Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT karena telah memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada kami sehingga makalah ini bias selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Anti Korupsi.
Kami ucapkan terimakasih banyak kepada ibu …. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Anti Korupsi serta seluruh pihak yang membantu dan mendukung dalam pembuatan makalah
ini khususnya kelompok 3.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari apa yang diharapkan dan memerlukan
banyak perbaikan untuk itu saran dan kritik yang membangaun sangat dibutuhkan untuk
kesempurnaan pembuatan makalah ini terutama pada tugas berikutnya yang kami harapkan.

Bekasi, 17 September 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku korupsi telah berlangsung ribuan tahun silam, dan korupsi merupakan perbuatan
yang dibenci dan dikutuk oleh banyak orang setiap generasi tanpa memandang bangsa, ras, dan
kepercayaan, bahkan Seorang Niccolo Machciavelli, menyamakan para pemegang tampuk
kekuasaan dan jabatan publik yang selalu menyalah gunakan kekuasaannya untuk melakukan tindak
korupsi sebagai orang-orang kriminal yang suka merampok dan kejahatan-kejahatan yang merusak
tatanan kenegaraan. Korupsi adalah salah satu dari sekian bannyak masalah besar yang sedang kita
hadapi sekarang ini. korupsi telah menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan disegala bidang.
Berbagai negara disegala penjuru dinai telah menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, di Eropa,
Afrika, Asia, Amerika. Tidak ada cara mudah dan jalan pintas untuk memberantas korupsi. Korupsi,
sampai tingkat tertentu akan selalu hadir ditengah-tengah kita korupsi saat ini telah mewabah dan
sistemik menjangkau segala pemerintahan. Korupsi bukan hannya soal pejabat publik yang
menyalahgunakan jabatannya, tetapi juga soal orang, setiap orang, yang menyalahgunakan
kedudukannya bila dengan demikian dapat memperoleh uang yang melimpah dengan cara mudah
dalam waktu singkat.

Walau ada banyak kemajuan di sektor lain dine geri ini, namun tetap saja korupsi menjadi
masalah terbesar bangsa saat ini, telah banyak keuangan negara yang bocor akibat dari korupsi baik
atas motif kesengajaan atau kelalaian dengan menguntungkan diri sendiri atau juga orang lain dan
coorporasi. Gagalnya pemberantasan korupsi selama ini sebabnya tidak saja kurangnya komitmen
stack holder, politik dan birokrat, termasuk juga lembaga pemberantas kosupsi utamanya lembaga
konvensional, namun juga minimnya moralitas yang dimiliki, keserakahan melanda banyak kalangan.
Dari pusat hingga daerah telah terjadi korupsi, para penegak hukum. Korupsi di negeri ini bagai
kangker dan benalu, ia melekat dan menyebar hampir di segala lini kekuasaan, dari pusat hingga
daerah, eksekutif, legislative, yudikatif, pebisnis lokal, nasional hingga internasional. Kangker korupsi
juga melibatkan banyak kalangan dari berbagai latar belakang pendidkan, dari tamatan SLTA, hingga
yang berpangkat guru besar. Sehingga tidak heran secara normatif bangsa ini telah menjadikan
korupsi sebagai musuh bersama, dengan menempatkannya sebagai kejahatan luar bisa
(extraordinary crime). Kian hari memuculkan istilah-istilah yang relative baru seperti ada korupsi
berjamaah, mafia hukum, mafia peradilan, mafia politik. Korupsi terjadi disebabkan oleh banyak
faktor, mulai dari desain konstitusi atau ketatanegaraan yang membuka peluang melahirkan regulasi
yang korup, komitmen pemimpin kekuasaan, rekruitmen politik yang buruk, keserakahan, moral
para penegak hukum, benturan antara lembaga. Masalah korupsi juga berkaitan erat dengan
kompleksitas masalah lainnya, antara lain masalah sikap, mental/moral, pola/sikap hidup dan
budaya sosial, kebutuhan/tuntutan ekonomi, struktur/budaya politik, peluang yang ada di dalam
memkanisme pembangunan atau kelemahan birokrasi di bidang pelayanan umum. Busro Muqoddas
menyatakan Korupsi di negeri ini melibatkan bianyak aktor mulai dari birokrat pusat dan darah,
pebisnis nasional-internasional, politisi pusat-daerah, calo kasus, calo anggaran, penegak hukum,
cukong proyek dan cukong politik.

Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia telah diatur dalam hukum positif yaitu
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
undang-undang tersebut terdapat sanksi pidana yang penerapannya dilakukan secara kumulatif.

Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya
penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa
diharapkan lebih di fokuskan pada upaya pencegahan korupsi dangan ikut membangun budaya anti
kerupsi di Masyarakat. Mahasiswa di harapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor
penggerak Gerakan anti korupsi di Masyarakat. Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh
dengan berbagai cara antara lain kegiatan sosialisasi, kampanye atau perkuliahan

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Korupsi ?


2. Apa ciri dan Jenis Korupsi?
3. Bagaimanakah Korupsi dalam berbagai perspektif

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi
2. Untuk mengetahui ciri – ciri dan jenis korupsi
3. Untuk mengetahui Korupsi dalam berbagai perspektif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptioatau corruptus. Corruption
memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruption juga
diartikan kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa inggris menjadi kata corruption atau dalam
bahasa Belanda menjadi corruptipe. Kata corruptipe dalam bahasa Indonesia masuk ke
dalam perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya)
Selanjutnya di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ditemukan beberapa
peristilahan lain terkait dengan korupsi, seperti:
1. Korup artinya buruk, 1 buruk; rusak; busuk; 2 suka memakai barang (uang) yang
dipercayakan kepadanya, dapat disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan
pribadi).
2. Korupsi rtinya penyelwengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi; orang yang menyelewengkan
(menggelapkan); uang Negara (perusahaan) tempat kerjanya.
Dengan demikian arti dari kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut bahwa perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersfat amoral, sifat dan kedaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut factor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

B. Perilaku Koruptif
Perilaku koruptif adalah tindakan seorang individu atau kelompok dalam
menyelewengkan atau menyalahgunakan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan,
dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, yang tercermin dalam sikap,
tindakan, dan pengetahuannya.
Dalam pemahaman sosiologi, perilaku seseorang dapat digolongkan ke dalam tiga
hal yang utama, yakni sikap, tindakan dan pengetahuan. Hubungannya dengan perilaku
koruptif adalah segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan dan pengetahuan
seseorang atau sekelompok orang yang menjebakkan dirinya pada perbuatan korupsi.
Salah satu upaya pencegahan terhadap potensi korupsi dengan menguatkan peran aktif
keluarga sebagai agen sosial, diharapkan perilaku koruptif bias diredukasi untuk tidak
terus berkembang. (afthon Ilman Huda, 2017)
Banyak sekali perilaku koruptif yang setiap hari dilakukan oleh masyarakat
indonesia, namun tidak pernah disadari bahwa hal ini seperti menjadi kebiasaan yang
wajar. Ada beberapa perilaku masyarakat yang banyak menerminkan perilaku koruptif,
misalnya (khoril Basyar, 2015):
1. Pelanggaran lalu lintas.
2. Suap menyuap untuk kelancaran izin
3. Peraturan ynag di buat-buat
4. Memberikan tips kepada Aparat pelayanan public
5. Kebiasaan telat

C. Ciri-ciri korupsi
Ciri-ciri dari korupsi antara lain:
1. Selalu melibatkan lebih dari satu orang, inilah yang membedakan antara korupsi
dengan pencurian atau penggelapan.
2. Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi
perbuatan korupsi tersebut.
3. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan
keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
4. Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang
serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6. Pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan public atau pada
masyarakat umum.
7. Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang
melakukan tindakan tersebut.
8. Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum
dibawah kepentingan pribadi.
9. Setiap bentuknya korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
10. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas pertanggungjawaban dalam
masyarakat.

D. Bentuk-Bentuk Korupsi
Perihal bentuk-bentuk korupsi, menurut Buku Memahami Untuk Membasmi
(KPK: 2006), dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Merugikan Keuangan Negara
a. Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
kerena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
2. Suap Menyuap
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
tersebut
b. berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
c. bMemberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
d. Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan
atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh
pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;
e. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji;
f. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakan agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
g. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
h. Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
i. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
memengaruhi putusan perkara yang diserahkannya untuk diadili.
j. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorag yang menurut ketentuan
peraturan perundang- undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
k. Hakim yang menerima pemberian atau janji atau advokat yang menerima
pemberian atau janji;
l. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memepengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
m. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan ditentukan
menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
3. Penggelapan dalam Jabatan
a. Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh
orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
b. Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi.
c. Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di
muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.
d. Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
e. Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
4. Pemerasan
a. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
b. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.
c. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.
5. Perbuatan Curang
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan
bangunan, sengaja membiarkanperbuatan curang.
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI atau
Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang.
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI atau
Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang.
e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI dan
membiarkan perbuatan curang.
f. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang
berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
perundang-undangan.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau penyewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya;
7. Gratifikasi Setiap gratifikasi kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi yakni sebagai berikut:
a. Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
b. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan yang tidak benar.
E. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri
pelakuatau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku
materialistik dankonsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih“mendewakan”
materi maka dapat“memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari
Yamamah : 2009). “ Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat
kemudian terpaksa korupsi kalau sudah menjabat”.
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukank
orupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak
mampu korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi
seperti ini, makasalah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan.
Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam
mengakses kekayaan.Adapun Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi
dan beraneka ragam.
Akan tetapi, secara umum dapat dirumuskan sesuai dengan korupsi yaitu bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi, kelompok, keluarga, golongannya sendiri.
Namun, secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum 
danekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi
Korupsi (ICW :2000) yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu:
1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat
dilihatketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang
kekuasaan, bahkanketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup
seperti penyuapan, politikuang merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait
dengan hal itu Terrence Gomes(2000) memberikan gambaran bahwa politik uang
(money politik) sebagai use of money andmaterial benefits in the pursuit of political
influence.Adapun factor-faktor penyebab korupsi, diantaranya yaitu:
a. Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umu.
b. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila
tidakmenggunakan kesempatan.
c. Kelemahan Sistem pengangkatan pejabat partai politik dan pejabat pemerintahan
d. Kelemahan pengkaderan partai dan pencalonan pemimpin partai atau yang akan
menjadi pejabat publik, legislatif atau pengawas pejabat publik yang tidak
transparan dan berbiayatinggi memicu terjadi korupsi sebagai tindakan untuk
mencapai balik modal saat biaya mahal yang telah dikeluarkan saat menjadi
pejabat partai dan pejabat publik.
e. Pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangandan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum,
mudah ditemukandalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; rumusan
yang tidak jelas-tegas (non  lex certa) sehingga multi tafsir; kontradiksi dan
overlapping dengan peraturan lain (baik yangsederajat maupun yang lebih tinggi).
Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yangdilarang sehingga tidak tepat
sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep yang
berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan
suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak fungsional 
atau tidak produktif dan mengalami resistensi. Penyebab keadaan ini sangat beragam
, namun yangdominan adalah: pertama tawar menawar perarungan kepentingan
antara kelompok dan golongan di parlemen, sehingga memunculkan antara yang
bias dan diskriminitif. Kedua, praktek politik uang dalam pembuatan hokum berupa
suap menyuap (politic al bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan di
bidang ekonomi dan bisnis. Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multi tafsir
serta tumpang-tindih dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk
menyelamatkan pihak-pihak pemesan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itudapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat initidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana
dikutip olehSulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk
memenuhi duakebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan
oleh komunitasmasyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namum saat ini
korupsi dilakukan olehorang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro : 2004).
4. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban ko
rupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena
membuka peluangatau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal 2000).
Bilamana organisasi tersebut tidakmembuka peluang sedikitpun bagi seseorang
untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidakakan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini
meliputi:
a. Kurang adanya teladan dari pimpinan.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

Anda mungkin juga menyukai