Anda di halaman 1dari 5

Nama : Raudah

NIM : P07125219035

Prodi/Semester : Prodi Sarjana Terapan Terapi Gigi / Semester 7

Mata Kuliah : Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut pada


Kelompok Berkebutuhan Khusus

AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

A. Pengertian Autism Spectrum Disorder (ASD)


Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelompok kondisi yang beragam.
Mereka dicirikan oleh beberapa tingkat kesulitan dengan interaksi sosial dan
komunikasi. Karakteristik lainnya adalah pola aktivitas dan perilaku yang
tidak lazim, seperti kesulitan transisi dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya,
fokus pada detail, dan reaksi yang tidak biasa terhadap sensasi (WHO, 2022).
Autis yang secara khusus yaitu childhood autism (autis masa anak-anak)
adalah adanya gangguan perkembangan pervasif yang didefinisikan oleh
adanya perkembangan abnormal atau gangguan yang nyata sebelum usia tiga
tahun, dengan tipe karakteristik tidak normalnya semua tiga bidang
psikopatologi yaitu interaksi sosial, komunikasi dan stereotip atau perilaku
berulang (Fitriyah, 2019).
Autis biasanya terdeteksi pada anak sebelum usia 1,5 - 2 tahun. Namun,
ada juga gejala sejak usia bayi dengan keterlambatan interaksi sosial dan
bahasa (progresi) (Wahyu et al., 2018). Kasus autis masih banyak terjadi di
dunia, pada tahun 2017 di dunia diperkirakan 1 dari 160 anak menderita autis
(WHO, 2017). Saat ini di Indonesia belum ada data statistik jumlah
penyandang autis. Namun, individu dengan autis diperkirakan sudah semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari angka kunjungan di rumah sakit umum,
rumah sakit jiwa pada klinik tumbuh kembang anak yang cukup bermakna
dari tahun ke tahun (Iskandar & Indaryani, 2020).
B. Faktor Risiko Penyebab Autism Spectrum Disorder (ASD)
Sampai saat ini penyebab ASD masih belum diketahui secara pasti.
Diduga penyebab ASD bersifat multifaktor yang merupakan kombinasi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan (WHO, 2022). 
Peran faktor genetik ditunjukkan dengan adanya peningkatan kejadian
ASD pada anak laki-laki, anak kembar identik, maupun pada anak yang
mengalami kelainan bawaan seperti sindrom Fragil X. Penelitian tentang autis
ini menemukan bahwa tikus jantan yang digunakan sebagai model percobaan
menunjukkan bukti bahwa kelainan perkembangan saraf banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Perempuan disebut memiliki semacam
“female protective effect” yang melindungi mereka mulai dari perilaku hingga
molekul penyusun otak. Senada dengan penelitian autis tersebut, sebuah studi
yang dilakukan tim ilmuwan Toronto telah menemukan bahwa pria yang
membawa kromosom X yang telah mengalami perubahan genetis spesifik
memiliki risiko tinggi untuk mengalami ASD (The Asian Parents, 2017).
Peran faktor lingkungan menurut Dr Imaculata Sumayati, pakar
pendidikan anak autis, salah satu yang paling layak untuk diduga dicurigai
adalah penggunaan kemasan plastik yang mengandung BPA secara terus
menerus dan hampir di semua peralatan makan atau  rumah tangga
mengandung BPA. Pada 12 April 2022, nature.Com merilis artikel berjudul
Bisphenol Exert Detrimental Effects on Neuronal Signalling in Mature
Vertebrate Brains. Jurnal tersebut dikeluarkan oleh Universitas Bayreuth yang
menyimpulkan bahwa, "Bahan plastik (BPA) yang terkandung dalam banyak
benda sehari hari dapat merusak fungsi otak yang penting pada manusia. Studi
mereka menunjukkan bahwa bahkan sejumlah kecil plastis Bisphenol A dan
Bisphenol S mengganggu transmisi sinyal antara sel sel saraf di otak
(Schirmer et al., 2021). 
Adapun penelitian yang dipublikasikan oleh mdpl.Com pada 8 Desember
2021 lalu. Dalam jurnal yang berjudul Autism - Related  Transcription
Factors Underlying The Sex - Spesific Effects of Prenatal Bisphenol A
Exposure on Transcription - Interactome Profiles in The Offspring Preprontal
Cortex. Jurnal tersebut menyatakan bahwa Bisphenol A (BPA) adalah faktor
risiko lingkungan untuk gangguan spektrum autis (ASD). Dan berkesimpulan
berdasarkan risetnya temuan menunjukkan bahwa paparan BPA dalam rahim
dapat meningkatkan risiko ASD dengan memengaruhi gen terkait ASD di
korteks preprontal keturunan, mungkin melalui faktor transkripsi spesifik jenis
kelamin yang terkait dengan gangguan tersebut (Kanlayaprasit et al., 2021)
Beberapa hal lain yang bisa meningkatkan faktor risiko seseorang
mengalami autis adalah sebagai berikut.
a. Jenis kelamin
Autis terjadi 4 kali lebih sering pada laki-laki dibanding
perempuan.
b. Riwayat keluarga
Keluarga yang memiliki anak autis mungkin akan memiliki anak
autis lain.
c. Penyakit lain
Autis cenderung terjadi lebih sering pada anak dengan genetik atau
kondisi kromosom tertentu, seperti sindrom Fragile X atau sklerosis
tuberous.
d. Bayi prematur
Autis lebih sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan
yang rendah. Biasanya bayi lebih berisiko jika lahir sebelum 26 minggu.
e. Paparan bahan kimia dan obat tertentu
Paparan logam berat, obat valproic acid  (depakene)
atau thalidomide (thalomid) pada janin dapat meningkatkan risiko
terjadinya autis (Hello Sehat, 2021)

C. Autis sebagai Kelainan yang Meningkat Jumlah Penderitanya


Di Kalimantan Selatan, jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) ternyata
juga masih terbilang cukup tinggi. Dari sekian jenis keterbelakangan tumbuh
kembang ini, paling dominan adalah kasus autis. Menurut perhitungan Ketua
Perhimpunan Psioterapi Anak Indonesia (FPAI) Kalimantan Selatan, jumlah
anak penyandang autis yang cukup tinggi berada di wilayah Kota Banjarbaru.
Pada Januari 2018 kemarin jumlahnya terdata mencapai 500 kasus dimana
artinya ada kemungkinan penambahan jumlah di tahun 2020 ini (Agoes &
Mentayani, 2021). Dikutip dari laman CNN, Melly Budhiman, seorang pakar
dan ketua Yayasan Autisme Indonesia mengatakan bahwa sampai saat ini di
Indonesia belum pernah ada survei resmi terkait total angka kasus anak
dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) (CNN Indonesia, 2016. Studi yang
diterbitkan pada tahun 2019 di Journal of Autism and Developmental
Disorders, juga menemukan bahwa prevalensi autis mengalami peningkatan
disebabkan oleh kesadaran yang lebih dan deteksi gangguan yang lebih besar,
faktor lingkungan lain kemungkinan berperan (ScienceDaily, 2019).

Sumber:
Agoes, A.A.S., & Mentayani, I. (2021). Pusat Pelayanan Autis di
Banjarbaru. Lanting Journal of Architecture, 10(1), 100-113.
CNN Indonesia. Indonesia Masih ‘Gelap’ tentang Autisme.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160407160237-255-122409/
indonesia-masih-gelap-tentang-autisme
Fitriyah, F.K. (2019). Pengaruh Permainan Tradisional Gobak Sodor dalam
Bimbingan Kelompok terhadap Peningkatan Interaksi Sosial Anak Autis.
Education and Human Development Journal, 4(2), 13–20.
Hello Sehat. Autis. 2021.
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/gangguan-perkembangan/
autis-adalah-autis/
Iskandar, S., & Indaryani, I. (2020). Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial
pada Anak Autis melalui Terapi Bermain Assosiatif. JHeS (Journal of
Health Studies), 4(2), 12–18.
Kanlayaprasit, S., Thongkorn, S., Panjabud, P., Jindatip, D., Hu, V. W., Kikkawa,
T., ... & Sarachana, T. (2021). Autism - Related  Transcription Factors
Underlying The Sex - Spesific Effects of Prenatal Bisphenol A Exposure on
Transcription - Interactome Profiles in The Offspring Preprontal
Cortex. International Journal of Molecular Sciences, 22(24), 13201.
Schirmer, E., Schuster, S., & Machnik, P. (2021). Bisphenol Exert Detrimental
Effects on Neuronal Signalling in Mature Vertebrate
Brains. Communications Biology, 4(1), 1-9.
The Asian Parents. Penelitian: Alasan Mengapa Autis Sering Terjadi pada Anak
Laki-Laki. 2017. https://id.theasianparent.com/penelitian-tentang-autis-
pada-anak-lakilaki?
_gl=1*iae6km*_ga*d2hERXF1X3Q3NlRpTHBNV3FtUGtENHFXbDlNTE
ZfRDRXSHBVMDgzNTFBSUZGSUhPbWdON0ZQS3NsakJVZXllYw)
University of Colorado at Boulder. (ScienceDaily, 2019). Autism Rates
Increasing Fastest Among Black, Hispanic Youth: Rates Among White
Children Climbing Again After Mid-2000’s Plateau. 
www.sciencedaily.com/releases/2019/08/190828140055.htm
Wahyu, H., Betrianita, B., Pramesti, M., & Padila, P. (2018). Pengaruh Metode
Glenn Doman (Tahap 1 dan 2) terhadap Perkembangan Komunikasi Anak
Autis. Jurnal Keperawatan Silampari, 2(1), 169-183.
WHO. 2017. WHO South-East Asia Regional Strategy on Autism Spectrum
Disorders. https://apps.who.int/iris/handle/10665/259505
WHO. 2022. Autism. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/autism-
spectrum-disorders

Anda mungkin juga menyukai