2 September 2020
ABSTRAK
Pernikahan dini pada remaja masih banyak terjadi pada masyarakat di berbagai daerah di
Indonesia. Salah satu penyebab pernikahan dini yaitu budaya karena orang tua menganggap
pernikahan dini adalah hal wajar. Pernikahan dini berdampak pada segi ekonomi, sosial,
psikologis, kesehatan dan perceraian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran
budaya orang tua tentang pernikahan dini. Jenis Penelitian ini menggunakan Deskriptif
Kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang menikahkan anak
perempuannya <21 tahun dan laki-laki <25 tahun sebanyak 40 orang. Sampel pada
penelitian ini menggunakan Total Sampling. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner
yang telah dimodifikasi dan diuji kembali oleh peneliti lainnya dengan hasil uji validitas
sebesar 0.514-0.849 dengan r tabel 0.4227 dan uji reliabilitas sebesar 0.951 dengan r tabel
0.4227. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki budaya
mendukung terhadap pernikahan dini yaitu 24 responden (60%). Kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagian besar budaya orang tua di Desa Pasawahan mendukung
terjadinya pernikahan dini. Diharapkan petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan
Pemerintah untuk secara kontinu memberikan pendidikan kesehatan tentang dampak
pernikahan dini.
ABSTRACT
Early marriage to adolescents still many occurs to communities in various regions in
Indonesia. One of the causes of early marriage is culture because parents think early
marriage is a natural thing. Early marriage impact to econimic, social, psychological,
health and divorce aspects. The purpose of this study is to study the cultural description of
parents about early marriage. This type of research uses Descriptive Quantitative. The
population in this study were parents who married their daughters <21 years and boys <25
years as many as 40 people. The sample in this study used Total Sampling. The instrument
used is the questionnaire thas has been modified and tested again by other researchers with
the results of the validity test of 0.514-0.849 with r table 0.4227 and the reliability test of
0.951 with r table 0.4227. The results showed that most of the respondents had a cultural
of support for early marriage that is 24 respondents (60%) and a small proportion of
respondents had a culture that did not support early marriage that is 16 respondents (40%).
The conclusion from this study is that most of the parent culture in Pasawahan Village
supported early marriage. It is hoped that health workers, community leaders and the
government will continue to provide health education regarding the impact of early
marriage.
PENDAHULUAN
Pernikahan dini masih menjadi yaitu sebanyak 47 orang dengan jumlah 12
masalah global, menurut WHO setiap hari remaja laki-laki dan 35 perempuan.
pernikahan dini di dunia terjadi sebanyak Tingginya angka pernikahan dini dapat
39.000 (Septialti, Mawarni, Nugroho, & disebabkan oleh berbagai faktor.
Dharmawan, 2017). Prevalensi negara Menurut Hotnatalia (2013),
dengan kasus tertinggi pernikahan dini pernikahan dini disebabkan oleh faktor
tahun 2017 di dunia yaitu negara Nigeria ekonomi, pendidikan serta pengetahuan,
(79%). Di Indonesia, pernikahan dini orang tua, media massa, adat/budaya,
menduduki urutan ke 37 di dunia serta keinginan remaja sendiri dan KTD. Faktor
urutan ke 2 setelah Kamboja di ASEAN budaya merupakan faktor penyebab
(14,18%) ( Rahmad, 2017 dalam Isnaini & pernikahan dini yang paling dominan dan
Sari, 2019). Menurut BKKBN, remaja kemungkinan remaja melakukan
Indonesia menikah saat usia kurang dari 18 pernikahan dini 30 kali lebih besar
tahun pada tahun 2018 menjadi 15,66 % dibandingkan yang tidak memiliki budaya
atau 375 remaja menikah di usia dini setiap pernikahan dini (Harahap, Santosa, &
harinya di seluruh provinsi di Indonesia Mutiara, 2014). Selain itu, sebesar 40%
(Kemenkes RI, 2018). responden melakukan pernikahan dini
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dilakukan untuk mengikuti budaya dan
tahun 2018 menunjukan provinsi dengan sering kali karena paksaaan orang
angka tertinggi pernikahan usia dini tua(Mohamed Bilal, 2018). Menurut C.
terdapat di Kalimantan Selatan (22,77%), Kluchohn dalam (Mubarak, 2009), budaya
Jawa Barat (20,93%), Jawa Timur terdiri dari berbagai unsur yaitu sistem
(20,73%) (Sekar, Pratitis Widiatmoko, kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem
Winarni, Djoko Nugroho, & Mawarni, kekerabatan, sistem teknologi, sistem
2019). Data Susenas tahun 2017, ekonomi, kesenian dan bahasa.
pernikahan dini dengan usia kurang dari 16 Penyebab pernikahan dini di Garut
tahun dengan angka tertinggi Jawa Timur menurut Kepala Bidang Perlindungan
(18,44%), Sulawesi Barat (18,32%), Anak pada DPPKBPPA Kabupaten Garut
Kalimantan Tengah (17,31%), Jawa Barat pernikahan dini di masyarakat pada budaya
(17,3%) serta usia pernikahan 17-18 tahun sunda masih banyak terjadi karena banyak
dengan angka tertinggi Kalimantan Tengah yang menganggap perempuan yang sudah
(24,28%), Kalimantan Selatan (23,6%) dan menstruasi siap untuk untuk dinikahkan
Jawa Barat (23,4%) (Priohutomo, 2018). serta menjalani kehidupan rumah tangga
Di Indonesia, Jawa Barat menjadi provinsi (Mahendra et al., 2019). Selain itu,
dengan jumlah pernikahan dini kedua pernikahan dini di Garut juga kebanyakan
terbanyak. disebabkan oleh pengaruh budaya yang
BKKBN tahun 2015 menunjukan 25% menganggap remaja tidak laku atau
remaja dari total penduduk Jawa Barat perawan tua jika belum menikah sehingga
(46,7 juta) melakukan pernikahan dini menimbulkan aib keluarga dan orang tua
dengan rata-rata usia 18,05 tahun, tiga yang khawatir jika tidak segera dinikahkan
daerah peyumbang pernikahan dini maka remaja akan melakukan seks bebas
tertinggi adalah Cianjur, Tasikmalaya dan serta faktor ekonomi yang menganggap
Garut. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) anaknya sebagai alat tukar untuk bertahan
Garut tahun 2006-2017 menunjukan angka hidup, melunasi hutang dan melimpahkan
pernikahan dini dengan usia 15-16 tahun di beban tanggungannya pada suaminya
Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten (Supriadin, 2018). Pernikahan dini dapat
Garut mencapai 36% dari total pernikahan memberikan dampak bagi remaja yang
dini di Garut (Supriadin, 2018). Data dari melakukan pernikahan dini.
KUA Tarogong kaler menunjukan angka Menurut Djamilah, (2014) pernikahan
pernikahan dini pada anak perempuan <21 dini pada remaja akan berdampak pada segi
tahun dan laki-laki <25 tahun sebanyak 638 ekonomi, sosial, psikologis, kesehatan dan
orang dan terbanyak di Desa Pasawahan tingkat perceraian yang tinggi. Dampak
pernikahan dini di Garut yaitu AKI pada muda sehingga diperlukan upaya
Profil Kesehatan Kabupaten Garut tahun penanggulangan dengan melakukan
2017 yaitu 51 kasus dan1 kasus terjadi pada pencegahan untuk menurunkan angka
usia <20 tahun. Menurut DPPKBBPA pernikahan dini.
(Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Upaya pencegahan yang dapat
Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan dilakukan yaitu pemberdayaan ibu sebagai
Perlindungan Anak) tahun 2018, kasus strategi penurunan angka pernikahan dini
kekerasan anak di Garut tahun 2018 untuk mengoptimalkan peran orang tua
sebanyak 37 kasus yang dilakukan oleh dengan diberikan pendidikan kesehatan
orang tua usia <18 tahun. Hakim terkait pernikahan dini sehingga dapat
Pengadilan Agama Garut menjelaskan meningkatkan pengetahuan serta
bahwa terdapat 890 permohonan cerai yang memahami pentingnya pendidikan pada
sebagian besar diajukan pasangan dengan anak (Lestari, Widyawati, & Wahyuni,
usia <20 tahun(Mahendra, Solehati, & 2019). Upaya tersebut juga sesuai dengan
Ramdhanie, 2019). Data dari Puskesmas peran perawat sebagai pendidik (Educator)
Tarogong Kaler, tahun 2019 dampak dari yang berperan untuk meningkatkan
pernikahan dini adalah persalinan belum pengetahuan masyarakat (Kyle & Carman,
waktunya sebanyak 28 kasus dan 2015). Tujuan dalam penelitian ini adalah
preeklampsi pada ibu hamil <20 tahun untuk mendapatkan gambaran budaya
sebanyak 65 kasus. Pernikahan dini dapat orang tua tentang pernikahan dini.
menimbulkan dampak yang buruk di
masayang akan datang untuk generasi KAJIAN LITERATUR
Pernikahan dini merupakan dua anak secara internasional dan regional pada anak
manusia yang disatukan dengan tali remaja pada usia kurang dari 18 tahun serta
pernikahan dengan usia pasangan atau berhubungan dengan perilaku dan
salah satunya tidak sesuai dengan aturan kesehatan yang buruk ((Godha, Hotchkiss,
ketentuan undang-undang (Suyono, 2018). & Gage, 2013)(Raj, Saggurti, Balaiah, &
Pernikahan dini adalah sebuah bentuk Silverman, 2009)(Nasrullah, Muazzam,
ikatan pernikahan yang dilakukan oleh usia Bhutta, & Raj, 2014)).
kurang dari 20 tahun (Sixtrianti, 2015). Pernikahan dini disebabkan beberapa
Menurut (Irmayanti, 2019) pernikahan dini faktor yaitu ekonomi, pendidikan, orang
yaitu pernikahan yang perlu pandangan tua, media masa, adat/budaya, keinginan
lebih lanjut serta memperhatikan, sendiri, kehamilan tidak diinginkan
menetapkan aturan yang jelas dan cara ((Hotnatalia, 2013). Dampak pernikahan
untuk mengatasi pernikahan dengan dini menurut (Djamilah, 2014) diantaranya
pasangan yang salah satu atau keduanya dampak ekonomi, sosial, psikologis,
berusia remaja. Umumnya, pernikahan dini kesehatan meningkatnya angka perceraian.
lebih banyak terjadi pada anak perempuan Pernikahan dini di masyarakat pada budaya
yaitu tiga kali lebih banyak dari laki-laki sunda masih banyak terjadi karena banyak
(Hertika, Sulistyorini, & Wuryaningsih, yang menganggap perempuan yang sudah
2017). Pernikahan dini pada anak menstruasi siap untuk dinikahkan serta
perempuan adalah pernikahan yang menjalani kehidupan rumah tangga
melanggar HAM yang haknya dijamin (Mahendra, Solehati, & Ramdhanie, 2019).
METODE
Racangan penelitian ini adalah Instrumen yang digunakan dalam
deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalahinstrumen yang telah
penelitian ini adalah orang tua yang dimodifikasi dan diuji kembali oleh Olga
menikahkan anak perempuan <21 tahun Sandrela Mahendra (Mahendra, Solehati, &
dan laki-laki <25 tahun sebanyak 40 orang Ramdhanie, 2019) dengan hasil uji
karena 7 orang sudah tidak tinggal di Desa validitas setiap item pertanyaannya yaitu
Pasawahan Sampel dalam penelitian ini 0.514-0.849 dengan r tabel 0.4227 dan uji
diambil dengan teknik total sampling reliabilitas sebesar yaitu 0.951 dengan r
dengan jumlah 40 orang. tabel 0.4227. Analisa data yang digunakan
Karakteristik Responden F %
Laki-laki 21 52,5
Jenis Kelamin
Perempuan 19 47,5
26-35 Tahun 1 2,5
36-45 Tahun 22 55
Usia
46-55 Tahun 13 32,5
56-65 Tahun 4 10
Agama Islam 40 100
SD 30 75
Pendidikan
SMP 5 12,5
Terakhir
SMA 5 12,5
Ibu Rumah Tangga 15 37,5
Buruh 18 45
Pedagang 3 7,5
Pekerjaan
Jurnalis 1 2,5
Wiraswasta 2 5
Petani 1 2,5
0 15 37,5
Penghasilan >Rp.1.800.000 12 30
<Rp.1.800.000 13 32,5
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Dukungan Budaya Responden
Terhadap Pernikahan Dini (n=40)
Budaya F %
Mendukung 24 60
Tidak Mendukung 16 40
Berdasarkan 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (60%) memiliki budaya
mendukung terhadap pernikahan dini.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Dukungan Unsur-unsur Budaya Responden
Terhadap Pernikahan Dini (n=40)
Unsur-unsur Budaya F %
Sistem Kepercayaan
Mendukung 24 60
Tidak Mendukung 16 40
Sistem Pengetahuan
Mendukung 37 92,5
Tidak Mendukung 3 7,5
Sistem kekerabatan
Mendukung 7 17,5
Tidak Mendukung 35 82,5
Sistem Tekhnologi
Mendukung 27 67,5
Tidak Mendukung 13 32,5
Sistem Ekonomi
Mendukung 26 65
Tidak Mendukung 14 35
Sistem Kesenian
Mendukung 33 82,5
Tidak Mendukung 7 17,5
Sistem bahasa
Mendukung 22 55
Tidak Mendukung 18 45
(2018), semakin tinggi tingkat pendidikan responden memiliki nilai kepercayaan yang
seorang perempuan maka dapat semakin mendukung terhadap pernikahan dini. Hal
meninggalkan budaya kawin anom tersebutsesuai dengan penelitian yang
(pernikahan dini). Hasil penelitian di menjelaskan bahwa adat istiadat yang
Sulawesi, perempuan dengan tingkat diyakini oleh masyarakat dan dianggap
pendidikan formal yang lebih tinggi (SMA sebagai pedoman dalam hidupnya terlihat
dan Universitas) memiliki >3 kali pada masih banyaknya masyarakat yang
kesempatan untuk menunda menikah mengaggap anak perempuan tidak perlu
karena cenderung lebih menghargai karier melanjutkan sekolah dan berpendidikan
dan kemandirian serta memberikan tinggi karena anak perempuan hakekatnya
informasi yang tepat terkait pernikahan akan kembali ke dapur dan merawat suami
pada orang tuanya daripada tingkat serta anaknya. Selain itu, orang tua merasa
pendidikan formalnya lebih rendah (SD takut jika anaknya belum menikah di usia
dan SMP) (Mappigau, Nursyamsi, 18 tahun atau 20 tahun akan dianggap
Ambodalle, & Machmud, 2017). Selain itu sebagai perawan tua sehingga menjadi aib
menurut Munawwaroh (2018), rendahnya keluarga dan bila diusia sekitar 14-16 tahun
pendidikan remaja maupun orang tua dapat perempuan menolak lamaran pria maka dia
mempengaruhi pola pikir masyarakat. akan menjadi tidak laku atau perawan tua
Masyarakat yang berpendidikan tinggi karena pernah menolak lamaran menikah
akan berpikir dua kali untuk menikah di (Meiandayati, Nirmala, Didah, & Susanti,
usia remaja sedangkan masyarakat yang 2018). Menurut Mia (2015), menyatakan
berpendidikan rendah akan mengutamakan masyarakat masih memiliki pemahaman
pernikahan karena dengan menikah maka melakukan perjodohan. Anak yang telah
anak remaja mereka dapat mengisi kegiatan dijodohkan ataupun tidak dijodohkan oleh
sehari-harinya serta agar dapat memenuhi orang tuanya harus segera dinikahkan dan
kebutuhan hidup mereka dengan berkeluarga setelah mengalami masa
pasangannya. menstruasi (baligh). Perempuan yang
Pernikahan dini di Garut yang masih melajang saat usianya 18 tahun
disebabkan oleh faktor budaya yang perlu disebut sebagai Problem Toah (perempuan
dicegah dengan melakukan upaya-upaya yang terlambat menikah). Anak harus patuh
pencegahan pernikahan dini. Selain itu, untuk menerima pilihan yang dijodohkan
menurut tokoh masyarakat yang di orang tuanya meskipun tidak tahu calon
wawancara dalam studi pendahuluan suaminya tersebut karena anak akan
bahwa dia tidak pernah mendapatkan berdosa jika mereka tidak menghormati,
pendidikan kesehatan terkait pernikahan tidak mendengarkan nasihat atau melukai
dini. Maka dari itu, dibutuhkan peran serta perasaan orang tua. Penolakan perjodohan
dari petugas kesehatan termasuk perawat, dari orang tua tersebut dianggap sebagai hal
tokoh masyarakat dan pemerintah untuk yang memalukan dan menyakiti perasaan
melakukan pencegahan pernikahan dini pria menyebabkan kebencian, permusuhan
dengan memberikan pendidikan kesehatan dan ketidakharmonisan persaudaraan
kepada orang tua maupun remaja. Hal (Puspitasari, Nurhaeni, & Muktiyo, 2019).
tersebut berbeda dengan penelitian Berdasarkan variabel sistem
(Qibtiyah, 2014) yang menyatakan bahwa pengetahuan terhadap pernikahan dini
faktor budaya tidak berpengaruh pada menunjukkan bahwa sebagian besar
pernikahan dini terjadi, melainkan faktor responden memiliki nilai pengetahuan yang
lain yaitu faktor sosial dan pendidikan. Hal mendukung terhadap pernikahan dini. Hal
tersebut dikarenakan pada penelitian ini tersebut sesuai dengan penelitian
pernikahan dini lebih banyak disebabkan Wadjaudje et al., (2019) yang menyatakan
oleh faktor ekonomi dari orang tua, bahwa pengetahuan dan pengalaman orang
pekerjaan ataupun penghasilan orang tua. tua menyebabkan persepsi yang
Berdasarkan variabel sistem mendukung terhadap pernikahan dini.
kepercayaan terhadap pernikahan dini Ketika orang tua tidak memiliki
menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan tentang dampak pernikahan
dini maka orang tua akan tetap menjadikan setuju atau tidak karena dapat diyakini
pernikahan dini sebagai hal yang biasa dapat memperkuat persaudaraan. Dalam
terjadi di masyarakat. Berbeda dengan bahasa jawa hal ini disebut Ben bedhone
orang tua yang memahami dampak dari gak ilang atau tidak jatuh ke tangan orang
pernikahan dini yang tidak akan lain (Puspitasari, Nurhaeni, & Muktiyo,
membiarkan anaknya beresiko mengalami 2019). Sistem kekerabatan ini meliputi unit
masalah kesehatan yang diakibatkan dari sosial berupa keluarga yang memiliki
pernikahan dini. Penelitian lain juga hubungan darah atau pernikahan yang
menyatakan pengetahuan yang kurang dari terdiri dari ayah, ibu, anak, kakak dan
keluarga remaja menyebabkan orang tua lainnya (Mubarak, 2009). Selain itu,
menganggap perempuan hanya perlu banyaknya jumlah anggota dalam keluarga
memikirkan pekerjaan rumah tangga, menjadi salah satu penyebab terjadinya
kepatuhan serta sikap yang baik untuk pernikahan dini. Kemungkinan orang tua
menjadi isteri sekaligus ibu sehingga hal menikahkan anaknya lebih besar daripada
tersebut mempengaruhi remaja serta keluarga dengan jumlah anggota keluarga
mengikuti hal tersebut. Pengaruh orang tua yang banyak dengan tujuan untuk
sangat kuat dalam membentuk self concept mengurangi beban ekonomi keluarga
saat remaja memasuki kehidupan dewasa (Stang, 2011).
termasuk dalam menentuan pilihan hidup Berdasarkan variabel sistem
(Meiandayati, Nirmala, Didah, & Susanti, teknologi terhadap pernikahan dini
2018). Selain itu, di masyarakat anak menunjukkan bahwa sebagian besar
perempuan tidak diharuskan untuk sekolah responden memiliki nilai teknologi yang
dan berpendidikan tinggi karena pada mendukung terhadap pernikahan dini. Hal
akhirnya harus kembali pada kodratnya tersebut sesuai dengan penelitian yang
menjadi ibu rumah tangga serta mengurus menjelaskan bahwa banyaknya situs
keluarga tanpa memerlukan pendidikan pornografi dan adegan yang tidak layak
yang tinggi (Eka Wulandari, Sarita, & dilihat di media massa meliputi media
Feryani, 2019). Remaja menerima elektronik, cetak, dan internet terutama
keputusan pernikahan yang ditentukan oleh media sosial yangmenyebabkan remaja
orang tuanya dikarenakan merasa tidak bisa menjadi “permisif society” yaitu pemikiran
mengambil keputusan sendiri. Remaja untuk perilaku menyimpang dan
didukung untuk berhenti sekolah oleh menganggapnya sebagai sesuatu yang
orang tuanya sebagai solusi dalam wajar (Alfiyah, 2010). Setelah remaja
menyelesaikan masalah lalu dianjurkan melihat gambar atau video porno maka
untuk menikah (Montazeri, Gharacheh, remaja akan ingin mencobanya karena rasa
Mohammadi, Alaghband Rad, & Eftekhar keingintahuannya yang dapat
Ardabili, 2016). Berdasarkan hasil mengakibatkan kehamilan diluar nikah
penelitan Pohan N.H (2017), di Kabupaten (KTD) pada remaja putri. Hal tersebut
Labuhanbatu Utara Sumatera Utara, anak karena kurangnya pemantauan dari orang
perempuan yang memiliki kurang tua dan kurangnya pengetahuan remaja
pengetahuan beresiko 6 kali menikah dini putri mengenai seks pra nikah(Pohan N.H,
daripada yang berpengetahuan baik. 2017). Selain itu, perkembangan teknologi
Berdasarkan variabel sistem informasi dan komunikasi (seperti internet)
kekerabatan terhadap pernikahan dini juga dapat berdampak buruk pada remaja
menunjukkan bahwa sebagian kecil seperti banyaknya tindakan pelecehan
responden memiliki nilai kekerabatan yang seksual serta pergaulan bebas pada remaja
mendukung terhadap pernikahan dini. Hal karena penyalaahgunaan internet (Rambe,
tersebut tidak sesuai dengan penelitian 2018).
yang menjelaskan bahwa orang tua akan Berdasarkan variabel sistem
senang dan merasa untung untuk ekonomi terhadap pernikahan dini
menjodohkan putrinya dengan seorang pria menunjukkan bahwa sebagian besar
yang masih memiliki ikatan darah yang responden memiliki nilai ekonomi yang
sama dan tidak peduli apakah anaknya mendukung terhadap pernikahan dini. Hal
Http://Ejournal3.Undip.Ac.Id/Index.P 415324.004
hp/Jkm Supriadin, J. Penyebab Pernikahan Dini
Septialti, D., Mawarni, A., Nugroho, D., & Marak Di Garut. Diakses Pada 3
Dharmawan, Y. (2017). Hubungan Oktober 2019, Dari
Pengetahuan Responden Dan Faktor Https://Www.Liputan6.Com/Regional
Demografi Dengan Pernikahan Usia /Read/3521194/Penyebab-
Dini Di Kecamatan Banyumanik Pernikahan-Dini-Marak-Di-Garut. ,
Tahun 2016. 5, 198–206. (2018).
Shufiyah, F. (2017). Pernikahan Dini Suyono, S. (2018). Kredibilitas Pemuka
Menurut Hadis Dan Dampaknya. Pendapat Dalam Tradisi Pernikahan
Sixtrianti, M. (2015). Tinjauan Yuridis Di Bawah Umur (Pernikahan Dini) Di
Terhadap Perkawinan Di Bawah Madura. Mediakom, 1(2), 192–211.
Umur Berdasarkan Undang-Undang Https://Doi.Org/10.32528/Mdk.V1i2.
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang 1578
Perkawinan Jo Undang-Undang Wadjaudje, N. I. P., Habibah, N.,
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Rahayuwati, L., & Solehati, T. (2019).
Perlindungan Anak. Ii(57), 1–14. The Socio-Cultural Environment,
Stang, E. M. (2011). Faktor Yang Parental Perception, Adolescent
Berhubungan Dengan Pernikahan Knowledge, And Attitude Toward
Dini Di Kelurahan Pangli Kecamatan Early-Age Marriage Decision. Journal
Sesean Kabupaten Toraja Utara. Of Maternity Care And Reproductive
Journal Of Chemical Information And Health, 2(3), 195–201.
Modeling, 53(9), 1689–1699. Https://Doi.Org/10.36780/Jmcrh.V2i3
Https://Doi.Org/10.1017/Cbo9781107 .98