung terhadap data yang diperoleh. Observasi
ini dilakukan secara terus menerus selama proses pelaksanaan tindakan.
Observasi ini dilakukan terhadap sikap dan perilaku yang merupakan bagian
dari kesehatan mental siswa. Hasil observasi selanjutnya dicatat dalam
bentuk deskripsi. Deskripsi ini meliputi hal-hal yang nyata pada saat
pengamatan berlangsung.
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Untuk menjamin validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan
dalam penelitian, maka peneliti melakukan hal-hal antara lain :
{N ∑ X − (∑ X ) }{N ∑Y − (∑Y )
2 2 2
55
3.5.1 Validitas Skala Kesehatan Mental
Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan pada ketepatan dan
ketelitian suatu alat untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Hadi,
2002: 12). Dalam penelitian ini penulis menggunakan validitas internal,
artinya bagian istrumen mendukung ”missi” instrumen secara keseluruhan,
yaitu mengungkap data dari variabel yang dimaksud melalui skala
kesehatan mental dengan rumus Product Moment dengan angka kasar.
Rumus Product Moment dengan angka kasar menurut Arikunto (2002:
146)
N ∑ XY − (∑ X )(∑Y )
rxy =
2
}
Keterangan :
rxy = Koefisien Korelasi antara X dan Y
∑ x = Jumlah skor masing-masing aitem
∑ y = Jumlah skor seluruh aitem (total)
∑ xy = Jumlah skor antara X dan Y
N = Jumlah subjek (responden)
X 2 = Kuadrat jumlah skor tiap aitem
Y 2 = Kuadrat diskor total
56
⎛ k ⎞⎛⎜
⎟⎜1 −
( )⎞⎟
⎝ k − 1 ⎠⎝ ⎟
3.5.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah ukuran kemampuan perangkat tes atau
instrumen. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika tes tersebut
memberikan keajegan atau hasil yang relatif tetap dan konsisten dari
karakteristik yang diteliti, sehingga mampu menghasilkan data yang bisa
dipercaya (Arikunto 2002:154).
Rumus untuk menghitung reliabilitas instrumen adalah rumus
Kuder and Richardson (KR-21) sebagai berikut.
X k − X
r11 = ⎜ (Arikunto 2002:164)
k.St2 ⎠
Keterangan :
r11 = Reliabilitas soal
X = Rata-rata skor awal
k = Jumlah butir soal
St2 = Variasi skor total
Kriteria reliabilitas soal menurut Arikunto (2002:175) adalah:
r11 = 0.8000 – 1.000 = Reliabilitas sangat tinggi
0.6000 – 0.799 = Reliabilitas tinggi
0.4000 – 0.599 = Reliabilitas cukup
0.2000 – 0.399 = Reliabilitas rendah (jelek)
< 0.200 = Reliabilitas sangat jelek
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini dengan mengunakan analisis data yaitu analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisi kualitatif digunakan untuk mengetahui
perubahan tingkat kesehatan mental siswa. Data-data yang terkumpul dari
57
responden dianalisis secara deskriptif dengan melihat gejala atau perubahan
tingkat kesehatan mental siswa yang ditunjukkan dengan sikap dan perilaku
yang menunjukkan kesehatan mental telah berkembang secara positif. Analisis
kualitatif juga digunakan saat menganalisis hasil penelitian secara keseluruhan
maupun per indikator.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan
mental siswa dari pengolahan data dalam skala kesehatan mental, dari hasil
tesebut dapat diketahui apakah tergolong tinggi, sedang atau rendah, serta
dengan analisis kuantitatif dapat digunakan sebagai tolak ukur apakah sudah
terjadi perkembangan kesehatan mental atau belum setelah dilakukan
tindakan.
Adapun rumus yang digunakan menurut Mohammad Ali (1993:186)
yaitu :
% = n x 100
N
Keterangan :
% = Persentase
N = Skor riil (jumlah keseluruhan dari tabulasi data)
N = Skor ideal ( Nilai terbesar x Jumlah item x Jumlah resoponden)
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh peneliti selama melaksanakan penelitian
tindakan melalui layanan bimbingan kelompok dengan metode peer counseling
dipadukan diskusi dan ceramah serta media film terbukti dapat meningkatkan
kesehatan mental siswa. Hasil penengkatan kesehatan mental siswa dari kondisi
awal, siklus I dan siklus II akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :
4.1.1 Kondisi Awal
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala
psikologi dengan alat pengumpul data berupa skala kesehatan mental. Sebelum
skala kesehatan mental dilakukan pengisian pada responden terlebih dahulu
dilakukan pengujian tingkat validitas dan reliabilitasnya. Setelah instrumen
penelitian (kisi-kisi uji coba soal) disetujui oleh kedua dosen pembimbing skripsi,
maka peneliti melakukan uji coba soal pada 39 siswa. Dari hasil uji coba soal
sebanyak 89 butir aitem, dapat diketahui 10 butir aitem yang tidak valid
(3,11,17,28,41,44,58,65,78,87) dikarenakan r hitung lebih kecil dari r tabel.
Setelah itu dilakukan revisi dan item yang akan di berikan pada subjek penelitian
sebanyak 79 butir yang sudah terbukti valid dan teruji reliabilitasnya.
Diperoleh 79 butir aitem yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya
maka dilakukan pengisian kepada subjek penelitian yang dipilih berdasarkan
sampel purposive (kelas X yang memiliki gejala kecenderungan kesehatan mental
NO KODE JUMLAH KRITERIA
1. R-01 65 T
2. R-02 62 T
3. R-03 59 T
4. R-04 69 T
5. R-05 55 T
6. R-06 73 T
7. R-07 70 T
8. R-08 66 T
9. R-09 68 T
10. R-10 56 T
11. R-11 57 T
59
yang rendah diantara kelas X lainnya). Setelah skala kesehatan mental dilakukan
pengisian pada 39 siswa, diperoleh hasil kondisi awal kesehatan mental sebanyak
9 orang (23,07%) berada pada kategori kesehatan mental sedang dan sisanya 30
(76,93%) dalam kategori kesehatan mental tinggi. Dalam pelaksanaan penelitian,
peneliti mengkolaborasikan 9 siswa kategori kesehatan mental sedang dengan 6
siswa kategori kesehatan mental tinggi.
Kolaborasi antara siswa yang termasuk kategori kesehatan mental sedang
dengan kategori kesehatan mental tinggi ternyata berpengaruh pada hasil
penelitian. Siswa yang memiliki kecenderungan kesehatan mental yang sedang
setelah diberikan tindakan oleh peneliti dapat meningkat menjadi kategori tinggi
dan siswa dengan kategori kesehatan mental tinggi setelah memperoleh beberapa
tindakan tetap berada pada kategori kesehatan mental yang tinggi, inilah yang
menjadikan hasil penelitian ini dapat meningkat.
Gambaran kesehatan mental saat kondisi awal seperti terlihat pada tabel
4 sebagai berikut (kategori rendah, sedang dan tinggi dalam skor nilai dan
kategori dalam presentase).
Tabel 4. Kondisi Awal Kesehatan Mental
60
12. R-12 58 T
13. R-13 65 T
14. R-14 69 T
15. R-15 68 T
16. R-16 56 T
17. R-17 54 T
18. R-18 58 T
19. R-19 57 T
20. R-20 59 T
21. R-21 59 T
22. R-22 59 T
23. R-23 63 T
24. R-24 64 T
25. R-25 61 T
26. R-26 61 T
27. R-27 62 T
28. R-28 55 T
29. R-29 68 T
30. R-30 59 T
31. R-31 48 S
32. R-32 46 S
33. R-33 51 S
34. R-34 51 S
35 R-35 51 S
36. R-36 52 S
37. R-37 51 S
38. R-38 50 S
39. R-39 50 S
Kondisi awal kesehatan mental secara keseluruhan lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik sebagai berikut :
30
25
20
15
10
Jumlah
5
0
Tinggi Sedang Rendah
Kriteria
61
Berdasarkan pada kondisi awal kesehatan mental siswa bahwa
terdapat 9 siswa yang termasuk dalam kategori kesehatan mental sedang.
Sebab siswa mempunyai kecenderungan kesehatan mental yang belum
optimal (sedang) adalah (1) kurangnya pemahaman dan pentingnya
kesehatan mental bagi siswa, (2) belum adanya diskusi antara siswa tentang
arti pentingnya kesehatan mental bagi masa depan siswa, (3) belum
maksimalnya layanan bimbingan konseling terutama layanan bimbingan
kelompok (alat, kegiatan ataupun orang) untuk meningkatkan kesehatan
mental oleh pihak guru bimbingan konseling.
Pada awalnya peneliti berencana melakukan penelitian pada siswa
dengan kesehatan mental rendah, namun dari hasil penganalisisan data awal
hanya ada siswa dengan kriteria kesehatan mental sedang. Pada penelitian
ini, peneliti mengambil siswa dengan kriteria kesehatan mental sedang agar
terjadi kenaikan menjadi kriteria kesehatan mental tinggi. Oleh karena itu
perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesehatan mental siswa dengan
tujuan agar terjadi kenaikan dari kriteria kesehatan mental siswa sedang
meningkat menjadi kriteria kesehatan mental tinggi.
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I
Penelitian siklus I terdiri dari dua tindakan, yaitu tindakan I dan tindakan
II. Hal-hal yang berhubungan dengan tindakan I dan tindakan II akan
digambarkan lebih jelas sebagai berikut :
62
4.1.2.1 Siklus I Tindakan 1
1) Perencanaan Siklus I Tindakan I
Peneliti melakukan persiapan dan perencanaan terlebih dahulu sebelum
melaksanakan tindakan I, terutama terkait dengan subjek penelitian. Sesuai
perencanaan, subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
tahun ajaran 2008/2009 yang memiliki kecenderungan kesehatan mental yang
rendah. Namun setelah dilakukan analisis data penelitian, tidak ada siswa yang
tergolong dalam kategori kesehatan mental yang rendah. Maka dari itu, peneliti
mengambil siswa yang tergolong kesehatan mental sedang yang berjumlah 9
orang, dan 6 orang tergolong kategori kesehatan mental yang tinggi untuk
dijadikan subjek penelitian. Harapannya dengan dilibatkannya siswa yang
tergolong kesehatan mental tinggi akan memberikan dinamika dan transfer
pengetahuan dalam perjalanan penelitian.
Tindakan pertama yang akan dilakukan yaitu peer counseling (konseling
sebaya) dipadukan dengan diskusi dan ceramah. Hal ini dilakukan karena subjek
penelitian merupakan siswa yang usianya relatif sama, yaitu antara 15-18 tahun.
Disamping itu, dinamika interaksi sosial yang secara intensif terjadi dalam
keterampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri,
tenggang rasa atau tepo sliro. Dalam kaitan itu suasana kelompok menjadi tempat
penempaan sikap, keterampilan dan keberanian sosial yang bertenggang rasa
(Prayitno, 2004: 311).
Tujuan Mengupayakan bagaimana cara untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X
SMA Kesatrian 1 Semarang
Indikator Siswa dapat menjelaskan pengertian kesehatan
mental.
Siswa dapat menjelaskan arti pentingnya
kesehatan mental.
Siswa dapat menjelaskan penyebab tinggi dan
rendahnya kesehatan mental seseorang.
Siswa dapat menyebutkan dan menjelaskan cara-
cara apa saja yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa.
Pelaksanaan Tindakan Membahas materi tentang pentingnya kesehatan
mental bagi siswa melalui peer counseling
dipadukan dengan diskusi dan ceramah.
Mendiskusikan hal-hal yang perlu ditempuh agar
kesehatan mental siswa dapat meningkat melalui
kegiatan peer counseling dipadukan dengan
63
Sedangkan dengan metode ceramah dan diskusi ada beberapa
keunggulan antara lain: (1) Merangsang kreativitas siswa dalam ide, gagasan,
prakarsa, terobosan baru dalam memecahkan masalah secara bersama, (2)
mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, (3) memperluas wawasan
(4) dapat melayani banyak orang, (5) mudah dilaksanakan bila dibandingkan
diskusi dan ceramah.
teknik lain, (6) dalam pelajaran diskusi akan banyak memberikan pelajaran
Kemampuan yang Pemahaman siswa tentang kesehatan mental
diharapkan siswa dapat meningkat dengan baik.
tentang diri, untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara
Siswa dapat merumuskan upaya-upaya apa saja
yang dapat dilakukan agar kesehatan mental
manusia, hal ini karena dalam kegiatan bimbingan kelompok yang beranggotakan
meningkat.
orang-orang yang sebaya, identitas siswa akan semakin mantap. Harapannya,
dengan adanya persamaan jenjang umur, dinamika kelompok pada bimbingan
kelompok dapat terjalin dan terjadi transfer wawasan diantara sesama siswa.
Lebih jelasnya rencana pelaksanaan tindakan I dapat dilihat pada tabel 5
berikut :
Tabel 5. Rencana Pelaksanaan Siklus I Tindakan I
64
2). Pelaksanaan Siklus I Tindakan 1
Pelaksanaan bimbingan kelompok siklus I tindakan 1 dilaksanakan
pada hari Jumat, 19 Desember 2008 diruang belakang kelas X 7 selama 2 jam
pelajaran yaitu pada pukul 09.30-11.00 WIB dengan anggota kelompok sebanyak
15 siswa, kemudian kegiatan dilanjutkan pada hari Sabtu, 20 Desember 2008,
bertempat diruang belakang kelas X 7, dengan waktu selama dua jam pelajaran
pada pukul 07.00-08.30 dengan anggota kelompok yang sama.
· Pertemuan Pertama Siklus I tindakan 1 :
Waktu : Jumat, 19 Desember 2008
Tempat : Ruang belakang kelas X 7 SMA kesatrian 1 Semarang
Jumlah siswa : 15 siswa
Jalannya Tindakan :
a). Pendahuluan
Pada tahap awal peneliti mencoba membina hubungan baik
(rapport) terlebih dahulu dengan menanyakan kondisi siswa, kemudian
peneliti membuka jalannya kegiatan dengan mengucapkan ”salam” dan
doa, dilanjutkan dengan penjelasan maksud diadakannya penelitian
tersebut, serta menghantarkan sedikit tentang pengertian, tujuan, manfaat
dan tema-tema yang akan diadakan dalam bimbingan kelompok, tidak
lupa peneliti memberikan appersepsi tentang apa itu kesehatan mental
sebagai awalan jalannya kegiatan ini. Kemudian peneliti melakukan
permaianan ”rangkaian nama” selain untuk keakraban peneliti juga lebih
dapat menginggat nama masing-masing anggota bimbingan kelompok.
65
b). Kegiatan Inti
Setelah suasana terlihat akrab dan anggota kelompok sudah cukup
siap, peneliti mulai dengan memberikan pemahaman tentang bimbingan
kelompok, baik mengenai pengertian, tujuan, manfaat, asas dan tata cara
pelaksanaan bimbingan kelompok. Pemahaman mengenai bimbingan
memerlukan cukup waktu lama dikarenakan hanya beberapa siswa yang
pernah melaksanakan bimbingan kelompok di SMP nya dahulu.
Setelah diberikan pemahaman tentang bimbingan kelompok, siswa
dapat lebih memahami tentang kegiatan dan tata cara bimbingan
kelompok yang akan dilaksanakan. Selanjutnya peneliti mulai mengajak
siswa untuk mendiskusikan apa itu pengertian kesehatan mental, upaya-
upaya apa yang perlu dilakukan agar kesehatan mental siswa lebih
meningkat. Siswa awalnya malu-malu untuk mengemukakan pendapat,
peneliti juga menunjuk beberapa siswa agar mereka dapat mengeluarkan
pendapat, dengan pemahaman sedikit demi sedikit maka siswa sudah
mau mengeluarkan pendapat tanpa disuruh oleh peneliti lagi.
Pada pelaksanaan kali ini yang dibahas secara mendalam hanya
pengertian tujuan, manfaat, asas dan tata cara pelaksanaan bimbingan
kelompok dengan tujuan agar siswa mengetahui kegiatan apa yang akan
dilaksanakan. Dan peneliti juga membahas mengenai pengertian dari
kesehatan mental secara mendalam, untuk upaya-upaya meningkatkan
kesehatan mental dibahas pada pertemuan selanjutnya.
66
c). Pengakhiran
Dikarenakan keterbatasan waktu, maka peneliti mengakhiri
kegiatan dengan memberikan kesimpulan dari pertemuan pertama kali
ini, tak lupa peneliti mengajak siswa kembali untuk hadir dalam
bimbingan kelompok dengan melanjutkan membahas mengenai upaya-
upaya yang dapat dilakukan agar kesehatan mental dapat meningkat,
pengakhiran peneliti menutup dengan doa dan salam.
· Pertemuan lanjutan Siklus I tindakan 1 :
Waktu : Sabtu, 20 Desember 2008
Tempat : Ruang belakang kelas X 7 SMA Kesatrian 1 Semarang
Jumlah siswa : 15 siswa
Jalannya Tindakan :
a). Pendahuluan
Pada pertemuan kali ini, peneliti membuka dengan ucapan salam
dan doa, kemudian peneliti menanyakan kabar siswa hari ini. Setelah
suasana tenang dan kondusif untuk melaksanakan kegiatan maka peneliti
memulai kegiatan bimbingan kelompok dengan mengulas kembali
pertemuan pada hari kemarin mengenai pelaksanaan bimbingan
kelompok dan pengertian kesehatan mental.
b). Kegiatan Inti
Suasana terlihat cukup tepat untuk melaksanakan kegiatan maka
peneliti mulai mengulas kembali mengenai pengertian kesehatan mental
dapat memahami mengenai pengertian kesehatan mental yang pada
67
pertemuan lalu sudah dibahas, untuk itu peneliti mulai membahas secara
mendalam mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan agar kesehatan
mental siswa dapat meningkat. Dalam kegiatan kali ini siswa awalnya
malu, namun karena sudah kedua kalinya maka siswa sudah berani dalam
mengemukakan pendapat dan dinamika kelompok antara siswa dapat
terjalin.
Materi mengenai upaya dalam meningkatkan kesehatan juga dapat
dipahami oleh siswa dengan penuh antusias. Untuk lebih memahami dan
membuktikan apakah siswa menyadari kesehatan mental maka peneliti
memberikan pertanyaan lisan kepada siswa untuk menjelaskan arti atau
makna kesehatan mental, perbedaan tingkat kesehatan mental seseorang
dan arti penting penerapan kesehatan mental dalam penerapan sehari-
hari.
c). Pengakhiran
Setelah kegiatan inti selesai, peneliti memberikan kesimpulan dari
kegiatan ini. Kemudian setelah dirasa cukup peneliti mengakhiri kegiatan
bimbingan kelompok dan mengevaluasi dengan memberikan pendapat
mereka tentang kegiatan pertemuan kali ini, dan evaluasi dengan
memberikan lembar evaluasi agar diisi oleh siswa. Setelah selesai maka
peneliti menutup bimbingan itu dengan mengucapkan salam dan doa
serta untuk tidak lupa datang pada pertemuan sesuai kesepakatan pada
pertemuan berikutnya.
68
3). Observasi
Peneliti melakukan observasi sendiri melalui pengamatan selama
kegiatan berlangsung dengan menggunakan panduan pedoman observasi. Hasil
pengamatan yang diperoleh selama kegiatan yaitu :
a. Siswa menjadi paham tentang kegiatan bimbingan kelompok yang akan
dilaksanakan dan konsep kesehatan mental setelah diskusi dengan yang lain
dan diberikan pemahaman oleh peneliti.
b. Siswa awalnya terlihat malu-malu untuk mengungkapkan pendapatnya.
Maka dari itu, terkadang peneliti harus menunjuk siswa terlebih dahulu agar
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.
c. Dari perilaku siswa sudah tidak gugup dalam mengemukakan pendapatnya
dan cukup sabar dalam menunggu giliran berbicara.
4). Refleksi
Refleksi yang peneliti lakukan setelah melaksanakan tindakan I ini yaitu
peneliti dapat memberikan pemahaman awal mengenai pengertian, tujuan,
manfaat, asas-asas dan tata cara pelaksanaan bimbingan kelompok serta mengenai
pengertian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan
mental agar lebih meningkat dan hasilnya optimal, serta peneliti melakukan
permainan yang menarik agar para siswa menjadi semakin bersemangat.
Disamping itu, peneliti juga perlu memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan
sebelum memulai topik diskusi agar mereka bersemangat dalam menjawab
pertanyaan.
Tujuan Mengupayakan bagaimana cara untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa kelas X
SMA Kesatrian 1 Semarang
Indikator Siswa dapat menjelaskan profil diri secara
lengkap.
Siswa dapat menjelaskan cara mengembangkan
69
5). Revisi Perencanaan
Perencanaan yang perlu dilakukan pada tindakan II untuk mendapatkan
hasil penelitian agar meningkat yaitu dengan memberikan materi yang lebih
mendalam tentang ”pengembangan sikap positif diri” tujuannya agar siswa dapat
lebih memahami diri mereka (penerimaan diri). Karena dengan memahami
sikap positif diri dan memperbaiki kekurangan
diri.
penilaian positif diri dengan baik, siswa dapat menjelaskan cara yang dapat
Pelaksanaan Tindakan Membahas materi tentang profil diri masing-
masing siswa dan upaya apa yang dapat
dilakukan dan dapat mengembangkan diri siswa, sehingga siswa akan mudah
dilakukan untuk mengembangkan sikap positif
diri dalam kegiatan peer counseling dipadukan
menerapkan kesehatan mental siswa. Hal ini yang akan dicapai setelah penelitian.
dengan diskusi dan ceramah..
Kemampuan yang Sikap positif dan kesadaran diri siswa dapat
diharapkan berkembang sehingga kesehatan mental juga
semakin meningkat.
4.2.2 Siklus I Tindakan II
1). Perencana Pelaksanaan Siklus 1 Tindakan II
Perencanaan yang dilakukan peneliti setelah siswa dapat memahami
pengertian dan upaya-upaya dalam meningkatkan kesehatan mental, peneliti
berencana memberikan materi mengenai ”pengembangan sikap positif diri”
tujuannya agar siswa dapat lebih memahami kelebihan dan kekurangan diri
sehingga dalam perilakunya siswa dapat bertindak lebih baik dan dapat
penerapkan kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang direncanakan dalam tindakan II antara lain, seperti pada tabel 6
berikut :
Tabel 6. Rencana Pelaksanaan Tindakan II
70
2). Pelaksanaan Siklus 1 Tindakan II
Waktu : Senin, 5 Januari 2009
Tempat : Ruang belakang kelas X 7 SMA Kesatrian 1 Semarang
Jumlah siswa : 15 siswa
Jalannya Tindakan :
a). Pendahuluan
Tahap awal yang dilakukan peneliti sebelum tindakan dimulai,
menata tempat duduk, yaitu membentuk lingkaran agar interaksi antara siswa
berjalan dengan baik, tak lupa doa dan salam. Kemudian peneliti menjelaskan
maksud diadakannya penelitian ini dan mengulas kembali materi yang dibahas
pada pertemuan sebelumnya dan mengadakan tanya jawab.
b). Kegiatan Inti
Peneliti memberikan penjelasan materi yang akan dibahas pada
pertemuan kali ini, yaitu membahas tentang sikap positif diri, dengan
membahas profil siswa dan upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kekurangan diri. Kegiatan dapat berjalan dengan baik, dinamika kelompok
dapat terbentuk, para siswa tidak ragu dalam mengemukakan pendapat, saran
dan masukan untuk siswa lain.
71
Untuk menggugah semangat peserta dalam mendiskusikan materi kali
ini, peneliti melakukan ”Relaksasi” dengan cara siswa menutup mata dan
meresapi perkataan yang diberikan peneliti. Direncanakan oleh peneliti adanya
instrumen agar relaksasi lebih dirasakan siswa, namun karena keterbatasan alat
dalam ruangan maka instrumen tidak dapat diputar. Dari kegiatan tersebut
diharapkan kondisi siswa dapat lebih baik setelah mendapatkan pemahaman
dirinya agar dapat menerima dirinya secara utuh.
Setelah relaksasi dilakukan, peneliti mengajak siswa mendiskusikan
pentingnya pemahaman diri bagi siswa. Oleh peneliti setiap siswa diberikan
kesempatan untuk mengutarakan kekurangan dan kelebihan dirinya, agar siswa
dapat berlatih mengutarakan hal-hal didepan umum dan siswa dapat
mengetahui kekurangan dan kelebihan diri sehingga timbul kemauan untuk
memperbaiki diri, dengan begitu perilaku positif dalam diri dapat terbentuk.
c). Pengakhiran
Setelah dirasa cukup, peneliti kemudian memberikan lembar evaluasi
tentang sikap positif diri, baik kekurangan dan kelebihan diri serta upaya untuk
dapat mengembangkan sikap positif diri dengan memberikan skala kesehatan
mental untuk evaluasi dari tindakan-tindakan pada siklus I.
3). Observasi
Hasil observasi yang peneliti lakukan yaitu :
a). Siswa antusias saat peneliti memberikan kegiatan ”relaksasi” untuk
pemahaman dan penyegaran diri, bahkan sebagian besar siswa merenungi
hal-hal yang diberikan oleh peneliti.
Rpd Kondisi Awal Siklus I
Jml % K Jml % K
R.1 56 70,89 T 68 86,08 T
R.2 56 70,89 T 54 68,35 T
R.3 55 69,62 T 49 62,08 S
R.4 55 69,62 T 53 67,09 S
R.5 54 68,35 T 48 60,76 S
R.6 54 68,35 T 52 65,82 S
R.7 52 65,82 S 48 60,76 S
R.8 51 64,56 S 55 69,62 T
R.9 51 64,56 S 55 69,62 T
R.10 51 64,56 S 58 73,42 T
R.11 51 64,56 S 55 69,62 T
R.12 50 63,29 S 60 75,95 T
R.13 50 63,29 S 65 82,28 T
R.14 48 60,76 S 60 75,95 T
R.15 46 58,29 S 64 81,01 T
72
b). Siswa sudah berani mengeluarkan pendapat tanpa ditunjuk, suasana juga
tidak gaduh, siswa mendengarkan siswa lain yang sedang berbicara dan
dapat menghargai pendapat orang lain.
c). Dinamika kelompok dalam kegiatan bimbingan kelompok sudah dapat
terbentuk dengan baik.
4). Refleksi
Refleksi pada tindakan II ini, peneliti akan melaporkan hasil evaluasi
setelah siklus I berdasarkan analisis skala kesehatan mental. Analisis skala
kesehatan mental pasca siklus I dijelaskan sebagai berikut :
a). Analisis Perorangan
Analisis perorangan dapat diketahui bahwa sebanyak 15 siswa terjadi
pebedaan jumlah skor setelah mengikuti tindakan. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel 7 sebagai berikut :
Tabel 7. Analisis Perorangan Pasca Siklus I
73
Berdasarkan pada tabel di atas, dapat diperoleh data sebagai berikut :
(1). Responden 1 pada awalnya memperoleh skor 56 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 12 angka, menjadi 68
(Kesehatan Mental Tinggi).
(2). Responden 2 pada awalnya memperoleh skor 56 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 2 angka, menjadi 54
(Kesehatan Mental Tinggi).
(3). Responden 3 pada awalnya memperoleh skor 55 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 6 angka, menjadi 49
(Kesehatan Mental Sedang).
(4). Responden 4 pada awalnya memperoleh skor 55 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 2 angka, menjadi 53
(Kesehatan Mental Sedang).
(5). Responden 5 pada awalnya memperoleh skor 54 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 6 angka, menjadi 48
(Kesehatan Mental Sedang).
(6). Responden 6 pada awalnya memperoleh skor 54 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 2 angka, menjadi 52
(Kesehatan Mental Sedang).
(7). Responden 7 pada awalnya memperoleh skor 52 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus I skornya turun 4 angka, menjadi 48
(Kesehatan Mental Sedang).
74
(8). Responden 8 pada awalnya memperoleh skor 51 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 4 angka, menjadi 55
(Kesehatan Mental Tinggi).
(9). Responden 9 pada awalnya memperoleh skor 51 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 4 angka, menjadi 55
(Kesehatan Mental Tinggi).
(10).Responden 10 pada awalnya memperoleh skor 51 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 7 angka, menjadi 58
(Kesehatan Mental Tinggi).
(11). Responden 11 pada awalnya memperoleh skor 51 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 4 angka, menjadi 55
(Kesehatan Mental Tinggi).
(12). Responden 12 pada awalnya memperoleh skor 50 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 10 angka, menjadi
60 (Kesehatan Mental Tinggi).
(13). Responden 13 pada awalnya memperoleh skor 50 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 15 angka, menjadi
65 (Kesehatan Mental Tinggi).
(14). Responden 14 pada awalnya memperoleh skor 48 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 12 angka, menjadi
60 (Kesehatan Mental Tinggi).
75
(15). Responden 15 pada awalnya memperoleh skor 46 (Kesehatan Mental
Sedang) kemudian setelah melalui siklus I skornya naik 18 angka, menjadi
64 (Kesehatan Mental Tinggi).
Hasil analisis per responden dapat diketahui bahwa setelah
dilakukan penelitian tindakan pasca siklus I terdapat 8 responden (responden
8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15) pada kondisi awal memiliki kriteria kesehatan
mental sedang, setelah mendapatkan tindakan pasca siklus I mengalami
kenaikan dan berada dalam kriteria kesehatan mental tinggi. Terdapat pula 4
Sub Variabel Kondisi Awal Siklus I
% Kriteria % Kriteria
responden (responden 3, 4, 5, 6) yang mengalami penurunan, pada kondisi
Sub Variabel 1 88,7 T 94,0 T
Sub Variabel 2 48,0 S 50,0 S
awal berada pada kriteria kesehatan mental tinggi setelah mengalami
Sub Variabel 3 57,5 S 73,3 T
Sub Variabel 4 69,5 T 62,9 S
tindakan berada pada kriteria kesehatan mental sedang. Disamping itu
Sub Variabel 5 55,0 S 63,3 S
Sub Variabel 6 63,3 S 66,7 S
responden yang masih berada dalam kriteria kesehatan mental seperti pada
Sub Variabel 7 52,7 S 64,8 S
Sub Variabel 8 76,2 T 77,6 T
kondisi awal, yaitu pada responden 1 dan 2 mengalami kenaikan dan tetap
Sub Variabel 9 78,1 T 83,8 T
berada pada kriteria kesehatan mental tinggi, sedangkan pada responden 7
juga mengalami kenaikan dan masih berada dalam kriteria kesehatan mental
sedang.
Analisis diatas dapat membuktikan bahwa upaya meningkatkan
kesehatan mental melalui layanan bimbingan kelompok dengan metode peer
counseling yang dipadukan dengan diskusi dan ceramah menunjukkan hasil
yang belum optimal dikarenakan ada 5 siswa yang masih berada dalam
kriteria kesehatan mental sedang namun terdapat 10 siswa dalam kriteria
kesehatan mental yang tinggi. Sedangkan hasil per sub variabel dari skala
psiklogis kesehatan mental akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
76
b). Analisis Sub Variabel
Analisis sub variabel dapat diketahui bahwa sebanyak 9 sub variabel
terjadi pebedaan jumlah skor setelah 15 siswa mengikuti tindakan dapat diketahui
kenaikan dalam bentuk % . Hasilnya dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 8. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus I
Hasil analisis per sub variabel pada skala kesehatan mental pasca siklus I
yaitu sebagai berikut :
(5) Sub Variabel 1 (memiliki rasa aman dalam keadaan yang ideal dan positif)
skor kondisi awal sebesar 88,7 %, setelah melalui siklus I naik 5,3%
menjadi 94,0%.
Hal ini dapat berarti siswa dapat mensyukuri atas karunia yang diberikan
Tuhan, siswa merasakan kebahagiaan hidup serta dalam hubungan dengan
lingkungan.
(6) Sub Variabel 2 (tidak adanya gangguan atau sakit jiwa) skor kondisi awal
sebesar 48,0% , setelah melalui siklus I naik 2% menjadi 50%.
77
Hal itu dapat berarti dalam diri siswa masih adanya kegelisahan serta siswa
belum mampu mengelola tekanan dan pertentangan batin yang masih
dirasakannya, dapat diketahui dari tingkatan kenaikan yang sedikit.
(7) Sub Variabel 3 (memiliki tujuan hidup dan angan-angan sesuai dengan
dengan kenyataan) skor kondisi awal sebesar 57,5%, setelah melalui siklus I
naik 15,8% menjadi 73,3%.
Hal itu menunjukkan siswa sudah dapat memahami arah dan perencanaan
tujuan hidup dan dapat mengembangkan bakat serta potensi yang dimiliki.
(8) Sub Variabel 4 (memiliki dorongan dalam memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani) skor kondisi awal sebesar 69,5%, setelah melalui siklus I turun
6,6% menjadi 62,9%.
Hal ini berarti siswa belum mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohaninya secara tepat dan optimal.
(9) Sub Variabel 5 (mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki) skor
kondisi awal sebesar 55,0 %, setelah melalui siklus I naik 8,3% menjadi
63,3%.
Hal ini menunjukkan siswa sudah memahami potensi diri serta dapat
membentuk ide dan pemikiran baru untuk dirinya.
(10) Sub Variabel 6 (kemampuan belajar dari pengalaman hidup) skor kondisi
awal sebesar 63,3%, setelah melalui siklus I naik 3,4% menjadi 66,7%.
Hal ini berarti bahwa siswa sudah mampu dalam menerima dan mengelola
pengalamannya.
78
(11) Sub Variabel 7 (mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai) skor kondisi
awal sebesar 52,7%, setelah melalui siklus I naik 12,1% menjadi 64,8%.
Hal ini berarti siswa dapat memahami kondisi emosi sendiri, dapat belajar
memperbaiki pengalaman serta sudah dapat bersikap secara wajar.
(12) Sub Variabel 8 (memahami diri dan memiliki kesadaran diri) skor kondisi
awal sebesar 76,2%, setelah melalui siklus I naik 1,4% menjadi 77,6%.
Hal ini menunjukkan kenaikan yang sedikit, dapat diketahui siswa masih
belum dapat memahami kelemahan dan kelebihan diri walaupun sudah
diberikan pemahaman oleh peneliti.
(13) Sub Variabel 9 (menciptakan hubungan yang dapat diterima secara sosial)
skor kondisi awal sebesar 78,1%, setelah melalui siklus I naik 5,7%
menjadi 83,8%.
Hal ini berarti siswa sudah dapat mengadakan hubungan dengan orang lain,
menghargai dan menghormati orang lain.
Hasil analisa dari 9 sub variabel dalam kesehatan mental dapat
diketahui bahwa dari ke 9 sub variabel terjadi kenaikan yang signifikan
namun dari kriteria kesehatan mental masih ada yang mengalami penurunan
atau berada dalam kriteria kesehatan mental dalam tingkatan yang sama.
Pada sub variabel 2 (tidak adanya gangguan atau sakit jiwa), sub variabel 5
(kemampuan belajar dari pengalaman hidup) dan sub variabel 7
(mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai) mengalami kenaikan angka
namun masih berada dalam kriteria kesehatan mental dalam sub variabel
79
yang sedang. Sedangkan pada sub variabel 1 (memiliki rasa aman dalam
keadaan yang ideal dan positif), sub variabel 8 (memahami diri dan
memiliki kesadaran diri), sub variabel 9 (menciptakan hubungan yang dapat
diterima secara sosial) mengalami kenaikan dan tetap berada dalam kriteria
kesehatan mental yang tinggi dalam sub variabel, namun pada sub variabel
4 (memiliki dorongan dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani)
mengalami penurunan dari kondisi awal berada dalam kriteria tinggi dan
pasca siklus I menjadi kriteria kesehatan mental sedang.
Hasil dari analisis sub variabel diatas dapat diketahui bahwa
terdapat 4 sub variabel (1, 3, 8, 9) yang berada dalam kriteria tinggi, dan
masih terdapat 5 sub variabel (2, 4, 5, 6, 7) yang masih berada dalam
kriteria kesehatan mental sedang.
c) Analisis Lembar Evaluasi Pasca Siklus I
Proses evaluasi yang diberikan peneliti kepada siswa yaitu melalui
lembar evaluasi yang diberikan setelah dilaksanakan penelitian tindakan
(tindakan 1 dan tindakan 2) yaitu mengenai materi “ Upaya meningkatkan
kesehatan mental siswa dan Pengembangan sikap positif diri”. Dari hasil
jawaban pada lembar evaluasai dapat diketahui bahwa :
· Tindakan 1 (Materi : Upaya meningkatkan kesehatan mental siswa)
1. Siswa sudah paham mengenai arti atau makna kesehatan mental.
2. Siswa dapat menyebutkan penyebab perbedaan tingkat kesehatan
mental seseorang.
80
3. Siswa sudah dapat menjelaskan arti pentingnya kesehatan mental
untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
· Tindakan 2 (Materi : Pengembangan sikap positif diri)
1. Siswa tidak ragu dalam menjelaskan profil dirinya, baik kelebihan,
kekurangan serta prinsip dalam hidupnya.
2. Siswa dapat menjelaskan tentang cara memperbaiki kekurangan dalam
dirinya.
3. Siswa dapat menjelaskan alasan mengapa dengan kesehatan mental
yang optimal akan menjadikan diri lebih memiliki sikap positif.
d) Analisis Pedoman Observasi
Peneliti tidak hanya melakukan analisis dari skala kesehatan mental
namun juga dengan pedoman observasi, hasilnya adanya perubahan perilaku
dari siswa yang menunjukkan sikap sabar saat menunggu giliran dalam
berbicara, mampu berkomunikasi dengan lancar, tidak grogi atau gugup
dalam berbicara, percaya diri dan aktif dalam berbicara, raut muka gembira
dan ceria , serta dapat mengambil keputusan dan alternatif solusi yang tepat,
namun ada pula beberapa siswa yang masih menunjukkan sikap yang malu-
malu untuk mengemukakan pendapatnya. Dari hasil tersebut, agar tujuan
dari peningkatan kesehatan mental siswa lebih dapat meningkat lagi maka
peneliti melakukan penelitian tindakan pada siklus II.
81
e). Analisis Keseluruhan
Peneliti menggunakan pedoman observasi untuk mengetahui
kondisi kesehatan mental siswa. Adapun aspek-aspek yang diobservasi oleh
peneliti adalah perilakunya dan hal-hal yang dapat dilihat atau diamati.
Hasil yang diperoleh selama peneliti melakukan observasi pada pelaksanaan
bimbingan kelompok antara lain :
Siswa sudah terlihat menunjukkan sikap sabar dalam menunggu
giliran dalam berbicara, mampu berkomunikasi dengan lancar, tidak grogi
atau gugup dalam berbicara, percaya diri dan aktif dalam berbicara, raut
muka gembira dan ceria, serta dapat mengambil keputusan dan alternatif
solusi yang tepat, namun ada pula beberapa siswa yang masih menunjukkan
observasi masing-masing siswa menunjukkan perilaku yang meningkat
dalam kesehatan mental dari aspek perilakunya.
Setelah melalui siklus I yaitu layanan bimbingan kelompok dengan
metode peer counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah, dapat
dikatakan meningkat namun ada 4 siswa dari kriteria tinggi mengalami
penurunan pada kondisi kriteria kesehatan mental sedang, disamping itu ada
seorang siswa yang masih tetap berada dalam kriteria sedang, dan 8 siswa
mengalami kenaikan dari kriteria sedang ke tinggi. Tingkat kenaikan
menunjukkan masih ada siswa dalam tingkat kriteria kesehatan mental yang
sedang sebanyak 5 siswa, sedangkan siswa lainnya dalam krtiteria kesehatan
mental tinggi. Kenaikan dari sub variabel sebanyak 8,2 %, dengan adanya
82
peningkatan jumlah keseluruhan ini maka dapat dikatakan bahwa media
bimbingan kelompok berupa peer counseling dipadukan dengan diskusi dan
ceramah dapat meningkatkan kesehatan mental siswa.
5). Revisi Perencanaan
Peneliti melakukan revisi perencanaan berdasarkan kekurangan yang
ada pada siklus I, maka dilakukan revisi perencanaan pada siklus II, yaitu
diberikan contoh atau objek yang dapat dilihat siswa, sehingga setelah siswa
melihat contoh atau objek tersebut kesehatan mentalnya akan semakin
berkembang. Hal ini perlu dilakukan karena pada siklus I yang terjadi hanya
interaksi dan dinamika kelompok yang terjalin pada teman sebaya. Belum adanya
contoh yang nyata dapat dilihat sebagaimana layaknya kesehatan mental
seseorang dapat meningkat.
Sudjana & Rivai (1992: 2) mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar, yaitu :
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh
siswa dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan pengajaran.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasai, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga.
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan memerankan.
Pengaruh media film terhadap perubahan sikap sangat besar. Individu
memiliki kecenderungan untuk meniru objek yang telah dilihatnya. Siswa akan
melihat film yang alur ceritanya dapat membangkitkan kesehatan mental serta
dapat mengambil nilai positif dari film tesebut. Oleh karena itu, peneliti akan
Tujuan Mengupayakan bagaimana cara untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa setelah
melihat film.
Indikator Siswa dapat menjelaskan adegan yang membuat
kesehatan mental muncul.
Siswa dapat menjelaskan perasaannya setelah
melihat film.
Pelaksanaan Tindakan Memutar film yang berjudul ”Hikmah dibalik
ujian”
Kemampuan yang Siswa dapat merasakan bahwa kesehatn
diharapkan mentalnya semakin meningkat setelah melihat
film ”Hikmah dibalik ujian”
83
memberikan tayangan film yang mampu menjadi inspirasi bagi siswa sehingga
setelah melihat film tersebut kesehatan mental dapat muncul dan lebih meningkat.
4.1.3. Hasil Penelitian Siklus II
Pelaksanaan siklus I melalui bimbingan kelompok dengan metode peer
counseling dipadukan dengan ceramah dan diskusi memberikan hasil kenaikan
sebesar 8,2 %, namun masih adanya 5 siswa dengan kriteria kesehatan mental
sedang. Agar hasil penelitian lebih meningkat kan kesehatan mental siswa secara
optimal maka peneliti melakukan siklus II dengan melihat film.
1). Perencanaan Tindakan
Sesuai dengan revisi perencanaan pada siklus I maka perencanaan
tindakan pada siklus II dapat dilihat dalam tabel 9 sebagai berikut :
Tabel 9. Rencana Pelaksanaan Siklus II
84
2). Pelaksanaan Tindakan
Siklus II dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Januari 2008 selama dua jam
pelajaran,bertempat di ruang perpustakaan SMA Kesatrian 1 Semarang dengan
anggota kelompok yang sama sebanyak 15 siswa. Tindakan yang peneliti lakukan
adalah memutar film yang berjudul ”Hikmah dibalik ujian”, diharapkan siswa
setelah melihat film tersebut kesehatan mentalnya menjadi semakin meningkat.
a). Pendahuluan
Pada tahap awal, peneliti mengkondisikan agar siswa duduk
membentuk lingkaran, tak lupa peneliti memberikan pendahuluan terlebih
dahulu (dengan doa dan menanyakan kabar siswa). Peneliti memberitahukan
hasil kesehatan mental siswa setelah mengikuti siklus I (yaitu dengan peer
counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah) dapat diketahui bahwa
hasil siswa sudah menunjukkan peningkatan yang baik. Peneliti juga
menjelaskan bahwa pertemuan kali ini merupakan siklus kedua dari runtutan
penelitian yang dilakukan. Peneliti sebelumnya memberikan informasi
mengenai film yang akan diputar, dengan demikian siswa diharapkan dapat
mengambil hikmah yang ada setelah film tersebut selesai diputar.
b). Kegiatan Inti
Setelah para siswa duduk dalam posisi yang sesuai dan media sudah
siap, peneliti segera memutar film tersebut. Siswa mengikuti alur cerita
tersebut dengan antusias. Terlihat kesungguhan dan keseriusan dari siswa
dalam mengikuti alur disetiap adegan film. Ruang perpustakaan cukup
mendukung untuk berkonsentrasi melihat film karena didukung oleh udara AC
85
yang cukup membuat siswa nyaman, sehingga siswa dapat menikmati film
tersebut.
c). Penutup
Pada tahap penutupan, setelah siswa selesai melihat film tersebut.
Peneliti memberikan penyegaran dengan power point ”Jawaban dari
kehidupan” tujuannya selain untuk memberikan penyegaran juga untuk
peningkatan kesehatan mental siswa, karena didalam power point tersebut
mengandung nilai-nilai kesehatan mental yang baik. Setelah diberikan
penyegaran, peneliti mengadakan evaluasi dan tanya jawab tentang film yang
baru saja diputar dan dikaitkan dengan perasaan siswa setelah melihat film
tersebut. Kemudian peneliti membagikan lembar evaluasi setelah tindakan.
Hal-hal yang dievaluasi peneliti yaitu adegan-adegan yang membuat kesehatan
mental siswa muncul setelah melihat film tersebut, dan bagaimanakah
perasaan serta komentar siswa setelah menyimak film tersebut. Peneliti juga
memberikan post test siklus II.
3). Observasi
Hasil observasi yang peneliti lakukan yaitu semua siswa yang menyaksikan
film ”Hikmah dibalik ujian” menyaksikan dengan tenang dan serius dalam
mengikuti alur cerita sampai akhir. Siswa berkonsentrasi ketika menyimak film
didukung oleh kondisi ruangan yang cukup kondusif. Harapan peneliti, setelah
melihat film tersebut kesehatan mental siswa semakin meningkat.
86
Rpd Siklus I Siklus II
Jml % K Jml % K
R.1 68 86,08 T 74 93,67 T
R.2 54 68,35 T 57 72,15 T
4). Refleksi R.3 49 62,08 S 59 74,68 T
R.4 53 67,09 S 66 83,54 T
Refleksi pada siklus II ini, peneliti akan melaporkan hasil evaluasi
R.5 48 60,76 S 61 77,22 T
R.6 52 65,82 S 65 82,28 T
berdasarkan analisis skala kesehatan mental. Analisis skala kesehatan mental
R.7 48 60,76 S 65 82,28 T
R.8 55 69,62 T 66 83,54 T
pasca siklus II dijelaskan sebagai berikut :
R.9 55 69,62 T 62 78,48 T
R.10 58 73,42 T 64 81,01 T
a). Analisis Perorangan
R.11 55 69,62 T 60 75,95 T
R.12 60 75,95 T 73 92,41 T
Jumlah siswa yang mengikuti tindakan berjumlah 15 siswa. Jumlah skor
R.13 65 82,28 T 73 92,41 T
R.14 60 75,95 T 71 89,87 T
dari 9 sub variabel pada skala kesehatan mental dapat dilihat pada tabel 10,
R.15 64 81,01 T 74 93,67 T
sebagai berikut :
Tabel 10. Analisis Perorangan Pasca Siklus II
Berdasarkan pada tabel di atas, dapat diperoleh data sebagai berikut :
(1). Responden 1 pada awalnya memperoleh skor 68 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 6 angka, menjadi 74
(Kesehatan Mental Tinggi).
87
(2). Responden 2 pada awalnya memperoleh skor 54 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 3 angka, menjadi 57
(Kesehatan Mental Tinggi).
(3). Responden 3 pada awalnya memperoleh skor 49 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 10 angka, menjadi 59
(Kesehatan Mental Tinggi).
(4). Responden 4 pada awalnya memperoleh skor 53 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 13 angka, menjadi 66
(Kesehatan Mental Tinggi).
(5). Responden 5 pada awalnya memperoleh skor 48 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 13 angka, menjadi 61
(Kesehatan Mental Tinggi).
(6). Responden 6 pada awalnya memperoleh skor 52 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 13 angka, menjadi 65
(Kesehatan Mental Tinggi).
(7). Responden 7 pada awalnya memperoleh skor 48 (Kesehatan Mental Sedang)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 17 angka, menjadi 65
(Kesehatan Mental Tinggi).
(8). Responden 8 pada awalnya memperoleh skor 55 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 11 angka, menjadi 66
(Kesehatan Mental Tinggi).
88
(9). Responden 9 pada awalnya memperoleh skor 55 (Kesehatan Mental Tinggi)
kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 7 angka, menjadi 62
(Kesehatan Mental Tinggi).
(10). Responden 10 pada awalnya memperoleh skor 58 (Kesehatan Mental
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 6 angka, menjadi 64
(Kesehatan Mental Tinggi).
(11). Responden 11 pada awalnya memperoleh skor 55 (Kesehatan Mental
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 5 angka, menjadi 60
(Kesehatan Mental Tinggi).
(12). Responden 12 pada awalnya memperoleh skor 60 (Kesehatan Mental
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 13 angka, menjadi
Sub Variabel Siklus I Siklus II
% Kriteria
73 (Kesehatan Mental Tinggi). % Kriteria
Sub Variabel 1 94,0 T 94,7 T
(13). Responden 13 pada awalnya memperoleh skor 65 (Kesehatan Mental
Sub Variabel 2 50,0 S 75,3 T
Sub Variabel 3 73,3 T 85,0 T
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya
Sub Variabel 4 62,9 S 83,8 T naik 8 angka, menjadi 73
Sub Variabel 5 63,3 S 79,2 T
(Kesehatan Mental Tinggi).
Sub Variabel 6 66,7 S 76,7 T
Sub Variabel 7 64,8 S 80,0 T
(14). Responden 14 pada awalnya memperoleh skor 60 (Kesehatan Mental
Sub Variabel 8 77,6 T 84,8 T
Sub Variabel 9 83,8 T 89,5 T
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 11 angka, menjadi
71 (Kesehatan Mental Tinggi).
(15). Responden 15 pada awalnya memperoleh skor 64 (Kesehatan Mental
Tinggi) kemudian setelah melalui siklus II skornya naik 10 angka, menjadi
74 (Kesehatan Mental Tinggi).
Hasil analisa peningkatan kesehatan mental pada responden setelah
siklus II dapat diketahui bahwa 15 responden mengalami kenaikan pada
89
kriteria kesehatan mental tinggi. Pada siklus I responden 3, 4, 5, 6, 7 berada
dalam kriteria kesehatan mental sedang setelah mengalami tindakan pada
siklus II mengalami kenaikan pada kriteria tinggi, dan 10 responden lainnya
(responden 1,2, 8,9,10,11,12,13,14 dan 15) pada siklus I berada dalam
kriteria kesehatan mental tinggi setelah diberikan tindakan pada siklus II
mengalami kenaikan angka dan masih berada dalam kriteria kesehatan
mental tinggi.
b). Analisis Sub Variabel
Hasil analisis sub variabel pada siklus II mengalami kenaikan yang
baik, dari ke 9 sub variabel mengalami kenaikan dan berada pada kriteria tinggi.
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus II
Hasil analisis per sub variabel pada skala kesehatan mental pasca siklus
II yaitu sebagai berikut :
(1). Sub Variabel 1 (memiliki rasa aman dalam keadaan yang ideal dan positif)
skor kondisi awal sebesar 94%, setelah melalui siklus II naik 0,7% menjadi
94,7%.
90
Hal tersebut membuktikan bahwa siswa telah dapat mensyukuri atas karunia
yang diberikan Tuhan, sudah dapat merasakan kebahagiaan hidup serta
merasa aman dalam berhubungan di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
(2). Sub Variabel 2 (tidak adanya gangguan atau sakit jiwa) skor kondisi awal
sebesar 50%, setelah melalui siklus II naik 25,3% menjadi 75,3%.
Kenaikan yang cukup tinggi dapat memberikan artian bahwa siswa mampu
mencapai ketenangan jiwa, mampu meredam kegelisahan dalam diri serta
dapat mengelola tekanan dan pertentangan batin.
(3). Sub Variabel 3 (memiliki tujuan hidup dan angan-angan sesuai dengan
dengan kenyataan) skor kondisi awal sebesar 73,3%, setelah melalui siklus II
naik 17% menjadi 85%
Sub variabel 3 mengalami kenaikan yang sedikit, namun hal tersebut berarti
siswa tetap berusaha dalam mengembangkan potensi yang ada untuk
mencapai tujuan hidup dan dapat memahami arah dan perencanan tujuan
hidup
(4). Sub Variabel 4 (memiliki dorongan dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohani) skor kondisi awal sebesar 62,9%, setelah melalui siklus II naik
20,9% menjadi 83,8%
Kenaikan yang tinggi dari sub variabel 4 membuktikan bahwa siswa
berusaha mencapai kebutuhan jasmani secara wajar sesuai keadaan diri dan
siswa dan berusaha melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya hal
91
itu dapat pula ditunjukkan oleh perilaku siswa yang lebih baik dari
pertemuan setiap siklusnya.
(5). Sub Variabel 5 (mampu mengoptimalkan potensi yang dimilki) skor kondisi
awal sebesar 63,3%, setelah melalui siklus II naik 15,9% menjadi 79,2%
Hal tersebut dapat berarti bahwa siswa dapat memahami potensi diri dan
dapat membentuk ide dan pemikiran baru. Dapat juga diketahui dari cara
mengemukakan pendapat siswa yang semakin matang dan sikap yang
sungguh-sungguh dalam pelaksanaan disetiap siklusnya.
(6). Sub Variabel 6 (kemampuan belajar dari pengalaman hidup) skor kondisi
awal sebesar 6,7%, setelah melalui siklus II naik 69,9% menjadi 76,6%
Kenaikan tersebut membuktikan bahwa siswa sudah mampu menerima dan
diperolehnya melalui kegiatan bimbingan kelompok pada tiap siklusnya
akan menambah pengalaman siswa.
(7). Sub Variabel 7 (mempunyai keseimbangan emosi yng sesuai) skor kondisi
awal sebesar 64,8%, setelah melalui siklus II naik 15,2% menjadi 80%
Hal tersebut membuktikan kenaikan yang cukup, siswa sudah mampu
memahami kondisi emosi sendiri dan berusaha belajar memperbaiki
kekurangan. Serta dapat bersikap wajar walaupun ada tekanan.
(8). Sub Variabel 8 (memahami diri dan memiliki kesadaran diri) skor kondisi
awal sebesar 77,6%, setelah melalui siklus II naik 7,2% menjadi 84,8%
Kenaikan tersebut membuktikan bahwa siswa sudah dapat memahami
kelemahan dan kelebihan diri, dapat melakukan penyesuaian diri, sanggup
92
menerima cobaan hidup serta menerima apa yang ada pada dirinya baik
kelemahan dan kelebihannya.
(9). Sub Variabel 9 (menciptakan hubungan yang dapat diterima secara sosial)
skor kondisi awal sebesar 83,8%, setelah melalui siklus II naik 5,7%
menjadi 89,5%
Kenaikan hasil yang cukup tersebut membuktikan bahwa siswa sudah dapat
menghormati orang lain. Perilaku tersebut juga diperlihatkan siswa dalam
mengikuti kegiatan kelompok.
Hasil analisis dari 9 sub variabel dalam kesehatan mental pasca
siklus II menunjukkan hasil yang optimal terbukti dari 9 variabel mengalami
kenaikan baik angka dan tingkatan kriteria kesehatan mental dalam kategori
tinggi. Pada analisis pasca siklus I masih terdapat 5 sub variabel (2, 4, 5, 6,
7) yang berada dalam kriteria sedang namun setelah dilakukan tindakan
pasca siklus II mengalami kenaikan dan berada dalam kriteria sub variabel
kesehatan menral tinggi. Sedangkan pasca siklus I sub variabel 1, 3, 8, 9
dalam kriteria tinggi setelah siklus II masih tetap berada dalam kriteria
kesehatan mental dalam sub variabel yang tinggi.
c) Analisis Lembar Evaluasi
Setelah melihat film ’Hikmah dibalik ujian” dan penyegaran
melalui power point tentang ’Jawaban dari kehidupan”, peneliti memberikan
lembar evaluasi, hasilnya didapatkan jawaban dari siswa antara lain :
93
Siswa dapat menyebutkan dan menjelaskan alasan adegan mana yang
membuat kesehatan mentalnya meningkat.
Siswa dapat menjelaskan perasaannya dan hikmah apa yang dapat diambil
setelah menyimak film tersebut.
Siswa dapat merasakan kesehatan mentalnya semakin meningkat.
d) Analisis Pedoman Observasi
Data hasil analisis tiap responden dan sub variabel terbukti
mengalami kenaikan secara keseluruhan dan berada dalam kriteria kesehatan
mental yang tinggi. Peneliti juga melakukan observasi untuk mengetahui
perubahan perilaku siswa dalam peningkatan kesehatan mental siswa, hasil
yang didapat antara lain perubahan sikap siswa yang menunjukkan perilaku
siswa mengucapkan ucapan syukur pada Tuhan saat diberikan kenikmatan,
siswa menunjukkan raut wajah yang ceria dan menampakkan kegembiraan,
lebih dapat berfikir positif dan optimis untuk masa depan, dapat mengetahui
potensi yang dimilikinya, siswa lebih mampu berkomunikasi dengan lancar,
tidak grogi atau gugup, dapat menahan emosi serta terbentuknya sikap
percaya diri. Dari perilaku yang ditunjukkan siswa tersebut bahwa siswa
mengalami peningkatan dalam perilakunya yang menunjukkan kesehatan
mental yang baik.
94
e). Analisis Keseluruhan Siklus II
Setelah melalui siklus II yaitu layanan bimbingan kelompok dengan
media memutar film ”Hikmah dibalik ujian”, dapat dikatakan naik secara
keseluruhan, kesehatan mental siswa meningkat setelah melalui siklus II. Hal ini
dapat dilihat pada perolehan skor dari siklus I ke siklus II yang terjadi kenaikan.
Tingkat kenaikan yang terjadi pada kondisi siswa yang menunjukkan tingkat
kriteria kesehatan mental siswa sebanyak 15 siswa dalam krtiteria kesehatan
mental tinggi. Kenaikan dari sub variabel sebanyak 17,3%, dengan adanya
peningkatan jumlah keseluruhan ini maka dapat dikatakan bahwa media
bimbingan kelompok berupa film dapat meningkatkan kesehatan mental siswa.
Hasil observasi untuk mengetahui perubahan perilaku kesehatan mental
siswa dapat diketahui pula bahwa siswa telah menunjukkan sikap positif yang
dapat mempengaruhi kesehatan mental siswa dalam berperilaku. Perubahan hasil
yang didapat antara lain perubahan sikap siswa yang menunjukkan perilaku siswa
mengucapkan ucapan syukur pada Tuhan saat diberikan kenikmatan, siswa
menunjukkan raut wajah yang ceria dan menampakkan kegembiraan, lebih dapat
berfikir positif dan optimis untuk masa depan, dapat mengetahui potensi yang
dimilikinya, siswa lebih mampu berkomunikasi dengan lancar, tidak grogi atau
gugup, dapat menahan emosi serta terbentuknya sikap percaya diri.
Berdasarkan kenaikan diatas, maka penelitian dihentikan hingga siklus II
dikarenakan kesehatan mental tiap siswa sudah mengalami kenaikan dan berada
pada kriteria tinggi, namun peneliti tetap bekerja sama dengan guru pembimbing
untuk tetap memantau kesehatan mental siswa agar hasilnya tetap baik.
Sub Variabel Kondisi Awal Siklus I Siklus II
% Kriteria % Kriteria % Kriteria
Sub Variabel 1 88,7 T 94,0 T 94,7 T
Sub Variabel 2 48,0 S 50,0 S 75,3 T
Sub Variabel 3 57,5 S 73,3 T 85,0 T
Sub Variabel 4 69,5 T 62,9 S 83,8 T
Sub Variabel 5 55,0 S 63,3 S 79,2 T
95
4.2 Pembahasan
Upaya meningkatkan kesehatan mental melalui layanan bimbingan
kelompok merupakan penelitian tindakan yang pelaksanaannya melalui dua
siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian
kolaboratif karena dalam pelaksanaannya diperlukan kerjasama terpadu antara
peneliti dengan pihak-pihak yang terkait.
Peneliti melakukan penelitian dengan sejumlah partisipan yang terdiri
dari 7 siswi dan 8 siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang tahun ajaran
2008/2009 yang menunjukkan kesehatan mental yang belum optimal. Langkah-
langkah dalam penelitian yang ditempuh adalah menetapkan aspek-aspek yang
diteliti yaitu hal-hal yang terkait dengan ‘bagaimana upaya meningkatkan
kesehatan mental siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang tahun ajaran
2008/2009’. Disamping itu diperlukan upaya yang harus ditempuh untuk
mencapai tujuan penelitian yang sudah ditetapkan serta melakukan pengamatan
dan mencatat hasilnya.
Peningkatan kesehatan mental siswa dalam sub variabel dan peningkatan
kesehatan mental siswa secara individu dari kondisi awal, siklus I dan siklus II
secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 12 dan tabel 13 sebagai berikut :
Tabel 12. Peningkatan Sub Variabel Kesehatan Metal Siswa
96
Gambaran tentang peningkatan kesehatan mental siswa secara individu
dapat dilihat pada tabel 13 sebagai berikut :
Tabel 13.Peningkatan Kesehatan Mental Siswa Secara Individu
Pada kondisi awal terdapat 9 orang siswa yang memiliki kesehatan
mental sedang dan 6 orang yang mempunyai kesehatan mental tinggi. Setelah
melalui siklus I, masih terdapat 5 siswa yang memiliki kesehatan mental yang
sedang dan sisanya berada pada kategori tinggi. Hasil pasca siklus II
menunjukkan bahwa 15 partisipan mencapai kesehatan mental yang tinggi.
Peningkatan kesehatan mental dari siswa dengan kriteria kesehatan mental sedang
yang mengalami kenaikan menjadi kriteria kesehatan mental tinggi dan 9 sub
97
variabel dalam skala psikologi kesehatan mental yang keseluruhannya mengalami
kenaikan menjadikan hasil penelitian membuktikan adanya hasil peningkatan
didukung oleh perubahan perilaku positif siswa yang dapat diketahui dari
pedoman observasi yang dilakukan peneliti.
Hasil penelitian pada siklus pertama telah menunjukkan adanya
peningkatan kesehatan mental pada siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
tahun ajaran 2008/2009. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian pada siklus
pertama menunjukkan tingkat kenaikan dari kondisi awal sebanyak 9 siswa yang
berada pada kriteria tingkat kesehatan mental sedang, namun setelah diberikan
tindakan pada siklus I masih ada 5 anak yang berada pada kriteria kesehatan
mental sedang. Dari peningkatan kondisi awal setelah diberikan tindakan pada
siklus I kenaikan sebesar 8,2%. Perubahan perilaku siswa dari hasil observasi
antara lain perubahan perilaku dari siswa yang menunjukkan sikap sabar dalam
menunggu giliran dalam berbicara, mampu berkomunikasi dengan lancar, tidak
grogi atau gugup dalam berbicara, percaya diri dan aktif dalam berbicara, percaya
diri dan aktif dalam berbicara, serta dapat mengambil keputusan dan alternatif
solusi yang tepat, namun ada pula beberapa siswa yang masih menunjukkan sikap
yang malu-malu untuk mengemukakan pendapatnya.
Hasil tindakan pada siklus kedua menunjukkan peningkatan kesehatan
mental semakin nyata ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa 15 siswa berada
pada kriteria kesehatan mental yang tinggi, dan peningkatan dari siklus I setelah
dilakukan tindakan pada siklus II terjadi kenaikan sebesar 17,3%.
98
Data hasil analisis tiap responden dan sub variabel terbukti mengalami
kenaikan secara keseluruhan dan berada dalam kriteria kesehatan mental yang
tinggi. Peneliti juga melakukan observasi untuk mengetahui perubahan perilaku
siswa dalam peningkatan kesehatan mental siswa, hasil yang didapat antara lain
perubahan sikap siswa yang menunjukkan perilaku siswa mengucapkan ucapan
syukur pada Tuhan saat diberikan kenikmatan, siswa menunjukkan raut wajah
yang ceria dan menampakkan kegembiraan, lebih dapat berfikir positif dan
optimis untuk masa depan, dapat mengetahui potensi yang dimilikinya, siswa
lebih mampu berkomunikasi dengan lancar, tidak grogi atau gugup, dapat
menahan emosi serta terbentuknya sikap percaya diri. Dari perilaku yang
ditunjukkan siswa tersebut bahwa siswa mengalami peningkatan dalam
perilakunya yang menunjukkan kesehatan mental yang baik.
Dari hasil pemaparan data empiris diatas, kini dapat dipahami lebih jelas
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok yang dilakukan dengan tepat dan
benar terbukti dapat meningkatkan kesehatan mental siswa. Pelaksanaan
tindakan tersebut melalui dua siklus dengan perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi serta dalam tahapan bimbingan kelompok yaitu tahapan
pembukaan, kegiatan inti dan penutup. Hasil peningkatan diketahui dari
tingkat kenaikan yang signifikan melalui analisa tiap responden dan sub
variabel serta perubahan perilaku siswa yang menunjukkan sikap dalam
berperilaku yang lebih optimal dan perilaku penyesuaian diri yang baik
dengan teman, guru dan warga di sekolah lainnya.
99
2. Media yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa pada
penelitian ini melalui media kelompok dan media elektronik berupa film.
Media kelompok dalam penelitian ini berupa peer counseling dipadukan
dengan diskusi dan ceramah, yang anggotanya siswa yang mempunyai kisaran
umur antara 15-18 tahun. Film yang diputar yaitu film yang alur ceritanya
dapat membuat orang yang melihat menjadi tergugah kesehatan mentalnya
serta siswa dapat menganalisa isi cerita dan dapat mengambil nilai-nilai positif
yang terdapat dalam cerita tersebut. Film yang diputar berjudul ”Hikmah
dibalik ujian”. Alasan yang mendasari penggunaan media bimbingan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa :
a. Media kelompok (peer counseling) dipadukan dengan diskusi dan ceramah.
Menurut Santoso (2004: 8) dalam kelompok sebaya individu dapat
mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan tersebut dapat diartikan sebagai
kebebasan dalam berpendapat, bertindak atau menemukan identitas diri.
Karena didalam kelompok tersebut anggotanya mempuntai tujuan dan
keinginan yang sama. Dalam kelompok tersebut anggota yang terlibat
memiliki tingkatan kesehatan mental yang berbeda-beda sehingga diharapkan
terjadi transfer informasi dan keterampilan diantara anggotanya.
Dinamika interaksi sosial yang secara intensif terjadi dalam suasana
kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan
sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri,
tenggang rasa atau tepo sliro. Dalam kaitan itu suasana kelompok menjadi
tempat penempaan sikap, keterampilan dan keberanian sosial yang
bertenggang rasa.
100
Metode ceramah dan diskusi ada beberapa keunggulan antara lain: (1)
Merangsang kreativitas siswa dalam ide, gagasan, prakarsa, terobosan baru
dalam memecahkan masalah secara bersama, (2) mengembangkan sikap
menghargai pendapat orang lain, (3) memperluas wawasan, (4) dapat
melayani banyak orang, (5) dalam pelajaran diskusi akan banyak
memberikan pelajaran tentang diri, untuk mengembangkan pandangan baru
mengenai hubungan antara manusia, hal ini karena dalam kegiatan bimbingan
kelompok yang beranggotakan orang-orang yang sebaya, identitas siswa akan
semakin mantap. Harapannya, dengan adanya persamaan jenjang umur,
dinamika kelompok pada bimbingan kelompok dapat terjalin dan terjadi
transfer wawasan diantara sesama siswa, melalui metode ceramah dan diskusi
pula mampu memberikan pemahaman akan arti pentingnya kesehatan mental
serta melatih untuk berpikir positif dalam menjalani kehidupan, dan
memunculkan ide-ide untuk memecahkan masalah.
b. Media film (audiovisual)
Pengaruh film terhadap perubahan sikap sangat besar. Individu
memiliki kecenderungan untuk meniru objek yang telah dilihatnya. Menurut
Sudjana & Rivai (1992: 2) mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar, yaitu : (1.) Pengajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga siswa dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2). bahan
pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh siswa
dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan pengajaran, (3). metode
mengajar akan lebih bervariasai, tidak semata-mata komunikasi verbal
101
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, (4). siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan
belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas
lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan memerankan.
Pengaruh media film terhadap perubahan sikap sangat besar. Individu
memiliki kecenderungan untuk meniru objek yang telah dilihatnya. Siswa
akan melihat film yang alur ceritanya dapat membangkitkan kesehatan
mental serta dapat mengambil nilai positif dari film tesebut.
3. Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kesehatan mental siswa
Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok
pendahuluan adalah tahap pengenalan, tahap pelibatan diri kedalam
kehidupan suatu kelompok, pada setiap pertemuan peneliti mengawali
tahapan ini agar siswa merasa nyaman untuk melaksanakan kegiatan tahap
selanjutnya. Tahapan kedua adalah kegiatan inti, pada siklus I tahapan yang
dilakukan dengan metode peer counseling dipadukan dengan diskusi dan
ceramah menunjukkan tingkat kenaikan yang cukup. Tahapan pada siklus II
melalui media film, pengaruh media film terhadap perubahan sikap sangat
besar. Individu memiliki kecenderungan untuk meniru objek yang telah
dilihatnya sehingga dapat membangkitkan kesehatan mental. Tahapan akhir
menyimpulkan pada setiap pertemuan.
102
4. Evaluasi bimbingan kelompok yang dapat meningkatkan kesehatan mental
siswa
Evaluasi yang dilakukan peneliti dalam meningkatkan kesehatan
mental siswa melalui observasi dan pemberian penugasan lembar pertanyaan
disetiap akhir tindakan yaitu mengenai ”Upaya meningkatkan kesehatan
mental siswa, pengembangan sikap positif diri serta evaluasi film hikmah
dibalik ujian”, dan setiap siklus diberikan post test. Cara tersebut efektif untuk
mengetahui peningkatan kesehatan mental siswa.
4.3 Kendala Pelaksanaan Penelitian
Proses penelitian yang peneliti lakukan mengalami beberapa kendala,
namun demikian peneliti tetap mengusahakan agar penelitian dapat berjalan
dengan baik. Tidak lupa peneliti selalu mengkonsultasikan dengan dosen
pembimbing dan guru pamong untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal.
Kendala-kendala yang peneliti hadapi diantaranya :
1.Menentukan siswa yang dijadikan subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X SMA Kesatrian 1
Semarang yang memiliki kecenderungan kesehatan mental yang rendah.
Namun setelah dilakukan penganalisisan, tidak terdapat siswa dengan kategori
kesehatan mental yang rendah, yang ada hanya siswa dengan kriteria kesehatan
mental yang sedang dan tinggi. Kemudian siswa dengan kriteria kesehatan
mental yang sedang sebanyak 9 siswa yang dijadikan subjek penelitian dan
sisanya sebanyak 6 siswa dengan kriteria kesehatan mental tinggi. Dalam
103
pelaksanaan bimbingan kelompok siswa cukup antusias dan sungguh-sungguh
dalam pelaksanannya.
2.Waktu penelitian yang mendekati libur semester
Peneliti mulai melakukan penelitian pada tanggal 19 Desember 2008.
Dua minggu kemudia siswa libur semester selama 2 minggu. Oleh karena itu
peneliti benar-benar mengoptiomalkan waktu untuk penelitian. Akhirnya,
peneliti melakukan penelitian lagi saat siswa mulai masuk sekolah kembali
yaitu pada tanggal 5 Januari 2009 dan penelitian selesai 10 Januari 2009.
Penelitian tersebut dilakukan hanya sampai siklus II karena sudah terjadi
kenaikan.
3.Diakhir siklus selalu diberlakukan skala psikologis untuk mengetahui
peningkatan kesehatan mental siswa (selama penelitian sebanyak 3 kali)
sehingga siswa merasa jenuh, namun setelah diberikan pemahaman oleh peneliti
siswa dapat memahaminya dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh.
104
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pelaksanaan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kesehatan
mental siswa kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun ajaran 2008/2009
yang dilakukan melalui dua siklus dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Layanan bimbingan kelompok yang dilakukan dengan benar dan tepat terbukti
dapat meningkatkan kesehatan mental siswa. Hasil peningkatan diketahui dari
tingkat kenaikan yang signifikan melalui analisa tiap responden dan sub
variabel serta perubahan perilaku siswa yang menunjukkan sikap dalam
berperilaku yang lebih optimal sesuai kesehatan mental dan perilaku
penyesuaian diri yang baik dengan teman, guru dan warga di sekolah lainnya.
(2) Media yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan mental siswa
melalui bimbingan kelompok antara lain dengan peer counseling dipadukan
diskusi dan ceramah serta dengan penggunaan multimedia yakni film, (3)
Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok antara lain
pendahuluan, kegiatan inti dan pengakhiran dengan melakukan perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus I tahapan dilakukan dengan metode
peer counseling dipadukan diskusi dan ceramah. Metode ini memberikan
pemahaman akan arti pentingnya kesehatan mental serta melatih berpikir
positif dalam menjalani kehidupan, dan memunculkan ide-ide untuk
memecahkan masalah. Siklus II melalui media film, pengaruh media film
105
terhadap perubahan sikap sangat besar. Individu memiliki kecenderungan
untuk meniru objek yang telah dilihatnya, (4) Evaluasi dalam meningkatkan
kesehatan mental siswa melalui observasi dan pemberian penugasan lembar
pertanyaan disetiap akhir tindakan, serta setiap siklus diberikan post test. Cara
tersebut efektif untuk mengetahui peningkatan kesehatan mental siswa.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran kepada
beberapa pihak, diantaranya :
5.2.1 Bagi Siswa :
Siswa diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental lebih optimal lagi
dan siswa dapat memanfaatkan layanan bimbingan kelompok melalui
metode peer counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah, serta
penggunaan multimedia seperti film.
5.2.2 Bagi Pembimbing :
(1). Pembimbing dalam meningkatkan kesehatan mental siswa hendaknya
dirancang melalui bimbingan kelompok yang tepat dengan metode peer
counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah, serta penggunaan
multimedia seperti film.
(2). Hendaknya dalam memilih multimedia senantiasa memilih media yang
menarik dan memberikan nilai positif serta memperhatikan aspek
psikologis anak.
106
(3). Menginggat bahwa masalah kesehatan mental siswa sangat penting dan
merupakan faktor pendukung keberhasilan pendidikan bagi siswa, maka
pihak sekolah agar lebih memberikan perhatiannya terutama mengenai
masalah kesehatan mental yaitu salah satunya dengan memberikan
informasi norma-norma kesehatan mental dilingkungan sekolah,
keluarga, dan masyarakat.
107
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1993. Metode Penelitian.. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Al- Ghazali. 2002. Metode Menahlukkan Jiwa Perspsektif Sufistik. Bandung:
Mizan Media Utama.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Syaifudin. 2005. Penyusunan Skala Psikologis. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar.
Fidyaningrum, Anis. 2006. Upaya Mengembangkan Empati Melalui Media
Bimbingan Kelompok Pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
UNNES Angkatan 2005. Skripsi Sarjana Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
Hadi, Sutrisno. 2002. Statistik Jilid 2. Yogjakarta: ANDI OFFSET.
Hawari, Dadang. 1999. Al Quran Ilmu Kedokteran Jiwa Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa.
http:// www. andriewongso.com./2008. Motivasi-mental sehat
http:// www. damandiri.com./2008. Kesehatan Mental Remaja oleh Rudi Sahlan
http://www.inspirasi pagi.com/2008. Pedoman hidup bahagia
http://www.disdik-kotasmg.org/v8/image/peraturan-peraturan/UU/2003-sisdiknas
Kartono, Kartini. 2000. Mental Hygienes. Jakarta: Mandar Maju.
Kusumawardani, Rina. 2006. Keefektifan Layanan Konseling Kelompok dengan
Pendekatan Rasional Emotif dalam Meningkatkan Kesehatan Mental
Kelayan Panti Pamadri Putra Mandiri Semarang Tahun 2005/2006.
Skripsi Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Madya, Suwarsih. 2005. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan ”Action
Researsh”. Bandung: Alfabeta.
Mubarok, Achmad. 2000. Solusi Krisis Keruhanian Manusia Moderen (Jiwa
Dalam Al Quran). Jakarta : Paramadina.
108
Munandar, Wahyu. 2006. Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam
Meningkatkan Perkembangan Moral Remaja Pada Siswa Kelas VII SMP
Negeri 3 Ungaran Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi Sarjana Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.
Mutroil, Sehu. 2005. Kontribusi Kesehatan Mental Terhadap Aktualisasi Diri
Dalam Belajar Pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Unnes Tahun
2001. Skripsi Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Notosoedirdjo, Moeljono. 2005. Kesehatan Menta dan Konsep Penerapan.
Jakarta: Universitas Muhamadiyah Malang.
Romlah, Tatik. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Salaby, Mas Rahim. 2000. Mengatasi Kegoncangan Jiwa (Perspektif Al- Quran
dan Sains). Bandung : Rosdakarya.
Santoso, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutoyo, Anwar dan Munif Prasetyo. 2004. Bahan Ajar Pengantar Kesehatan
Mental. Semarang: Jurusan Bimbingan dan Konseling UNNES.
Sudjana, N dan Rivai, A. 1990. Media Pengajaran. Bandung: C.V Sinar Baru.
Siswanto. 2005. Kesehatan Mental Konsep, Cakupan dan Perkembangannya.
Yogyakarta: ANDI.
Winkel, W. S. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta: Media Baru.
UPAYA MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL
MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
(Penelitian Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang
Tahun Pelajaran 2008/2009)
SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Oleh
Ika Nurani
1301404003
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini Dosen Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang menerangkan bahwa :
Nama : Ika Nurani
NIM : 1301404003
Jurusan : Bimbingan dan Konseling
Judul Skripsi : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui
Layanan Bimbingan Kelompok ( Penelitian Pada Siswa
Kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Pelajaran
2008/2009)
Yang bersangkutan telah selesai bimbingan dan siap ujian dihadapan Sidang
Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Demikian surat ini agar digunakan sebagai mana mestinya.
Semarang. Februari 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Anwar Sutoyo, M. P.d Dra. Hj. Awalya, M .Pd
NIP. 131570048 NIP. 131754159
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas negeri Semarang pada tanggal 24 Februari 2009
Panitia :
Ketua Sekretaris
Drs. Hardjono, M. Pd Drs. Suharso, M.Pd Kons
NIP. 130781006 NIP. 131754158
Penguji Utama
Drs. Heru Mugiarso, M.Pd Kons
NIP. 131143234
Penguji / Pembimbing I Penguji / Pembimbing II
Dr. Anwar Sutoyo, M.Pd Dra. Awalya, M .Pd
NIP. 131570048 NIP. 131754159
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan arang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2009
Ika Nurani
1301404003
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Yakinlah sesungguhnya Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar”
(Q. S. Al Baqoroh : 153)
”Jika keyakinan telah tertanam kuat pada jiwa dan kukuh bersemayam dalam hati, maka
setiap langkah dalam bencana akan menjadi karunia, setiap ujian akan menjadi anugerah dan
setiap peristiwa menjadi penghargaan dan pahala”
(La Tahzan)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang
saya kasihi dan sayangi :
1. Bapak dan ibu yang tiada hentinya selalu mendoakan
dan memberikan yang terbaik.
2. Mbak Nina dan Rafiul yang selalu memberiku
semangat.
3. Adik-adikku di kos Hidayah, terimakasih atas
kebersamaannya.
4. Teman-teman BK angkatan 2004 atas kerjasamanya.
5. Almamaterku.
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
”Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Siswa Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1 SemarangTahun Ajaran 2008/2009”
Setelah membaca skripsi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh
pengetahuan yang luas tentang pelaksanaan bimbingan kelompok khususnya
bimbingan kelompok di sekolah dan kendala yang mungkin ditemukan. Sehingga
dapat mencari upaya-upaya lain yang dapat menghasilkan manfaat lebih besar dalam
membantu permasalahan siswa.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena itu
penulis mengucapkan terimkasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr. H. Sudjiono Sastroatmojo, M. Si Rektor Universitas Negeri Semarang
yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di tingkat Universitas.
2. Drs. H. Hardjono, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan
ijin penelitian.
3. Drs. H. Suharso, M. Pd Kons selaku Ketua jurusan Fakultas Ilmu Pendidikan yang
telah menyetujui judul penelitian ini.
4. Dr. H. Anwar Sutoyo, M. Pd dan Dra. Hj. Awalya, M.Pd selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, perhatian, masukan dan
pengarahan dengan sabar dan bijaksana serta memberikan dorongan dari awal
hingga akhir.
5. Tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kemajuan
penelitian.
vi
6. Dosen-dosen jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal
pengetahuan, bimbingan dan motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai
dengan selesai.
7. Drs. Toto selaku kepala sekolah SMA Kesatrian 1 Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian pada peneliti.
8. Dra. Hj. Retno Prasetyowati, Dra. Sri Murtini, Dra. Hj. Anisah, Dra Heli
Nursiska, dan Dra Muncar Widiarti selaku guru Bimbingan dan Konseling serta
guru-guru di SMA Kesatrian 1 Semarang yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama peneliti melakukan penelitian.
9. Siswa-siswi kelas X SMA Kesatrian 1 Semarang atas kerjasamanya selama
penelitian.
10. Bapak dan ibu, serta keluarga yang tiada hentinya selalu mendoakan dan
memberikan yang terbaik.
11. Teman-teman jurusan BK, Tyas, Risa, mbak Anggra, Wesi, Ibad dan teman-teman
semua yang telah memberikan bantuan dan motivasinya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan baik semangat, doa dan hal lain yang dibutuhkan selama penyusunan
skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat demi memberi kontribusi nyata dalam
kemajuan dunia pendidikan.
Penulis
vii
ABSTRAK
Nurani, Ika. 2009. ”Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok (Penelitian Pada Siswa Kelas X SMA Kesatrian 1
Semarang Tahun Ajaran 2008/2009)”. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing: Dr. H. Anwar Sutoyo, M.Pd dan Dra. Hj. Awalya, M. Pd.
Kata Kunci : Kesehatan Mental, Bimbingan Kelompok
Kesehatan mental berkaitan erat dengan konsep biopsikososial, meliputi
konsep biologis, sosiologis dan psikologis. Konsep biologis berarti penyimpangan
yang gejalanya diketahui melalui diagnosis menggunakan alat bantu tertentu. Konsep
psikologis menunjuk perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif seseorang tentang
ketidaksehatannya serta keadaan tubuh dirasa kurang enak. Sedang konsep sosiologis
bermakna penerimaan sosial terhadap orang yang mengalami kesakitan atau
penyesuaian diri. Penyesuaian diri tersebut dalam kemampuan menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan masyarakat. Latar belakang permasalahan
yang ada di SMA Kesatrian 1 Semarang masih adanya siswa yang memiliki kesehatan
mental belum optimal. Tujuan dalam penelitian ini untuk meningkatkan kesehatan
mental siswa kelas X yang belum optimal.
Pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
dengan subyek penelitian siswa kelas X yang mempunyai kecenderungan kesehatan
mental yang belum optimal. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, tiap siklusnya
terdiri dari: (1). Penyusunan rencana tindakan, (2). Tindakan, (3). Observasi, (4).
Refleksi. Untuk memperoleh data digunakan skala psikologi kesehatan mental, selain
itu untuk pelengkap data digunakan pedoman observasi. Adapun untuk menguji
validitas dan reliabilitas digunakan rumus korelasi product moment dan KR21,
sedangkan analisanya menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti melalui bimbingan kelompok
dengan media bantuan peer counseling dipadukan dengan diskusi dan ceramah serta
media film menunjukkan tingkat kenaikan yang signifikan. Hasil kenaikan dari
kondisi awal menuju siklus I sebesar 8,2%, sedangkan setelah mendapatkan tindakan
pada siklus II terjadi kenaikan sebesar 17,3% dan semua siswa berada dalam kriteria
kesehatan mental yang tinggi. Perubahan perilaku siswa antara lain memiliki rasa
aman dalam keadaan yang ideal dan positif, memiliki tujuan hidup dan angan-angan
sesuai dengan kenyataan, mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai, memahami
diri dan memiliki kesadaran diri, menciptakan hubungan yang dapat diterima secara
sosial.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disarankan: (1)
Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental lebih optimal lagi dan
siswa dapat memanfaatkan layanan bimbingan kelompok melalui metode peer
counseling dipadukan diskusi dan ceramah, serta penggunaan multimedia seperti film,
(2). Bagi pembimbing: pembimbing dalam meningkatkan kesehatan mental siswa
kelas X hendaknya dirancang melalui bimbingan kelompok dengan metode peer
counseling dipadukan diskusi dan ceramah, serta penggunaan multimedia seperti film,
hendaknya memilih multimedia yang menarik dan memberiakan nilai positif serta
memperhatikan aspek psikologis anak, menginggat bahwa masalah kesehatan mental
siswa penting dan merupakan faktor pendukung keberhasilan pendidikan dalam
norma-norma kesehatan mental dilingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………....…....i
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... ii
PENGESAHAN ……..……................... …………………………………….......iii
PERNYATAAN …………………………………………………………......... ..iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................ v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
ABSTRAK............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................ 7
1.5 Sistematikan Skripsi......................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................................ 10
2.2 Kesehatan Mental............................................................................................ 13
2.2.1 Pengertian Kesehatan Mental.................................................................... 13
2.2.2 Prinsip-prinsip Kesehatan Mental.............................................................. 16
2.2.3 Ciri-ciri Mental Yang Sehat....................................................................... 18
2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Kekalutan Mental................................................ 24
2.3 Bimbingan Kelompok..................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok.............................................................. 29
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok.................................................................... 30
2.3.3 Jenis Bimbingan Kelompok ...................................................................... 32
2.3.4 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok........................................................... 33
2.3.5 Teknik-teknik Bimbingan Kelompok........................................................ 35
2.4 Peningkatan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok....... 39
2.5 Hipotesis Tindakan.......................................................................................... 40
ix
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Yang Digunakan............................................................................. 41
3.2 Subjek Penelitian................................................................................................ 43
3.3 Langkah-langkah Penelitian............................................................................... 44
3.3.1 Langkah Penelitian....................................................................................... 44
3.3.2 Pelaksanaan Tindakan.................................................................................. 49
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data..................................................................... 51
3.4.1 Skala Psikologi............................................................................................. 52
3.4.2 Pedoman Observasi................................................. ................................... 53
3.5 Validitas dan Reliabilitas Kesehatan Mental...................................................... 54
3.5.1 Validitas........................................................................................................ 55
3.5.2 Reliabilitas................................................................................................... 56
3.6 Teknik Analisis Data.......................................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian.................................................................................................. 58
4.1.1 Kondisi Awal............................................................................................... 58
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I............................................................................... 61
4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II............................................................................. 83
4.2 Pembahasan........................................................................................................ 95
4.3 Kendala Pelaksanaan Penelitian........................................................................ 102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................................................ 104
5.2 Saran.................................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 107
LAMPIRAN............................................................................................................ 109
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penyusunan Rencana Tindakan................................................................ 44
2. Norma Kriteria Kesehatan Mental............................................................ 47
3. Rencana Pelaksanaan Tindakan................................................................ 50
4. Kondisi Awal Kesehatan Mental............................................................... 59
5. Rencana Pelaksanaan Siklus I Tindakan I................................................. 63
6. Rencana Pelaksanaan Siklus I Tindakan II................................................ 69
7. Analisis Perorangan Pasca Siklus I............................................................ 72
8. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus I.......................................................... 76
9. Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus II................................................... 83
10. Analisis Perorangan Pasca Siklus II............................................................ 86
11. Analisis Sub Variabel Pasca Siklus II....................................................... .89
12. Peningkatan Kesehatan Mental Siswa Secara Individu.............................. 96
13. Peningkatan Sub Variabel Kesehatan Mental Siswa................................... 95
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Siklus Pelaksanaan Tindakan........................................................ 50
2. Grafik Kondisi Awal Kesehatan Mental................................................... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : Halaman
1. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas.................................................................... 109
2. Surat Ijin Penelitian dari DIKNAS................................................................... 110
3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMA.......................... 111
4. Rencana Tindakan............................................................................................ 112
5. Pedoman Observasi.......................................................................................... 114
6. Kisi-kisi Uji Coba Skala Kesehatan Mental..................................................... 116
7. Skala Uji Coba Skala Kesehatan Mental.......................................................... 118
8. Analisis Validitas Uji Coba Skala Kesehatan Mental...................................... 123
9. Analisis Reliabilitas Uji Coba Skala Kesehatan Mental................................. 131
10. Kriteria Kesehatan Mental................................................................................ 132
11. Kisi-kisi Skala Kesehatan Mental.................................................................... 133
12. Skala Kesehatan Mental................................................................................... 135
13. Data Kondisi Awal Siswa................................................................................ 140
14. Data Penjaringan Anggota Bimbingan Kelompok........................................... 143
15. Analisis Hasil Penelitian.................................................................................. 144
16. Laporan Pelaksanaan Harian............................................................................ 153
17. Satuan Layanan ............................................................................................... 155
18. Materi Layanan................................................................................................. 159
19. Daftar Hadir Anggota....................................................................................... 167
20. Dokumentasi Penelitian.................................................................................... 174
21. Lembar Bimbingan Skripsi.............................................................................. 177
xiii
xiv