Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMAKOLOGI PADA PASIEN DENGAN

MASALAH MUSKOLOSKELETAL DAN INTEGUMEN

Dosen Pengampu :

Ns. Dini Rudini,S.kep.,M.kep

Disusun Oleh :

Dwita Rahmadani Passela G1B120035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya, sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Makalah tentang
“Farmakologi pada Pasien dengan Masalah Muskuloskeletal dan Intergumen” dengan baik dan
tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns.Dinni
Rudini,S.kep.,M.kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medical Bedah III ini.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga Makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas
bagi siapa saja yang membaca makalah ini.

Jambi, 25 Agustus 2022

Penyusun

Dwita Rahmadani Passela


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................4

1.3 Tujuan..........................................................................................................................4

1.4 Manfaat........................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................6

2.1. Farmakologi Gangguan Muskulokeletal ....................................................................6

2.2. Farmakologi Gangguan Integumen ............................................................................11

BAB III PENUTUP .........................................................................................................15

3.1. Kesimpulan.................................................................................................................15

3.2. Saran...........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................16


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang berperan dalam menunjang, melindungi dan
menggerakan tubuh. Rangka merupakan bingkai bagi struktur tubuh dan melindungi
organ internal yang rentan dari kerusakan. Otot dengan bantuan sendi, ligament dan
tendon memungkinkan tulang bergerak. Sistem ini terdiri atas 206 tulang, yang
merupakan penyokong gerakan tubuh dan melindungi organ internal, tendon dan
ligament, yang menghubungkan tulang dengan otot (Risnanto & Insani, 2014). Gangguan
muskuloskeletal diantaranya fraktur, dislokasi, sprain, strain dan sindrom compartemen.
Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing-masing manusia
dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal
muskuloskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya
otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh, fungsi tulang dapat terganggu karena
mengalami fraktur (Lindgren dkk, 2010).
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh yang membungkus otot-otot dan organ-organ
dalam tubuh manusia dan kulit juga merupakan organ terluar yang terdapat pada seluruh
pemukaan tubuh. Oleh karena itu, kulit akan tersentuh oleh lingkungan eksternal dan
merupakan pertahanan terdepan begi tubuh. Kulit yang paling pertama terpengaruh oleh
perubahan-perubahan lingkungan. Perubahan pada kulit dapat terjadi karena perubahan
lingkungan, gangguan sistemik, dan gangguan dari kulit (integumen) itu sendiri (Brunner
& Suddarth, 2012)
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apa saja farmakologi pada Sistem Muskuloskeletal ?
2) Apa saja farmakologi pada Sistem Integumen ?

C. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembelajaran Mahasiswa/I dapat memberikan pengetahun atau
wawasan kepada masyarakat tentang Farmakologi atau Pengobatan pada Sistem
Muskuloskeletal dan Sistem Integumen, serta Mahasiswa/I dapat mengetahui tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan muskuloskeletal dan integumen
yang baik dan benar
2) Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Farmakologi Sistem Muskuloskeletal
b. Untuk Mengetahui Farmakologi Sistem Integumen

D. MANFAAT
a. Diharapakan Mahasiswa/I keperawatan dapat memahami dan menambah
b. wawasannya tentang farmakologi atau pengobatan pada pasien dengan
c. masalah Muskulokeletal dan Integumen.
BAB II

TINJAUAH PUSTAKA

A. FARMAKOLOGI PADA PASIEN DENGAN MASALAH MUSKULOSKELETAL


1. Pengobatan
Melihat penyebab dan tingkat keparahan dari rasa sakit, ada berbagai pengobatan
untuk gangguan muskuloskeletal. Untuk nyeri ringan bisa mendapatkan obat pereda
nyeri yang dijual bebas, seperti ibuprofen atau paracetamol. Obat-obatan seperti obat
anti-inflamasi (NSAID) dapat digunakan untuk mengobati peradangan dan nyeri.
Untuk sakit yang lebih parah, mungkin perlu penghilang rasa sakit yang lebih kuat
yang akan memerlukan resep dari dokter. Untuk nyeri yang berhubungan dengan
pekerjaan, terapi fisik dapat membantu menghindari kerusakan lebih lanjut dan
mengontrol rasa sakit. Terapi manual, atau mobilisasi, dapat digunakan untuk
mengobati masalah dengan keselarasan tulang belakang. Pengobatan lain mungkin
termasuk:
1. Teknik relaksasi.
2. Suntikan dengan obat anestesi atau anti-inflamasi.
3. Penguatan otot dan latihan peregangan.
4. Perawatan chiropractic.
5. Terapi pijat.

Bagaimana cara mengontrol gangguan muskuloskeletal, yaitu dengan mengontrol


gangguan muskuloskeletal dengan mengelola faktor risiko Anda dan mencegah
cedera. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu:
1. Letakkan benda yang sering digunakan dekat dengan Anda dan mudah diraih
untuk menghindari peregangan berlebih pada lengan Anda.
2. Gunakan mesin pembantu sebisa mungkin, seperti menggunakan troli dan
bukan menjinjing tas belanja jika memang belanjaan Anda banyak, atau
menggunakan alatalat listrik bukan alat-alat tangan.
3. Menggunakan desain alat yang berbeda yang menurunkan kekuatan dan
mudah digenggam.
4. Beristirahat singkat saat melakukan kegiatan yang berulang, atau dalam
jangka panjang. 5. Jika Anda perlu duduk untuk waktu yang lama, gunakan
kursi yang empuk.
5. Mengatur meja kerja Anda secara efektif, seperti menempatkan pulpen dan
telepon di sebelah kiri atau kanan tergantung pada posisi tangan.
6. Pertimbangkan menggunakan head set untuk ponsel jika Anda sering
membuat panggilan telepon.
7. Batasi mengangkat beban yang berat. Sistem muscuskeletal penting terkait
fungsi lokomotorik / gerak anggota badan.

Secara fisiologis, sistem musculoskeletal membutuhkan zat / nutrisi untuk


menjalankan metabolismenya dan mengalami proses metabolisme dan melakukan
adaptasi sel / jaringan terhadap apapun aksi yang mempengaruhinya. Ada kalanya
akibat aksi-reaksi tersebut sistem musculoskeletal membutuhkan terapi menggunakan
obat-obatan. Tujuan utama dari program pengobatan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien.
3. Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.

Obat (yang biasa digunakan) pada sistem muskuloskeletal antara lain Vitamin,
Mineral, Analgetik, Antiinflamasi, Antibiotik, Antineoplastik (sitostatika).

1. Penguat tulang
a. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk
berbagai reaksi metabolisme dan mempertahankan kesehatan. Sumber bahan
makanan dan obat. Vitamin yang dibutuhkan adalah vitamin A, D, E, K.
Vitamin D
1) Sumber : minyak ikan, ragi, jamurdan provitamin D yang disintesa kulit
oleh sinar ultraviolet sinar matahari (terutama pagi hari) diubah menjadi
Vit D.
2) Fungsi : pengatur kalsium dan fosfat plasma serta mempertahankan fungsi
neuromuscular.
3) Jika defisiensi dapat terjadi gangguan pertumbuhan tulang : penyakit
Rakhitis (pada anak / bayi) dan osteomalasia (pada dewasa).

b. Mineral
1) Tubuh membutuhkan 13 unsur penyusun dan pendukung metabolisme
berupa : 7 dalam jumlah banyak dan 6 “trace elements” ( Fe, Cu, Mn, I,
Co, Zn ).
2) Ca (kalsium) dan P (fosfor) merupakan mineral terbanyak pada tulang ,
Sumber : susu, telur Dipengaruhi oleh vitamin D. Penyimpanan : tulang .
Pengaturan metabolismenya oleh hormon paratiroid.
3) Kalsium dan suplemen vitamin D bermanfaat mengurangi risiko patah
tulang pangkal paha. Usahakan mengonsumsi kalsium sebagai berikut:
Konsumsi kalsium:

i. 600 IU atau 15 mikrogram untuk orang dewasa di atas 20 tahun.


ii. 800 IU atau 20 mikrogram untuk manula di atas 70 tahun.
iii. Untuk mencegah keretakan tulang atau pengobatan osteoporosis,
Anda memerlukan dosis kalsium sebanyak 1,2 gram per hari dan
vitamin D sebanyak 20 mikrogram.

4) Bisphosphonate
Obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan ini
biasa diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan. Bisphosphonate bekerja
dengan memperlambat laju sel-sel yang meluruhkan tulang (osteoclast).
Ada beberapa bisphosphonate berbeda seperti alendronate, etidronate,
ibandronate, risedronate, dan asam zolendronic.

5) Strontium ranelate
Strontium ranelate dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang dilarutkan dalam
air. Obat ini bisa menjadi alternatif jika penggunaan bisphosphonate dirasa
tidak cocok. Strontium ranelate memicu sel-sel yang membentuk jaringan
tulang yang baru (osteoblasts) dan menekan kinerja sel-sel peluruh tulang.

c. Obat-obatan yang Bersifat Hormon


1) Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi
risiko retak, terutama pada tulang punggung. Satu-satunya bentuk SERMs
yang tersedia untuk pengobatan osteoporosis adalah raloxifene, garam
hidroklorida. Raloxifene dikonsumsi tiap hari dalam bentuk tablet.

2. Penetral zat
a. Obat urikosonik
1) Probenesid

Obat yang membantu pengeluaran asam urat lewat urine Alopurinol,


menurunkan hiperurisemia dan membantu menghambat produksi asam
urat. obat ini hanya untuk diminum pada saat serangan nyeri sudah
mereda. Jika diminum pada saat serangan asam urat terjadi, dikhawatirkan
akan menyebabkan kristal asam urat justru akan menyebar ke jaringan
tubuh lainnya
2) Obat anti-rematik modifikasi-penyakit (DMARDs)
DMARDs (diseas-modifying anti-rheumatic drugs) adalah perawatan
tahap awal yang diberikan untuk menghambat dan meredakan gejala
rheumatoid arthritis, serta mencegah kerusakan permanen pada persendian
dan jaringan lainnya. Kerusakan pada ligamen, tulang, dan tendon akibat
efek sistem kekebalan tubuh saat menyerang persendian dapat dihambat
oleh DMARDs. Beberapa DMARDs yang bisa digunakan adalah :
i. Hydroxychloroquine
ii. Methotrexate
iii. Sulfasalazine
iv. Leflunomide

3. Analgetik
Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa meghalangi kesadaran. Antipiretik adalah zat-zat
yg dapat mengurangi suhu tubuh. Obat analgetik antipiretik serta Obat Anti
Inflamasi non Steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang
heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Obat-obat ini
ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Untuk mengatasi rasa nyeri, pasien memerlukan obat antinyeri yang cukup
kuat. Pereda nyeri sekelas parasetamol biasanya tidak cukup kuat untuk
melawan nyeri akibat asam urat. Karena cara kerjanya hanya meredakan nyeri
dan radang, obat kelompok ini sama sekali tidak berurusan dengan kristal
asam uratnya. Dan karena khasiatnya meredakan nyeri, obat-obat ini biasa
juga diresepkan untuk rematik jenis lain. Beberapa obat yang sering diberikan
untuk mengurangi nyeri :
a. Diklofenak
b. Piroksikam
c. Meloksikam
d. Ketoprofen
e. Tinoridin
f. Ibuprofen
g. Naproxen
h. Diclofenac

4. Antiinflamasi
Antiinflamasi adalah obat atau zat-zat yang dapat mengobati peradangan atau
pembengkakan. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).
a. Kolkisin, untuk menghentikan serangan akut yang diberikan setiap jam
pada awal serangan nyeri hebat hilang. Obat ini bukan golongan
pereda nyeri melainkan antiradang. Termasuk obat “sangat keras”
karena punya banyak efek buruk misalnya muntah dan diare. Batas
keamanannya juga sangat sempit, kelebihan dosis sedikit saja bisa
berefek fatal. Karena itu, gunakan hanya sesuai petunjuk dokter.
Contoh merek dagang: Recolfar®.
b. Turunan asam salisilat : Aspirin, salisilamid,diflunisal.
c. Turunan 5-pirazolidin : Fenilbutazon, Oksifenbutazon.
d. Turunan asam N-antranilat : Asam mefenamat, Asam flufenamat
e. Turunan asam arilasetat : Natrium diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen.
f. Turunan heteroarilasetat : Indometasin.
g. Turunan oksikam : Peroksikam, Tenoksikam.

Obat anti inflmasi steroid contohnya adalah Kortikosteroid. Untuk


menghilangkan radang, dokter mungkin akan meresepkan kortikosteroid
seperti prednisolon, deksametason, dsb. Obat ini memiliki banyak efek
samping. Karena itu pastikan Anda mengonsumsinya sesuai dengan petunjuk
dokter.

5. Antibiotika
Segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika
khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi. Antibiotika bekerja
seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme,
hanya saja targetnya adalah bakteri. Berbeda dengan desinfektan, desifektan
membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi
kuman untuk hidup. Klasifikasi Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :
a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin,
Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;
b. Inhibitor transkripsi & replikasi, mencakup golongan Quinolone, misal:
rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
c. Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari
golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya
gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline,
oxytetracycline;
d. Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
e. Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,
misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
f. Antimetabolit, misalnya passerine.
Pemberian AB :
a. Dosis : kadar obat di tempat infeksi harus melampaui MIC kuman. Untuk
mencapai kadar puncak obat dalam darah, kalau perlu dengan loading
dose (ganda) dan dimulai dengan injeksi kemudian diteruskan obat oral.
b. Frekuensi pemberian : tergantung waktu paruh (t½) obat. Bila t½ pendek,
maka frekuensi pemberiannya sering.
c. Lama terapi : harus cukup panjang untuk menjamin semua kuman telah
mati & menghindari kekambuhan. Lazimnya terapi diteruskan 2-3 hari
setelah gejala penyakit lenyap.

6. Antineoplastik (sitostatika /kemoterapi)


Kemoterapi (Eng: chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia untuk
perawatan penyakit. Dalam penggunaan modern, istilah ini hampir merujuk
secara khusus kepada obat sitostatik yang digunakan untuk melawan kanker
(antineoplastik). Kemoterapi untuk kanker.
a. Biasanya kemoterapi berupa kombinasi dari obat yang bekerja ersama
khususnya untuk membunuh sel kanker. Mengkombinasikan obat yang
memiliki mekanisme aksi yang berbeda saat di dalam sel dapat
meningkatkan pengrusakan dari sel kanker & mungkin dapat menurunkan
resiko perkembangan kanker yang resisten terhadap salah satu jenis obat.
b. Prinsip antikanker : Membunuh sel yang sedang dalam proses membelah
diri.
c. Klasifikasi Obat Antikanker :
i. Alkilasi polifungsional, contoh : busulfan, cyclophosphamide,
mecchlorethamine, melphalan, thiotepa.
ii. Antimetabolit, contoh : azazitidine, cytarabine, fluorouracil,
mercaptopurine, methotrexate, thioguanine
iii. Alkaloid tanaman, contoh : vincristine, vinblastine, paclitaxel
iv. Antibiotik, contoh : dactinomycin, daunorubicin, doxorubicin,
licamycin, mitomycin
v. Agen hormonal
vi. Lain-lain: asparaginase, hydroxyurea, mitoxantrone

B. FARMAKOLOGI PADA PASIEN DENGAN MASALAH INTEGUMEN


1. DERMATITIS

a. Steroid Topikal
Steroid topikal merupakan terapi pilihan utama untuk DA. Bahan dasar salep lebih
disukai terutama pada lingkungan yang kering. Steroid topikal yang dapat dapat
digunakan adalah:

1) Hidrokortison 1%, diaplikasikan 2 kali sehari pada lesi di area wajah dan lipatan
2) Triamsinolon dan betamethasone valerate (steroid potensi sedang), diaplikasikan
2 kali sehari pada lesi di seluruh tubuh, hindari area wajah dan lipatan
3) Regimen bubuk hidrokortison 1.25% dalam acid mantle, digunakan tipis-tipis
sebagai pelembab untuk terapi pemeliharaan, dinilai efektif dan aman untuk
digunakan dalam periode bulan

Steroid dihentikan saat lesi menghilang, dan diberikan kembali jika lesi baru muncul.
Pada sebuah penelitian oleh Heck et al, dikatakan bahwa penggunaan kortikosteroid
topikal untuk DA di area kelopak mata dan daerah periorbital aman, tetapi harus
memperhatikan efek samping glaukoma dan katarak.

b. Calcineurin Inhibitor Topikal

Calcineurin inhibitor merupakan terapi imunomodulator yang saat ini digunakan


sebagai terapi lini kedua DA. Regimen ini berfokus pada pengurangan gejala dengan
mengendalikan peradangan kulit yang tidak berhasil dengan kortikosteroid topikal.
Pilihan regimen ini adalah:

1) Salep takrolimus 0,03% yang sudah disetujui sebagai terapi berkala untuk DA
sedang hingga berat pada anak usia 2 tahun ke atas
2) Salep takrolimus 0,1% pada pasien dewasa
3) Krim pimekrolimus 1% dapat digunakan sebagai terapi DA ringan hingga sedang
pada pasien anak usia 2 tahun ke atas
c. Takrolimus dan pimekrolimus dapat diberikan dengan cara dioleskan tipis sebanyak 2
kali sehari, dan digunakan sampai gejala DA hilang. Takrolimus terbukti aman dan
efektif untuk digunakan selama 4 tahun, sedangkan pimekrolimus sampai 2
tahun. Terapi imunomodulator untuk DA ini harus dikembangkan untuk mencapai
remisi klinis bebas pengobatan jangka panjang, dengan induksi toleransi imun.

d. Interleukin Inhibitor Subkutan


Interleukin inhibitor merupakan terapi DA terbaru yang bertujuan agar pasien bebas
pengobatan jangka panjang. Terapi DA yang ditargetkan ini berdasarkan pemahaman
yang lebih baik tentang patofisiologinya. Beberapa pengobatan interleukin inhibitor
yang dipublikasikan telah pada fase II dan III adalah dupilumab, tralokinumab,
lebrikizumab, nemolizumab, antibodi anti-OX40, baricitinib, abrocitinib, dan
upadacitinib.[4,17,21]

e. Dupilumab

Merupakan antibodi monoklonal yang menghambat pensinyalan IL-4 dan IL-3. Pada
Maret 2017, FDA sudah menyetujui penggunaan Dupilumab pada pasien dewasa
dengan DA sedang hingga berat yang tidak dapat dikontrol dengan terapi topikal yang
umum digunakan. Dupilumab diberikan dalam dosis 600 mg secara subkutan,
kemudian dilanjutkan 1 minggu setelahnya dengan dosis 300 mg secara subkutan.

2. SELULLITIS

a. Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditargetkan pada organisme penyebab infeksi. Beberapa


antibiotiknya adalah sebagai berikut :

1) Ampicillin/sulbactam
2) Imipenem/cilastatin, meropenem
3) Ticarcillin/clavulanate
4) Penicillin G + Clindamycin untuk Toxic Shock Syndrome
5) Fluoxacillin
6) Penicillin G atau Ampicillin + Gentamicin atau Streptomycin
7) Nafcillin (atau oxacillin)
8) - Vancomycin (pada mikroba yang resisten methicillin)
9) Linezolid, daptomycin
10) Fluoxacillin
11) Penicillin F + klindamisin

3. HERPES

Berikut tiga pilihan antivirus utama yang digunakan dalam pengobatan herpes kulit:

a. Acyclovir
Acyclovir termasuk obat herpes kulit yang pertama kali diproduksi dalam bentuk
salep dan saat ini lebih banyak yang berbentuk pil. Obat antivirus ini sudah
digunakan sejak tahun 1982. Obat ini bekerja dengan meringankan keparahan
gejala dan mengurangi durasi kemunculan penyakit. Dengan begitu, lenting atau
luka herpes lebih cepat sembuh dan mengurangi risiko terbentuknya luka baru.
Obat ini juga bisa membantu mengurangi rasa sakit setelah luka sembuh dan
membaik. Untuk acyclovir oles, efek samping yang biasa dirasakan yaitu rasa
terbakar saat memakainya.

b. Valacyclovir

Obat herpes yang satu ini merupakan terobosan yang lebih baru. Valacyclovir
sebenarnya menggunakan acyclovir sebagai bahan aktifnya. Namun, obat ini
menjadikan acyclovir lebih efisien sehingga tubuh bisa jadi menyerap sebagian
besar kandungan obat. Salah satu keunggulan pengobatan herpes dengan
valacyclovir dibanding acyclovir adalah obat ini bisa diminum siang hari tanpa
menimbulkan efek samping sakit kepala. Sama seperti acyclovir, obat ini
membantu meringankan keparahan gejala herpes. Selain itu, valacyclovir juga
membuat lenting herpes menjadi lebih cepat sembuh sehingga risiko munculnya
lenting baru pun berkurang. Mual, sakit perut, sakit kepala, dan pusing bisa
muncul sebagai efek samping obat valacyclovir, tetapi jarang terjadi.

c. Famciclovir

Famciclovir menggunakan penciclovir sebagai bahan aktifnya. Seperti


valacyclovir, obat herpes ini juga bertahan lebih lama jika sudah berada di dalam
tubuh. Meski begitu, obat ini hanya dikonsumsi dalam waktu tertentu dan tidak
boleh terlalu sering. Obat yang satu ini membantu mencegah virus herpes
simpleks bereplikasi menjadi semakin banyak. Maka dari itu, pengobatan ini
efektif untuk menyembuhkan herpes oral dan genital.Disamping itu, famciclovir
juga bisa membantu mengurangi keparahan dan meredakan gejala. Sakit kepala,
mual, dan diare adalah efek samping paling sering muncul dari pengobatan herpes
ini. Namun, gejalanya biasanya ringan sehingga tak sampai mengganggu
aktivitas.

4. SYNDROME STEVEN JHONSON


a. Obat asam urat, seperti allopurinol
b. Obat pereda nyeri, seperti acetaminophen (Tylenol, lainnya), ibuprofen (Advil,
Motrin IB, lainnya) dan naproxen sodium (Aleve)
c. Obat-obatan untuk melawan infeksi, seperti penicillin
d. Obat-obatan untuk mengatasi kejang atau gangguan jiwa (antikonvulsan dan
antipsikotik)
e. Terapi radiasi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ada beberapa obat yang bekerja pada sistem muskuloskeletal, obat (yang biasa
digunakan) pada sistem muskuloskeletal antara lain Vitamin, Mineral, Analgetik,
Antiinflamasi, Antibiotik, Antineoplastik (sitostatika).

Pada integumen, steroid topikal merupakan terapi pilihan utama untuk DA. Bahan dasar
salep lebih disukai terutama pada lingkungan yang kering. Calcineurin inhibitor
merupakan terapi imunomodulator yang saat ini digunakan sebagai terapi lini kedua DA.
Regimen ini berfokus pada pengurangan gejala dengan mengendalikan peradangan kulit
yang tidak berhasil dengan kortikosteroid topikal. krolimus dan pimekrolimus dapat
diberikan dengan cara dioleskan tipis sebanyak 2 kali sehari, dan digunakan sampai
gejala DA hilang. Takrolimus terbukti aman dan efektif untuk digunakan selama 4 tahun,
sedangkan pimekrolimus sampai 2 tahun. 

B. SARAN
1. Bagi pembaca
Diharapkan dengan adanya laporan ini, pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
dapat memahami menegenai pengobatan pada masalah muskuloskeletal dan integumen,
sehingga dapat dilakukan asuhan keperawatan yang benar.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dengan adanya laporan ini, petugas Kesehatan dapat memberikan asuhan
keperawatan dan dokumentasi keperawatan lebih akurat dan lengkap sesuai dengan
keadaan klien guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang farmakologi pada
pasien dengan
masalah muskuloskeletal dan integumen.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4,

EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai